44
BAB III KEGIATAN PROMOSI DAN PERDAGANGAN DI BIDANG PROPERTI
Pada era globalisasi ini, setiap hari tanpa sadar kita selalu disuguhi kegiatan promosi. Sejak bangun tidur, berangkat dari rumah, beraktifitas, kembali ke rumah, hingga akhirnya kembali tidur kita selalu diikuti oleh kegiatan promosi. Mulai dari iklan, surat kabar, reklame, pamflet, spanduk, iklan televisi, hingga kegiatan promosi yang diselenggarakan di pusat-pusat perbelanjaan. Mulai dari media promosi berukuran kecil seperti leaflet dan brosur hingga papan iklan yang berukuran besar. Dalam mendukung kegiatan ekonomi terutama pada bidang pemasaran, promosi menempati posisi penting. Setiap pelaku usaha telah mengalokasikan dana khusus yang tidak sedikit untuk keperluan promosi. Sejak awal pelaku usaha menyadari bahwa promosi memberikan sumbangan yang tidak kecil pada kegiatan perdagangan. Promosi dapat mendongkrak keuntungan pelaku usaha ataupun malah memperkecil keuntungan, bergantung pada apa dan bagaimana promosi tersebut dilakukan. Karena pada masa promosi inilah segala informasi mengenai suatu produk disampaikan secara bebas kepada konsumen maka perlindungan konsumen akan kebenaran suatu produk yang dipromosikan berimplikasi pada tanggung jawab setiap pelaku usaha dalam memenuhinya janjinya.
3.1
Pengertian dan Tujuan Promosi Promosi pada hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya
aktifitas
pemasaran
yang
berusaha
menyebarkan
informasi,
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
45 mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada apa yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.68 Menurut UU Perlindungan Konsumen, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.69 Promosi adalah hak konsumen yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha dalam masa pra transaksi. Pasal 4 huruf (c) UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa salah satu hak konsumen adalah, “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
Informasi yang jujur, jelas, dan benar secara mutlak wajib diberikan oleh pelaku usaha terhadap calon konsumen, walaupun di sisi lain ukuran jujur, jelas, dan benar itu tidak begitu jelas.70 Persoalan diperbolehkan atau tidak suatu promosi, secara hukum menjadi hal yang sensitif bagi dunia usaha supaya dapat bersaing secara sehat dan fair. Hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur atas suatu produk barang dan/atau jasa inilah yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum dilakukannya transaksi dengan melakukan promosi atas barang dan/atau jasa yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 7 huruf (b) UU Perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa salah satu kewajiban pelaku usaha adalah, “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan” 68
Tjiptono, sebagaimana dikutip dalam situs www.jurnal-sdm.blogspot.com/…/startegipromosi-penjualan-definisi.html dan diunduh pada tanggal 1 Juni 2010. 69 Republik Indonesia (1), op.cit, pasal 1 angka 6 70 Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 21
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
46
Selain kewajiban pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal 7 huruf (b) UU Perlindungan Konsumen tersebut, pelaku usaha juga dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.71 Tujuan dasar dilaksanakannya promosi adalah untuk mempengaruhi konsumen supaya membeli produk yang dihasilkan penjual. Suatu promosi yang dilaksanakan tanpa mempunyai tujuan sama saja dengan melaksanakan pekerjaan yang sia-sia. Tujuan promosi merupakan dasar dalam membuat keseluruhan program promosi yang akan dijalankan oleh perusahaan dalam rangka mencapai apa yang diinginkannya, kemudian akan menyusul langkah-langkah selanjutnya. Pada umumnya promosi memiliki beberapa tujuan antara lain:72 1.
Promosi tersebut harus dapat menyampaikan pesan pada sejumlah calon konsumen yang dituju atau yang ditargetkan, dengan demikian pelaku usaha harus memilih mana yang dapat dicapai ke pembeli yang dituju tersebut. Dalam rangka mendukung tujuan ini perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Menentukan calon konsumen yang dituju atau yang di targetkan.
b.
Menentukan jumlah calon konsumen yang dituju.
c.
Memilih media yang paling sesuai untuk dapat mencapai calon konsumen tersebut.
71
Republik Indonesia (2), op.cit, pasal 8 huruf (f) Friska, “Manfaat Promosi Dalam Usaha Untuk Meningkatkan Produksi Pada Asuransi Jasa Indonesia Cabang Medan”, (Medan: Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, 2004), hal. 4-5 72
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
47 2.
Promosi harus dapat menarik perhatian konsumen atau calon konsumen yang dituju, namun seringkali sangat sukar untuk menarik perhatian calon konsumen terhadap promosi yang kita lakukan disebabkan adanya sedemikian banyak promosi yang dilakukan pula oleh perusahaan lainnya, sehingga perhatian calon konsumen tidak hanya terpusat pada promosi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya yang meliputi sejumlah advertensi, promosi penjualan dan usaha-usaha promosi lainnya. Jadi perusahaan dihadapkan pada masalah bagaimana agar promosi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya. Cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian calon konsumen misalnya memberikan sponsor untuk suatu acara tertentu, penggunaan orang yang sudah popular di mata masyarakat dalam reklamenya, menonjolkan apa yang lebih menjadi keistimewaan produknya yang tidak terdapat pada produk lainnya, dan lain sebagainya.
3.
Pemahaman yang dicapai pada waktu calon pembeli menginterpretasikan pesan yang sampai kepadanya. Calon konsumen sering kali tidak dapat memahami promosi yang tidak direncanakan dengan baik atau yang dapat menarik perhatian, kadang-kadang perubahan dari media yang digunakan dapat menyebabkan pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas sehingga dalam merubah penggunaan media kita juga harus melibat apakah perlu diadakan perubahan pesan. Dengan demikian perusahaan harus yakin bahwa pesan yang disampaikan melalui media itu jelas dan dapat menarik perhatian, karena banyak perusahaan mempromosikan berbagai macam produknya, calon konsumen banyak tertarik, mengingat dan memahami beberapa promosi dari sekian banyak promosi yang ada.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
48 4.
Setelah promosi dapat dipahami oleh calon konsumen, maka pelaku usaha mengharapkan suatu tanggapan dari calon konsumen terhadap promosi tersebut. Setiap pelaku usaha harus menyesuaikan promosinya dengan produk yang dihasilkannya untuk dapat merubah sikap calon konsumen yang ditujunya, misalnya perubahan agar konsumen mengalihkan pembeliannya dari produk pelaku usaha lain ke produk yang dihasilkan oleh si pelaku usaha itu sendiri. Banyak pelaku usaha menggunakan advertensi merubah sikap calon
konsumen
menyebabkan
yang
sebagian
ditujukannya, besar
advertensi
konsumen
untuk
belum segera
tentu
dapat
melakukan
pembeliannya. 5.
Tujuan akhir promosi adalah untuk meningkatkan hasil perusahaan melalui peningkatan hasil penjualan, maka tujuan promosi yang paling penting adalah untuk dapat menimbulkan tindakan dari calon konsumen yang ditujunya, karena hal ini menandakan berhasil atau tidaknya suatu promosi.
Adapula yang merumuskan tujuan dilakukannya kegiatan promosi sebagai berikut:73 1.
memperkenalkan adanya suatu produk
2.
mendapatkan kenaikan penjualan sehingga meningkatkan keuntungan
3.
menjaga kestabilan penjualan ketika pasar sedang lesu
4.
membedakan dan menginformasikan keunggulan suatu produk dibandingkan produk pesaing
5.
membentuk citra produk di mata konsumen sesuai yang diinginkan oleh pihak produsen atau pelaku usaha
73
Artikel tanpa pengarang, sebagaimana dikutip dalam situs www.organisasi.org/definisipengertian-promosi-fungsi-tujuan-bauran, diunduh pada tanggal 1 Juni 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
49 3.2
Jenis kegiatan promosi
Ada 5 (lima) jenis kegiatan promosi, yaitu:74 1.
Periklanan (advertising), yaitu bentuk promosi non personal dengan menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang pembelian. Periklanan merupakan sarana pelaku usaha untuk mempengaruhi konsumen dan sebagai alat persaingan dengan pelaku usaha lain dalam usaha mendapatkan perhatian dan kesan dari pasar sasaran. Media yang digunakan dalam iklan antara lain, brosur, pamflet, spanduk, dan iklan televisi.
2.
Penjualan Tatap Muka (personal selling), yaitu bentuk promosi secara personal dengan presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
3.
Publisitas (publicity), yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan jalan mengulas informasi/berita tentangnya (pada umumnya bersifat ilmiah).
4.
Promosi Penjualan (sales promotion), yaitu suatu bentuk promosi diluar ketiga bentuk di atas yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
5.
Pemasaran Langsung (direct marketing), yaitu suatu bentuk penjualan perorangan secara langsung yang ditujukan untuk mempengaruhi pembelian konsumen.
Di bidang property, kegiatan promosi dilakukan melalui media iklan di televisi, pemasangan spanduk dan papan iklan berukuran besar di pinggir jalan, pemberian brosur property kepada calon konsumen di pusat-pusat perbelanjaan, mengadakan pameran property yang diikuti oleh banyak perusahaan pengembang
74
Kotler, op.cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
50 perumahan atau developer, hingga melakukan promosi melalui media internet. Bagi pelaku usaha properti, manfaat yang didapat dari dilakukannya kegiatan promosi adalah memperoleh konsumen sebanyak-banyaknya dengan mempromosikan kelebihan produk properti yang dihasilkannya melalui cara pembayaran yang mudah, lokasi yang strategis, fasilitas yang memadai dan spesifikasi yang menarik. Substansi promosi hendaknya benar-benar mencerminkan produk yang dihasilkan. Misalkan dalam suatu papan iklan atau brosur property disebutkan bahwa “jarak lokasi dari stasiun kereta api hanya 5 (lima) menit”. Ukuran jangka waktu 5 (lima) menit itu harus benar-benar dapat dicapai dalam keadaan macet maupun tidak macet. Atau apabila produk property saat itu belum tersedia ada baiknya disebutkan “pembangunan rumah indent 3 bulan (setelah akad kredit dan uang muka lunas)”. Hal ini penting mengingat calon konsumen bisa saja membeli suatu produk properti hanya dengan melihat substansi dari brosur, spanduk, papan iklan, atau media promosi lainnya. Dengan mempertimbangkan tujuan promosi adalah meningkatkan hasil penjualan, substansi suatu promosi tentu akan dibuat semenarik mungkin dengan memperhatikan media promosi yang digunakan. Tidak mungkin misalnya, isi brosur property sama lengkapnya dengan isi media promosi dalam website atau isi spanduk sama dengan isi brosur. Perlindungan konsumen pada masa promosi sangat penting bagi calon konsumen, mengingat biasanya pada masa inilah pelaku usaha menginformasikan produknya kepada calon konsumen serta pada saat ini pula calon konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak produk tersebut. Sehingga informasi yang jujur, jelas, dan benar sangat dibutuhkan calon konsumen. Informasi yang jujur, jelas, dan benar inilah yang harus dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
51 UU Perlindungan Konsumen menggunakan kalimat “… seolah-olah…” atau “…pernyataan yang tidak benar…” atau “…menyesatkan…” atau “…tidak bermaksud untuk melaksanakan janjinya…” atau “…memberikan tidak sebagaimana dijanjikan…” sebagai isyarat kepada calon konsumen untuk berhati-hati dan untuk mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang jujur, benar, dan jelas kepada calon konsumen sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 9 sampai Pasal 14 UU Perlindungan Konsumen. Sebagai contoh adalah Pasal 10 yang menyebutkan, “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a.
harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b.
kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c.
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d.
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e.
bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan secara tegas hal-hal apa saja yang boleh ditawarkan dalam masa promosi, yaitu: 1.
Pasal 10 yang menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a.
harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b.
kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c.
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d.
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e.
bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.”
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
52 Menurut ketentuan pasal ini suatu media promosi wajib mencantumkan dengan benar dan jelas ketentuan mengenai harga produk barang dan/atau jasa, kegunaan produk barang dan/atau jasa, kondisi produk, jaminan produk, system ganti rugi, tawaran potongan harga atau hadiah menarik apabila ada, dan bahaya atau resiko dari penggunaan produk. Dalam suatu media promosi, misalnya brosur atau leaflet property, unsurunsur promosi seperti harga, kondisi produk, jaminan produk, dan tawaran potongan harga atau hadiah dicantumkan dengan tulisan yang menarik pandangan mata. Jarang sekali ada brosur atau media promosi lainnya yang mencantumkan resiko atau bahaya penggunaan barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Seharusnya demi melindungi hak konsumen, brosur atau media promosi harus memberikan informasi yang jujur, benar dan jelas atas produk yang dihasilkan.
2.
Pasal 12 yang menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.”
Pasal ini melarang pelaku usaha untuk menjanjikan kepada calon konsumen suatu pemberian potongan harga atau tarif namun dengan maksud untuk tidak melaksanakan janjinya itu. Ada contoh kasus mengenai pelanggaran pasal ini yaitu seorang calon konsumen yang membeli rumah secara KPR di Perumahan Pratama Green Recidence, Semarang. Adanya program promosi subsidi uang muka sejumlah Rp. 12.000.000 (Bebas Uang Muka), Bebas Biaya KPR, dan Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
53 Sertifikat Rumah SHM mendorong calon konsumen untuk membeli rumah tipe 36/84 seharga Rp. 122.000.000 dengan besar nilai KPR melalui Bank BTN sebesar Rp. 110.000.000 dan memberikan tanda jadi sebesar Rp. 1.000.000 tanpa tambahan biaya lagi. Namun ketika akan melakukan akad kredit, calon konsumen dimintai tambahan biaya uang muka sebesar Rp. 16.500.000.75
3.
Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.”
Pasal ini melarang pelaku usaha untuk menjanjikan pemberian hadiah secara cuma-cuma namun dengan maksud tidak memenuhi janji tersebut.
4.
Pasal 18 ayat (1) berisi tentang larangan pencantuman klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang: huruf (a):
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
huruf (c):
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
5.
Pasal 18 ayat (2) yang menyebutkan:
75
Artikel Konsultasi Konsumen berjudul “Penipuan Informasi Pembelian Rumah Secara KPR” ditulis oleh Falian Indra Wijaya Sabtu, 8 Mei 2010, dimuat pada situs www.ylki.or.id/consults/view, diunduh pada tanggal 7 Oktober 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
54 “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti”
Pasal ini melarang pelaku usaha untuk mencantumkan klausula baku, yang merugikan calon konsumen, yang letak dan bentuknya sulit dilihat atau tidak bisa dibaca secara jelas atau sulit dimengerti. Dalam hukum perlindungan konsumen klausula ini disebut klausula eksonerasi. Namun demikian, banyak pelaku usaha yang mencantumkan klausul ini dalam bentuk tulisan yang kecil dan letaknya tidak menarik pandangan mata. Seringkali calon konsumen tidak menyadari adanya klausul ini dalam suatu brosur.
Undang-undang
Perlindungan
Konsumen
menyadari
pentingnya
hak
konsumen atas informasi yang jujur, benar, dan jelas pada masa promosi. Informasi yang jujur, benar, dan jelas inilah yang wajib diberikan oleh pelaku usaha kepada calon konsumen. Howard Beales mengatakan bahwa hak konsumen atas informasi yang benar, jujur, dan jelas harus menjadi kewajiban pelaku usaha untuk memenuhinya dan dilindungi oleh undang-undang. Menurut Howard Beales setidaknya ada 4 (empat) hal yang harus diatur dalam suatu regulasi perlindungan konsumen atas hak memperoleh informasi.76 Hal-hal tersebut adalah: 1.
Consumer Information in the Law Bahwa informasi bagi konsumen sekaligus menjadi kewajiban bagi produsen, yang dilindungi secara hukum. Informasi penting yang harus disampaikan oleh produsen kepada konsumen tersebut adalah mengenai harga, kualitas/mutu,
76 Howard Beales, Richard Craswell, and Steven C. Salop, “The Efficient Regulation of Consumer Regulation”, dalam Inosentius Samsul (Kumpulan Artikel), Jakarta: PPS-FHUI, 2000, hal. 97, sebagaimana dikutip dari Taufik H. Simatupang, op.cit, hal 10
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
55 efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diketahui konsumen sebagai bahan rujukan ketika konsumen berniat membeli produk barang dan/atau jasa tersebut. 2.
Market informations and Market Failures Adalah suatu informasi pasar yang mengiklankan suatu produk barang dan jasa secara berlebihan, sehingga konsumen memperoleh informasi yang salah. Dari arti Market Failures, yang bila diterjemahkan secara bebas berarti “kegagalan pasar”, patut diduga bahwa hal tersebut sengaja dilakukan untuk menarik minat pembeli. Walaupun tidak tertutup kemungkinan informasi yang salah tersebut disebabkan salah satu pihak, apakah pelaku usaha, biro iklan, atau media periklanan, dengan maksud yang tidak baik memberikan informasi secara berlebihan.
3.
Information Remedies Pengendalian informasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: a.
Removing restrains on information Suatu usaha untuk melakukan pemantauan sekaligus pengendalian secara terus menerus terhadap informasi-informasi produk barang dan jasa yang diterima konsumen.
b.
Correcting misleading information Usaha-usaha untuk mengklasifikasikan gugatan yang memang disebabkan kesalahan dan perilaku buruk dari produsen sebagai pelaku usaha, maupun kesalahan biro iklan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
c.
Encouraging additional information
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
56 Kecenderungan produsen memberikan informasi secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik produk yang sebenarnya. 4.
Policy implication Suatu kondisi dimana hak-hak konsumen, khususnya untuk mendapatkan informasi yang benar dari suatu produk barang dan/atau jasa, akan semakin terlindungi.
3.3
Kegiatan Promosi dan Perdagangan Di Bidang Properti
3.3.1 Tahap Pra Transaksi Dalam praktek promosi dan perdagangan properti tidak sedikit pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengembang properti yang dimulai pada tahap promosi atau pra transaksi dan meluas hingga tahap transaksi dan masa purna transaksi. Pelanggaran itu misalnya dapat kita jumpai misalnya: 1.
Dalam brosur promosi perumahan disebutkan bahwa telah tersedia fasilitas pendidikan namun pada kenyataannya hanya tanah saja.77 Pada masa pratransaksi ini pihak pengembang, melalui brosur penawaran, berlomba-lomba menginformasikan beragam fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti jalan umum, angkot 24 jam, kolam renang dan lain-lain. Namun, tidak dijelaskan dalam brosur itu siapa yang bertanggungjawab untuk membangun fasilitas itu. "Akhirnya, itu yang tak jarang menimbulkan perselisihan di kemudian hari" tegas Sudaryatmo.78
77
Sudaryatmo (2), “Lembaga Konsumen: Kriminalitas Perumahan Masih Tinggi”, artikel tanggal 4 Januari 2010 pada situs www.ylpkjatim.com, diunduh tanggal 1 Oktober 2010. 78 Artikel berjudul “Awas, Terjerat Perjanjian KPR” tanggal 4 Januari 2010 dimuat pada situs www.bataviaasee.co.id, diunduh pada tanggal 1 September 2010.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
57
2.
Ada pula pihak pengembang yang masih mencantumkan harga produk yang lama, namun setelah dibaca dengan teliti ternyata produk properti yang ditawarkan sesuai dengan harga pada halaman muka brosur tersebut sudah tidak ada lagi. Harga produk yang berlaku saat ini adalah harga yang jauh lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan dalam brosur penawaran.79 Pencantuman harga dalam brosur penawaran properti yang tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan dapat dianggap penipuan. Pihak pengembang mungkin bisa berdalih bahwa hal ini adalah kekeliruan belaka, namun bagi konsumen yang merasa tertarik untuk membeli produk setelah melihat brosur penawaran properti tentu akan merasa tertipu. Selama ini konsumen Indonesia menganggap bahwa kekeliruan itu adalah sesuatu yang lumrah, namun apabila diihat dari sisi perlindungan konsumen kekeliruan itu adalah suatu pelanggaran hak konsumen atas informasi yang benar, jujur, dan jelas.
3.
Hak konsumen lain yang harus dipenuhi pada masa transaksi ini adalah hak untuk memilih pelaku usaha, dalam hal ini adalah pihak pengembang perumahan, yang bermutu dan kredibel sebelum memulai transaksi.80 Konsumen dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pihak pengembang yang produknya akan dibeli oleh calon konsumen sebelum melakukan transaksi. Namun tidak semua informasi mengani pihak pelaku usaha ini dapat diakses calon konsumen dengan mudah, terutama aspek-aspek yang awam bagi kebanyakan orang. Menurut pendapat penulis, aspek yang
79
PT Cipta Karya, Brosur Pemasaran Perumahan Villa Boenga-Depok, tanggal 1 Oktober
2010 80
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, “Janji Manis Developer dan Hak Konsumen”, artikel bulan Mei 2009 dimuat pada situs www.ylki.or.id, diunduh pada 8 Agustus 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
58 agak sulit diakses antara lain adalah apakah pihak pengembang perumahan pernah tersangkut perkara, baik pidana maupun perdata, yang berhubungan dengan produk yang dijualnya. Aspek lain yang sulit dihapus adalah apakah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, pihak pengembang telah memiliki dokumen perijinan yang lengkap, misalnya keabsahan pihak pengembang selaku badan hukum, apakah status tanah bebas dari sengketa dan telah memiliki titel tertentu seperti hak guna bangunan, atau apakah pembangunan perumahan atau rumah susun telah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Konsumen yang sudah melakukan akad kredit akan dirugikan akibat ketidakpastian penyelesaian rumah atau rumah susun yang berimplikasi pada kerugian material dan imaterial yang lebih besar.
3.3.2 Tahap Transaksi Pada masa transaksi ini tidak sedikit pula pelanggaran yang terjadi, misalnya: 1.
Adanya perjanjian standar dimana konsumen tak mempunyai pilihan lain selain menandatanganinya. Setidaknya ada beberapa ketentuan baku dalam perjanjian kredit itu yang dapat merugikan konsumen, misalnya kenaikan suku bunga KPR yang dapat diterapkan sewaktu-waktu tanpa persetujuan konsumen selaku debitor, keadaan memaksa (overmacht), pengaturan denda, pencantuman klausul yang membebaskan bank dari tuntutan kerugian, hingga kewajiban debitor perumahan untuk tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian.81
81 Artikel berjudul, “Waspadai Klasula Baku Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah” tanggal 2 Januari 2010, dimuat pada situs www.hukumonline.com, diunduh pada tanggal 2 September 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
59 2.
Banyaknya notaris yang bersedia membuatkan akta jual beli tanah berikut bangunan padahal bangunannya belum dibangun. Walaupun akta ini dibuat sebagai syarat supaya konsumen dapat mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) kepada bank pemberi kredit namun cara ini justru merugikan konsumen sendiri. Konsumen akan diwajibkan mencicil pembayaran tanah berikut rumah namun rumahnya tidak ada. Apabila konsumen tidak mau mencicil tanah berikut bangunan yang tidak ada, konsumen akan terkena penalti.82
3.
Pelanggaran lain yang terjadi dalam masa transaksi adalah banyak pengembang yang menjual tanah kavling saja.83 Padahal dalam Undangundang Perumahan, penjualan tanah kavling secara jelas dan tegas dilarang.84 “Apa bedanya pengembang perumahan dengan spekulan tanah”, tanya Sudaryatmo.85 Penulis berpendapat bahwa penjualan tanah kavling siap bangun ini memang melanggar peraturan yang ada yaitu Undang-undang Perumahan dan Permukiman serta peraturan menteri perumahan.
4.
Ada pula konsumen yang membeli rumah dalam suatu kompleks perumahan yang izinnya tidak ada. Dalam kasus seperti ini biasanya pihak pengembang properti telah mendapat jaminan dari oknum pejabat setempat dan izin perumahan sedang dalam proses.86 Istilah umumnya adalah “mencuri start”. “Mencuri start” ini tidak diperbolehkan
karena
Undang-undang
Perumahan
mewajibkan
pihak
82
Sudaryatmo (2), op.cit Ibid 84 Republik Indonesia (2), op.cit., pasal 26 ayat (1) 85 Ibid 86 “Warga Protes Pembangunan Cassanova Cluster, Perumahan Elite Tak Kantongi Izin”, artikel pada Harian Galamedia edisi Kamis, 29 April 2010, dimuat pada situs www.klik-galamedia.com diunduh pada tanggal 21 Oktober 2010 83
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
60 pengembang properti untuk memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administratif.
5.
Pihak pengembang properti tidak bertanggung jawab atas uang yang disetorkan konsumen. Dalam kasus seperti ini biasanya karyawan marketing dari pengembang properti tidak menyetorkan uang muka pembelian produk properti. Kesalahan karyawan marketing yang seharusnya menjadi tanggung jawab pihak pengembang properti dialihkan menjadi tanggung jawab konsumen.87
3.3.2 Tahap Purna Transaksi Secara umum pada tahap purna transaksi inilah konsumen menyadari dan mengetahui bahwa janji-janji yang diberikan oleh pelaku usaha tidak seluruhnya benar. Hak-hak konsumen atas informasi yang jujur, jelas, dan benar tidak dipenuhi. Produk yang dibeli konsumen ada yang mengalami kecacatan dan telah menjadi tanggung jawab konsumen karena adanya klausul pengalihan tanggung jawab yang diterapkan oleh pelaku usaha dalam perjanjian. Pada masa purna transaksi pelanggaran yang terjadi misalnya: 1.
Pihak pengembang properti yang harusnya menyediakan sarana umum dan sarana sosial sebagaimana disyaratkan dalam peraturan perundangan ternyata tidak memenuhi kewajibannya. Sarana listrik dan jalan sebagaimana dijanjikan dalam masa penawaran tidak terrealisasi.88 Setelah dicek oleh konsumen di kantor Perusahaan Listrik Negara setempat baru diketahui bahwa
87
Artikel kasus pengembang perumahan Grand Cebongan, Jogjakarta, ditulis oleh Priyo Sajarwo pada situs www.ylki.or.id tanggal 8 Maret 2010, diunduh pada tanggal 20 November 2010 88 Artikel konsultasi perlindungan konsumen ditulis oleh Dodi Saputra pada situs www.ylki.or.id tanggal 7 Juli 2009, diunduh pada tanggal 9 Oktober 2010.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
61 perumahan tersebut belum didaftarkan oleh pihak pengembangnya untuk mendapatkan aliran listrik. Fasilitas jalan masih tanah asli dan belum dikeraskan apalagi diaspal. Demikian pula saluran air yang hanya digali saja sehingga terlihat kumuh seperti kubangan karena airnya tidak mengalir.
2.
Kualitas produk yang tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan promosi yang dilakukan. Ada pelaku usaha yang produknya hanya asal jadi saja, tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundangan namun tetap memaksa calon konsumen untuk melakukan transaksi perjanjian kredit. Tidak ada fasilitas listrik, saluran pembuangan limbah, dan air bersih, konstruksi daun jendela tidak semestinya, dan dinding-dinding retak. Setelah dilakukan transaksi perjanjian kredit pun, pelaku usaha tetap tidak menyesuaikan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.89 Konsumen harus memperoleh sendiri fasilitas-fasilitas yang seharusnya diberikan oleh pihak pengembang properti.
Dari uraian tersebut jelas bahwa masih banyak pelanggaran yang terjadi dalam praktek promosi dan perdagangan dilakukan oleh pihak pengembang properti yang pada akhirnya mengabaikan hak-hak konsumen dan merugikan konsumen. Pelanggaran terjadi sejak awal, yaitu pada masa promosi (masa pra-transaksi) hingga merembet pada masa transaksi dan masa purna-transaksi. Sementara konsumen baru menyadari adanya pelanggaran hak-hak konsumen dan ketidaksesuaian produk yang ditawarkan pada saat purna transaksi. 89
“Perumahan Gerbang Permai” artikel konsultasi konsumen tanggal 28 September 2010 ditulis oleh Wawan Haryono dimuat pada situs www.ylki.or.id, diunduh pada tanggal 22 Oktober 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.