62
BAB IV ANALISA TERHADAP KLAUSULA-KLAUSULA BAKU DALAM MEDIA PROMOSI DAN PERJANJIAN DI BIDANG PROPERTI
Analisa ini untuk mengetahui klausula-klausula yang bertentangan dengan perlindungan konsumen dan klausula-klausula yang tidak bertentangan dengan perlindungan konsumen. Pada masa peradaban globalisasi yang serba kompetitif ini, para pelaku usaha, terutama di bidang properti, semakin agresif menawarkan produk perumahan yang dibangunnya melalui berbagai media promosi, terutama melalui brosur perumahan, spanduk ataupun melalui pameran properti. Berbagai promosi tersebut menjanjikan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti adanya sarana peribadatan, sarana bermain anak, sarana pendidikan, dan lokasi perumahan yang mudah dijangkau. Sering pula kita jumpai papan iklan berukuran raksasa yang terletak di tepi jalan menginformasikan adanya perumahan yang dekat akses jalan tol, bunga kredit yang ringan, dan harga yang murah. Apabila kita perhatikan lebih teliti lagi ada beberapa klausul dalam media-media promosi, misalnya brosur atau leaflet, tersebut yang seolah menjadi baku dan lazim digunakan dalam media promosi. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.90 Klausula baku merupakan aturan sepihak dalam kuitansi, faktur/bon, perjanjian, atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat 90
Republik Indonesia (1), op.cit, pasal 1 angka 10
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
63 merugikan konsumen. Adanya klausula baku menyebabkan posisi konsumen sangat lemah dibandingkan dengan pelaku usaha.91
UU Perlindungan Konsumen melarang klausula baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian apabila:92 a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.
memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
91
Direktorat Perlindungan Konsumen, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, “Klausula Baku”, artikel diunduh dari situs www. pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=baku, pada tanggal 12 Agustus 2010 92 Republik Indonesia (1), op.cit, pasal 18
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
64
Pencantuman klausula baku dalam dokumen promosi dan transaksi diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen dan bentuk serta pencantumannya harus jelas terlihat dan mudah dipahami. Contoh klausula baku yang dilarang dalam UU Perlindungan Konsumen, antara lain:93 a.
formulir pembayaran taguhan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa, “Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka...”;
b.
Kuitansi atau faktur pembelian barang, yang menyatakan: “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”; atau “Barang yang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan”.
Selain melarang adanya klausula baku, Undang-undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk memproduksi dan/atau barang dan/atau jasa yang:94 a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; 93 94
Direktorat Perlindungan Konsumen, op cit Republik Indonesia (1), op.cit., pasal 8 ayat (1)
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
65 c.
tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i.
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j.
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaku usaha juga dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.95 Dari banyaknya larangan bagi pelaku usaha jelas bahwa
95
Republik Indonesia (1), op.cit., pasal 8 ayat (2)
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
66 melindungi hak-hak konsumen adalah hal yang sangat utama dan diperhatikan oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen. Informasi yang lengkap dan benar memegang kunci utama apakah suatu produk barang dan/atau jasa dapat dikonsumsi oleh konsumen. Dalam media promosi, terutama yang berbentuk brosur, tercantum beberapa klausula yang sebenarnya bertentangan dengan perlindungan hak konsumen dalam memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Klausula yang bertentangan dengan prinsip perlindungan hak konsumen juga tercantum dalam perjanjian properti yang ditandatangani oleh konsumen.
4.1
Klausula Baku Dalam Media Promosi Properti Yang Bertentangan Dengan Perlindungan Hak Konsumen Sadar atau tidak, tidak seluruh klausula yang tercantum dalam media promosi,
seperti brosur, spanduk, atau papan iklan berukuran besar, memberikan informasi yang benar dan menguntungkan calon konsumen. Umumnya pengembang perumahan menggunakan brosur sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan informasi tentang lokasi perumahan dan rumah yang dipasarkan. Penggunaan brosur untuk menjual produk barang dan/atau jasa terbukti cukup efektif dan ampuh. Selain memberikan informasi mengenai lokasi perumahan dan spesifikasi rumah, isi brosur juga mencakup berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pembeli. Kebanyakan ketentuan dan persyaratan dalam brosur yang dibuat oleh pihak pengembang substansinya digolongkan sebagai klausula baku. Pada dasarnya klausula baku tidak dilarang untuk dicantumkan dalam brosur promosi, sepanjang dicantumkan dengan jelas, benar dan jujur serta tidak bermaksud untuk merugikan konsumen. Ada
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
67 beberapa klausula yang tercantum dalam brosur penawaran properti yang harus diperhatikan, yaitu: 1.
Harga properti Klausula mengenai harga yang tercantum dalam media promosi sangat beragam, bergantung pada kebijakan masing-masing pihak pengembang properti sebagai pelaku usaha. Namun sebagian besar dan pada umumnya menyatakan bahwa:
a.
“harga
sewaktu-waktu
dapat
mengalami
perubahan
tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu”96. Klausula ini hendaknya menjadi perhatian utama konsumen. Hal ini disebabkan biasanya perubahan harga berarti kenaikan harga jual dan itu berarti tidak ada kepastian harga bagi calon konsumen. Pencantuman klausula ini bisa berarti positif, yaitu bagi calon konsumen yang benar-benar ingin membeli produk harus mencari informasi sedetil-detilnya mengenai harga properti kepada pihak pengembang. Calon konsumen tidak boleh mempercayai begitu saja harga yang tercantum pada media promosi bersangkutan karena harga dapat saja berubah tanpa sepengetahuan konsumen. Pun ada baiknya apabila pihak pengembang mencantumkan klausul, misalnya: “harga akan mengalami kenaikan terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2010”. Klausula ini lebih memberikan kepastian harga kepada calon konsumen untuk memutuskan kapan dia akan membeli produk properti sesuai dengan kemampuan finansialnya.
96
PT Citrakarsa Hansaprima, Brosur Pemasaran Perumahan Permata Depok Regency, tanggal 1 Februari 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
68
b.
“harga jual standar Rp. 367.000.000, harga jual (periode pembelian) 17-18 Juli ’10 adalah Rp. 343.500.000”97
Terkadang discount atau potongan harga hanyalah suatu cara bagi pelaku usaha untuk menarik minat calon konsumen, padahal harga yang dibayarkan sama apabila tidak ada potongan harga. Calon konsumen harus memeriksa sendiri, apakah harga ini murni potongan harga ataukah harga telah dinaikkan baru kemudian diberi potongan harga ataukah pembayaran dilakukan tanpa uang muka sehingga memperbesar limit angsuran yang harus dibayarkan calon konsumen sehingga dapat memberatkan calon konsumen dalam membayar angsuran.
c.
“harga jual sudah termasuk IMB standart developer, penyambungan listrik 1300 watt, sumur dan mesin semi jet pump, bebas biaya akta jual beli, balik nama sertifikat, dan BPHTB”
Calon konsumen perumahan perlu memperhatikan apakah sertifikat yang akan diterbitkan oleh pihak pengembang ke atas namanya nanti berupa sertifikat hak milik (SHM) ataukah sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Apabila akan terbit SHM atas nama calon konsumen maka calon konsumen bisa tenang dan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi. Apabila yang akan terbit nanti adalah SHGB atas nama calon konsumen maka setelah lunas angsuran calon konsumen harus memperoleh surat keterangan roya dari pihak
97
PT Wika Realty, Brosur Pemasaran Perumahan Tamansari Puri Bali, bulan Juni 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
69 Bank. Dengan surat roya ini calon konsumen harus mengurus pencabutan roya di kantor pertanahan tempat properti tersebut berlokasi, dengan biaya tambahan dari konsumen sendiri. Pencabutan roya ini sangat berguna nantinya apabila calon konsumen bermaksud untuk mengajukan permohonan perpanjangan SHGB atau permohonan peningkatan status menjadi SHM. Hal kedua yang perlu diperhatikan berkaitan dengan SHGB ini adalah jangka waktu hak guna bangunan. Apabila lunasnya angsuran hanya berjarak 1 (satu) atau 2 (dua) tahun dengan waktu berakhirnya sertifikat hak guna bangunan maka setelah melakukan pencabutan roya, calon konsumen harus mengajukan permohonan perpanjangan SHGB di kantor pertanahan setempat supaya hak atas tanahnya tidak dicabut oleh negara, dengan biaya konsumen sendiri tentunya. Apabila calon
konsumen
tidak
ingin
dipusingkan
dengan
kewajiban
mengajukan permohonan perpanjangan SHGB selama 20 tahun98, sebaiknya calon konsumen mengajukan permohonan peningkatan status hak atas tanah menjadi SHM kepada kantor pertanahan setempat segera setelah dilakukannya roya atas SHGB atas tanah dan bangunan miliknya.
d.
“harga jual belum termasuk biaya proses kredit pemilikan rumah”99
98
Hak Guna Bangunan diberikan kepada pihak pengembang yang berbentuk badan hukum untuk pertama kali selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun (Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1961 tentang Pokok-pokok Agraria, Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043), pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) 99 PT Miftah Putra Mandiri, Brosur Pemasaran Perumahan Griya Putra Mandiri, Januari 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
70 Secara umum calon konsumen harus mengetahui biaya-biaya apa saja yang akan dikeluarkan dalam membeli suatu produk properti. Dalam brosur penawaran biasanya disebutkan biaya-biaya yang mengikuti harga pembelian properti. Biaya-biaya tersebut misalnya biaya provisi, biaya balik nama, biaya pemecahan sertifikat hak atas tanah, bea perolehan hak atas tanah (BPHTB), biaya pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari harga jual, dan biaya proses KPR. Calon konsumen perumahan harus menanyakan kepada pihak pengembang berapa besarnya biaya-biaya tersebut, apakah biaya-biaya tersebut termasuk harga jual, apabila biaya-biaya tersebut tidk termasuk harga jual siapa yang menanggung biaya-biaya tersebut, dan kapan biayabiaya tersebut harus dibayarkan. Pihak pengembang biasanya hanya mencantumkan besarnya biaya proses kredit pemilikan rumah. Hal ini disebabkan biaya KPR ditentukan oleh bank pemberi kredit dan besarnya pun berbeda-beda tiap bank. Apabila pihak pengembang bekerjasama dengan lebih dari satu bank pemberi kredit maka pihak pengembang, sesuai dengan ketentuan pasal 4 huruf (c) UU Perlindungan Konsumen, berkewajiban menginformasikan kepada calon konsumen besarnya biaya proses kredit pemilikan rumah tiaptiap bank pemberi kredit.
e.
“setiap pembatalan dengan alasan apapun, maka booking fee hangus”100 Klausula ini sebenarnya mempertegas kedudukan calon konsumen yang lebih rendah dibandingkan dengan pihak pelaku usaha. “Booking
100
PT Miftah Putra Mandiri, op cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
71 fee” dibayarkan kepada pihak pelaku usaha pada saat calon konsumen menyatakan minatnya untuk membeli produk properti. Disebut “menyatakan minatnya” karena pada saat ini belum terjadi transaksi dan calon konsumen belum menandatangani dokumen apapun, termasuk
surat
pesanan
rumah
atau
perjanjian
jual
beli
rumah/apartemen ataupun perjanjian kredit. Calon konsumen hanya menerima kuitansi pembayaran “booking fee”. Mengingat baru ada pernyataan minat dan belum ada kata sepakat101 untuk melaksanakan jual beli maka apabila calon konsumen tidak jadi membeli produk properti, seharusnya pelaku usaha mengembalikan uang “booking fee’ tersebut kepada calon konsumen. Bukan malah “menghaki” uang yang bukan miliknya tersebut. Klausul lain yang mirip dengan klausul huruf (e) ini adalah: “Tanda jadi 5% dari Total Harga Jual (apabila pemesan batal, maka uang tanda jadi tidak dapat dikembalikan. Jika pembatalan akibat KPR tidak disetujui oleh Bank maka uang tanda jadi akan dikembalikan setelah dipotong Rp. 1.000.000, dan jika pesanan pindah kavling dikenakan biaya Rp. 1.000.000).”102
2.
Tata cara pembayaran Biasanya ada 3 (tiga) cara pembayaran yang disediakan oleh pihak pengembang perumahan, yaitu:103 a.
Tunai keras.
101
Adanya kata sepakat diantara para pihak merupakan syarat utama terjadinya perjanjian jual beli sebagaimana disyaratkan dalam pasal 1320 KUHPerdata Indonesia. Tanpa ada kata sepakat maka belum terjadi perjanjian diantara para pihak. 102 103
PT Citrakarsa Hansaprima, op cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
72 Pembayaran secara tunai keras, biasanya calon konsumen hanya membayar uang “booking fee” dan wajib membayar seluruh harga jual setelah dikurangi “booking fee” dalam waktu yang ditentukan sebagaimana tercantum dalam brosur promosi.104 Dengan
melakukan
pembayaran
secara
tunai
ada
beberapa
keuantungan yang diperoleh pelaku usaha, antara lain berupa kepastian membeli dari calon konsumen dan diperolehnya dana yang cukup besar untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Atas keuntungan yang diperoleh pelaku usaha ini sudah seharusnya pelaku usaha memberi jaminan bahwa dengan membeli tunai calon konsumen dapat menggunakan produk yang dibelinya pada saat itu juga. b.
Tunai bertahap. Pembayaran dengan cara ini biasanya dilakukan oleh calon konsumen dengan membayar “booking fee” dan membayar seluruh harga jual setelah dikurangi “booking fee” sesuai jangka waktu dan besarnya pembayaran angsuran sebagaimana ditentukan dalam brosur promosi. Pembayaran tunai bertahap ini biasanya dilakukan oleh calon konsumen yang tidak ingin terkena bunga kredit kepemilikan rumah atau properti dari bank pemberi kredit yang jumlahnya cukup besar.
c.
Kredit pemilikan rumah. Pembayaran dengan menggunakan kredit pemilikan rumah biasanya menggunakan fasilitas kredit dari bank dan developer mensyaratkan adanya uang muka yang wajib dibayarkan oleh calon konsumen. Besar minimal uang muka yang dibayarkan biasanya sekitar 10% (sepuluh
104
Ibid
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
73 per seratus) dari harga jual. Besarnya uang muka ini mempengaruhi jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh konsumen kepada bank, semakin besar uang muka yang dibayarkan oleh calon konsumen kepada bank semakin kecil pula jumlah angsuran yang harus dibayarkan nantinya. Ada pula pihak pengembang properti yang memberikan uang muka 0% (nol per seratus) atau tidak ada uang muka. Calon konsumen harus berhati-hati dengan uang muka 0% (nol persen) ini karena tentunya akan memperbesar jumlah angsuran yang harus dibayarkan calon konsumen kepada pihak bank pemberi kredit. Hal utama dari pembelian properti dengan menggunakan fasilitas kredit ini adalah suku bunga yang berlaku dan jangka waktu pembayaran angsuran. Calon konsumen hendaknya tidak terjebak dengan program promosi bunga rendah yang dilakukan secara bersama-sama oleh bank pemberi kredit dan pihak pengembang. Promosi bunga rendah ini misalnya bank pemberi kredit memberikan bunga lebih rendah 2% atau 3% selama 1 (satu) tahun pertama dari bungan yang berlaku saaat ini, sehingga kelihatannya calon konsumen hanya membayar bunga rendah dan sesuai dengan prosentase penghasilannya pada saat ditandatanganinya akta jual beli dan perjanjian kredit. Setelah melewati waktu 1 (satu) tahun, calon konsumen akan membayar angsuran disertai dengan bunga yang berlaku saat itu, dan belum tentu sesuai dengan prosentase penghasilannya. Hal ini tentu akan memberatkan calon konsumen dalam membayar angsurannya.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
74 Jangka waktu pembayaran angsuran biasanya terbagi atas 5 (lima) tahun, 10 (sepuluh) tahun, dan 15 (lima belas) tahun. Semakin lama jangka waktu pembayaran angsuran, semakin sedikit pula jumlah angsuran
yang
harus
dibayar
oleh
calon
konsumen
namun
sesungguhnya semakin besar bunga yang dibayarkan kepada bank dan semakin mahal harga properti yang dibeli yang dibeli secara kredit. Sebaliknya, semakin singkat jangka waktu pembayaran, semakin besar jumlah angsuran yang dibayarkan, namun semakin sedikit pula bunga yang dibayarkan kpada bank dan semakin murah harga properti yang dibeli secara kredit. Jangka waktu pembayaran angsuran kredit haruslah berada dalam masa produktif atau masa kerja, sehingga calon konsumen dapat melunasi kewajibannya tepat waktu.
3.
Lokasi Klausula promosi yang menyangkut lokasi perumahan misalnya: “lokasi 10 menit dari stasiun kereta api Bojong Gede”105 Klausula mengenai lokasi ini tidak seharusnya menggunakan ukuran waktu tempuh. Penggunaan ukuran waktu tempuh ini benar-benar dianggap dapat mengelabui calon konsumen karena tidak menerangkan waktu 10 menit itu terjadi pada jam berapa, menggunakan kendaraan apa, dalam kondisi jalan yang seperti apa, dan dalam cuaca yang bagaimana. Keterangan lokasi yang samar-samar ini telah melanggar hak konsumen atas informasi yang jelas
105
PT Grahadaya Nusaprima, Brosur Pemasaran Perumahan Bojong Gede Asri, brosur diperoleh pada bulan Juli 2010
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
75 mengenai produk suatu barang.106 Akan lebih baik apabila pihak pengembang menyebutkan: “lokasi sekitar 200 meter dari stasiun kereta api Bojong Gede” Keterangan yang benar dan jelas atas lokasi ini adalah hak calon konsumen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
4.
Sarana dan fasilitas Klausul mengenai sarana dan fasilitas perumahan dan rumah susun atau apartemen umumnya menyatakan:107 “a.
tersedia fasilitas musholla, taman bermain, lapangan olahraga, mini market, dan one gate system
b.
transportasi 24 jam
c.
bonus pompa listrik”
Hampir seluruh pelaku usaha bidang properti memberikan fasilitas-fasilitas seperti ini, apakah itu perumahan, apartemen ataupun ruko. Padahal fasilitasfasilitas seperti pompa air, taman bermain, lapangan olahraga, saluran telepon, tempat ibadah, jalan dan transportasi, serta keamanan adalah sarana produk properti yang wajib disediakan oleh pelaku usaha berdasarkan ketentuan undang-undang. Tidak ada yang istimewa dengan fasilitas tersebut. Sebagai pelaku usaha, pihak pengembang properti memang diwajibkan oleh undangundang untuk menyediakan sarana dan fasilitas tersebut. Pihak pengembang diwajibkan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada penghuni 106
Menurut Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy hak atas informasi produk yang benar adalah salah satu hak konsumen. Kennedy mengemukakan empat hak dasar konsumen yaitu: the right to safe products, the right to be informed about products, the right to definite choices in selecting products, dan the right to be heard regarding consumer interests, dikutip dari Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 27. 107 PT Griya Putra Mandiri, op cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
76 perumahan dan rumah susun atau apartemen. Ada sanksi yang diberikan undang-undang apabila pelaku usaha properti tidak menyediakan fasilitasfasilitas tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam tulisan ini.
5.
Klausula sanggahan yang menyebutkan: “Seluruh gambar dan spesifikasi merupakan kondisi terakhir pada masa persiapan materi promosi, sehingga dapat terjadi perubahan sewaktu-waktu serta bukan bagian dari kontrak. Brosur ini TIDAK DAPAT menjadi bagian dari penawaran penjualan, perjanjian tertulis, ataupun alat pembuktian hukum lainnya.”108
Klausula sanggahan ini biasanya terletak di sudut brosur atau tempat yang sulit terlihat dengan tulisan yang kecil sehingga tidak terbaca dengan baik apabila tidak diperhatikan dengan sangat teliti. Dilihat dari kalimat “... bukan bagian dari kontrak...” dan kalimat “Brosur ini TIDAK DAPAT menjadi bagian dari penawaran penjualan, perjanjian tertulis, ataupun alat pembuktian hukum lainnya” klausula ini berpotensi besar merugikan calon konsumen. Brosur sebagai salah satu media promosi memang bukan bagian dari kontrak, namun promosi adalah tahap awal bagi calon konsumen mengenal suatu produk barang dan/atau jasa untuk selanjutnya memutuskan bertransaksi dan membeli produk tersebut. Bagi pelaku usaha, promosi adalah tahap awal untuk memperkenalkan kelebihan produknya sekaligus mengajak calon konsumen untuk membeli produk tersebut. Sehingga, dilihat dari sisi perlindungan konsumen berdasarkan strict liability concept, kurang tepat apabila klausula ini dicantumkan dalam media promosi. Klausula sanggahan ini berarti juga 108
PT Citrakarsa Hansaprima, op cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
77 merupakan upaya pengalihan pihak pengembang atas tanggung jawabnya memenuhi hak calon konsumen sebagaimana yang telah dijanjikan dalam brosur properti. Adanya klausul itu berarti pihak pengembang tidak bertanggung jawab apabila spesifikasi teknis rumah dan kondisi perumahan berbeda dengan apa yang telah tercantum dalam brosur promosi. Klausula ini dalam hukum perlindungan konsumen disebut dengan klausula eksonerasi (exemption clausule) yang membatasi atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pelaku usaha. Klausula eksonerasi ini biasanya menggunakan huruf yang sangat kecil dan posisi yang sulit dilihat oleh mata.109 Lebih jauh lagi, klausul ini mengindikasikan belum adanya kesadaran pihak pelaku usaha atas perlindungan konsumen pada masa pra-transaksi. Padahal hukum perlindungan konsumen memberi perlindungan kepada konsumen sejak masa pra-transaksi, masa transaksi, dan masa purnatransaksi. Masa promosi adalah masa pra-transaksi sehingga sudah seharusnya dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh pelaku usaha di masa promosi dapat dijadikan salah satu alat bukti.
Apabila diteliti lebih lanjut, tidak seluruh klausula dalam brosur penawaran properti yang berpotensi merugikan calon konsumen. Ada beberapa klausula yang memberikan informasi yang benar-benar dibutuhkan oleh calon konsumen. Klausulaklausula tersebut antara lain: 1.
Spesifikasi properti. Klausula mengenai sarana ini misalnya:110 “- pondasi 109 110
: batu kali
Az. Nasution, op.cit., hal. 68 PT Grahadaya Nusaprima, op cit
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
78 - dinding
: batako plester
- kusen
: kayu borneo atau sekelas dicat
- daun pintu
: double tripleks dicat
- lantai
: keramik
- atap
: genteng beton, rangka baja ringan
- jendela
: borneo atau sekelas dengan kaca bening
- sanitair
: kloset jongkok, bak mandi fiber glass
- listrik
: standard PLN
- air
: sumur pantek dan pompa listrik
- struktur
: beton bertulang”
Dalam menyikapi spesifikasi produk properti ini, calon konsumen perumahan juga harus mengetahui adanya kewajiban pihak pengembang perumahan untuk memenuhi persyaratan teknis perumahan.111 Persyaratan teknis perumahan ini berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungannya. Jadi apapun spesifikasi teknis suatu rumah harus memenuhi persyaratan teknis. Calon konsumen apartemen atau rumah susun juga harus mengetahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha juga meliputi adanya cacat tersembunyi yang baru dapat diketahui di kemudian hari.112 Sehingga apabila ada kerugian yang secara teknis dapat dibuktikan bahwa cacat tersebut disebabkan oleh kesalahan pihak pengembang pada tahap pembangunan konstruksi, calon konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya tersebut. Calon konsumen rumah susun atau apartemen harus mengetahui bahwa
111
Republik Indonesia (2), op.cit., pasal 7 ayat (1) jo penjelasan pasal 7 ayat (1) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun tanggal 17 November 1994 112
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
79 spesifikasi apapun yang yang tercantum dalam brosur promosi haruslah kuat terhadap:113 a.
beban mati;
b.
beban bergerak;
c.
gempa, hujan, angin, banjir;
d.
kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan;
e.
daya dukung tanah,
f.
kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari arah vertikal maupun horizontal;
g.
gangguan/perusak lainnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain syarat teknis sebagaimana tersebut di atas, syarat teknis lainnya antara lain adalah jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air limbah, alarm keamanan, dan generator listrik. Setelah mengetahui syarat teknis, ada syarat administratif yang harus diketahui oleh calon konsumen dan harus dipenuhi oleh pihak pengembang, yaitu izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin layak huni. Syarat teknis dan adminsitratif ini harus diinformasikan oleh pihak pengembang kepada calon konsumen. Sedangkan bagi calon konsumen perumahan, harus mengetahui bahwa dalam mengembangkan suatu kawasan perumahan, pihak pengembang harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, dan ekologis. Persyaratan teknis dan adminsitratif perumahan hampir sama dengan syarat teknis dan
113
Republik Indonesia (5), op.cit, pasal 13
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
80 administratif rumah susun atau apartemen, yaitu mengenai standar kelayakan bangunan dan izin lokasi serta izin mendirikan bangunan. Sementara syarat ekologis adalah persyaratan mengenai lingkungan sosial yang harus mencerminkan ciri ke-indonesiaan dalam suatu kawasan perumahan.
2.
Dokumen persyaratan yang wajib diserahkan oleh calon konsumen kepada pihak pengembang properti. Pada umumnya dokumen pendukung ini diperuntukkan bagi calon konsumen yang melakukan pembelian melalui kredit pemilikan rumah. Dokumen pendukung tersebut antara lain: a.
Surat keterangan kerja (fotokopi dan asli)
b.
Slip gaji 3 (tiga) bulan terakhir (fotokopi dan asli)
c.
Surat keterangan penghasilan (fotokopi dan asli)
c.
Fotokopi SIUP dan NPWP Perusahaan
d.
Fotokopi SK Pengangkatan (BUMN/PNS)
e.
Fotokopi akta nikah/cerai
f.
Fotokopi NPWP Pribadi dan Pph 21
Sebagai calon konsumen yang akan membeli produk properti secara kredit, dokumen-dokumen tersebut dibutuhkan oleh pihak bank pemberi kredit untuk mengetahui secara lengkap informasi mengenai calon konsumen sebagai kreditur sebelum memutuskan untuk memberikan fasilitas kredit pinjaman.. Informasi yang dibutuhkan pihak bank terutama adalah pekerjaan, lama bekerja, penghasilan per bulan, status pernikahan, alamat tempat tinggal, dan usia calon konsumen. Bagi bank informasi ini sangat bermanfaat untuk
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
81 mengetahui apakah calon konsumen adalah berapa sesungguhnya kemampuan calon kreditur untuk membayar angsuran kredit per bulan dan apakah calon kreditur memiliki kemampuan untuk membayar hutangnya selama jangka waktu yang ditentukan. Bagi calon konsumen, klausul ini jelas memberikan informasi yang bermanfaat. Apabila salah satu dokumen tersebut tidak bisa disediakan oleh calon konsumen, misalnya surat keterangan penghasilan, maka calon konsumen tidak dapat membeli produk yang diinginkannya. Selain itu adanya klausul ini dapat membantu calon konsumen untuk mengetahui kemampuan finansialnya dalam membayar angsuran kredit sesuai dengan kemampuan finansialnya, sebagaimana tercantum dalam surat keterangan penghasilan, kepada bank dengan cara bertanya langsung kepada pihak bank ataupun pengembang properti.
4.2
Klausula Baku Dalam Perjanjian Properti Yang Bertentangan Dengan Perlindungan Hak Konsumen Klausula-klausula baku baku tidak hanya tercantum dalam brosur penawaran
produk saja. Dalam tahap transaksi, perjanjian jual beli produk properti pun ada klausula-klausula baku yang diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Perjanjian yang menerapkan klausula baku tersebut merupakan suatu perjanjian standar dan sudah dibakukan oleh pelaku usaha sehingga konsumen tidak memiliki peluang untuk merundingkan klausula-klausula tersebut ataupun meminta perubahan. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang ditetapkan secara sepihak oleh produsen/pelaku usaha/penjual yang mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) sehingga
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
82 pihak konsumen hanya mempunyai 2 pilihan saja yaitu menyetujui atau menolaknya.114 Ciri-ciri secara umum perjanjian standar adalah:115 1.
Perjanjian standar disiapkan terlebih dahulu secara massal
2.
Isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang kuat kedudukan ekonominya,
3.
debitur selalu menerimanya karena terdesak oleh kebutuhannya,
4.
bentuknya tertentu,
5.
konsumen tidak ikut menentukan isi perjanjian,
6.
konsumen hanya mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak
Oleh karena isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukan ekonominya (pelaku usaha) maka sifatnya akan lebih menguntungkan pengusaha dari pada konsumen. Hal inipun dapat dilihat dari syarat-syarat eksonerasi berupa pengalihan tanggung jawab pelaku usaha menjadi tanggung jawab konsumen. Penentuan secara sepihak oleh pelaku usaha dapat diketahui melalui format perjanjian yang sudah siap pakai, sedangkan konsumen cukup menandatangani bila konsumen menyetujuinya. Apabila konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang disodorkan kepadanya
maka
ia
wajib
menandatanganinya.
Penandatanganan
tersebut
menunjukkan bahwa konsumen bersedia untuk memikul tanggung jawab walaupun ia sesungguhnya keberatan dengan syarat-syarat yang ditetapkan secara sepihak tersebut. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat yang disodorkan itu iapun tidak boleh melakukan perubahan terhadap syarat baku.
114
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000) hal. 120
115
Badrulzaman, KUHPerdata Buku II Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 11
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
83 Ditinjau dari segi hukum perjanjian, perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha ini tetap sah karena memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian. Adapun syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 adalah: 1.
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.
suatu hal tertentu
4.
suatu sebab yang halal.
Namun menurut pendapat penulis, kesepakatan dalam perjanjian standar adalah suatu kesepakatan yang semu. Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.”
Selanjutnya Pasal 1324 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.”
Dari ketentuan Pasal 1321 dan 1324 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa suatu paksaan dapat membatalkan perjanjian. Paksaan adalah suatu perbuatan yang dapat menakutkan orang yang berpikiran sehat. Dan paksaan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Disini disebutkan dengan jelas, “kekayaannya tercancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”. Dengan menandatangani
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
84 suatu perjanjian standar yang isinya sudah ditentukan pengusaha dan konsumen berada dalam posisi sebagai berikut: 1.
sudah membayar sejumlah uang sebagai booking fee;
2.
disebutkan dalam brosur penawaran properti: setiap pembatalan dengan alasan apapun, maka booking fee hangus;
konsumen mana yang tidak dalam keadaan terpaksa sewaktu menandatangani perjanjian jual beli rumah? Lebih baik tanda tangan daripada uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan atau hanya dikembalikan sebagian. Lebih baik menambah uang muka daripada rugi karena uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan. Toh dengan menandatangani perjanjian konsumen masih memperoleh haknya yaitu tanah dan bangunan, walaupun dengan perasaan terpaksa. Jelaslah, apabila konsumen tidak menandatangani perjanjian kerugian akan sangat terang dan nyata, yaitu uang yang sudah dibayarkan kepada pelaku usaha (pengembang properti) tidak bisa diminta kembali, sebagaimana tercantum dalam brosur penawaran. Rangkaian peristiwa ini, sekali lagi, mengingatkan kita apakah brosur itu perjanjian atau bukan? Apabila dilihat dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa brosur penawaran adalah perjanjian. Lebih jauh lagi penulis bermaksud menguraikan bahwa apabila perjanjian baku tersebut sudah ditandatangani oleh pelaku usaha dan konsumen maka berlakulah ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “1.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3.
Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
85
Untuk mengantisipasi terjadinya pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah antara pihak pengembang properti sebagai pelaku usaha dengan konsumen, dalam salah satu klausula perjanjian dicantumkan sanksi bagi pihak yang membatalkan perjanjian. Pada prakteknya klausula tersebut lebih banyak mengatur kewajiban konsumen, artinya dalam perjanjian tersebut lebih banyak mengatur tentang sanksi bagi konsumen yang membatalkan perjanjian pengikatan jual beli, sedangkan sanksi bagi pihak pengembang properti yang membatalkan perjanjian pengikatan jual beli ini tidak diatur. Dalam asas hukum pada umumnya dikenal asas pacta sunt servanda yaitu para pihak berkewajiban mentaati isi dan syarat perjanjian yang telah ditetapkan bersama tidak hanya dari kewajiban sisi moral melainkan sebagaimana kewajibannya mentaati Undang-undang. Asas ini lahir serta disusun dalam suasana asas kebebasan dalam membuat perjanjian sehingga sangat wajar apapun yang telah disepakati oleh para pihak maka para pihak juga harus menghormati dan mentaatinya. Apabila sewaktu menandatangani perjanjian ada rasa keterpaksaan yang dialami konsumen apakah asas pacta sunt servanda dapat diberlakukan? Menurut pendapat penulis, pacta sunt servanda tidak bisa diberlakukan dalam keadaan salah satu pihak berada dalam tekanan pihak lain. Dalam hal ini, konsumen berada dalam tekanan situasi yang dibuat sedemikian rupa oleh pihak pengembang properti. Penulis mengatakan “situasi yang dibuat sedemikian rupa” karena pihak pengembang properti telah merencanakan situasi yang “memaksa” konsumen untuk mengikuti keinginan pelaku usaha sejak dilakukannya promosi atau penawaran atas
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
86 produk properti. Konsumen telah diarahkan untuk selalu berada dalam tekanan pelaku usaha. Dalam perjanjian standar, klausula-klausula baku yang telah diatur oleh pihak pengembang properti misalnya: 1.
Kenaikan suku bunga KPR yang dapat diterapkan sewaktu-waktu tanpa persetujuan konsumen selaku debitor. Fenomena kenaikan suku bunga KPR menempatkan konsumen pada posisi yang lemah. Dalam perjanjian KPR, konsumen sering dihadapkan pada klausula yang menyatakan bahwa konsumen menyetujui perubahan bunga sewaktu-waktu tanpa siperlukan persetujuan terlebih dahulu dari konsumen dan perubahan tersebut bersifat mengikat. Sebaliknya pihak bank dilindungi dengan perjanjian standar perbankan dengan klausula sepihak dari pihak bank yang intinya menyatakan bahwa nasabah (konsumen) tunduk pada segala peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan diterapkan di kemudian hari. Dalam perjanjian kenaikan bunga KPR antara lain ditulis sebagai berikut:116 “Bunga atas fasilitas kredit adalah 13,50% (tiga belas koma lima puluh persen) p.a fixed rate untuk 6 (enam) bulan pertama selanjutnya mengikuti suku bungan yang berlaku di PT Bank X. Bank berhak untuk mengubah tingkat suku bunga dari waktu ke waktu atas kebijakan intern Bank. Bank akan memberitahukan perubahan tersebut secara tertulis kepada Debitur atau melalui pengumuman pada setiap kantor cabang Bank setelah dilakukannya perubahan tingkat suku bunga tersebut oleh Bank.”
116
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah xxx No. xxxx.xxx/xxx/xxx-1/2006 tanggal 21 Desember 2006, ketentuan kredit, huruf (g)
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
87 2.
Keadaan memaksa (overmacht), Apabila terjadi perubahan politik maupun perubahan lain yang menyebabkan goncangan ekonomi yang mempengaruhi kemampuan konsumen dalam membayar angsuran hutangnya maka Bank berhak menyita atau menyegel produk properti yang dijaminkan oleh konsumen. Tidak disebutkan apabila pihak Bank yang mengalami goncangan ekonomi karena, misalnya, dilakukannya merger Bank atau apabila bank dipailitkan oleh Pengadilan, bagaimana nasib konsumen dan properti yang dijaminkannya. Dalam klausula perjanjian kredit disebutkan sebagai berikut:117 “Apabila terjadi pergoncangan di bidang politik atau situasi ekonomi atau perubahan-perubahan kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi kondisi keuangan Debitur di Indonesia atau keadaan-keadaan lain yang merugikan termasuk tetapi tidak terbatas pada setiap tindakan pemerintah untuk menghukum, menyita, dan mengambil alih atau melakukan pengawasan atas semua atau setiap bagian penting dari harta/kekayaan Debitur atau mengambil alih pengelolaan dari harta kekayaan tersebut, maka tanpa memandang ketentuan mengenai pembayaran kembali atau pembayaran terlebih dahulu yang tercantum dalam Syarat-Syarat Umum dan/atau Perjanjian Kredit, bank berhak untuk mengakhiri kewajibannya untuk meneruskan Fasilitas Kredit dan/atau mengakhiri jangka waktu pemberian fasilitas kredit serta dalam hal telah terdapat suatu Jumlah Terhutang maka Bank berhak pula untuk menagih seluruh Jumlah Terhutang tersebut secara seketika dan sekaligus.”
3.
Pengaturan denda Biasanya apabila konsumen terlambat melakukan pembayaran akan dikenakan penalty yang memberatkan hingga dilakukan penyitaan property yang dijaminkan. Namun apabila pihak bank yang melakukan kelalaian, tidak
117
Ibid, syarat-syarat umum perjanjian kredit konsumtif PT Bank xxx, pasal 16.11
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
88 disebutkan apa dendanya. Dalam suatu perjanjian KPR, pengaturan denda biasanya disebutkan sebagai berikut:118 “8.1.
Apabila Debitur oleh sebab apapun tidak dapat membayar atau terlambat membayar jumlah terhutang kepada Bank pada waktu yang sudah ditentukan dalam Perjanjian Kredit maka Debitur harus membayar suatu denda untuk setiap hari keterlambatan dalam jumlah yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kredit dari jumlah angsuran yang tertunggak, yang wajib dibayar oleh Debitur dengan segera dan sekaligus lunas atas tagihan pertama Bank. Yang dimaksud dengan keterlambatan tersebut adalah: a.
Apabila debitur terlambat membayar Jumlah Terhutang sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kredit dan SyaratSyarat Umum, dari batas waktu yang telah ditentukan.
b.
Apabila ampai batas waktu yang telah ditentukan membayar kurang dari jumlah yang ditentukan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kredit dan Syarat-Syarat Umum.
c.
melakukan pembayaran dengan cara yang tidak sesuai dengan Perjanjian Kredit dan Syarat-Syarat Umum.
Terhadap keterlambatan ini dalam hal lewatnya waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Kredit dan/atau Syarat-Syarat Umum saja sudah merupakan bukti akan adanya keterlambatan pembayaran dari Debitur, sehingga tidak perlu dilakukan peneguran atau surat lain sejenisnya sebagai bukti atas keterlambatan tersebut. 8.2
Bank berhak untuk mengubah besar denda dari waktu ke waktu atas kebijaksanaan Bank sendiri, perubahan-perubahan mana akan diberitahukan secara tertulis kepada Debitur atau melalui pengumuman pada setiap kantor cabang bank dan perubahan tersebut akan mulai berlaku serta mengikat Debitur terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam pemberitahuan tersebut. Surat atau pengumuman perubahan besarnya Denda tersebut adalah merupakan bukti yang mutlak dan mengikat bagi Debitur dan Pemilik Agunan.
118
Ibid, pasal 8
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
89 8.3
Denda dihitung secara harian terhitung sejak tanggal terjadinya tunggakan berdasarkan ketentuan bahwa pembagi tetap jumlah hari dalam 1 (satu) tahun adalah 360 (tiga ratus enam puluh) hari per tahun dan/atau dihitung menurut jumlah hari yang sebenarnya dalam bulan takwim yang bersangkutan dengan pembagi tetap jumlah hari dihitung 30 hari/bulan atau dengan cara lain yang ditentukan oleh Bank dan dapat berubah dari waktu ke waktu berdasarkan kebijakan Bank.”
4.
Pencantuman klausula yang membebaskan bank dari tuntutan kerugian. Pihak Bank biasanya tidak mau menanggung kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Konsumenlah yang harus menanggung kerugian tersebut dan biasanya klausulanya menyebutkan bahwa:119 “Jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pemerintah
dan/atau
peraturan-peraturan
internasional
mengenai
penggunaan satuan mata uang negara tertentu dan/atau jika menurut pertimbangan Bank, penggunaan satuan mata uang yang tersebut dalam Perjanjian Kredit akan berakibat Bank menanggung resiko kerugian, maka Bank berhak sewaktu-waktu tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Debitur mengubah satuan mata uang yang digunakan dalam Perjanjian Kredit dan membukukannya ke dalam satuan mata uang lain yang diinginkan dan/atau dianggap baik oleh Bank. Perubahan satuan mata uang tersebut, dilakukan melalui suatu konversi mata uang dengan nilai tukar (spot) berdasarkan kurs beli yang dianggap baik oleh Bank. Segala biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan satuan mata uang tersebut menjadi beban dan harus dibayar oleh Debitur.”
Dari ketentuan pasal di atas terlihat bahwa pelaku usaha, dalam hal ini pihak bank pemberi kredit, tidak menginginkan adanya kerugian yang diderita olehnya. Kalaupun ada kemungkinan menderita kerugian, pihak bank akan
119
Ibid, pasal 14.7
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
90 mengubah isi perjanjian ini dimana perubahan tersebut dan akibat perubahannya menjadi tanggung jawab konsumen. Bagaiman mungkin biaya untuk menghindari kerugian bank ditimpakan kepada konsumen?
5.
Kewajiban debitor perumahan untuk tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian. Bank hanya akan memberitahukan kepada konsumen adanya perubahan petunjuk dan peraturan bank yang akan berlaku. Bank tidak memerlukan persetujuan konsumen untuk mengubah petunjuk dan peraturan yang mempengaruhi substansi dari perjanjian kredit. Kalaupun dibutuhkan persetujuan konsumen, Bank akan menganggap bahwa tidak adanya tanggapan keberatan dalam jangka waktu tertentu mengisyaratkan bahwa konsumen menyetujui perubahan tersebut. Padahal tidak seluruh konsumen mengetahui adanya perubahan tersebut. Ada konsumen yang tidak memberikan tanggapan keberatan karena tidak mengetahui adanay perubahan tersebut. Klausulanya menyebutkan:120 “Bank berhak untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap Perjanjian Kredit dan Syarat-Syarat Umum dengan persetujuan Debitur. Dalam hal dilakukan perubahan terhadap Perjanjian Kredit dan Syarat-Syarat Umum oleh Bank, maka Bank akan memberitahukan perubahan dimaksud kepada Debitur, apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya pemberitahuan tentang adanya perubahan ternyata tidak ada keberatan dari Debitur tersebut, maka Debitur dianggap menyetujui perubahan tersebut.”
120
Ibid, pasal 16.5
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.
91 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pihak pengembang properti telah berusaha mengarahkan konsumen untuk selalu berada dalam tekanan pengembang property. Rekanan pihak pengembang properti, dalam hal ini pihak bank pemberi kredit, pun telah menempatkan konsumen dalam posisi yang sangat dirugikan dengan menetapkan klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab pihak bank pemberi kredit kepada konsumen.
Universitas Indonesia
Penerapan klausula..., Hanardi Agung Hendranata, FH UI, 2011.