BAB III : Metoda Perancangan
BAB III METODA PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Mulai Studi Literatur Struktur Atas Bangunan Dengan Konstruksi Baja Spesifikasi Bangunan: -
Data-data fisik Data-data struktur Pembebanan Perancangan Elemen Awal: -
Modifikasi
Perencanaan Pelat Lantai Perencanaan Balok Perencanaan Kolom Perancangan Pengaku
Pemodelan Struktur dengan Software Input beban statis gedung Input beban genmpa response spectrum
Running Struktur
Evaluasi Perancangan Awal: Cek Output struktur dengan program
Memenuhi Tidak Memenuhi
Perancangan Akhir: -
Modifikasi Akhir Pemodelan Struktur Perhitungan Akhir
Perancangan Sambungan Gambar Selesai
III- 1
BAB III : Metoda Perancangan
Kerangka perencanaan struktur adalah pemilihan susunan dan ukuran dari elemen struktur sehingga beban yang bekerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi masih dalam batas-batas yang disyaratkan. Prosedur perencanaan struktur secara iterasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Perancangan awal Penetapan fungsi dari struktur 2. Penetapan konfigurasi struktur awal (preliminary) sesuai langkah 1 termasuk pemilihan jenis material yang akan digunakan 3. Penetapan beban kerja struktur 4. Pemilihan awal bentuk dan ukuran elemen struktur berdasarkan langkah 1, 2, 3 5. Analisa struktur. Untuk memperoleh gaya-gaya dalam dan perpindahan elemen 6. Evaluasi. Apakah perancangan sudah optimum sesuai yang diharapkan 7. Perencanaan ulang langkah 1 hingga 6 8. Perencanaan akhir, apakah langkah 1 hingga 7 sudah memberikan hasil optimum.
III- 2
BAB III : Metoda Perancangan
3.2 Denah
Gambar 3.1 Denah Bangunan Lantai 2 dan lantai typikal III- 3
BAB III : Metoda Perancangan
3.3
Spesifikasi Material
3.3.1
Baja Profil, Pelat, Baut mur , Baut Angker dan Las
1) Baja dan Pelat baja yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Baja yang digunakan adalah BJ 37 dengan sifat mekanis baja struktur sebagai berikut: Tegangan putus minimum perencanaan, ƒu : 370 MPa Tegangan leleh minimum perencanaan, ƒy : 240 MPa Peregangan minimum
: 20%
Tegangan Ijin (σijin)
: 160 MPa
Modulus Elastisitas (E)
: 200.000 MPa
Modulus Geser (G)
: 80.000 MPa
Nisbah Poisson (µ)
: 0,3
Modulus Pemuaian (α)
: 12 x 10-6 / oC
2) Alat Sambung baut, mur dan ring serta angker harus memenuhi ketentuan yang berlaku 3) Material pengelasan
dan logam las harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
3.4
Beban Perencanaan Beban adalah gaya luar yang bekerja pada struktur ini baik beban mati,
beban hidup, beban angin maupun beban gempa. Berikut ini merupakan beban yang direncanakan bekerja berdasarkan Pedoman Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung:
III- 4
BAB III : Metoda Perancangan
3.4.1
Beban mati (Dead Load) Merupakan berat sendiri element struktur yang terdiri dari plat, balok dan
kolom dihitung secara otomatis dalam ETABS dengan memberikan factor pengali berat sendiri sama dengan 1. 3.4.2
Beban mati tambahan (Superimposed Dead Load) Merupakan beban tambahan yang bukan merupakan element struktur
seperti tersebut dibawah ini: -
Penutup lantai ubin
: 24 kg/m²
-
Pasangan bata ringan
: 80 kg/m²
-
Langit-langit
: 7 kg/m²
-
Waterproofing
: 15 kg/m²
-
Mekanikal/Elektrikal
: 40 kg/m²
3.4.2
Beban hidup
-
Beban hidup lantai kantor
-
Beban hidup lantai atap menahan beban mesin-mesin : 400 kg/m²
3.4.3
: 250 kg/m²
Beban gempa Beban gempa dihitung berdasarkan Tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk bangunan gedung (SNI 02-1726-2002) dengan 3 metode yaitu cara statik ekivalen, cara dinamik dengan Spectrum Response Analysis dan cara dinamik dengan Time History Analysis. Dari hasis analisis ketiga cara tersebut diambil kondisi yang memberikan nilai gaya/momen terbesar sebagai dasar perencanaan.
III- 5
BAB III : Metoda Perancangan
3.4.3.1 Wilayah gempa Indonoesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.5. Gedung yang ditinjau pada tugas akhir ini berada pada Jakarta selatan dan masuk pada Wilayah Gempa 3.
Gambar 3.2 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun
Gambar 3.3 Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah Gempa 3 III- 6
BAB III : Metoda Perancangan
3.4.3.2 Beban gempa metode statik ekivalen secara otomatis 3.4.3.2.1 Beban gempa nominal statik ekivalen Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 6.1 disebutkan bahwa Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut. Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
dimana: C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
3.4.3.2.2 Waktu getar alami (T) Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 6.2 disebutkan bahwa waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :
III- 7
BAB III : Metoda Perancangan
di mana: Wi & Fi : simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm g
: percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2.
zi
: ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
di
: simpangan horizontal lantai tingkat ke-I dinyatakan dalam mm
n
: nomor lantai tingkat paling atas Pada ETABS waktu getar alami dapat diketahui secara otomatis dari hasil
ragam getar. Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan Faktor Respons Gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus empiric atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung. Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan T1 < ζ n di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 3.1.
III- 8
BAB III : Metoda Perancangan
Tabel 3.1. Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alamiFundamental struktur gedung
Sumber: SNI 03-1726-2002
. 3.4.3.2.3 Lantai tingkat sebagai diafragma Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal A.5.3 disebutkan bahwa dengan anggapan lantai tingkat (juga atap beton) bekerja sebagai diafragma, artinya memiliki kekakuan yang besar sekali di dalam bidangnya, maka terhadap beban gempa setiap lantai tingkat itu memiliki 3 derajat kebebasan, yaitu translasi dalam arah masing-masing sumbu koordinat dan rotasi melalui pusat rotasi lantai tingkat itu. Lubang atau bukaan besar pada lantai terjadi pada lubang tangga yang lebar atau pada gedung yang memiliki suatu atrium. Apabila luas lubang melebihi 50% dari luas lantai, maka lantai tersebut tidak lagi dapat dianggap bekerja sebagai diafragma terhadap beban gempa.
3.4.3.2.4 Faktor ekutamaan struktur (I) Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 4.1.2
disebutkan bahwa untuk
berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan III- 9
BAB III : Metoda Perancangan
struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut persamaan : I = I1 I2 Tabel 3.2. Faktor Keutamaan Struktur (I)
Sumber: SNI 03-1726-2002
3.4.3.2.5 Eksentrisitas pusat massa terhadap pusat rotasi lantai tingkat (ed) Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 5.4.3 disebutkan bahwa antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : - untuk 0 < e < 0,3 b : ed = 1,5 e + 0,05 b atau ed = e - 0,05 b dan dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsure atau subsistem struktur gedung yang ditinjau, dimana eksentrisitas (e) adalah pengurangan antara pusat massa dengan pusat rotasi. III- 10
BAB III : Metoda Perancangan
3.4.3.3 Beban gempa analisis dinamik respons spektrum Gedung yang ditinjau pada tugas akhir ini mempunya ketinggian 29 tingkat (120 meter) sehingga tidak memenuhi ketentuan menurut SNI 03-17262002 Pasal 4.2.1. Dengan demikian maka gedung ini dikategorikan struktur gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana harus ditinjau juga sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik 3 dimensi.. 3.4.3.5 Beban gempa analisis dinamik time history Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 7.3.1 disebutkan bahwa bila diiginkan, perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan terhadap pengaruh Gempa Rencana, dapat dilakukan dengan metode analisis dinamik 3 dimensi berupa analisis respons spectrum dinamik linear dan non-linear riwayat waktu dengan suatu akselerogram gempa yang diangkakan sebagai gerakan tanah masukan. Percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan ke taraf pembebanan gempa nominal tersebut, sehingga nilai percepatan puncaknya A menjadi:
, A
dimana:
: percepatan puncak gempa rencana pada taraf pembebanan nominal sebagai gempa masukan untuk analisis respons dinamik linear riwayat waktu struktur gedung
Ao : percepatan puncak muka tanah
III- 11
BAB III : Metoda Perancangan
R : factor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan I
: Faktor Keutamaan Tabel 3.3. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia
Sumber: SNI 03-1726-2002
3.5.
Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut diatas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini: 1,4D 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (ɣL L atau 0,8 W) 1,2D + 1,3 W + ɣLL + 0,5 (La atau H) 1,2D± 1,0 E + ɣLL 0,9D± (1,3 W atau 1,0 E) ɣL= 0,5 bila L<5 kPa, dan ɣL= 1 bila L≥ 5 kPa Untuk pembahasan tugas akhir ini beban La, H dan W diabaikan Untuk kombinasi yang ke-3 dapat diabaikan karena koefisien pengali beban D hanya 0,5L < 1,6L pada kombinasi ke-2. Untuk kombinasi yang terakhir dapat diabaikan karena koefisien pengali beban D hanya 0,9D < 1,2D pada kombinasi ke-5. III- 12
BAB III : Metoda Perancangan
3.6 Perencanaan Awal Komponen Struktur 3.6.1 Dek baja Gelombang Pelat ditentukan menggunakan pelat komposit. Kemudian dari hasil analisa tersebut diperoleh ketebalan pelat dan beratnya.. kemudian beban dari pelat tersebut dipikul oleh balok induk maupun balok anak dengan sistem penyebaran beban sistem 1 arah. Baik itu langsung ke balok induk ataupun melalui balok anak yang mana kemudian balok anak menyalurkan ke balok induk secara beban terpusat. 3.6.1.1 Mencari Tebal Pelat
Gambar 3.4. Potongan Profil Dek baja Gelombang 3.6.1.1.1 Umum Kuat lentur rencana φbMn, dari suatu konstruksi komposit yang terdiri dari pelat beton yang diletakkan di atas dek baja bergelombang yang ditumpu pada balok baja dengan memperhatikan catatan-catatan berikut.
1) Pasal ini hanya berlaku untuk dek baja yang mempunyai tinggi nominal gelombang tidak lebih dari 75 mm. Lebar rata-rata dari gelombang wr,
III- 13
BAB III : Metoda Perancangan
tidak boleh kurang dari 50 mm, dan tidak boleh lebih besar dari lebar bersih minimum pada tepi atas dek baja. 2) Pelat beton harus disatukan dengan balok baja melalui penghubung geser jenis paku yang dilas, yang mempunyai diameter tidak lebih dari 20 mm. Penghubung geser jenis paku dapat dilas pada dek baja atau langsung pada balok baja. Setelah terpasang, ketinggian penghubung geser jenis paku tidak boleh kurang dari 40 mm di atas sisi dek baja yang paling atas; 3) Ketebalan pelat beton di atas dek baja tidak boleh kurang dari 50 mm. 3.6.1.1.2
Gelombang dek yang arahnya tegak lurus terhadap balok baja
penumpu Untuk gelombang-gelombang dek yang arahnya tegak lurus terhadap balok baja penumpu, tebal beton yang berada di bawah tepi atas dek baja harus diabaikan dalam perhitungan karakteristik penampang komposit dan dalam penentuan luas penampang pelat beton Ac, yang diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser horizontal balok komposit Jarak antara penghubung-penghubung geser jenis paku sepanjang balok penumpu tidak boleh lebih dari 900 mm. 3.6.1.1.3 Gelombang dek yang arahnya sejajar dengan balok baja penumpu Untuk gelombang dek yang arahnya sejajar dengan balok baja, tebal beton yang berada di bawah tepi atas dek baja dapat diperhitungkan dalam penentuan karakteristik penampang komposit dan juga dalam luas penampang pelat beton Ac, yang diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser horizontal balok komposit
III- 14
BAB III : Metoda Perancangan
Gelombang-gelombang dek baja di atas balok penumpu dapat dipisahkan sepanjang arah longitudinal untuk membentuk voute beton pada tumpuannya Jika tinggi nominal dek baja lebih besar atau sama dengan 40 mm maka lebar rata-rata dari gelombang yang ditumpu, wr, tidak boleh kurang dari 50 mm + 4(ns1)ds untuk penampang dengan jumlah penghubung geser jenis paku sama dengan ns pada arah melintang; dengan ds adalah diameter penghubung geser jenis paku tersebut. 3.6.2 Balok Beban vertikal yang berasal dari pelat lantai maupun dari balok anak didistribusikan ke balok induk. Langkah-langka: 1. Tentukan besaran beban ultimate balok 2. Cari modulus of section dari tegangan lentur 3. Kemudian dari cara 2 lakukan coba-coba profil 4. Desain terhadap momen lentur 5. Desain terhadap kuat geser 6. Lakukan langkah 1 sampai dengan 5 sampai kuat 3.6.2.1 Desain Balok Baja 𝐴𝐴𝑠𝑠 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 =
𝑀𝑀𝑢𝑢
∅. 𝑓𝑓𝑦𝑦 �𝑑𝑑�2 + 𝑡𝑡 − 𝑎𝑎�2�
Mn = Mp = Zx.fy
3.6.2.2 Menghitung kuat lentur balok komposit Setelah pelat beton mengeras, maka beton terfaktor yang harus dipikul oleh balok komposit adalah: III- 15
BAB III : Metoda Perancangan
qu = 1,2 qD + 1,6 qL Mu = 1/8 qu.L2 Lebar efektif pelat beton diambil dari nilai terkecil antara: bE = ¼ L Misalkan sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton, maka tingi blok tegangan tekan pada balok beton adalah: 𝑎𝑎 =
𝐴𝐴𝑠𝑠 𝑥𝑥 𝑓𝑓𝑓𝑓 0,85 𝑥𝑥 𝑓𝑓 ′ 𝑐𝑐 𝑥𝑥 𝑏𝑏𝐸𝐸
Kuat lentur nominal balok komposit: Mn = As.fy(d/2 + t – a/2) ᶲb. Mn > Mu Selanjutnya balok harus diperiksa pula terhadap geser: Vu = ½ .qu.L ᶲ Vn = ᶲ.0,6. fy.h.tw > Vu ℎ 454 1100 = =→ < 𝑡𝑡𝑤𝑤 16 �𝑓𝑓𝑦𝑦 3.6.3
Kolom
Beban vertikal yang berasal dari pelat lantai akan didistribusikan melalui balok induk maupun balok anak akan menuju kolom yang pada akhirnya beban perlantai tersebut akan disalurkan ke pondasi. Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial apabila hanya bekerja beban vertikal. Selain itu, perencanaan kolom harus memperhitungkan momen yang terjadi pada kolom akibat beban lateral.
III- 16
BAB III : Metoda Perancangan
Perencanaan kolom berdasarkan “Strong Column Weak Beam”, sehingga sendi plastis akan terjadi pada balok induk terlebih dahulu. Gaya aksial terhadap kolom ditentukan berdasarkan area pembagian kolom. Pada perencanaan awal profil kolom langkah-langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah: 1.
Mencari beban ultimate dari setiap kolom
2. Cari modulus of section dari tegangan lentur 3. Kemudian dari cara 2 lakukan coba-coba profil 4. Periksa kelangsingan kolom 3.6.3.1 Menentukan profil kolom 𝐴𝐴𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 =
𝑊𝑊𝑢𝑢 𝑓𝑓 𝜑𝜑 𝑥𝑥 𝑦𝑦 �𝜔𝜔
3.6.3.2 Periksa angka kelangsingan kolom tepi 𝐿𝐿𝑘𝑘 ≤ 200 𝑟𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 3.7 Analisa Gaya Batang Setelah profil baja diperoleh dari hasil perencanaan awaal lalu kemudian profil tersebut dilakukan pemodelan pada program computer yakni program ETABS. Kemudian dilakukan analisa untuk menperoleh gaya-gaya yang ada pada masing-masing komponen struktur ini, kemudian output dari analisa program akan dilakukan pengecekan untuk elemen-elemen tertentu, yaitu profil yang masih berwarna merah. Untuk warna yang pengecekan.
Adapun
sedikit tidak aman tetap dilakukan
langkah-langkahnya
adalah
sebagai
berikut:
1. Input pembebanan rencana pada program ETABS III- 17
BAB III : Metoda Perancangan
2. Running analisis 3. Resume output dari program ETABS
3.8 Kontrol dan Analisis Setelah pemodelan dan bembebanan struktur selesai, maka dilanjutkan pemeriksaan terhadap standard yang berlaku. 3.8.1 Analisis ragam respons spektrum Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.2
disebutkan bahwa
Penjumlahan respons ragam yang disebut dalam SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.1 untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan, harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares atau SRSS). 3.8.2 Pastisipasi massa Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.2
disebutkan bahwa
perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana, dapat dilakukan dengan metoda analisis ragam spektrum respons dengan memakai Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 yang nilai ordinatnya dikalikan faktor koreksi I/R, di mana I adalah Faktor Keutamaan menurut SNI 03-1726III- 18
BAB III : Metoda Perancangan
2002 Tabel 1, sedangkan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan. Dalam hal ini, jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respons ragam menurut metoda ini harus sedemikian rupa, sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respons total harus mencapai sekurang-kurangnya 90%. 3.8.3 Gaya geser dasar nominal, V Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 7.1.3 disebutkan bahwa nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa SNI-17262002 nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut : V > 0,8 V1 Untuk memenuhi persyaratan menurut Pasal 7.1.3, maka gaya geser tingkat nominal akibat pengaruh Gempa Rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis ragam spektrum respons dalam suatu arah tertentu, harus dikalikan nilainya dengan suatu Faktor Skala :
3.8.4 Kinerja struktur gedung 3.8.4.1 Kinerja batas layan
III- 19
BAB III : Metoda Perancangan
Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 8.1 disebutkan bahwa kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui
0,03 R
kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm,
bergantung yang mana yang nilainya terkecil. 3.8.4.2 Kinerja batas ultimit Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 8.2 disebutkan bahwa kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antartingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ sebagai berikut : - untuk struktur gedung beraturan : ξ = 0,7 R III- 20
BAB III : Metoda Perancangan
- untuk struktur gedung tidak beraturan : ξ=
0,7R
Faktor Skala
di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. 3.9 Pemeriksaan Profil Rencana Setelah diperoleh resume output maka dilakukan pengecekan terhadap profil-profil yang tidak kuat ataupun yang optimum, jika kuat maka profil dapat digunakan, jika lemah maka tingkatkan satu tingkat profil. Adapun yang akan diperiksa antara lain: Profil balok: 1)
Desain terhadap momen lentur
2)
Desain terhadapat kuat geser
3)
Periksa lendutan
kemudian profil kolom: 1)
Periksa kelangsingan penampang
2)
Menentukan nilai tegangan kritis
3)
Menentukan nilai kuat tekan nominal
4)
Periksa deformasi
3.10 Sambungan 3.10.1 Klasifikasi Sambungan 3.10.1.1 Sambungan kaku III- 21
BAB III : Metoda Perancangan
Pada struktur kaku, sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponenkomponen struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. 3.10.1.2 Sambungan semi kaku Pada struktur semi-kaku, sambungan tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponenkomponen struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental. 3.10.1.3 Sambungan sendi Pada struktur sederhana, sambungan pada kedua ujung komponen struktur dianggap bebas momen. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya 3.10.2 Perencanaan sambungan
III- 22
BAB III : Metoda Perancangan
Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut: a. Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan; b
Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan;
c
Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.
3.10.3 Pemilihan alat pengencang Bila sambungan memikul kejut, getaran, atau tidak boleh slip maka harus digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau las. 3.10.4 Sambungan Baut Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah type A325 dan A490. Baut A325 memiliki kuat leleh 560 – 630 MPa, baut A490 kuat leleh 790 – 900 MPa. Tabel 3.4. Tipe-tipe baut Tipe baut
Diameter (mm) Proof Stress (MPa)
Kuat Tarik Min (MPa)
A307
6.35 – 104
-
60
A325
12.7 – 25.4
585
825
510
725
12.7 – 38.1
825
28.6 – 38. A490
1035
Sumber: SNI 03-1729-2002
III- 23
BAB III : Metoda Perancangan
3.10.4.1 Tahanan Nominal Baut Suatu baut yang memikul beban terfaktor, Ru, sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi: Ru≤ᶲRn dimana: Rn adalah nominal baut sedangkan ᶲ adalah factor reduksi yang diambil sebesar 0,75. 3.10.4.2 Tahanan Geser baut Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan Rn= m.r1.ƒub.Ab dimana: r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser ƒu = kuat tarik baut. Ab= adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir m= jumlah bidang geser 3.10.4.3 Tahanan Tarik baut Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut: Rn= 0,75.ƒub. Ab……..6.4 III- 24
BAB III : Metoda Perancangan
3.10.4.3 Tahanan Tumpu baut Tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Besarnya ditentukan sebagai berikut: Rn= 2,4. db.tp.ƒu dimana: db = adalah diameter baut pada daerah tak berulir tp= adalah tebal pelat ƒu= kuat tarik pupus terendah dari baut dan pelat Persamaan 6.4 berlaku untuk semua baut, sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku: Rn= 2,0. db.tp.ƒu Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4. Jarak antar pusat lubang baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali diameter nominal baut, dan jarak antar baut tepi dengan ujung pelat harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal baut. Jarak maksimum antar pusat lubang baut tak boleh melebihi 15 tp atau 200 mm. 3.10.4.4 Kombinasi Geser dan Tarik Pada umumnya sambungan ada merupakan kombinasi geser dan tarik. 3.10.4.5 Sambungan tipe tumpu Persamaan interaksi geser dan tarik dari berbagai studi eksperimental, dapat direpresentasikan sebagai persamaan lingkaran berikut ini: III- 25
BAB III : Metoda Perancangan
𝑅𝑅𝑢𝑢𝑢𝑢 2 𝑅𝑅𝑢𝑢𝑢𝑢 2 � � +� � ≤1 ᶲ𝑡𝑡 𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 ᶲ𝑣𝑣 𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 Dengan:
Rut adalah beban tarik terfaktor pada baut Ruv adalah beban geser terfaktor pada baut ᶲt . Rnt adalah tahanan rencana pada baut dalam tarik saja ᶲv . Rnv adalah tahanan rencana pada baut dalam geser saja ᶲt, ᶲv = 0,75 Rnt dan Rnv masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser yang besarnya: Rnt = 0,75 . ƒub.Ab Rnv = m . 0,5 . ƒub.Ab atau
Rnv = m . 0,4 . ƒub.Ab
Untuk sambungan type friksi berlaku hubungan: 𝑉𝑉𝑢𝑢 ≤ ᶲ. 𝑉𝑉 𝑛𝑛 𝑛𝑛�1−
𝑇𝑇𝑛𝑛 � 𝑛𝑛 � 1,13 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
Dengan Vn
= 1,13.µ.proof load.m
proof load
= 0,75 x Ab x proof stress III- 26
BAB III : Metoda Perancangan
Ab
adalah luas bruto baut
Tu
adalah beban tarik terfaktor
n
adalah jumlah baut
3.10.5 Sambungan Las Sambungan las ditempatkan pada sambungan-sambungan tertentu dan pelat kopel. syarat yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya persamaan ᶲ.Rnw ≥ Ru. yang mana tahanan nominal harus lebih besar dari beban terfaktor per satuan panjang las. 3.10.5.1 Las tumpul penetrasi penuh dan sebagian 3.10.5.1.1 Penjelasan Las Tumpul Penetrasi Penuh: las tumpul di mana terdapat penyatuan antara las dan bahan induk sepanjang kedalaman penuh sambungan. Las Tumpul Penetrasi Sebagian: las tumpul di mana kedalaman penetrasi lebih kecil daripada kedalaman penuh sambungan. 3.10.5.1.2 Ukuran las Ukuran las adalah jarak antara permukaan luar las (tidak termasuk perkuatannya) terhadap kedalaman penetrasinya yang terkecil. Khusus sambungan antara dua bagian yang membentuk T atau siku, ukuran las penetrasi penuh adalah tebal bagian yang menumpu. 3.10.5.1.3 Tebal rencana las
III- 27
BAB III : Metoda Perancangan
Tebal rencana las ditetapkan sebagai berikut: a) Las Tumpul Penetrasi Penuh: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi penuh adalah ukuran las; b) Las Tumpul Penetrasi Sebagian: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi sebagian ditetapkan sesuai dengan ketentuan dibawah ini: (i)
Sudut antara bagian yang disambung ≤ 60° Satu sisi: tt =(d - 3) mm Dua sisi: tt =(d3 + d4 - 6) mm
(ii)
Sudut antara bagian yang disambung > 60° Satu sisi: tt =d mm Dua sisi: tt =(d3 + d4) mm
dengan d adalah kedalaman yang dipersiapkan untuk las (d3 dan d4 adalah nilai untuk tiap sisi las). 3.10.5.1.3 Panjang efektif Panjang efektif las tumpul adalah panjang las ukuran penuh yang menerus. 3.10.5.1.4 Luas efektif Luas efektif las tumpul adalah perkalian panjang efektif dengan tebal rencana las. 3.10.5.2 Las sudut 3.10.5.2.1 Ukuran las sudut Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki. Panjang kaki harus ditentukan sebagai panjang tw1, tw2, dari sisi yang terletak sepanjang kaki segitiga yang terbentuk dalam penampang melintang las. Bila kakinya sama panjang, ukurannya III- 28
BAB III : Metoda Perancangan
adalah tw. Bila terdapat sela akar, ukuran tw diberikan oleh panjang kaki segitiga yang terbentuk dengan mengurangi sela akar. 3.10.5.2.1.1 Ukuran minimum las sudut Ukuran minimum las sudut, selain dari las sudut yang digunakan untuk memperkuat las tumpul, ditetapkan sesuai dengan Tabel dibawah kecuali bila ukuran las tidak boleh melebihi tebal bagian yang tertipis dalam sambungan. Tabel 3.5. Ukuran minimum las sudut.
Sumber: SNI 03-1729-2002
3.10.5.2.1.2 Ukuran maksimum las sudut sepanjang tepi Ukuran maksimum las sudut sepanjang tepi komponen yang disambung adalah: a) Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6,4 mm, diambil setebal komponen; b) Untuk komponen dengan tebal 6,4 mm atau lebih, diambil 1,6 mm kurang dari tebal komponen kecuali jika dirancang agar memperoleh tebal rencana las tertentu.
III- 29
BAB III : Metoda Perancangan
3.10.5.2.1.3 Tebal rencana las
Gambar 3.5 Tebal rencana las 3.11 Acuan Peraturan dan Persyaratan-persyaratan 3.11.1 Acuan Peraturan Acuan peraturan yang digunakan adalah SNI 03 – 1729 – 2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung , SKBI 1.3.53.1987: Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SNI – 1726 – 2002: Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. 3.11.2 Persyaratan Struktur Dalam Perencanaan struktur baja harus dipenuhi syarat-syarat berikut: III- 30
BAB III : Metoda Perancangan
1) analisa struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku; 2) analisa dengan computer, harus memberitahukan prinsip cara kerja program dan harus ditunjukkan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran; 3) percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis; 4) analisa struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-unsurnya; 5) bila cara perhitungan menyimpang dari tata ca ini, maka harus mengikuti persyaratan sebagai berikut: (1) struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan yang cukup aman; (2) tanggung awab atas penimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan; (3) perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjuk oelh pengawas bangunan, yang terdiri dari ahliahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan dan tambahan. Laporan panitia yang berisi syaat-syaratdan ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata- cara ini.
III- 31
BAB III : Metoda Perancangan
3.12 Disain Kapasitas Faktor daktilitas suatu struktur gedung merupakan dasar beagi penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Karena itu, tercapainya tingkat daktilitas yang diharapkan harus terjadi dengan baik. Hal ini dapat tercapai dengan menetapkan suatu persyaratan dengan menetapkan suatu persyaratan yang disebut “kolom kuat balok lemah” seperti ditetapkan dalam pasal ini. Hal ini berarti, bahwa akibat pengaruh Gempa Rencana, sendi-sendi plastis didalam struktur gedung hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom dan kaki dinding geser saja. Secara ideal, mekanisme keruntuhan suatu struktur gedung adalah seperti ditunjukkan dalam gambar 3.12 dibawah ini.
Gambar 3.6 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok, kaki kolom Mekanisme goyang dengan sendi-sendi plastis yang terbentuk di dalam kolom-kolom dari satu tingkat akibat penggunaan balok-balok yang kuat dan kaku pada umumnya hanya dapat diijinkan untuk struktur-struktur rendah.
III- 32
BAB III : Metoda Perancangan
Mekanisma goyang dengan sendi-sendi plastis yang terbentuk di dalam balok-balok akibat penggunaan kolom-kolom yang kuat yang memaksa sendisendi plastis untuk terjadi di dalam balok-balok hendaknya selalu diusahakan sejauh keadaan memungkinkan Perilaku struktur yang memuaskan setelah melampaui batas elastik harus terjamin dengan baik. Untuk itu mekanisme sendi plastis perlu dikendalikan terjadinya, dimana sendi-sendi plastis tersebut dapat dipaksakan untuk terjadi ditempat yang diinginkan denagncara meningkatkan kekuatan unsur-unsur yang berbatasan. Sebagai contoh, di dalam suatu mekanisme goyang dengan sendisendi plastis yang terbentuk di dalam balok-balok jumlah kekuatan kolom-kolom pada suatu titik pertemuan harus dibuat lebih besar daripada kekuatan baloknya untuk memaksa terjadinya sendi plastis didalam balok. 3.13 Pengertian-pengertian Yang dimaksud dengan: 1. aksi adalah penyebab terjadinya tegangan atau deformasi pada struktur; 2. beban adalah suatu gaya yang bekerja dari luar; 3. daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya; 4. faktor reduksi adalah suatu faktor yang dipakai untuk mengalikan kuat nominal untuk mendapatkan kuat rencana; 5. keadaan batas adalah setiap kondisi batas, yang di luar batas ini struktur tidak akan dapat lagi memenuhi fungsi yang direncanakan; III- 33
BAB III : Metoda Perancangan
6. ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang memenuhi Butir 3.1 dan 3.2; 7. komponen struktur tak bergoyang adalah komponen struktur, yang perpindahan transversal satu ujung terhadap ujung lainnya pada komponen struktur vertikal, dikekang secara efektif; 8. kondisi terekspos api tiga sisi adalah komponen struktur baja yang salah satu bidang sisinya bersentuhan dengan beton atau lantai atau dinding pasangan; 9. kondisi terekspos api empat sisi adalah suatu komponen struktur baja yang menghadap api pada seluruh bidang sisinya; 10. kuat perlu adalah kuat yang diperlukan oleh komponen struktur yang ditentukan oleh persyaratan bangunan tahan gempa; 11. kuat rencana adalah perkalian antara kuat nominal dengan faktor reduksi; 12. las tumpul penetrasi penuh adalah suatu las tumpul, yang fusinya terjadi diantara material las dan metal induk, meliputi seluruh ketebalan sambungan las; 13. las tumpul penetrasi sebagian adalah suatu las tumpul yang kedalaman penetrasinya kurang dari seluruh ketebalan sambungan; 14. pengaruh aksi atau pengaruh beban adalah gaya-dalam atau momen lentur akibat aksi atau beban-beban yang bekerja; 15. pengaruh aksi beban rencana adalah efek aksi atau efek beban yang dihitung dari aksi rencana atau beban rencana; 16. pengganti standar adalah standar dalam bentuk SII atau SNI yang dibuat menggantikan standar yang saat ini berlaku;
III- 34
BAB III : Metoda Perancangan
17. pengaruh aksi terfaktor adalah efek aksi atau efek beban yang didapat dari kombinasi pembebanan pada Butir 6.2.2; 18. pengencangan penuh adalah suatu metode memasang dan menarik suatu baut yang sesuai dengan Butir 18.2.4. dan 18.2.5; 19. pembebanan gaya sebidang adalah pembebanan yang gaya-gaya rencana dan momen lenturnya bekerja pada bidang sambungan, sehingga efek aksi rencana yang bekerja pada komponen sambungan hanya berbentuk gayagaya geser saja; 20. panjang batang tekan adalah panjang sebenarnya (L) suatu komponen struktur yang dibebani gaya aksial tekan, diambil dari panjang antara pusat-ke-pusat perpotongan dengan komponen struktur penyangga atau panjang kantilever dalam kasus komponen struktur yang berdiri bebas; 21. rangka kaku adalah suatu rangka struktur yang gaya-gaya lateralnya dipikul
oleh
sistem
struktur
dengan
sambungan-sambungannya
direncanakan secara kaku dan komponen strukturnya direncanakan untuk memikul efek gaya aksial, gaya geser, lentur, dan torsi; 22. rasio kelangsingan geometri adalah rasio kelangsingan geometri (Lk/r), diambil sebagai panjang efektif (Lk), yang diatur dalam Butir 7.6.3 atau 9.3, dibagi dengan jari-jari girasi (r), yang dihitung untuk penampang kotor terhadap sumbu yang relevan; 23. rasio luas permukaan ekspos adalah rasio atau perbandingan luas permukaan yang menghadap api terhadap massa baja; 24. sambungan tipe tumpu adalah sambungan
yang terjadi dengan
menggunakan baut atau baut mutu tinggi yang dikencangkan menurut
III- 35
BAB III : Metoda Perancangan
batas tarik baut minimum tertentu, sehingga gaya-gaya rencana dipindahkan dengan tumpuan dan gesekan pada baut dan elemen-elemen sambungan pada keadaan kekuatan batas; 25. sambungan
tipe geser
adalah
sambungan
yang didapat
dengan
menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan menurut batas tarik minimum tertentu sedemikian hingga hasil aksi jepitan menyalurkan gaya geser rencana pada keadaan batas layan yang bekerja pada bidang kontak bersama akibat gesekan yang terjadi antara bidang-bidang kontak; 26. sistem ganda terdiri dari a) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi, b) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah dan mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral, c) kedua sistem harus direncanakan mampu memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda suatu sistem struktur yang gayagaya lateralnya dipikul oleh rangka ruang pemikul momen daktail, yang bekerja sejajar dengan dinding geser atau rangka diperkaku dan yang memenuhi persyaratan pada Tabel 15.2-1 untuk suatu sistem pengaku ganda; 27. sistem perlindungan api adalah material pelindung kebakaran beserta metode pelapisannya pada komponen struktur baja; 28. tingkat ketahanan api adalah periode atau derajat ketahanan terhadap api bagi kelayakan struktur baja, dinyatakan dalam menit, yang harus dipenuhi untuk dicapai dalam pengujian api standar;
III- 36
BAB III : Metoda Perancangan
29. umur bangunan adalah periode/waktu selama suatu struktur dipersyaratkan untuk tetap berfungsi seperti yang direncanakan;
III- 37