BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium dengan the post test only control group design karena pengukuran dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. C. Subjek Penelitian 1. Kriteria Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-230 gram. 2. Jumlah Subjek Penelitian Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer dengan (n) adalah jumlah ulangan tiap perlakuan dan (t) adalah jumlah kelompok perlakuan (Nazir, 2004). (t-1) (n-1) > 15 (5-1) (n-1) > 15 4 ( n-1) > 15 4n > 19 n > 4,75 = 5
37
38
Dari hasil perhitungan tersebut, sampel yang digunakan harus lebih besar dari 5 ekor tikus dari setiap kelompok. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah 6 ekor tikus setiap kelompok. Jadi, jumlah keseluruhan sampel adalah 30 ekor tikus. D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini disesuaikan dengan kriteria subjek penelitian. Untuk kriteria inklusi yaitu tikus putih jantan galur wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-230 gram serta kondisinya sehat, yaitu aktif dan tidak cacat. Sedangkan kriteria eksklusi adalah tikus putih yang mati selama penelitian. Jika ada tikus putih yang drop out selama masa perlakuan, diganti dengan tikus putih lain sesuai kriteria inklusi tersebut diatas, sehingga jumlah tikus putih tetap sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Sampel yang diperoleh dibagi secara acak sehingga semua variabel luar terdistribusi secara merata dalam setiap kelompok. Dengan teknik purposive sampling, tikus kemudian dibagi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut : 1.
Kelompok kontrol normal
: diberi pakan pelet, akuades dan 3
ml larutan NaCMC 0.5%. 2.
Kelompok kontrol negatif
: diberi pakan pelet dan akuades
selama 7 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir.
39
3. Kelompok perlakuan dosis 1
: diberi pakan pelet, akuades dan
ekstrak kulit manggis per oral 62.5 mg/kg BB selama 14 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. 4. Kelompok perlakuan dosis 2
: diberi pakan pelet, akuades dan
ekstrak kulit manggis per oral 125 mg/kg BB selama 14 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. 5. Kelompok perlakuan dosis 3
: diberi pakan pelet, akuades dan
ekstrak kulit manggis per oral 250 mg/kg BB selama 14 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. E. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design. Subjek penelitian dibagi menjadi lima kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol normal, kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan dosis 1, kelompok perlakuan dosis 2 dan kelompok perlakuan dosis 3.
40
Populasi 30 ekor Tikus Putih
Hari ke 14-20
Hari ke 7-13
Hari ke 1-6
Adaptasi diberi pakan pelet dan akuades selama 6 hari
Randomisasi
K(n)
K(-)
KP1
KP2
KP3
6 ekor tikus
6 ekor tikus
6 ekor tikus
6 ekor tikus
6 ekor tikus
K(n)
K(-)
KP1
KP2
KP3
Pakan pelet + akuades + NaCMC 0.5%
Pakan pelet + akuades
Pakan pelet + akuades + ekstrak kulit manggis (dosis 62,5 mg/kg BB)
Pakan pelet + akuades + ekstrak kulit manggis (dosis 125 mg/kg BB)
Pakan pelet + akuades + ekstrak kulit manggis (dosis 250 mg/kg BB)
(hari 8-21)
(hari 8-21)
(hari 8-21)
Pakan pelet + akuades
Pakan pelet + akuades + gentamisin I.M. 1 kali sehari
Pelet + akuades + ekstrak kulit manggis sesuai dosis sebelumnya + gentamisin I.M. 1 kali sehari
Ambil ginjal (pembuatan preparat) hari ke-21
Analisis statistik
41
F. Identifikasi Variabel 1.
Variabel Bebas Ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.)
2.
Variabel Terikat Gambaran histopatologi pada tikus putih (Rattus norvegicus)
3.
Variabel Luar a. Terkendali 1) Spesies tikus 2) Jenis kelamin tikus 3) Berat badan tikus 4) Umur tikus 5) Makanan dan minuman tikus 6) Suhu ruangan 7) Stres b.
Tidak Terkendali Kepekaan terhadap zat dan obat
G. Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) adalah kulit buah manggis segar dan kering tanpa bagian luar yang keras dan getahnya yang diesktraksi melalui metode maserasi dengan pelarut etanol. Menurut Dungir at al. (2012) senyawa-senyawa dari kulit manggis paling banyak didapatkan dari ekstrak kulit buah manggis segar dan
42
kering dengan pelarut etanol. Buah manggis yang digunakan diperoleh dari perkebunan manggis Kulon Progo, Yogyakarta. Kulit buah manggis diekstraksi di Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) diberikan pada tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) perhari dengan dosis yang berbeda yaitu 62.5 mg/kg BB, 125 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB (Perez-Rojas et al., 2009) selama 7 hari ditambah dengan 7 hari (disertai injeksi gentamisin intramuskular 100 mg/kg BB 1 kali sehari). Pemberian ekstrak ini dilakukan secara oral menggunakan spuit pencekok. Dosis pemberian ekstrak tersebut berdasarkan penelitian PerezRojas et al. (2009) yang menyatakan bahwa dosis optimal alfamangostin ekstrak kulit manggis adalah 12.5 mg/kg BB. Sedangkan berdasarkan Nakatani et al. (2002) kandungan alfa-mangostin dari ekstrak etanol kulit manggis hanya 10% dari seluruh hasil ekstraksi. Berdasarkan
kedua
penelitian
tersebut,
maka
penelitian
ini
menggunakan ekstrak kulit manggis dengan dosis 62.5 mg/kg BB, 125 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB. Skala ukuran variabel ini adalah kategorikal ordinal, karena dalam pemberian dosis memiliki tingkatan-tingkatan tertentu yang sudah terstandar.
43
2. Gambaran Histopatologi Ginjal Gambaran histopatologi ginjal didapatkan dengan mengamati jaringan yang diambil dari ginjal tikus putih. Jaringan ginjal dari masing-masing kelompok dibandingkan untuk melihat adanya pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap gambaran histopatologi ginjal yang telah dirusak dengan induksi gentamisin. Pengamatan histopatologi ginjal dapat diamati melalui beberapa hal, di antarnya: nekrosis sel tubular, pelebaran lumen tubular, perusakan membran dalam tubular, pembengkakan/perataan sel tubulus proksimal dengan brush border yang menghilang, edema interstisial yang menyebar, dan inflamasi sel interstisial (Francescato et al., 2012). Penghitungan jumlah kerusakan sel tubulus ginjal dilakukan dengan cara: a.
Mengamati empat irisan ginjal pada tiap ekor tikus yang terdiri dari dua irisan ginjal kiri dan dua irisan ginjal kanan. Pada setiap irisan diamati sebanyak 50 inti sel tubulus proksimal, sehingga jumlah sel yang diamati dari setiap tikus sejumlah 200 inti sel tubulus proksimal.
b.
Kerusakan inti sel tubulus didefinisikan sebagai piknosis, karioreksis, dan kariolisis.
44
c.
Setiap kelompok dihitung jumlah reratanya untuk kemudian diolah datanya menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Inti sel yang mengalami penghancuran progresif urutannya
adalah (Kumar, 2007): a.
Piknosis → inti sel menyusut, batas tidak teratur, berwarna gelap (inti piknotik).
b.
Karioreksis → inti hancur, membentuk fragmen kromatin yang menyebar (inti kariorektik).
c.
Kariolisis → inti tidak dapat diwarnai, dan inti hilang.
3. Variabel Luar a. Terkendali 1) Spesies tikus Spesies tikus yang dipilih adalah tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus). Tikus putih relatif resisten terhadap infeksi, sangat cerdas dan aktivitasnya tidak mudah terpengaruh oleh manusia. Tikus putih dipilih yang tidak terlihat stres dan tidak ada tanda-tanda adanya penyakit kongenital. 2) Jenis kelamin Jenis kelamin tikus putih yang dipilih adalah tikus putih jantan. Tikus putih jantan memberikan hasil yang lebih stabil dibandingkan dengan tikus putih
betina karena tidak
dipengaruhi oleh adanya siklus mentruasi dan kehamilan.
45
3) Umur Umur tikus putih yang digunakan sekitar 2-3 bulan. 4) Berat badan Berat badan tikus putih yang dipilih adalah 150-230 gram. 5) Jenis makanan dan minuman Jenis makanan yang digunakan pada hewan coba adalah makanan standar. Pakan standar yang digunakan adalah pelet ad libitum 25 mg/hari. Sedangkan jenis minuman yang digunakan adalah aquades ad libitum. 6) Suhu ruangan Ruangan yang digunakan untuk mengkandangkan tikus putih jantan dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25 oC. 7) Stres Tikus putih yang dipilih yang tidak terlihat stres. Stres pada tikus putih dikendalikan dengan menempatkan kandang di ruangan pada suhu ruangan sekitar 25 oC dengan sirkulasi udara yang cukup, penerangan yang cukup, kebersihan yang terjaga dan meminimalkan interupsi dari manusia. b. Tidak Terkendali 1) Kepekaan terhadap zat dan obat Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan mempengaruhi keadaan ginjalnya.
46
H. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Kandang tikus
: untuk tempat mengadaptasikan tikus putih
pada tempat percobaan. b. Timbangan
: untuk menimbang berat badan tikus.
c. Label
: untuk memberi keterangan.
d. Bekker glass
: untuk tempat ekstrak kulit manggis.
e. Spuit pencekok
: untuk memasukkan ekstrak ke tikus putih
peroral. f. Spuit injeksi
: untuk menginduksi tikus putih dengan
gentamicin IM. g. Alas plastik
: untuk alas pemotongan jaringan.
h. Scalpel
: untuk memotong jaringan menjadi ukuran
lebih kecil. i.
Tabung gelas berukuran 500-1000 cc : untuk proses dehidrasi, clearing dan bloking dengan parafin.
j.
Microtome
k. Waterbath
: untuk memotong jaringan setebal 4-7 µm. : untuk mengembangkan hasil potongan
jaringan yang ditaruh diobyek gelas. l.
Mesin pemanas (inkubator temperatur 56oC – 60oC) : untuk mencairkan parafin selama proses blocking.
m. Kulkas
: untuk menyimpan bahan kimia dan
menyimpan hasil blocking.
47
n. Gelas obyek dan gelas penutup : untuk tempat preparat (cover). o. Mikroskop
: untuk pengamatan hasil.
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Hewan uji berupa 30 tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) b. Sediaan uji berupa ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) c. Makanan dan minuman hewan uji (pelet dan akuades) d. Na CMC e. Gentamicin f. Formalin 10 % / formalin buffer g. Parafin h. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengecatan hematoksilinEosin (HE) I. Cara Kerja 1. Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis (Putra, 2010) : a. Manggis yang digunakan diperoleh dari perkebunan manggis Kulonprogo, Yogyakarta. b. Kulit manggis dicuci bersih. c. Dikeringkan pada pengering vakum dengan suhu 65 oC
pada
tekanan 62 cm Hg selama 4 jam. d. Dihaluskan dengan blender lalu disaring dengan ayakan 65 mesh untuk mendapatkan serbuknya.
48
e. Sebanyak 20 g sampel dimaserasi dengan 100 ml etanol selama 3 jam dengan beberapa kali pengadukan. f. Larutan disaring berturut-turut
menggunakan kertas saring
Whatman No.4 dan No.1. g. Residu yang didapat kembali diekstrak dengan 100 ml etanol. h. Filtrat dari filtrasi I dan II digabungkan kemudian dikeringkan menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu 45 oC. i.
Ekstrak yang diperoleh dalam bentuk serbuk.
j.
Ekstrak kemudian ditimbang dan disimpan pada suhu 40 oC.
k. Masing-masing ekstrak kemudian dilarutkan dalam Na CMC sebelum diberikan pada tikus putih. 2. Penentuan Dosis a.
Dosis Ekstrak Kulit Manggis Ada tiga dosis yang digunakan, untuk kelompok perlakuan dosis 1 62.5 mg/kg BB, kelompok perlakuan dosis 2 125 mg/kg BB dan untuk kelompok perlakuan dosis 3 250 mg/kg BB. Jumlah ekstrak diperoleh dengan mengalikan dosis tersebut dengan berat badan tikus putih dalam satuan kilogram. Sebelum diberikan peroral pada tikus putih, ekstrak tersebut dilarutkan dengan Na CMC 0.5%. Masing-masing dosis diberikan selama 7 hari sebelum induksi gentamisin dan selama 7 hari selama induksi gentamisin.
49
b.
Dosis Gentamisin Dosis gentamisin yang digunakan adalah 100 mg/kg BB, diberikan secara intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari. Dosis tersebut berdasarkan uji coba dosis yang telah dilakukan sebelum penelitian. Jumlah gentamisin yang diberikan pada tikus putih diperoleh dengan mengalikan 100 mg/kg BB dengan berat badan tikus putih dalam satuan kilogram. Gentamisin diberikan kepada kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan dosis 1, kelompok perlakuan dosis 2 dan kelompok perlakuan dosis 3 secara intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir (hari ke 14-20).
3. Langkah Penelitian a. Langkah I : Melakukan pilot study Pilot study dilakukan untuk melihat apakah dosis gentamisin yang bersifat nefrotoksik menyebabkan kematian tikus putih atau tidak. b. Langkah II : Persiapan Tikus (Hari ke 1-6) Tikus diadaptasikan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret selama 6 hari. Keesokan harinya tikus putih ditimbang untuk menentukan dosis dan pemberian perlakuan.
50
c. Langkah III : Pengelompokan Tikus Tikus dikumpulkan menjadi satu lalu dirandomisasi untuk dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut : 1) K(n) : Kelompok normal. Diberi pakan pelet, akuades dan 3 ml larutan NaCMC 0.5%. 2) K(-) : Kelompok kontrol negatif. Hanya diberi pakan pelet dan akuades selama 7 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. 3) KP1
:
Kelompok perlakuan dosis 1. Diberi pakan pelet,
akuades dan ekstrak kulit manggis per oral 62.5 mg/kg BB intramuskular selama 7 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. 4) KP2
:
Kelompok perlakuan dosis 2. Diberi pakan pelet,
akuades dan ekstrak kulit manggis per oral 125 mg/kg BB intramuskular selama 7 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. 5) KP3
:
Kelompok perlakuan dosis 3. Diberi pakan pelet,
akuades dan ekstrak kulit manggis per oral 250 mg/kg BB
51
intramuskular selama 7 hari, ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari selama 7 hari terakhir. d. Langkah IV : Perlakuan (Hari ke 7-13) Hari ke-7 tikus putih mulai diberikan perlakuan sesuai dengan kelompok masing-masing selama 7 hari.
Kelompok kontrol
normal diberi pelet, akuades dan 3 ml NaCMC 0.5%. Kelompok kontrol negatif diberi pelet dan akuades. Kelompok perlakuan dosis 1, 2 dan 3 diberi pelet dan akuades ditambah dengan ekstrak kulit manggis dengan dosis masing-masing kelompok 62.5 mg/kg BB, 125 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB. e. Langkah V : Perlakuan (Hari ke 14-20) Hari ke-14 tikus putih diberi perlakuan sesuai dengan kelompok masing-masing selama 7 hari.
Kelompok kontrol
normal diberi pelet, akuades dan NaCMC 0.5%. Kelompok kontrol negatif diberi pelet dan akuades ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari. Kelompok perlakuan dosis 1, 2 dan 3 diberi pelet dan akuades ditambah gentamisin 100 mg/kg BB intramuskular 1 kali sehari dan ekstrak kulit manggis dengan dosis masing-masing kelompok 62.5 mg/kg BB, 125 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB.
52
f. Langkah VI: Pengambilan Organ Ginjal (Hari ke-21) Hari ke-21 dilakukan pengambilan organ ginjal dengan cara pembedahan. Pembedahan dan pembuatan preparat histopatologi dikerjakan di Laboratorium Histologi FK UNS. g. Langkah VII: Pembuatan Preparat Histopatologi 1) Jaringan yang telah dipotong dari organ ginjal dimasukkan ke dalam larutan fiksasi, formalin 10% atau formalin buffer, supaya lebih awet. 2) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 kali volume jaringan. 3) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi. 4) Dibawa ke Lab Histologi FK UNS untuk pembuatan preparat. 5) Dilakukan dehidrasi clearing, dan blocking untuk mengurangi jumlah air. 6) Membekukan jaringan dengan parafin yang telah dicairkan agar lebih mudah dipotong. 7) Pemotongan jaringan dengan microtome dengan ketebalan 5 µm. 8) Pengecatan preparat menggunakan metode HE. Cara kerja : a) Deparafinisasi preparat yang telah kering ke dalam xylol sebanyak 3x (selama 10 menit).
53
b) Masukkan ke dalam alkohol sebanyak 2x (selama 5 menit). c) Cuci dengan air mengalir sampai alkohol hilang d) Masukkan ke dalam larutan hematoxylin selama 7 menit. e) Cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur. f)
Celupkan dalam HCL 2x celup untuk decolorisasi.
g) Cuci dengan air. h) Rendam dalam air sampai warna air menjadi biru. i)
Masukkan ke dalam larutan eosin.
j)
Cuci dengan air mengalir.
k) Cuci dengan alkohol I. l)
Cuci dengan alkohol II.
m) Cuci dengan air mengalir. n) Pres dengan kertas saring, lap dengan kapas. o) Masukkan dalam larutan xylol. p) Pres dengan kertas saring, dan lap dengan kapas. q) Tutup (mounting) dengan entelan/balsam Kanada dan cover glass. r)
Beri label pada sajian tersebut dan biarkan hingga entelan mengering.
9) Preparat yang sudah siap diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran 10 x 10 hingga 40 x 10.
54
h. Langkah VIII : Analisis Data Membandingkan rata-rata kerusakan inti sel tubulus proksimal ginjal tikus putih setiap kelompok, data tersebut dianalisis normalitas distribusinya menggunakan uji Shapiro-Wilk dan diuji homogenitasnya menggunakan uji Levene. Kemudian dilakukan uji beda parametrik menggunakan uji one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Post Hoc berupa uji Least Significance Difference (LSD). Apabila tidak memenuhi syarat uji one-way ANOVA maka dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji Mann-Whitney. J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan uji SaphiroWilk dan diuji homogenitasnya menggunakan uji Levene. Apabila data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji beda parametrik menggunakan uji one-way ANOVA. Jika terdapat perbedaan yang bermakna, dilanjutkan dengan uji Post Hoc menggunakan uji Least Significance Difference (LSD). Derajat kemaknaan yang digunakan adalah p = 0.05. Jika data tidak memenuhi syarat uji statistik parametrik, maka digunakan uji statistik non parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Riwidikdo, 2007). Data diolah dengan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows.
55
Istilah yang digunakan dalam teknik analisis data melalui program SPSS 16.0 for Windows, adalah sebagai berikut: 1. Uji Shapiro-Wilk Uji ini adalah uji distribusi normal. Uji ini dilakukan lebih dahulu agar didapatkan hasil bahwa data terdistribusi secara normal. 2. Uji Levene Uji ini adalah uji homogenitas. Apabila p > 0,05 dapat dikatakan bahwa variasi data adalah homogen. 3. Uji one-way ANOVA Uji ini digunakan untuk membandingkan rerata kelima kelompok sehingga dapat diketahui apakah kelima kelompok memiliki rerata jumlah kerusakan inti sel tubulus proksimal ginjal yang berbeda atau tidak (p = 0.05). 4. Uji Least Significance Diference (LSD) Uji ini digunakan untuk membandingkan rerata jumlah kerusakan inti sel tubulus proksimal ginjal antarkelompok sehingga dapat diketahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna atau tidak dengan kelompok lain (p = 0.05). 5. Uji Kruskal-Wallis Uji ini digunakan apabila data tidak memenuhi syarat uji parametrik. Uji ini digunakan untuk membandingkan rerata kelima kelompok sehingga dapat diketahui apakah kelima kelompok memiliki
56
rerata jumlah kerusakan inti sel tubulus proksimal ginjal yang berbeda atau tidak (p = 0.05). 6. Uji Mann-Whitney Uji ini digunakan untuk membandingkan rerata jumlah kerusakan inti sel tubulus proksimal ginjal antarkelompok sehingga dapat diketahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna atau tidak dengan kelompok lain (p = 0.05).