BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk mengkaji secara holistik dari suatu fenomena sosial yang terjadi. Penelitian sosial mempertimbangkan individu dengan segala kebutuhan, persepsi, minat, dan keinginannya masing-masing. Oleh karena itu, metode yang diusulkan adalah memfokuskan pada pemahaman daripada pengukuran (Poerwandari, 2005). Dengan demikian, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (dalam Herdiansyah, 2012), penelitian kualitatif merupakan penelitian ilmiah yang bermaksud untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengutamakan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai masalah-masalah sosial manusia dan sosial dengan menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi mereka. Fenomena tentang penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan merupakan realitas sosial yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan seseorang menjadi tuna daksa memberikan arti tersendiri bagi dirinya dalam memaknai kehidupan, khususnya dalam menghadapi berbagai dinamika dan tekanan kehidupan. Sebagai konstruk dari penelitian ini, 61
62
eksistensi diri yang dimiliki penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan sungguh bersifat subjektif dan tidak bebas nilai, dimana setiap individu memiliki perbedaan makna dan penghayatan masing-masing akan pengalaman hidup yang dialami. Dibutuhkan pemaknaan yang mendalam serta penemuan pola hubungan yang bersifat interaktif untuk menggali bagaimana eksistensi diri yang dimiliki oleh setiap subjek. Secara khusus, rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian fenomenologis. Apabila suatu gejala khusus hendak dikaji dalam penelitian fenomenologis, maka akan digali suatu situasi dimana para individu mengalami sendiri sehingga menggambarkan seperti yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan individu. Kaum fenomenologis menekankan aspek subjektif dari perilaku seseorang dan percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia pelbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain dan bahwa pengertian pengalamanlah yang membentuk kenyataan (Moloeng, 2013). Metode kualitatif dengan model fenomenologi ini cocok digunakan sehingga dapat diperoleh data yang dihasilkan dari pemahaman subjek sendiri, dalam kasus ini yang dimaksud adalah pemahaman dan pengalaman hidup yang dialami penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan dalam mewujudkan eksistensi diri. Creswell (dalam Herdiansyah, 2012) mengungkapkan beberapa prosedur yang dilakukan dalam penelitian fenomenologi, yaitu: (1) Memahami perspektif dan filosofi yang ada di belakang pendekatan yang digunakan, khususnya mengenai konsep studi “bagaimana individu mengalami suatu fenomena yang terjadi”, (2) Membuat pertanyaan penelitian yang
63
mengeksplorasi serta menggali arti dari pengalaman subjek dan meminta subjek untuk menjelaskan pengalamannya tersebut, (3) Mencari, menggali, dan mengumpulkan data dari subjek yang terlibat secara langsung dengan fenomena yang terjadi, (4) Melakukan analisis data yang terdiri dari tahapan-tahapan analisis, (5) Membuat laporan penelitian fenomenologi dengan diperolehnya pemahaman yang lebih esensial.
B. Fokus Penelitian Fenomena yang terjadi pada situasi sosial sangat luas, dalam artian dapat melibatkan berbagai aspek lain yang terdapat dalam lingkungan sosial. Penelitian kualitatif memerlukan sebuah pembatasan masalah atau disebut fokus penelitian pada fenomena sosial yang sedang diteliti, yang bertujuan untuk membatasi studi dan untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-mengeluarkan suatu informasi yang diperoleh di lapangan (Moloeng, 2013). Penelitian ini berfokus pada bagaimana proses pencapaian eksistensi diri pada penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan, meliputi pengalaman dan perasaannya sehingga dapat menjelaskan proses yang dilalui individu untuk mewujudkan eksistensi diri di tengah berbagai dinamika dan tekanan kehidupan yang harus ia jalani. Penetapan fokus sebagai pokok masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian. Moloeng (2013) mengemukakan bahwa fokus penelitian kualitatif bersifat tentative, yaitu penyempurnaannya masih tetap dilakukan selama penelitian berlangsung sesuai dengan penemuan yang didapat oleh peneliti selama berada di lapangan.
64
C. Operasionalisasi Penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu usia dewasa awal yang mengalami keterbatasan pada tubuhnya untuk bergerak karena tidak berfungsinya otot, tulang, sendi, maupun hilangnya anggota tubuh tertentu akibat kecelakaan. Eksistensi diri pada penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk merumuskan makna keberadaan dirinya di dunia di tengah berbagai kondisi yang harus individu hadapi pasca kecelakaan, khususnya pada masa dewasa awal yang menuntut tanggung jawab pribadi, kemandirian, serta berbagai tuntutan interaksional. Gambaran pencapaian eksistensi diri pada penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan tersebut ditinjau dari latar belakang kehidupan menjadi tuna daksa, yaitu riwayat kecelakaan, kondisi internal maupun eksternal pasca kecelakaan, tugas perkembangan dewasa awal yang dicapai individu, serta empat tahap proses pencapaian eksistensi diri, yaitu perception, recognition of values, freedom, dan responsibility. Proses pencapaian eksistensi diri ini menjadi upaya penting guna mendapatkan gambaran individu dalam memaknai keberadaan dirinya di dunia melalui potensi-potensi yang dimiliki untuk mencapai keberadaan autentik dan membuat hidupnya menjadi bermakna.
D. Subjek Penelitian Penelitian ini
menggunakan metode
purpossive sampling
dalam
melakukan pengambilan sampel. Menurut Patton (dalam Afifudin dan Saebani, 2009), purpossive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan
65
maksud tertentu dimana sampel dipilih berdasarkan pada tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan generalisasainya. Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) mengemukakan bahwa prosedur penentuan subjek atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik yaitu : (1) Diarahkan tidak pada jumlah kasus besar, melainkan pada kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian, (2) Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, (3) Tidak diarahkan pada keterwakilan jumlah atau peristiwa acak, melainkan kecocokan konteks. Subjek dalam penelitian ini adalah individu dengan karakteristik, yaitu : 1. Subjek berusia 20-40 tahun (Dewasa Awal) Masa dewasa awal menurut Papalia (2009) dimulai dari usia 20 tahun hingga 40 tahun. Usia tersebut dipilih karena dewasa awal merupakan masa yang krusial bagi dirinya dengan berbagai tuntutan tugas perkembangan seperti peran sosial di masyarakat, menjalin hubungan intim dengan lawan jenis, dan pengembangan karir. Individu dewasa awal diharapkan mampu mandiri baik secara ekonomi maupun dalam membuat keputusan. Pemikiran yang mulai matang pada usia dewasa juga berpengaruh pada penetapan tujuan sehingga ketika kondisi fisik mengalami perubahan, seringkali berdampak pada berbagai aspek lain baik psikologis maupun sosialnya. 2. Subjek merupakan individu yang mengalami kecelakaan minimal 5 tahun yang lalu. Pencapaian eksistensi diri merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga peneliti menentukan rentang waktu minimal 5 tahun semenjak
66
terjadinya kecelakaan. Sementara jika sekarang usia dewasa, maka 5 tahun yang lalu atau lebih, kecelakaan bisa terjadi ketika individu sudah masuk awal dewasa atau terjadi ketika usia pra remaja maupun remaja, atau anak akhir dimana kondisi sosial menjadi persoalan dan individu memiliki tugas atau tanggung jawab yang juga semakin kompleks. Kondisi ini tentu membutuhkan proses dan waktu yang tidak cepat untuk mencapai eksistensi diri. 3. Subjek mengalami perubahan fisik yang signifikan. Perubahan fisik yang terjadi berkaitan dengan perubahan penampilan, yang dapat berupa kehilangan satu atau beberapa anggota tubuh, kesulitan dalam menggerakan anggota tubuh, kesulitan duduk, kesulitan berdiri dan jalan, sikap tubuh tidak normal, gangguan keseimbangan, maupun mengalami kekakuan pada anggota tubuh tertentu. Perubahan penampilan yang sedemikian nyata terlihat, tentu akan berdampak pada individu dalam memandang dirinya dan penampilannya sendiri. 4. Subjek belum menikah. Kondisi ini menjadi salah satu persoalan yang melatarbelakangi eksistensi seseorang karena hubungan intim yang dimiliki dan kehadiran seseorang secara dekat menemani perjalanan hidup saat menginjak dewasa awal, memiliki peran dalam mendorong individu untuk lebih mewujudkan eksistensinya. Begitu pula ketika pasangan suami istri sudah memiliki anak. Anak dan pasangan merupakan bagian dari alasan tujuan hidup besar dari seseorang, sehingga ketika individu sudah sampai menikah dan memiliki anak,
67
maka tidak perlu lagi dipertanyakan eksistensinya. Segala hal bisa dikorbankan seseorang demi anak dan pasangan hidupnya. Data pada penelitian kualitatif tidak hanya berhenti pada sumber data utama, namun juga didapatkan melalui pihak lain yang relevan dan memiliki hubungan dengan subjek utama. Pihak lain ini mengetahui permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, namun tidak langsung terlibat dalam permasalahan yang dialami. Pihak lain yang dapat dijadikan sumber data, misalnya orang tua, kakak atau adik subjek, teman, tetangga yang tinggal di sekitar tempat tinggal subjek, atau para pakar psikologi atau profesional yang relevan dengan penelitian ini, dalam hal ini disebut significant other. Selain melakukan wawancara dengan subjek utama, wawancara juga dilakukan dengan pihak terkait yang dimungkinkan memberikan informasi yang lebih kepada peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang lebih kaya dan untuk melakukan pengecekan. Jumlah subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari 2 orang subjek utama dan 4 orang lainnya merupakan informan tambahan yang disebut significant other. Subjek penelitian tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan lapangan.
E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah blangko riwayat hidup, wawancara, dan observasi. 1. Blangko Riwayat Hidup Metode riwayat hidup ini digunakan sebagai informasi awal dan dasar untuk mengetahui informasi mengenai subjek inti penelitian yang mencakup
68
riwayat kelahiran, kondisi fisik, pendidikan, dan aktivitas yang pernah diikuti. Dalam penelitian ini, subjek inti penelitian diminta untuk mengisi blanko riwayat hidup yang sudah peneliti siapkan sebelumnya. Blangko riwayat hidup ini nantinya akan memberikan gambaran awal mengenai diri subjek dan lingkungannya yang akan diperdalam melalui wawancara. 2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2005). Lincoln dan Guba (dalam Moloeng, 2013) menegaskan bahwa maksud dilakukannya wawancara, yaitu : (1) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan (2) merekonstruksi kebulatan-kebulatan
demikian
sebagai
yang
dialami
masa
lalu
(3)
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang (4) memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung dimana peneliti mengajukan beberapa pertanyaan dan berhadapan langsung dengan subjek. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat memperoleh data-data yang diinginkan secara langsung dari subjek penelitian. Sedangkan pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini menggunakan petunjuk umum wawancara (Poerwandari, 2005). Petunjuk wawancara berisi mengenai garis besar proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokokpokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara
69
dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi responden dalam konteks wawancara yang sesungguhnya (Moloeng, 2013). Poerwandari (2005) menambahkan bahwa wawancara dengan petunjuk umum ini diarahkan pada bentuk wawancara mendalam, dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek secara utuh dan mendalam. 3. Observasi Menurut Banister (dalam Poerwandari, 2005) istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan yang terjalin antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut (Poerwandari, 2005). Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan pada penyandang tuna daksa dewasa awal akibat kecelakaan dalam dua setting yaitu saat wawancara berlangsung dengan memperhatikan ekspresi wajah, intonasi suara, dan gerakan tubuh subjek, serta keseharian subjek di lingkungan tempat tinggal yaitu dengan mengamati aktivitas yang dilakukan.
F. Teknik Analisis Data Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data interaktif Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (1992), analisis data terdiri dari tiga alur yaitu :
70
1. Reduksi Data Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data atau proses transformasi sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, permasalahan penelitian, dan cara pengumpulan data yang digunakan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (meringkas, mengkode, memusatkan tema, dan membuat batasan permasalahan. Proses reduksi ini ini berlanjut terus sesudah penelitian di lapangan sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 1992). 2. Penyajian Data Alur penting kedua dalam analisis data adalah penyajian data. Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini akan menggambarkan apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan – lebih jauh menganalisa atau mengambil tindakan – berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut (Miles dan Huberman, 1992).
71
Penyajian data dalam penelitian ini meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semua dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, serta menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian data sebagai sesuatu yang mungkin berguna. 3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Alur analisis data ketiga yang penting adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi-konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya (Miles dan Huberman, 1992).
G. Teknik Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan data kualitatif menurut Lincoln, Cuba, dan Patton (dalam Moloeng, 2013) didasarkan pada empat kriteria yaitu : 1. Kriteria Derajat Kepercayaan (Credibility) Kriteria derajat kepercayaan berfungsi menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Poerwandari (2005) mengungkapkan bahwa kriteria derajat kepercayaan dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan
mencapai
maksud
untuk
mengeksplorasi
masalah
atau
72
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi kompleks. Salah satu ukuran kredibilitas dalam penelitian kualitatif adalah adanya deskripsi mendalam yang menjelaskan kompleksitas aspek-aspek terkait dan interaksi dari berbagai aspek. Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang menggunakan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperlua pengecakan atau sebagai pembanding terhadap data (Moloeng, 2013). Denzin (dalam Moloeng, 2013) mengkategorikan empat macam teknik pemeriksaan data yaitu triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Patton (dalam Moloeng,
2013)
mengungkapkan
bahwa
triangulasi
sumber
adalah
membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu berbeda. Trianggulasi sumber dapat dicapai dengan beberapa cara yaitu : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan seperti rakyat biasa, pemerintak, berpendidikan menengah atau tinggi, (4) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suau dokumen yang berkaitan.
73
Triangulasi sumber yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan membandingkan data wawancara yang diperoleh dari subjek dan hasil observasi peneliti. Pembandingan mengenai keadaan subjek juga dilakukan dari berbagai pendapat orang dan pandangan dari masyarakat di sekitar subjek dan tokoh psikologi. 2. Kriteria Keteralihan (Transferability) Kriteria keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dalam non kualitatif. Keteralihan merupakan persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Seorang peneliti harus mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti bertanggung jawab menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut (Moleong, 2013). Dalam penelitian ini, pemeriksaan kriteria keteralihan dilakukan dengan cara memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya dalam pembuatan laporan. 3. Kriteria Kebergantungan (Dependability) Kriteria kebergantungan adalah substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian non kualitatif. Meskipun demikian, konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Hal ini ditinjau dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor yang berkaitan lainnya (Moloeng, 2013). Melalui konstruk kebergantungan, peneliti memperhitungkan perubahan-perubahan yang
mungkin
terjadi
pada
fenomena
yang diteliti.
Peneliti
juga
74
memperhitungkan perubahan desain sebagai hasil pemahaman mendalam tentang setting yang diteliti. Penilitian kualitatif memiliki konteks yang kompleksitasnya harus disadari oleh peneliti sehingga peneliti dapat mengembangkan strategi dan desain penelitian yang luwes (Poerwandari, 2005).
Untuk
memenuhi
kriteria
kebergantungan
dalam
melakukan
pemeriksaan data, penelitian ini menggunakan teknik audit terhadap keseluruhan proses penelitian dimana pembimbing penelitian mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti, mulai dari penyusunan proposal, memasuki lapangan, melakukan analisis data, hingga membuat kesimpulan. 4. Kriteria Kepastian (Confirmability) Kriteria kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut non kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada data sedangkan non kualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antar subjek atau orang (Moloeng, 2013). Berdasarkan hal tersebut, objektivitas dilihat sebagai konsep intersubjektivitas terutama dalam kerangka pemindahan dari data yang subjektif ke araha generalisasi data (data objektif). Untuk peneliti kualitatif, yang lebih penting adalah objektivitas dalam pengertian transparansi, yaitu kesediaan peneliti untuk mengungkapkan proses dan elemen-elemen penelitian secara terbuka sehingga memungkinkan pihak lain melakukan penilaian (Poerwandari, 2005). Teknik pemeriksaan kriteria kepastian dalam penelitian ini adalah audit kepastian, dimana pembimbing memastikan bahwa data yang dihasilkan telah melalui proses pengumpulan data.