44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan membandingkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional). Karena dalam penelitian ini terdapat unsur pemanipulasian perlakuan maka metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Desain penelitian yang dilakukan adalah The Randomized Pre-test Pos-test Control Group Design (Fraenkel dan Wellen. 1993:248). Dipilih dua sampel kelas yang homogen secara acak, dan kepada mereka disajikan pembelajaran yang berbeda. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut: A :
O X O
A :
O
O
A: pemilihan sampel secara acak kelas O: Observasi pretes / postes X: Perlakuan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Obsevasi atau pengukuran kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah
45
perlakuan. Observasi awal (pretes) bertujuan melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok. Observasi akhir (postes) dilakukan setelah kedua kelompok melaksanakan pembelajaran. Postes bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan siswa, melihat apakah ada perbedaan kemampuan yang signifikan diantara kedua kelompok tersebut, termasuk melihat seberapa besar ketuntasan belajar siswa menyangkut penguasaan kompetensi-kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam kurikulum. 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1
Populasi Penelitian ini adalah studi eksperimen yang dilaksanakan di SMA Negeri 1
Kundur dengan populasi keseluruhan siswa-siswi kelas X semester 2 Tahun pelajaran 2008/2009. SMA Negeri 1 Kundur terletak di Kota Tanjungbatu, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1983 dan merupakan sekolah tertua dari enam sekolah menengah tingkat atas yang ada di Pulau Kundur. Dengan jumlah siswa kurang lebih 600 orang dengan 15 rombongan belajar, SMA Negeri 1 Kundur masih tergolong sekolah tipe C. Namun seiring perjalanan waktu, dengan didukung oleh sarana prasarana yang hampir memadai seperti perpustakaan, laboratorium IPA, laboratorium bahasa dan laboratorium komputer, serta mushalla untuk sarana ibadah, pada tahun ini SMA Negeri 1 Kundur sedang dipersiapkan untuk menjadi sekolah standar nasional (RSSN). Selain itu, dari 40 orang guru yang ada, semuanya memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana S1.
46
Adapun alasan pemilihan SMA Negeri 1 Kundur sebagai tempat pelaksanaan penelitian ialah penulis berharap para guru di sekolah ini dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini menjadi salah satu alternatif pembelajaran untuk memberikan variasi terhadap model pembelajaran yang selama ini dilakukan yang umumnya masih bersifat konvensional. Sedangkan pemilihan siswa kelas X sebagai subjek penelitian ialah bahwa siswa kelas X dapat dikategorikan sudah cukup dewasa sehingga, dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan baik. 3.2.2
Sampel Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Randomized Cluster Sampling,
artinya memilih secara acak dari kelompok-kelompok atau cluster (kelas-kelas) yang ada dalam populasi. Keseluruhan populasi terdiri dari lima kelas yaitu kelas Xa, Xb, Xc, Xd, dan Xe. Dari lima kelas ini dipilih dua kelas secara acak untuk menjadi sampel penelitian. Untuk memilih sampel tersebut digunakan cara acak kelas. Cara acak disini bertujuan agar setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel, dan agar pemilihan sampel ini terhindar dari hal-hal yang bersifat subjektif atau rekayasa. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih bersifat objektif atau apa adanya. Pemilihan dilakukan dengan cara mengundi, dan ternyata pilihan jatuh pada kelas Xa dan Xb. Dari kedua kelas ini dipilih lagi secara acak untuk menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan undian terpilih kelas Xb dengan jumlah siswa 31 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas Xa dengan jumlah siswa 32 orang sebagai kelompok kontrol.
47
3.3 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas ialah perlakuan pembelajaran yang diberikan kepada kedua kelompok. Kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan kelompok kontrol dengan pembelajaran biasa. Variabel terikat ialah hasil belajar siswa yaitu kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis. 3.4 Materi atau Bahan Ajar Penyusunan dan pengembangan bahan ajar merupakan bagian yang sangat penting dari suatu proses pembelajaran. Pengembangan bahan ajar diarahkan agar siswa memiliki kesempatan untuk belajar secara maksimal melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam membangun penguasaan pemahaman konsep dan ide-ide matematis melalui proses berpikir yang dibangun baik secara mandiri terutama melalui pembelajaran dalam kelompok atau antar kelompok. Materi atau bahan ajar penelitian ini ialah pada pokok bahasan trigonometri yang secara spesisfik pada sub pokok bahasan rumus-rumus segitiga dalam trigonometri meliputi pembahasan dan penerapan Aturan Sinus, Aturan Kosinus, dan Rumusrumus Luas Segitiga serta Lingkaran Dalam, dan Lingkaran Luar Segitiga. Bahan ajar untuk kelompok eksperimen dikembangkan dalam bentuk modul untuk empat kali pertemuan. Modul ini berisi ringkasan materi, bahan kerja kelompok Jigsaw, dan tugas individu. Sedangkan bahan ajar untuk kelompok kontrol menggunakan bahan ajar sebagaimana yang telah dipersiapkan oleh guru seperti biasanya.
48
3.5 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya Sebagai alat pengumpul data, instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu intrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes berupa tes berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Sedangkan instrumen non-tes terdiri dari angket skala sikap siswa, dan lembar observasi. Dalam menyusun dan mengembangkan instrumen, langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi lalu kemudian mengkonstruksi instrumen. Untuk memeriksa validitas isi dilakukan sebelum dilaksanakan ujicoba instrumen. Dalam hal ini peneliti melibatkan pihak yang berkompeten untuk memeriksa validitasnya yakni pembimbing dan pakar pendidikan matematika. Setelah instrumen selesai divalidasi, selanjutnya dilakukan diujicoba. Ujicoba instrumen dilaksanakan satu kali pada siswa kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri di Sumedang Jawa Barat. Hasil ujicoba tersebut dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitasnya, tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir tes. Analisis hasil ujicoba instrumen juga ditujukan untuk mengetahui apakah setiap item sudah cukup baik dan layak digunakan. 3.5.1
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis
dikembangkan dari materi atau bahan ajar pada pokok bahasan perbandingan trigonometri, khususnya pada sub-pokok bahasan rumus-rumus segitiga meliputi: Aturan Sinus, Aturan Kosinus, Rumus-rumus luas segitiga, dan lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga. Instrumen tes terdiri dari 12 item soal bentuk uraian.
49
Instrumen tes diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu 6 item soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis dan 6 item soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis. Alokasi waktu untuk menyelesaikan tes ini ialah 120 menit. Perangkat soal dapat dilihat pada Lampiran E halaman 164. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penguasaan konsep dan penerapannya untuk pemecahan masalah matematis meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun dan merencanakan strategi pemecahan, melaksanakan strategi pemecahan untuk memperoleh penyelesaian, dan melakukan peninjauan ulang atau mencoba cara yang lain. Tes kemampuan komunikasi matematis digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide matematis secara jelas dan benar
dengan
kata-kata
sendiri,
masuk
akal,
tidak
meragukan,
dan
dikomunikasikan secara efektif dan jelas serta tersusun secara logis dalam bentuk tertulis, gambar (grafik), dan model matematika serta penyelesaiannya. Untuk menentukan skor jawaban siswa, peneliti menetapkan suatu pedoman pensekoran tes pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Pedoman ini dibuat agar ada keseragaman dalam memberi skor terhadap setiap jawaban siswa. 3.5.1.1 Pedoman Pensekoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pedoman pensekoran tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.1 berikut. Pedoman ini diadaptasi dari pedoman pensekoran pemecahan masalah yang dibuat oleh Schoen dan Ochmke (Sumarmo,
50
dkk 1994) dan pedoman pensekoran yang dibuat oleh Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment sebagai berikut: Tabel 3.1 Pedoman Pensekoran Pemecahan Masalah
Memahami masalah
Menyusun rencana/ Memilih strategi
Tidak berbuat (kosong) atau semua interpretasi salah (sama sekali tidak memahami masalah)
Tidak berbuat (kosong) atau seluruh strategi yang dipilih salah
Tidak ada jawaban atau jawaban salah akibat perencanaan yang salah
Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan apapun
Hanya sebagian interpretasi masalah yang benar
Sebagian rencana sudah benar atau perencanaannya tidak lengkap
Penulisan salah, Perhitungan salah, hanya sebagian kecil jawaban yang dituliskan; tidak ada penjelasan jawaban; jawaban dibuat tapi tidak benar
Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas
Memahami masalah secara lengkap; mengidentifikasi semua bagian penting dari permasalahan; termasuk dengan membuat diagram atau gambar yang jelas dan simpel menunjukkan pemahaman terhadap ide dan proses masalah
Keseluruhan rencana yang dibuat benar dan akan mengarah kepada penyelesaian yang benar bila tidak ada kesalahan perhitungan.
Hanya sebagian kecil prosedur yang benar, atau kebanyakan salah sehingga hasil salah
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat kebenaran hasil dan proses
-
-
Secara substansial prosedur yang dilakukan benar dengan sedikit kekeliruan atau ada kesalahan prosedur sehingga hasil akhir salah
-
-
-
Jawaban Benar dan lengkap
-
Skor
0
1
2
3
Melaksanakan strategi dan mendapat hasil
Memeriksa proses dan hasil
Memberikan jawaban secara lengkap, jelas, dan benar, termasuk dengan membuat diagram atau gambar
4
Skor maksimal = 2
Skor maks = 2
Skor maksimal = 4
Skor maks= 2
51
3.5.1.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Tabel 3.2 berikut disajikan pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis dari Holistic Scoring Rubrics. Pedoman penskoran ini diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin, (Ansari 2003) sebagai berikut: Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis Skor
Menulis
Menggambar
Ekspresi Matematik
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1
Ada penjelasan tetapi salah
Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari model gambar yang matematika yang dibuat dilukis benar benar
Penjelasan secara matematik masuk akal namun hanya sebagian yang benar
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar, namun salah mendapatkan solusi
3
Penjelasan secara matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan konsep, ide atau persoalan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis
-
-
Skor maksimal= 4
Skor maksimal= 3
Skor maksimal= 3
2
52
3.5.2
Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Setelah instrumen jadi kemudian dilakukan ujicoba untuk mengecek
keterbacaan soal dan untuk mengetahui derajat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen. Ujicoba dilakukan pada siswa kelas XI IPA pada salah satu SMA Negeri di Sumedang Jawa Barat. Daftar skor, satatistik deskriptif, dan perhitungan lainnya dapat dilihat pada Lampiran D halaman 189.
3.5.2.1 Validitas Instrumen Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang tangguh adalah tes mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Arikunto (2007:65) sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang hendak diukur. Karena ujicoba dilaksanakan satu kali (single test) maka validasi instrumen tes dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir tes dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson: Keterangan :
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
(Arikunto, 2007:64-78)
= koefisien korelasi antara variabel X dan Y = jumlah peserta tes = skor item tes = skor total
Penafsiran terhadap besarnya koefisien korelasi skor tiap item dengan skor total dilakukan dengan membandingkan nilai dengan nilai kritis .
53
Jumlah siswa yang mengikuti ujicoba sebanyak 40 orang sehingga nilai kritis r product moment dengan taraf konfidensi 99% ialah ,
;"
0,403.
Jika pada & 0,01 ternyata nilai kefisien korelasi ( maka item tes tersebut dikatakan valid. Nilai
dan untuk tiap item instrumen uji kemampuan
pemecahan masalah dan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 berikut: Tabel 3.3 Uji Validitas Tes Pemecahan Masalah No.
∑
∑
∑ )
∑ )
∑
*
r-tabel
Validitas
1
250
1.181
1.670
37.643
7.908
0,965
0,403
Valid
2
217
1.181
1.261
37.643
6.853
0,925
0,403
Valid
3
118
1.181
414
37.643
3.896
0,964
0,403
Valid
4
206
1.181
1.174
37.643
6.624
0,967
0,403
Valid
5
199
1.181
1.069
37.643
6.322
0,954
0,403
Valid
6
191
1.181
975
37.643
6.040
0,959
0,403
Valid
Tabel 3.4 Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis No.
∑
∑
∑ )
∑ )
∑
*
r-tabel
Validitas
1
224
1.135
1320
34.327
6.702
0,928
0,403
Valid
2
214
1.135
1206
34.327
6.392
0,888
0,403
Valid
3
116
1.135
402
34.327
3.624
0,891
0,403
Valid
4
116
1.135
400
34.327
3.635
0,935
0,403
Valid
5
212
1.135
1220
34.327
6.433
0,923
0,403
Valid
6
253
1.135
1677
34.327
7.541
0,897
0,403
Valid
54
Dengan membandingkan nilai dan ternyata pada taraf konfidensi 99% semua item memiliki koefisien korelasi ( maka dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan pemecahan masalah dan tes komunikasi matematis seluruhnya valid. 3.5.2.2 Reliabilitas Instrumen Reliabilitas suatu instrumen ialah keajegan atau kekonsistenan instrumen tersebut. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang non-sistematik. Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya. Karena instrumen dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian, maka derajat reliabilitasnya ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha: -
++ ,- +. ,1 /
∑ 01 02
.
(Suherman, 2003:154)
dengan varians item dan varians total hitung dengan rumus: 3)
Keterangan:
∑ 1
∑ 41 5
dan
3)
∑ 1
∑ 61 5
++= koefisien reliabilitas tes 7= banyaknya butir soal ∑ 3) = jumlah varians skor tiap butir soal 3) = varians skor total
55
Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan tolok ukur yang ditetapkan J.P. Guilford (Suherman 2003:139) sebagai berikut: Kriteria Derajat Keandalan J.P. Guilford Nilai ++
Derajat Keandalan
++ 8 0,20
Sangat rendah
0,20 : ++ 8 0,40
Rendah
0,40 : ++ 8 0,70
Sedang
0,70 : ++ 8 0,90
Tinggi
0,90 : ++ : 1,00
Sangat tinggi
Perhitungan varians item dan varians total skor siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.5 berikut: Tabel 3.5 Perhitungan Varians Instrumen Pemecahan Masalah Matematis
∑ )
∑
∑
62.500
1.670
40
1562,50
107,500
2,6875
217
47.089
1.261
40
1177,23
83,775
2,0944
3
118
13.924
414
40
348,10
65,900
1,6475
4
206
42.436
1.174
40
1060,90
113,100
2,8275
5
199
39.601
1.069
40
990,03
78,975
1,9744
6
191
36.481
975
40
912,03
62,975
1,5744
No.
∑
∑
1
250
2
)
∑ 3)
∑ ) /
∑
3)
12,8056
Varians skor total dengan 40 ; ∑ 1.181 ; ∑ ) 37.643 dan ∑ ) 1.394.761 adalah 3) 69,349. Selanjutnya dengan rumus alpha untuk k = 6 item didapat ++ 0,9784. Berpedoman pada tolok ukur J.P. Guilford maka reliabilitas instrumen pemecahan masalah dikategorikan sangat tinggi.
56
Perhitungan varians item dan varians total skor siswa pada tes kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.6 berikut: Tabel 3.6 Perhitungan Varians Instrumen Komunikasi Matematis No.
∑
∑
1
224
2
∑ )
∑
∑
50.176
1.320
40
1.254,40
65,60
1,6400
214
45.796
1.206
40
1.144,90
61,10
1,5275
3
116
13.456
402
40
336,40
65,60
1,6400
4
116
13.456
400
40
336,40
63,60
1,5900
5
212
44.944
1.220
40
1.123,60
96,40
2,4100
6
253
64.009
1.677
40
1.600,23
76,78
1,9194
)
∑ 3)
∑ ) /
∑
3)
10,7269
Varians skor total tes untuk 40; ∑ 1.135 ; ∑ ) 34,327 dan ∑ ) 1.288.225 adalah 3) 53,034. Selanjutnya dengan rumus alpha untuk k = 6 item didapat ++ 0,9573. Berpedoman pada tolok ukur J.P. Guilford maka instrumen komunikasi matematis memiliki derajat reliabilitas sangat tinggi. 3.5.2.3 Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam tiga kelompok tingkat kesukaran untuk mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran tes dihitung dengan rumus: AB
CDEF GHIJE* K7L IE7KMIHI MNDEJ MODI PQ R-ST UT PT VW R RS
CDEF PQ UT PT Q- R
(Depdiknas, 2006:45)
57
TK= Tingkat kesukaran dengan kategori: Kriteria kesukaran AB X 0,70
Kategori Soal Mudah
0,30 : AB : 0,70
Soal Sedang
AB 8 0,30
Soal Sukar
Berdasarkan skor tes ujicoba perhitungan tingkat kesukaran disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 berikut: Tabel 3.7 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Pemecahan Masalah Matematis No. Item 1
∑
Mean
250
2
6,25
Skor maksimum 10
Tingkat Kesukaran 0,63
217
5,43
10
0,54
Sedang
3
118
2,95
10
0,30
Sukar
4
206
5,15
10
0,52
Sedang
5
199
4,98
10
0,50
Sedang
6
191
4,78
10
0,48
Sedang
Interpretasi Sedang
Tabel 3.8 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Komunikasi Matematis No. Item 1
∑
Mean
224
2
5,60
Skor maksimum 10
Tingkat Kesukaran 0,56
214
5,35
10
0,54
Sedang
3
116
2,90
10
0,29
Sukar
4
116
2,90
10
0,29
Sukar
5
212
5,30
10
0,53
Sedang
6
253
6,33
10
0,63
Sedang
Interpretasi Sedang
58
3.5.2.4 Daya Pembeda Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai atau antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda tes dihitung dengan rumus: YZ
[ -SQVS- R Q -SQVS- U R-ST Q-RQQ RS
(Depdiknas, 2006:45)
Klasifikasi daya pembeda (DP) soal adalah sebagai berikut: Kriteria daya pembeda YZ ( 0,40
0,30 : YZ 8 0,40 0,20 : YZ 8 0,30 YZ 8 0,20
Klasifikasi daya pembeda Daya Pembeda soal sangat baik Daya Pembeda soal baik Daya Pembeda soal kurang baik Daya Pembeda soal tidak baik
Untuk data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan n > 30, maka sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan kedalam kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group). Karena jumlah siswa yang mengikuti tes ujicoba adalah 40 orang, maka 11 orang yang memperoleh skor tertinggi dinyatakan sebagai kelompok atas (higher group) dan 11 orang yang memperoleh skor terendah dinyatakan
sebagai
kelompok bawah (lower group). Perhitungan koefisien daya pembeda tiap item instrumen tes disajikan pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10 sebagai berikut:
59
Tabel 3.9 Perhitungan Daya Pembeda Tes Pemecahan Masalah Matematis No. Item
\]^
\]_
\]^ / \]^
1
7,82
4,09
2
6,91
3
DP
Keterangan
3,73
Skor maksimun 10
0,37
Baik
3,55
3,36
10
0,34
Baik
4,45
1,36
3,09
10
0,31
Baik
4
6,73
2,73
4,00
10
0,40
Baik
5
6,64
3,27
3,36
10
0,34
Baik
6
6,18
3,27
2,91
10
0,29
Cukup
Tabel 3.10 Perhitungan Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis No. Item
\]^
\]_
\]^ / \]^
1
6,64
3,91
2
6,55
3
DP
Keterangan
2,73
Skor maksimun 10
0,27
Cukup
4,00
2,55
10
0,25
Cukup
4,27
1,27
3,00
10
0,30
Baik
4
4,36
1,36
3,00
10
0,30
Baik
5
7,00
3,27
3,73
10
0,37
Baik
6
7,18
4,45
2,73
10
0,27
Cukup
3.5.3
Skala Sikap Skala sikap digunakan untuk menjaring kecenderungan atau sikap atau
pandangan siswa terhadap setiap pernyataan yang diajukan yang berkaitan dengan matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, serta soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Angket skala sikap disusun dengan mengacu pada model skala Likert. Pada tahap awal penyusunan angket ini terlebih dahulu disusun kisi-kisi skala sikap sebagai acuan merumuskan butir-butir pernyataannya.
60
Agar pernyataan dalam angket ini memenuhi persyaratan yang baik, maka terlebih dahulu meminta pertimbangan dosen pembimbing untuk memvalidasi isi setiap itemnya. Pada angket disediakan empat skala pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan netral (N) tidak digunakan, untuk menghindari jawaban aman, sekaligus mendorong siswa untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap pernyataan yang diajukan. Angket yang digunakan terdiri dari 24 pernyataan dengan 12 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif. Pernyataan positif dan negatif ini bertujuan agar jawaban siswa menyebar, tidak menuju pada satu arah saja di samping itu untuk menjaring kekonsistenan siswa dalam memberikan respon. Angket sikap diisi kelompok eksperimen setelah melaksanakan postes. Pengolahan skala sikap didahului dengan penentuan skor setiap pilihan jawaban pada setiap pernyataan. Skor ditentukan dengan bantuan tabel Z dari proporsi frekwensi jawaban siswa. 3.5.4
Lembar Observasi Lembar observasi diberikan kepada pengamat, untuk memperoleh
gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dalam kelompok kooperatif tipe Jigsaw, dan aktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran pada setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman ini adalah sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pengamat akan mengisikan nomor-nomor kategori yang sering muncul dalam lembar observasi yang tesedia. Format lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran C halaman 185
61
3.6 Prosedur Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian ini secara berurutan dibagi menjadi empat tahapan yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengolahan dan analisis data, dan tahap penulisan laporan. 3.6.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan penelitian dimulai dari sejak pembuatan proposal, kemudian melaksanakan seminar proposal untuk meperoleh koreksi dan masukan dari tim pembimbing tesis, menyusun instrumen dan rancangan pembelajaran. Setelah melalui tahapan-tahapan bimbingan dan perbaikan, selanjutnya instrumen diujicobakan. Hasil ujicoba dianalisis untuk memeriksa validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran serta daya pembeda instrumen. 3.6.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian 3.6.2.1 Jadual Pelaksanaan Penelitian di Kelas Penelitian di lapangan dilaksanakan setelah mendapat izin dan persetujuan dari Direktur Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan persetujuan dari kedua Dosen pembimbing tesis. Penelitian dimulai sejak tanggal 2 April 2009 sampai dengan tanggal 17 April 2009. Rangkaian kegiatan di kelas, terdiri dari empat bagian yaitu pelaksanaan pretes, pelaksanaan pembelajaran dan observasi, pelaksanaan postes, pengisian angket skala sikap. Sesuai dengan pemilihan yang dilakuan, penelitian dilaksanakan pada kelas Xb sebagai kelas eksperimen dan kelas Xa sebagai kelompok kontrol. Jadual selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut.
62
Tabel 3.11 Jadual Pelaksanaan Penelitian pada Kelas Eksperimen No 1
2
3
4
5
6
7
HARI/TANGGAL Jumat/ 03 April 2009 Selasa/ 07 April 2009 Rabu/ 08 April 2009 Selasa/ 14 April 2009 Rabu/ 15 April 2009 Kamis/ 16 April 2009 Jumat/ 17 April 2009
WAKTU
KEGIATAN
09.00 – 11.00
Pretes
09.45 – 11.15
Pembelajaran I : Aturan Sinus
12.15 – 13.45
Pembelajaran II : Aturan Kosinus
09.45 – 11.15
Pembelajaran III : Rumus Luas Segitiga
12.15 – 13.45
Pembelajaran IV: Lingkaran Luar dan Lingkaran Dalam Segitiga
09.00 – 11.00
Postes
09.45 – 10.15
Pengisian Skala Sikap
3.6.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Kelas Eksperimen Pada pertemuan pertama dilaksanakan pretes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, hasilnya diperiksa untuk mengetahui kemampuan awal mereka dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Selanjutnya kepada siswa kelas eksperimen diberitahukan, bahwa pada pertemuan berikutnya mereka akan mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Sebanyak 31 siswa-siswi dalam kelas eksperimen dikelompokkan menjadi delapan kelompok belajar. Tujuh kelompok masing-masing terdiri dari empat siswa dan satu kelompok terdiri dari tiga siswa. Pengelompokan siswa dilakukan
63
dengan mempedomani hasil ulangan harian sebelumnya dan hasil pretes yang baru dilaksanakan. Pengelompokan diupayakan memenuhi syarat heterogen baik kemampuan maupun jenis kelamin. Sehari sebelum pelaksanaan pembelajaran nama-nama anggota kelompok disampaikan agar ada kesiapan mereka. Selanjutnya setiap kelompok diberi kebebasan menentukan nama kelompoknya dengan memilih nama-nama ahli matematika yang mereka sukai. Terkait dengan nama ahli yang dipilih, setiap kelompok ditugaskan untuk membuat artikel yang memuat biografi ahli tersebut dan bidang keahliannya. Dalam penilitian ini, peneliti terjun langsung bertindak sebagai guru yang menyajikan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di kelas eksperimen. Selama pembelajaran di kelas peneliti didampingi oleh guru lain yang bertindak sebagai pengamat yang melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran. Pada setiap pertemuan dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: i.
Tahap Pendahuluan (Apersepsi) Tahap apersepsi dilakukan selama 10 menit. Pada tahap apersepsi, guru memberikan pengarahan dan penjelasan kegiatan yang akan dilakukan siswa berkaitan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan, menyangkut fasefase kegiatan dan langkah-langkahnya, termasuk menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.
ii.
Tahap Eksplorasi (Kegiatan inti): Pada tahap ini siswa melakukan eksplorasi materi melalui diskusi tim ahli dan dikusi kelompok belajar. Tahap eksplorasi berlangsung 55 menit yang
64
terdiri dari tiga fase. Fase pertama, dalam waktu 5 menit siswa bergabung pada kelompoknya dan membagi materi/tugas kepada tiap anggota. Fase kedua, selama 20 menit berlangsung pembahasan kelompok ahli. Dalam fase tim ahli, siswa yang mendapat tugas yang sama bergabung dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang spesifik. Fase ketiga, selama 30 menit untuk kegiatan pembahasan semua tugas dalam kelompok belajar, setiap siswa secara bergantian membelajarkan teman sekelompoknya mengenai materi yang dibahas dalam kelompok ahli iii.
Tahap pengembangan, pengujian, penugasan dan penutup Tahap pengembangan dan pengujian dilaksanakan selama 25 menit. tahap ini terdiri dari dua fase yaitu fase pengembangan selama 10 menit dan fase pengujian 15 menit. Fase pengembangan diisi dengan kegiatan tanya jawab mengenai materi yang telah dibahas. Pada fase pengujian setiap siswa secara individu mengerjakan soal yang telah dipersiapkan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa dalam pertemuan yang sudah dilaksanakan.
3.6.2.3 Pembelajaran pada Kelas Kontrol Pembelajaran pada kelas kontrol berlangsung sebagaimana pembelajaran yang biasa dilakukan selama ini bersama guru. Dalam kelas kontrol, siswa belajar dan guru mengajar seperti biasanya. Kelas kontrol mempelajari materi yang sama yaitu rumus-rumus segitiga. Kelas kontrol diperlakukan sebagai pembanding. Setelah semua kegiatan penelitian dilaksanakan maka kegiatan selanjutnya ialah pengolahan data dan penulisan laporan. Keseluruhan rangkaian kegiatan penelitian mulai dari awal hingga akhir disajikan pada Bagan 3.1 berikut.
65
Pembuatan Proposal Penelitian
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Penyusunan Instrumen
Uji Coba Instrumen
Perbaikan Instrumen
Tes Awal
Pelaksanaan Pembelajaran
Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
Tes Akhir dan Tes Skala Sikap
Pengolahan dan Analisis Data
Kesimpulan
Bagan 3.1 Alur Kegiatan Penelitian
66
3.7
Tehnik Analisis Data Setelah penelitian dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut:
1)
Data nilai pretes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2)
Data nilai postes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3)
Data skala sikap kelas eksperimen.
4)
Data hasil observasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Uji statistik yang digunakan
adalah uji kesamaan dua rata-rata, dan perhitungan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan Software
SPSS 13,0 for Windows
dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Menghitung statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata, dan simpangan baku.
2.
Menguji normalitas skor pretes, postes, dan skor N-Gain dengan uji nonparametrik One-Sample Kolmogorov-Smirnov pada taraf konfidensi 95%.
3.
Menguji homogenitas varians dengan uji Levene dalam One-Way Anova atau dalam Independen sample t- test pada taraf konfidensi 95%.
4.
Menguji hipotesis penelitian dengan uji perbedaan rata-rata pada taraf konfidensi 95%. Jika data normal dan homogen, menggunakan statistik uji-t dengan Independen sample t- test, apabila data berdistribusi tidak normal, maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik untuk dua sampel yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney.
67
5.
Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain skor ternormalisasi:
`
0abc 0ade
(Meltzer. 2002)
0fghc 0ade
Keterangan: 3VT 37L iDODK ; 3VSR 37L iLKODK ; 3Q-R 37L IE7KMIHI MNDEJ Kategori:
Tinggi : ` ( 0,7 ; Sedang: 0,3 : ` 8 0,7 ; Rendah: g < 0,3
Untuk mengetahui benar tidaknya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis kelompok eksperimen lebih menyebar dibanding kelompok kontrol perlu diuji secara statistik. Uji normalitas data skor pertes, skor postes, dan skor N-Gain kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dengan rumus hipotesis kerja: H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal Dengan kriteria: tolak Ho jika Signifikansi (2-tailed) output SPSS < (Trihendradi, 2005:245)
+ )
&
68
Uji homogenitas antara dua varians pada skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan uji Levene dengan rumusan hipotesis kerja: H0 : j+) j)) Varians populasi skor kedua kelompok homogen. H1 : j+) k j)) Varians populasi skor kedua kelompok tidak homogen. j+) = Varians skor kelompok eksperimen; j)) = Varians skor kelompok kontrol Dengan kriteria: tolak H0 jika Signifikansi output SPSS < & (Trihendradi, 2005:158). Uji perbedaan rata-rata skor postes, dan N-Gain antara kelpompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan uji satu pihak (pihak kanan) untuk menguji rumusan hipotesis kerja: H0 : l+ l) : Tidak ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok. H1 : l+ X l) : Rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok kontrol l+ = Rata-rata kelompok eksperimen l) = Rata-rata kelompok kontrol Dengan kriteria pengujian satu arah yaitu: tolak H0 jika Sig (1-tailed) < &. 6.
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau keterkaitan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa, digunakan uji independensi atara dua faktor dengan rumus Chi-Kuadrat ( m ) ) untuk menguji hipotesis penelitian yaitu: ”Terdapat hubungan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.” dengan rumusan hipotesis kerja:
69
H o Kedua faktor bebas statistik (tidak ada keterkaitan) H+ o Kedua faktor tidak bebas statistik ( ada keterkaitan) Kriteria pengujian ialah: tolak Ho jika pada taraf konfidensi 95% atau & 0,05 nilai m ) X m ) ) m
_
]
qP / rP ) pp rP sP Ps+
dengan rP tP /
(Sudjana, 2005:279)
Besarnya derajat hubungan kedua faktor dihitung menggunakan rumus koefisien kontingensi v
w
w x
kontingensi maksimum vQ-R
yang dibandingkan terhadap koefisien Q + Q
dengan m adalah minimum dari
banyak baris (B) dan banyak kolom (K) pada tabel kontingensi B/K. 7.
Untuk mengetahui kualitas sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw, serta soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap dengan berpedoman kepada model skala Likert, mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.