54
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ini berbentuk studi pustaka dengan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang dipublikasikan instansi yang terkait dengan penelitian ini di Kabupaten Brebes dan Pemalang. Data tersebut meliputi data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Tahun 2010 hingga 2014 Kabupaten Brebes dan Pemalang B. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai APBD dari tahun 2010 hingga 2014 pada Kabupaten Brebes dan Pemalang. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Data Rincian Realisasi APBD Provinsi di Indonesia dan Jawa Tengah Tahun 2013 diperoleh dari DJPK Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
2.
Data Realisasi PAD diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang.
3.
Data Realisasi TPD diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang.
4.
Data Realisasi Dana Perimbangan diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang.
55
5. Data Realisasi Belanja Langsung diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 6. Data Realisasi Belanja Tidak Langsung diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 7. Data Realisasi Total Belanja diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. C. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian pustaka yang merupakan teknik pengumpulan data melalui teks-teks tertulis maupun soft copy seperti buku e-book artikel-artikel dalam jurnal, laporan, makalah, tesis dan skripsi yang dipublikasikan pemerintah dan lain-lain. Bahan pustaka yang berupa soft copy tersebut biasanya diperoleh dari sumber-sumber internet yang dapat diakses secara online. Pengumpulan data melalui studi pustaka menjadi bagian yang penting dalam penelitian ketika peneliti menuliskan untuk melakukan kajian pustaka dalam menjawab rumusan masalahnya. Pendekatan studi pustaka sangat umum dilakukan dalam penelitian karena peneliti tidak perlu mencari data dengan terjun langsung ke lapangan tetapi cukup dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang tersedia dalam pustaka. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengutip atau mencatat dari dokumen-dokumen yang berupa data statistik, arsip, gambar, maupun grafik dari Pemerintah Daerah, perusahaan ataupun sumber lainnya yang valid, seperti Laporan Realisasi Anggaran,
56
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah,
Laporan
Keterangan
Pertanggungjawaban Walikota, dan sebagainya. Dokumen yang dipilih harus memiliki kredibiltas yang tinggi. D. Definisi Operasional Variabel 1.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu realisasi atau rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun (dalam satuan rupiah).
2.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah (dalam satuan rupiah).
3.
Transfer Dana Perimbangan adalah salah satu sumber penerimaan daerah, yang dicatat dan dikelola dalam APBD yang berasal dari pemerintah pusat maupun provinsi (dalam jutaan rupiah).
4.
Pendapatan Lain-lain yang Sah merupakan seluruh pendapatan yang diterima pemerintah daerah selain dari Dana Perimbangan (dalam satuan rupiah).
5.
Total Penerimaan Daerah adalah jumlah keseluruhan penerimaan daerah yang terdiri daeri sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, pendapatan asli daerah, pendapatan yang berasal dari Pemerintah pemerintah pusat dan provinsi, pinjaman pemerintah daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah (dalam satuan rupiah).
6.
Belanja tidak langsung adalah pengeluaran yang dialokasikan untuk gaji pegawai dan belanja barang (dalam satuan rupiah).
57
7.
Belanja langsung adalah pengeluaran yang dialokasikan untuk sektorsektor pos pengeluaran pembangunan sektoral, antara lain untuk sektor transportasi, lingkungan hidup, dan pendidikan (dalam satuan rupiah).
8.
Total Realisasi Belanja adalah keseluruhan realisasi pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah untuk belanja tidak langsung dan belanja langsung (dalam satuan rupiah).
E. Metode Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Brebes dan Pemalang serta mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) serta menggunakan uji beda dua rata-rata. Indeks kemampuan keuangan (IKK) berupa rasio keuangan daerah yang diukur dengan menggunakan beberapa rasio yang termasuk dalam analisis deskriptif. Kemudian pengujian secara kuantitatif yang menggunakan one sample t test. 1.
Analisis Deskriptif Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indeks kemampuan keuangan berupa rasio keuangan daerah yang diukur menggunakan rasio kemandirian daerah, derajat desentralisasi fiskal, indeks kemampuan rutin, rasio keserasian, serta rasio pertumbuhan. Berikut ini lebih jelasnya mengenai rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisis data secara deskriptif:
58
a.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak ekstern) antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001 : 262, dalam Rahman, 2014). Berikut ini adalah formulasi perhitungan rasio kemandirian daerah: π
ππ ππ πΎππππππππππ =
ππππππππ‘ππ π΄π ππ π·ππππβ (ππ΄π·) π΅πππ‘π’ππ ππππππππ‘πβ ππ’π ππ‘/ππππ£πππ π + ππππππππ
π₯ 100%
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦
(3.1)
Ada empat macam pola yang memperkenalkan βhubungan Situasionalβ yang dapat digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Daerah, antara lain (Tomboto dkk, 2014):
59
a)
Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
b)
Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi.
c)
Pola hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang
mengingat
kemandiriannya
daerah
mendekati
yang
bersangkutan
tingkat
mampu
melaksanakan
urusan
otonomi daerah. d)
Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Tabel 3.1
Skala Interval Daerah
Rasio
Kemandirian
Keuangan
No.
RKKD
Kemampuan Keuangan Daerah
Pola Hubungan
1.
0,00% - 25,00%
Rendah Sekali
Instruktif
2.
25,01% - 50,00%
Rendah
Konsultatif
3.
50,01% - 75,00%
Sedang
Partisipatif
4.
75,01% - 100%
Tinggi
Delegatif
Sumber: Tomboto dkk, 2014 Rasio kemandirian daerah menunjukan ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
60
bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio
kemandirian
juga
menggambarkan
tingkat
partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. b. Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal antara pemerintah pusat dan daerah yaitu: π·π·πΉ
ππ΄π·π‘ πππ·π‘
π₯ 100% ............................................................... (3.2)
Dimana: DDF
= Derajat Desentralisasi Fiskal
PADt = Total PAD tahun t TPDt = total Penerimaan Daerah tahun t Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas, maka digunakan skala interval untuk mengetahui kemampuan keuangan dalam tabel 3.2. berikut ini: Tabel 3.2. No.
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal DDF
Kemampuan Keuangan Daerah
61
1.
0,00-10,00
Sangat Kurang
2.
10,01-20,00
Kurang
3.
20,01-30,00
Cukup
4.
30,01-40,00
Sedang
5.
40,01-50,00
Baik
6.
>50,00
Sangat Baik
Sumber: Rahman dkk, 2014 Semakin tinggi kemandirian suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasi fiskal yang digunakan untuk melihat konstribusi PAD terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh. c. Indeks Kemampuan Rutin Indeks Kemampuan Rutin (IKR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
πΌπΎπ
=
ππ΄π· πππ‘ππ π΅ππππππ πππππ πΏππππ π’ππ
π₯ 100% β¦β¦β¦β¦β¦.
(3.3) Tabel 3.3.
Skala Interval Indeks Kemampuan Rutin
No.
IKR
1. 2. 3. 4. 5.
0,00-20,00 20,01-40,00 40,01-60,00 60,01-80,00 80,01-100
Kemampuan Keuangan Daerah Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik
62
Sumber : Rahman dkk, 2014 Dalam penelitian ini, pengeluaran rutin diperoleh dari bagian belanja operasi dan menjadi belanja tidak langsung, hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan mengenai kelompok belanja dalan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011. d. Rasio Keserasian Rasio Keserasian ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja tidak langsung dan belanja langsung secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja tidak langsung berarti presentase belanja langsung yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio keserasian ini dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio Belanja Tidak Langsung =
Rasio Belanja Langsung =
πππ‘ππ π΅ππππππ π‘ππππ πππππ π’ππ πππ‘ππ π΅ππππππ π΄ππ΅π·
πππ‘ππ π΅ππππππ πΏππππ π’ππ πππ‘ππ π΅ππππππ π΄ππ΅π·
β¦β¦.
(3.4)
β¦β¦β¦β¦. (3. 5)
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011 menetapkan
63
bahwa belanja rutin dan belanja pembangunan diperoleh dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. e. Rasio Pertumbuhan Rasio kemampuan
pertumbuhan pemerintah
menggambarkan
daerah
dalam
seberapa
besar
mempertahankan
dan
meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari periode ke periode lainnya. Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah, Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung
(Widodo
dalam Rahman, 2014): π=
ππβππ ππ
π₯ 100% β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.
(3.6)
Dimana: n
= Data yang dihutung pada tahun ke-n
Po
= Data yang dihitung pada tahun ke-0
r
= Pertumbuhan Suatu daerah yang menunjukan hasil pertumbuhan yang positif
artinya
bahwa
daerah
yang
bersangkutan
telah
mampu
mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode yang berikutnya. Jika suatu daerah menunjukan hasil pertumbuhan yang negatif, artinya bahwa daerah yang bersangkutan belum mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode yang berikutnya.
64
2.
Analisis Kuantitatif Dalam penelitian ini selain menggunakan analisis deskriptif, juga menggunakan analisis kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan Kabupaten Brebes dan Pemalang tahun 2010 hingga 2014 dengan rata-rata kemampuan keuanganya. Dalam teknik analisis ini yang diuji adalah Uji signifikansi t (Uji t). Uji signifikansi t (Uji t) dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kelompok data yang digunakan dalam penelitian ini dengan ratarata kelompok data tersebut. Uji signifikansi t dilakukan dengan cara membandingkan nilai signifikansi t dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian. Langkah-langkah dalam melakukan uji T ini adalah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis Ho
: tidak ada perbedaan kemampuan keuangan kabupaten Brebes dan kabupaten Pemalang tahun 2010-2014 dengan rata-rata kemampuan keuangan.
Ha
: terdapat perbedaan kemampuan keuangan antara kabupaten Brebes dan kabupaten Pemalang tahun 2010-2014 dengan rata-rata kemampuan keuangan.
2) Menentukan nilai Ξ± 3) Melakukan perhitungan
65
T=
π· ππ·
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦.β¦.
(3.8)
βπ
Dimana D
= mean dari harga-harga Di
SD
= deviasi standar dari harga-harga Di
N
= banyaknya pasangan
4) Kriteria pengujian Jika probabilitas < Ξ± (0,10), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika probabilitas > Ξ± (0,10), maka Ho diterima dan Ha ditolak. 5) Kesimpulan Ho ditolak ketika nilai signifikansi t hasil pengujian lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan (10%), artinya bahwa kedua sampel memang berbeda. Ho diterima ketika nilai signifikansi t hasil pengujian lebih besar dari nilai signifikansi yang digunakan (10%), artinya bahwa kedua sampel adalah sama.