BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat destruktif antara lain berupa erosi, pelapukan dan sebagainya. Proses endogen adalah proses yang bersifat konstruktif antara lain berupa pengangkatan, perlipatan, pematahan dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam melakukan analisa ini adalah dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra DEM, citra ASTER DEM dan pengamatan langsung di lapangan.
3.1.1
Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian terdiri dari punggungan dan lembah
memanjang dengan arah baratlaut-tenggara. Elevasi permukaan di daerah penelitian berada pada 170-500 meter di atas permukaan laut (Gambar 3.1). Elevasi terendah berada pada lembah sungai utama yang memanjang dari baratlaut-tenggara (berada pada sebelah barat peta) dan elevasi tertinggi berada pada Bt.Punggunglading (ditunjukan dengan warna merah pada peta bagian utara). Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa perbukitan di daerah penelitian tersusun atas batupasir dan filit. Dataran dan lembah disusun oleh batupasir, batulempung dan konglomerat. Kemiringan lereng di daerah penelitian agak miring hingga curam (2% - 70%) (Gambar 3.2), yang diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985) (Gambar 3.3).
17
Gambar 3.1. Peta elevasi daerah penelitian. Peta ini dimodifikasi dari peta topografi digital Bakosurtanal yang disajikan dalam warna. 18
Gambar 3.2. Peta kemiringan lereng daerah penelitian. Peta ini dimodifikasi dari peta topografi digital Bakosurtanal dan diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985).
19
Gambar 3.3. Klasifikasi kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985).
20
3.1.2
Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai Pola aliran sungai di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.4. Sungai
utama di daerah penelitian adalah Sungai Batang Sukam yang berarah relatif utaraselatan. Sungai pada daerah penelitian menunjukan pola aliran paralel di bagian barat dan pola aliran rektangular di bagian timur. Pola aliran paralel mencerminkan lereng dari suatu lapisan miring atau bidang sesar yang tersingkap, sedangkan pola rektangular ditafsirkan sebagai jejak sesar atau rekahan (van Zuidam, 1985). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aliran sungai pada daerah penelitian lebih di kontrol oleh struktur, rekahan maupun kemiringan lapisan batuan. Berdasarkan klasifikasi Davis (1902, dalam Thornbury, 1989), tipe genetik sungai di daerah penelitian adalah sungai konsekuen dan subsekuen. Sungai konsekuen merupakan sungai yang mengalir searah dengan kemiringan lapisan batuan regional, sedangkan sungai subsekuen dicirikan dengan aliran sungai yang sejajar dengan arah jurus lapisan.
Gambar 3.4. Peta Pola Aliran dan Tipe Genetik sungai daerah penelitian.
21
3.1.3
Pola Kelurusan Hasil analisa kelurusan dari citra ASTER DEM (Gambar 3.5), didapatkan
arah umum dominan pada daerah penelitian adalah baratlaut-tenggara dan baratdayatimurlaut yang diinterpretasikan sebagai sesar dan lipatan. Sesar dan lipatan tersebut kemungkinan dikontrol oleh tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang menghasilkan Sesar Besar Sumatra.
3.1.4
Satuan Geomorfologi Berdasarkan pengamatan dari peta topografi, citra ASTER DEM dan
pengamatan langsung di lapangan, satuan geomorfologi di daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan (Lampiran D-3). Terdapat tiga satuan yang penamaannya mengacu pada klasifikasi Lobeck (1939), yaitu : Satuan Aluvial, Satuan Lembah Sinklin dan Satuan Punggungan Antiklin; penulis juga melakukan pengklasifikasian satu satuan berdasarkan penamaan sendiri yaitu Satuan Perbukitan Metamorf. Klasifikasi satuan geomorf tersebut berdasarkan pada proses dan faktor penyebab bentukan morfologi.
Gambar 3.5. Kelurusan dan diagram bunga (roset) daerah penelitian.
22
3.1.4.1 Satuan Aluvial Satuan aluvial ini menempati 4% dari keseluruhan luas daerah penelitian yang ditandai dengan warna abu-abu pada peta geomorfologi (Lampiran D-3). Pada umumnya, satuan ini berada pada daerah sekitar sungai utama, yaitu Sungai Batang Sukam. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 175-217 meter di atas permukaan laut dan ditandai dengan pola kontur yang sangat renggang. Proses eksogenik yang terjadi umumnya erosi yang bersifat vertikal. Satuan geomorfologi ini disusun oleh aneka jenis batuan dengan ukuran lempung hingga krakal. Satuan ini merupakan material lepas-lepas yang terdiri dari granit, filitm batugamping dan batupasir (Foto 3.1).
Foto 3.1. Satuan Aluvial. Foto tersebut diambil pada sungai Bt.Sukam mengarah ke selatan.
23
3.1.4.2 Satuan Lembah Sinklin Satuan ini (Foto 3.2) menempati 55% dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini berada pada bagian barat dan timur daerah penelitian yang ditandai dengan warna hijau pada peta geomorfologi (Lampiran D-3). Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 170-275 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lereng 2% - 30 % (agak miring – agak curam) berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1985). Batuan penyusun satuan ini adalah konglomerat dan batulempung karbonatan. Sumbu sinklin terdapat pada satuan ini yang ditandai dengan adanya perbedaan arah kemiringan lapisan batuan. Satuan ini merupakan pusat aktivitas penduduk pada daerah ini. Pada satuan ini terletak perkampungan, sentra ekonomi lokal dan perkebunan serta kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas pertambangan pasir maupun emas disekitarnya.
Foto 3.2. Satuan Lembah Sinklin. Foto tersebut diambil dari Pemancar Silungkang dengan arah N180E.
24
3.1.4.3 Satuan Punggungan Antiklin Satuan ini (Foto 3.3) menempati 36% dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini berada pada bagian tengah daerah penelitian yang ditandai dengan warna oranye pada peta geomorfologi (Lampiran D-3) dan dicirikan oleh punggungan yang memanjang dengan arah relatif utara-selatan. Satuan ini memiliki kemiringan lereng 7% - 70% (miring – curam) berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1985) dengan ketinggian topografi 200-500 meter di atas permukaan laut. Litologi yang menyusun satuan ini adalah batupasir. Pola aliran sungai yang berkembang adalah paralel yang mencerminkan lereng dari suatu kemiringan lapisan atau sesar yang tersingkap. Pada umumnya, sungai-sungai pada satuan ini masih berbentuk “V” dan sempit, erosi masih bersifat vertikal.
Foto 3.3. Satuan Punggungan Antiklin. Foto di ambil dari Jembatan Kulampi dengan arah N220E.
25
3.1.4.4 Satuan Perbukitan Metamorf Satuan ini menempati 5% dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini berada di bagian timur daerah penelitian yang ditunjukan dengan warna ungu pada peta geomorfologi (Lampiran D-3). Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 250-450 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng 2% – 70% (agak miring – curam) berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1985). Batuan penyusun satuan ini adalah filit.
3.2 STRATIGRAFI Penulis menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, serta posisi stratigrafi terhadap satuan-satuan yang ada di bawah maupun di atasnya. Berdasarkan data penelitian di lapangan, maka stratigrafi daerah penelitian diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 3.6) : Satuan Filit, Satuan Konglomerat, Satuan Batupasir, Satuan Batulempung dan Satuan Endapan Aluvial. 3.2.1
Satuan Filit
3.2.1.1 Persebaran Satuan filit menempati 4% dari keseluruhan daerah penelitian dan terletak pada bagian timur daerah penelitian dengan jurus foliasi berarah baratlauttenggara. Pada peta geologi (Lampiran D-2), satuan ini berwarna ungu. Satuan batuan ini tersingkap dengan baik di Sungai Kulampi dan anak sungai yang berada di daerah Padangdoto. 3.2.1.2 Ciri Litologi Secara megaskopis, satuan batuan ini terdiri dari filit dengan warna abuabu metalik, struktur foliasi, filitik, lepidoblastik, terdiri dari mineral mika (Foto 3.4). 26
3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan batuan ini merupakan batuan dasar dari daerah penelitian.
Lokasi Pengambilan foto
Foto 3.4. Singkapan filit dengan struktur foliasi. Foto singkapan ini diambil di lokasi anak Sungai Kulampi.
27
Gambar 3.6. Kolom stratigrafi tidak resmi daerah penelitian (tanpa skala).
28
3.2.1.4 Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Sesuai dengan ciri litologinya, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Kuantan yang berumur Karbon (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Batas antara satuan ini dengan Satuan Konglomerat yang diendapkan di atasnya adalah tidak selaras.
3.2.2
Satuan Konglomerat
3.2.2.1 Persebaran Satuan ini menempati bagian timur daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai dengan warna oranye (Lampiran D-2), meliputi 29% dari keseluruhan daerah penelitian. Singkapan terbaik terdapat pada Sungai Bakung, Sungai Anggai dan sepanjang jalan Padangdoto. Ketebalan satuan ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal ± 937 meter. 3.2.2.2 Ciri Litologi Satuan ini tersusun oleh konglomerat berwarna abu-abu hingga violet, terpilah buruk, menyudut tanggung hingga membundar, polimik, terdiri dari fragmen kuarsa, batugamping, filit, granit, berukuran krikil hingga brangkal dengan massa dasar pasir kasar, kompak (Foto 3.5). Dari hasil analisa petrografi yang dilakukan pada conto batuan KLM-3 dan N-KTT-02, pada umumnya satuan ini bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka dengan butiran yang terdiri dari kuarsa, feldspar, fragmen batuan dan mineral opak (Lampiran A-1 dan A-2). Fragmen batuan yang terdapat pada sayatan diinterpretasikan sebagai granit. Berdasarkan klasifikasi Pettijohn (1987), kedua conto sayatan tersebut digolongkan ke dalam litharenite.
29
Lokasi Pengambilan foto
Foto 3.5. Singkapan Satuan Konglomerat. Foto singkapan satuan ini diambil pada Sungai Anggai dan Sungai Bakung. 30