BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA MEDAN
A. Modus Operandi yang dilakukan oleh Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Kejahatan
merupakan
suatu
fenomena
yang
tidak
dapat
dihilangkan dimanapun dan dalam waktu kapanpun. Usia kejahatan sering dipersepsikan seumur peradaban manusia, bahkan ada yang menyatakan setua keberadaan manusia. Akibatnya sukar menetukan secara pasti kapan kejahatan mulai ada didunia, sama sulitnya dengan menentukan batasan yang setepat-tepatnya tentang kejahatan. Kota Medan yang merupakan ibukota Sumatera Utara sangat potensial bagi peningkatan kejahatan, Kota Medan merupakan daerah yang utama bagi semua sector kegiatan. Adapun batas-batas wilayah Kota Medan tersebut adalah : a. Sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka b. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten Deli serdang c. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang
d. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa Kabupaten Deli serdang Kota Medan ini mempunyai luas wilayah 265 km² (26.510 Ha) dengan jumlah penduduk sebanyak ± 2.500.000 jiwa dan mempunyai 11 Kecamatan dan 144 Kelurahan. Kota Medan terletak di bawah wilayah hukum Kepolisian Resort Kota (selanjutnya ditulis Polresta) Medan mempunyai 12 (dua belas) Kepolisian Sektor Kota (selanjutnya ditulis Polsekta). Keseluruhan dari Kepolisian wilayah yang da dijajaran Polresta Medan ini adalah sebagai berikut : (1) Polsekta Deli Tua, (2) Polsekta Kutalimbaru, (3) Polsekta Medan Area, (4) Polsekta Medan Barat, (5) Polsekta Medan Baru, (6) Polsekta Medan Helvetia, (7) Polsekta Medan Kota, (8) Polsekta Medan Timur, (9) Polsekta Pancur Batu, (10) Polsekta Patumbak, (11) Polsekta Percut Sei Tuan dan (12) Polsekta Sunggal. Salah satu gejala sosial yang akhir-akhir ini meningkat di Kota Medan adalah terjadinya tidak pidana pencurian dan penadahan. Kejahatan pencurian kenderaan bermotor di Kota Medan selama 5 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup meresahkan masyarakat. Dan di wilayah hukum Kota Medan sasaran kejahatan pencurian kendaraan bermotor ini adalah kebanyakan kendaraan bermotor yang beroda dua, sedangkan untuk kendaraan bermotor yang beroda empat tidak banyak terjadi.
Untuk lebih jelas perbandingan angka kejahatan pencurian kendaraan motor yang terjadi di Wilayah Hukum Polresta Medan, mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Statistik Jumlah Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor di Medan Dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Kasus 8 10 12 9 15 22
Sumber Data: Kepolisian Resort Kota (Polresta) Medan Reskrim Unit Ranmor Melihat data-data pencurian kenderaan bermotor yang terus mengalami peningkatan pada tahun 2006 sampai tahun 2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 kemudian kembali mengalami peningkatan kembali sejak tahun 2009 hingga 2010. Dalam pemeriksaan kasus yang terjadi, Polresta Medan mencatat bahwa waktu dan tempat yang rawan terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Kota Medan pada waktu siang hari hingga menjelang malam hari. Terhadap hasil pencurian kendaraan bermotor ini selanjutnya oleh pelaku dijual kembali kepada seorang penadah yang telah terbiasa menerima hasil pencurian maupun kepada pemeilik bengkel-bengkel kenderaan bermotor yang telah memiliki kerjasama sebelumnya.
Dari data yang penulis lihat di Pengadilan Negeri Klas I – A Medan, terhadap perkara penadahan yang disidangkan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Jenis Perkara Penadahan di Pengadilan Negeri Medan Pada Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Laki-laki 54 62 52 46 61
Pelaku Perempuan 4 7 4 2 2
Anak-anak 3 2 2 3
Jumlah Perkara 61 69 58 50 66
Sumber Data : Pengadilan Negeri Klas I-A Medan Melihat dari data table 3.2. tersebut, maka terhadap kasus penadahan yang terjadi sepanjang tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, kasus penadahan yang paling meningkat adalah pada tahun 2007 sebanyak 69 kasus dan kemudian terjadi pada tahun 2010 sebanyak 66 kasus. Terhadap kasus penadahan ini disamping telah terjadi peningkatan kuantitatif juga telah terjadi peningkatan kualitatif, dimana dilihat dari data tersebut ternyata dapat diketahui bahwa pelaku penadahan tersebut tidak saja didominasi oleh pria dewasa saja akan tetapi juga dilakukan oleh perempuan dewasa maupun anak-anak. Para pelaku kejahatan menggunakan berbagai cara dalam melakukan aksi kejahatannya agar kejahatan tersebut berhasil. Cara-cara pelaku kejahatan melakukan aksinya tersebut dinamakan dengan modus operandi.
Seiring dengan berkembangnya zaman, modus operandi pelaku kejahatan pun imut mengalami perkembangan, dari modus opreandi yang bersifat tradisional / sederhana menjadi modus operandi yang moerdn. Tidak dapat dipungkiri kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi salah satu hal yang mendorong semakin berkembangnya modus operandi para pelaku kejahatan. Berkembangnya modus operandi dalam melakukan kejahatan tersebut juga terjadi terhadap pencurian kendaraan bermotor ikut mnegalami perkembangan. Dari cara yang tradisional seperti merusak kunci, menggunakan kunci palsu, merusak sarang kunci kontak atau menghidupkan mesin hingga cara-cara lain yang cara kerjanya lebih rapi, dan bahkan sekarang ini pencurian tersebut banyak dilakukan dengan beralasan
meminjam
kenderaan
secara
rental
kemudian
menggelapkannya dengan menjualnya kepada para penadah tersebut. Untuk daerah kota Medan selain dengan cara-cara tersebut di atas kini muncul modus operandi baru yang banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor, yakni : 1. Pelaku terlebih dahulu melihat kondisi kenderaan yang akan dijadikan sasaran
dan
apabila
cocok
langsung
mereka
menyetop
/
memberhentikan pengendara sepeda motor dan untuk mendukung atau memudahkan hal tersebut si pelaku terkadang menyamar sebagai anggota TNI (TNI Gadungan) ataupun sebagai Anggota POLRI (Polisi Gadungan).
2. Pelaku terlebih dahulu melihat jenis kenderaan yang ada di parkiran, kemudian pelaku membawa jenis kendaraan yang sama dengan calon sasaran dan memarkirkannya disamping kendaraan yang akan dicuri tersebut. Dan pelaku pura-pura untuk beberapa saat meninggalkan lokasi tersebut. Setelah beberapa menit pelaku kembali dan langsung membawa sasarannya. Untuk kendaraan pelaku yang ditinggalkan kemudian akan diambil oleh teman pelaku. Dan alat yang dipakai oleh pelaku adalah kunci palsu berbentuk “T”. Soerjono Soekanto dalam bukunya “Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi” telah menguraikan bagaimana rangkaian perbuatan pencurian kendaraan bermotor, baik itu dilaksanakan melalui suatu jaringan organisasi ataupun oleh pelaku perorangan, yakni sebagai berikut : a. Perbuatan di tempat perkara : meliputi pencurian dengan kekerasan, pencurian
dengan
pemberatan,
perampasan,
penipuan
dan
pemberatan. b. Menghilangkan
identitas
kenderaan
:
kegiatan
ini
biasanya
dilaksanakan setelah kenderaan bermotor hasil kejahatan sudah berada di tangan pelaku, baru kemudian diubah identitasnya dengan jalan : 1. Mengganti plat nomor 2. Mengubah warna kenderaan 3. Mengganti nomor chasis dan nomor mesin
4. modifikasi c. Melindungi kenderaan dengan surat-surat palsu, agar kenderaan tersebut
dapat
meyakinkan
pembeli,
dengan
cara-cara
:
1. STNK dipalsukan 2. STNK asli tetapi dokumen persyaratan untuk mendapatkan STNK tersebut adalah palsu (faktur dan KTP) 3. STNK asli tetapi bukan untuk kenderaan yang dimaksud 4. Surat keterangan yang dipalsukan, antara lain surat tilang yang dipalsukan seolah-olah surat tersebut ditahan untuk pengadilan tilang, atau memalsukan surat penyitaan barang bukti yang seakanakan kenderaan tersebut disita. 36 Bahwa demikian juga terhadap tindak pidana penadahan juga mengalami perkembangan modus operandi. Yang menjadi pihak penadah biasanya pemilik bengkel-bengkel kenderaan bermotor yang telah mempunyai hubungan / mitra dengan para pelaku pencurian kenderaan bermotor. Setelah pelaku pencurian kenderaan bermotor menguasai barang yang dicurinya, selanjutnya mereka menjual hasil curiannya dengan harga yang relatif rendah. Dan
selanjutnya
oleh
pelaku
penadahan
ini
memisahkan
komponen-komponen kenderaan ini yang biasa disebut dengan “di sate” dan kemudian dijual secara satu persatu setiap komponen dengan harga
36
Soerjono Soekanto, Widodo Hartono dan Suyatno Chalimah, Op.Cit. hal. 23.
yang relatif lebih murah dari harga pasar yang sebenarnya. Sehingga perbuatan mereka ini tidak diketahui dan cenderung bertujuan untuk mengelabui pihak berwajib ataupun orang merasa kehilangan kenderaan bemotor.
B. Faktor-faktor yang Melatar belakangi Tindak Pidana Penadahan kenderaan Bermotor Hasil Pencurian Di
dalam
kehidupan
masyarakat,
setiap
harinya
terdapat
penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup terutama terhadap norma-norma hukum. Penyimpangan norma hukum ini dalam masyarakat disebut dengan kejahatan. Sebagai salah satu penyimpangan
dari
norma
pergaulan
hidup
manusia,
kejahatan
merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri. Kejahatan dimana-mana pada berbagai dunia turut mengalami perkembangan yang sangat cepat sejalan dengan cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian pemeo lama yang menyatakan bahwa kejahatan hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang miskin, tidak sepenuhnya lagi dapat diterima, sebab kejahatan bukan lagi dilakukan untuk memenuhi rasa lapar, akibat luapan emosi, penyimpangan jiwa, sifat bawaan (genetik). Kejahatan merupakan fenomena sosial yang harus dicermati dan dipikirkan secara seksama
penanganannya, tidak hanya ditanggulangi melalui jalur hukum (terutama hukum pidana), ia tidak hanya berhenti pada saat telah dipidananya si pelaku. Ia harus dikaji secara kritis bagaimana proses-proses yang melatar belakangi terjadinya, apa faktor kondusif yang menjadikannya demikian, siapa yang turut berperan memberikan cap terhadap seorang itu sebagai penjahat, bagaimana suatu peraturan perundang-undangan merupakan alat yang ampuh di tangan penguasa atau kelompok kaya yang menjamin keshahihan (validity) tindaknnya dan mempermasalahkan kelompok powerless, dan berbagai pertanyaan senada harus diajukan sebagai telaah kritis agar terhindar dari sikap picik yang semata-mata mendasarkan terjadinya kejahatan dalam perspektif klasik atau positivis. 37 Pada hakekatnya sesorang melakukan suatu tindakan, baik itu perbuatan yang baik maupun yang jahat adalah karena sesuatu yang mendorong untuk bertindak. Entah itu atas gerakan hati, atau karena bujukan/rayuan orang lain, atau karena situasi-situasi tertentu yang memaksanya. Dengan perkataan lain, motivasilah yang sering kali menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau disertai dengan tujuan tertentu pula. Demikian halnya bila kita membicarakan/membahas mengapa seseorang menjadi pencuri, yang berarti bahwa penelitian akan memotivasi seseorang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, perlu dilihat atau ditelaah secara umum. Dalam hal ini tidaklah 37
Mompang L. Panggabean, Membangun Paradigma Kriminologi di Indonesia, Majalah Hukum Trisakti, Nomor 29, Tahun XXIII, Oktober, 1998.
berarti bahwa mencari faktor mana yang kiranya akan mungkin dapat merupakan faktor-faktor sebab-akibat yang pasti. Akan tetapi disini hanya sekedar menerangkan bahwa suatu faktor tertentu akan membawa resiko yang lebih besar atau lebih kecil dalam menyebabkan orang tertentu dalam melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Sebelum penulis uraikan faktor-faktor yang mendorong terjadinya (penyebab) pencurian kendaraan bermotor, maka terlebih dahulu akan dituliskan beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai penyebab orang melakukan kejahatan pencurian kendaraan, oleh karena kaitannya dengan faktor-faktor terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermtor (curanmor) maupun tindak pidana penadahan Dari hasil penelitian penulis, dapat diketahui bahwa faktor- faktor pendorong terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan adalah sebagai berikut : 1. Faktor Intern a. Faktor Individu Setiap orang memiliki kepribadian dan karakteristik tingkah laku yang berbeda satu dengan lainnya. Kepribadian seseorang ini dapat dilihat dari tingkah lagi seseorang itu dalam pergaulannya ditengah masyarakat. Seseorang yang tingkah lakunya baik akan mengakibatkan seseorang tersebut mendapatkan penghargaan dari masyarakat, akan tetapi sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tidak baik maka orang itu akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Tingkah laku ini juga erat hubungannya dengan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang tidak seimbang dengan keinginan seseorang itu akan mengakibatkan orang tersebut mudah melakukan perbuatan jahat. Di dalam pribadi manusia terdapat bakat dan kegemaran yang berbeda-beda. Bakat telah ada sejak seseorang itu lahir dan menjadi ukuran bagi masyarakat dalam menentukan mampu tidaknya seseorang itu menguasai sesuatu bidang. Jika seorang itu mempunyai bakat atas suatu bidang maka orang itu lebih mudah menguasai suatu bidang itu. Bakat itu baik jika menyangkut hal-hal yang positif. Pembawaan atau bakay yang negative serta sukar untuk diarahkan atau dikendalikan secara wajar, akan menimbulkan perlakuan jahat pada diri orang tersebut yang cenderung melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat. Demikian juga orang yang tidak mempunyai kegemaran yang sehat (hobby) yang sehat sehingga orang tersebut sangat mudah dipengaruhi hal-hal yang negative serta mudahnya dipengaruhi perbuatan bersifat negative dan inilah yang menjadi salah satu faktor yng mendorong orang melakukan kejahatan di Kota Medan.
b. Faktor ekonomi
Hidup manusia tidak lepas dari ekonomi, baik yang tinggal di perdesaan maupun diperkotaan, karena tekanan ekonomi dan minimnya pendidikan, seseorang tanpa pekerjaan tetap sulit untuk memperoleh penghasilan yang layak guna menyambung hidupnya, maka cara yang paling mudah adalah melakukan pencurian atau mencuri. Ditambah
dengan
sifat
konsumerisme
manusia
dalam
membelanjakan uangnya, daya tarik kota yang menampilkan beragam mode, menarik seseorang untuk mengikuti mode yang ada, tanpa terlebih dahulu mengukur kemampuan ekonomi orang tuannya/dirinya. Adanya perbedaan yang mencolok antara yang kaya dengan yang miskin, juga merupakan faktor pendorong terjadinya pencurian. Keadaan ini terdapat di kota- kota besar di Indonesia, termasuk Kota Medan. Dari hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Medan) menyatakan bahwa akibat ulitnya keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia khususnya di Kota Medan sekarang ini, sehingga mengakibatkan minimnya lapangan pekerjaan yang baik bagi orang-orang yang sudah seharusnya menjadi tenaga kerja, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sangat sulit sekali, hal ini yang mengakibatkan seseorang itu mengambil jalan pintas dengan melakukan tindak pidana pencurian terhadap kenderaan bermotor, demikian juga halnya terjadi terhadap orang-orang yang melakukan penadahan, demi untuk mencari untung yang besar sehingga melakukan tindakan-tindakan secara melawan hukum.
Demikian juga faktor kepadatan penduduk dapat mendorong terjadinya tindak pidana pencurian, misalnya : karena kesengsaraan hidup di desa, disertai sikap frustasi dari kaum pemuda, membawa mereka berurbanisasi ke kota secara besar-besaran. Akibatnya kota menjadi padat penduduk dan sesame penduduk terjadi persaingan yang keras. Bagi mereka yang tidak mempunyai bekal pendididkan dan keterampilan yang baik, sulit untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga akhirnya mereka menjadi pengangguran. Dan untuk bertahan hidup di kota tanpa uang dan pekerjaan, maka cara yang paling mudah dilakukan adalah mencuri dan selanjutnya menjualnya kepada orang yang telah bersedia untuk menadah barang-barang hasil curian.
c. Faktor Pendidikan Salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan dalah faktor pendidikan dari pelaku itu sendiri. Peranan pendidikan akan snagat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak secara irasional (emosional). Di dalam keluarga, seseorang itu belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-nomra dan kecakapan tertentu di dalam pergaulannya dengan masyarakat lingkungannya. Dari pengalaman-pengalaman yang didapatnya dalam keluarganya itu turut pula menentukan cara-cara bertingkah laku orang tersebut. Apabila hubungan seseorang dengan keluarga berlangsung secara tidak wajar
ataupun kurang baik, maka kemungkinan pada umumnya hubungan seseorang dengan masyarakat disekitarnya akan berlangsung secara tidak wajar pula. Masalah pendidikan yang merupakan salah satu faktor terjadinya kejahatan juga dijelaskan oleh Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) bahwa kurangnya pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti bagi seseorang itu disamping pendidikan sekolah membuat orang tersebut mudah terpengaruh untuk melakukan kejahatan baik melakukan sendiri maupun bersama teman-temannya.
2. Faktor Ekstern a. Faktor lingkungan Dalam melakukan kejahatan, seseorang banyak tergantung dalam hubungan sosialisnya dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni dengan
melihat
kondisi-kondisi
struktural
yang
terdapat
dalam
masyarakat. Walaupun ada kemungkinan manusia itu sendiri secara sadar memilih jalan yang menyimpang sebagai cara dia memecahkan masalah eksistensinya. Kendatipun seseorang semula berasal dari keturunan yang baik, jika lingkungan pergaulan dalam masyarakat tempat dia tinggal adalah lingkungan pencurian, maka diapun terbawa arus menjadi pencuri. Hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) menyatakan bahwa salah satu penyebab seseorang itu melakukan kejahatan adalah keadaan lingkungan
dimana orang itu berada. Seseorang dapat menjadi pelaku kejahatan tidak hanya berasal dari lingkungan keluarga miskin tetapi ada juga berasal dari lingkungan keluarga kaya. Pada umumnya orang melakukan kejahatan itu berasal dari lingkungan yang tidak baik. Dengan demikian, terjadinya kejahatan pencurian dan penadahan yang dilakukan oleh seseorang tersebut salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan atau pergaulan orang tersebut dengan masyarakat sekitarnya. Kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang tidak berdiri sendiri melainkan adanya korelasi dengan berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun teknologi serta perkembangan yang lain sebagai akibat sampingan yang negative dari setiap kemajuan atau perubahan sosial dalam masyarakat. Jadi faktor masyarakat dan lingkunganlah yang sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam hubungannya dengan kejahatan yang ia lakukan karena kejahatan itu bersumber dari masyarakat dan masyarakat itu sendiri yang akan menanggung akibatnya baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu untuk mencari sebab-sebab dari kejahatan adalah di dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan itu sendiri.
b. Faktor Perkembangan Teknologi dan Budaya
Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari gejala sosial yaitu suatu masalah yang terdapat ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri. Kejahatan ini juga ditimbulkan dari perkembangan-perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negatif dari setiap kemajuan atau perubahan yang ada di masyarakat. Pada saat sekarang ini teknologi sebagai sarana pendukung pembangunan yang harus dikuasai oleh setiap orang. Jika tidak akan tertinggal,
tetapi
kenyataannya
sekarang
ini
banyak
terjadi
penyalahgunaan teknologi tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kejahatan yang akan merugikan masyarakat itu sendiri. Hasil pengamatan penulis di lapangan bahwa perkembangan teknologi begitu pesatnya terutama perkembangan jenis dan merk kendaraan bermotor dapat mendorong angka kejahatan pencurian maupun penadahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dengan semakin majunya peradaban manusia di dunia ini, segala peralatan canggih tersedia. Hal ini tidak saja berdampak positif bagi manusia, namun juga berdampak negatif yang sulit untuk dihindarkan keberadaannya dan akhirnya dapat pula menyebabkan munculnya perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat. Misalnya masuknya film-film asing yang memutarkan kecakapan seseorang yang melakukan kejahatan pencurian, maka orang yang menonton film tersebut tergoda ingin meniru apa yang telah dilihatnya itu.
Demikian secara langsung maupun tidak langsung pemberitaan di media massa yang memberitakan terjadinya kasus-kasus pencurian maupun penadahan ikut mempengaruhi angka kejahatan tersebut, dimana terkadang berita tersebut menguraikan bagaimana pelaku kejahatan itu melakukan kejahatannya. Dari hasil pengamatan dan penelitian penulis terhadap faktor-faktor yang mendorong (penyebab) terjadinya pencurian dan penadahan kenderaan bermotor ini disebabkan oleh : a. Jumlah pemilikan kenderaan bermotor yang terus menerus meningkat disertai menurunya efektifitas pengawasan dan pengenalan identitas kenderaan b. Pencurian kenderaan bermotor mudah dilaksanakan daripada bentuk kejahatan terhadap harta benda lainnya c. Lebih cepat diuangkan dan hasilnya sengat menguntungkan d. Penjualan / pemasaran kenderaan bermotor hasil kejatan ini mudah dilaksanakan e. Alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan curanmor ini sangat sederhana dan mudah didapat antara lain : kunci palsu, obeng, kawat.
BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENADAHAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DARI HASIL PENCURIAN DI KOTA MEDAN
D. Upaya Penanggulangan Melihat banyaknya kasus-kasus penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian yang terjadi di Kota Medan, seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, maka perlu kiranya diambil langkah-langkah dalam upaya
penanggulangannya,
karena
apabila
dibiarkan
akan
terus
berkembang dan akan merupakan gangguan Kamtibmas yang sangat meresahkan masyarakat. Salah satu kemungkinan yang akan terjadi atau operasi penindakan terhadap pelaku-pelaku kejahatan penadahan maupun pencurian kendaraan bermotor belum juga terlaksanakan, adalah bahwa posisi sindikat pencurian dan penadahan kendaraan bermotor ini akan semakin luas dan semakin sulit diberantas. Anggota sindikat pencurian akan bertambah banyak dan bekerja sama dengan oknum tertentu untuk memperkokoh kegiatannya, sehingga dalam kurun waktu tertentu aparat keamanan dimata masyarakat kurang berarti karena tidak dapat memberantas kejahatan ini. Pengungkapan
perkara
dalam
kejahatan
curanmor
dan
penadahan tersebut, bukan berarti bahwa penyelesaian pekara sampai ke
pengadilan. Oleh karena penemuan kenderaan bermotor hasil kejahatan atau terbongkarnya sindikat curanmor baru merupakan pengungkapan perkara. Berpedoman pada apa yang telah penulis uraikan di atas, bahwa upaya penanggulangan masalah tindak pidana penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian dapat dibedakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : 3. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan 4. Upaya
Non
Penal
Dalam
Penangulangan
Tindak
Pidana
Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan
1. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan Penegakan hukum pidana merupakan tugas komponen-komponen apara penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana. Menurut Purpura 38sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan suatu sistem yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Tujuan sistem peradilan
38
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan NonPenal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, sebagaimana dikutip dari Philip P. Purpura, Criminal Justice an Introduction,hal.83, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hal.152.
pidana ini untuk melindungi dan menjaga ketertiban masyarakat, mengendalikan kejahatan, melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku dan memidana pelaku yang bersalah. Kinerja komponen sistem secara keseluruhan diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak terdakwa. Penerapan
hukum
pidana
sebagai
salah
satu
kebijakan
penanggulangan kejahatan penadahan terhadap kenderaan bermotor hasil pencurian di Kota Medan dapat dilakukan mulai dari tahap proses penyidikan dan penuntutan (tahap pra adjudikasi) sebelum perkara tersebut diperiksa dan diadili pada proses peradilan. Penanggulangan kejahatan penadahan terhadap kenderaan hasil pencurian di Kota Medan selama ini dilakukan oleh polisi dengan melakukan
pemberkasan
perkara
mulai
proses
penyelidikan
dan
penyidikan serta melanjutkannya ketingkat selanjutnya yakni penuntutan. Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana agar bisa menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut bisa membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 39
39
Lihat Pasal 1 butir 5 dan butir 2 KUHAP
Pada tahap proses penyidikan ini, terhap pelaku penadahan maupun pencurian, yang terkadang adanya suatu kerjasama diantara pelaku pencurian dan pelaku penadahan, pada umumnya pihak penyidik dapat
melakukan
penahanan.
Kewenangan
kepolisian
melakukan
penahanan untuk kepentingan penyidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Dari hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) Kepolisian Resort Kota Medan selama ini melakukan penahanan terhadap pelaku kejahatan, hal ini dilakukan dengan alasan : a. Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP b. Dikhawatirkan para pelaku kejahatan ini akan melarikan diri maupun menyulitkan proses pemeriksaan c. Memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat d. Adanya keinginan untuk melakukan mengajaran bagi pelaku kejahatan
agar
nantinya
tidak
akan
mengulangi
lagi
perbuatannya setelah menjalani masa penahanan Setelah proses penyidikan ini selesai dilakukan dan dinyatakan telah lengkap dan sempurna, maka proses selanjutnya beralih menjadi tanggung jawab penuntut umum mulai dari pengajuan surat dakwaan hingga
melakukan
tuntutan
berdasarkan
fakta-fakta
hukum
yang
terungkap dipersidangan. Dan selanjutnya, setelah melalui rangkaian proses pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dijatuhkannya vonis oleh hakim yang
memeriksa perkara tersebut. Pemberian hukuman kepada pelaku kejahatan penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian ini oleh hakim di Pengadilan Negeri Medan merupakan suatu penjeraan dan sekaligus sebagai bentuk pembinaan bagi pelaku agar pelaku tersebut tidak mengulangi kembali perbuatannya setelah pelaku tersebut kembali ketengah-tengah masyarakat. Akan tetapi terhadap para pelaku yang selalu mengulangi perbuatannya (residivis) akan selalu diperberat hukumannya. Sebelum menjatuhkan hukuman bagi terdakwa, hakim Pengadilan Negeri Medan harus memberikan pertimbangan yang menjadi unsur pemberat dan peringan, yaitu : 1. Sikap sopan santun terdakwa selam proses persidangan 2. Kerjasama
terdakwa
dalam
mengungkap
kejadian
yang
sebenarnya 3. Cara tindak pidana dilakukan 4. Sikap batin terdakwa 5. Residivis 6. Motivasi dilakukannya kejahatan 7. Pendidikan terdakwa 8. Kerugian korban akibat kejahatan tersebut 9. Perdamaian Setelah pelaksanaan pemidanaan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap setelah hakim menjatuhkan vonisnya terhadap terdakwa.
Dalam hal ini jaksa penuntut umum sebagai pihak eksekutor mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan putusan pidana, dan seterusnya tanggung
jawab
pembinaan
berada
ditangan
petugas
lembaga
pemasyarakatan untuk dilakukan pembinaan dan bimbingan hingga terpidana tersebut selesai menjalani hukuman
2. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan Aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana (polisi, kejaksaan dan pengadilan) dapat melakukan berbagai kebijakan non penal yang mendukung upaya penanggulangan kejahatan penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian. Strategi pihak kepolisian Kota Medan dalam pendekatan non penal merupakan upaya kepolisian untuk
melakukan
pencegahan
sebelum
kejahatan
pencurian
dan
penadahan tersebut terjadi. Tugas dan peranan polisi sangat besar sekali karena polisi menjadi ujung tombak penegakan hukum dan sangat menentukan
keberhasilan
penanggulangan
kejahatan
penadahan
kenderaan bermotor hasil pencurian di Kota Medan. Pendekat non penal oleh kepolisian ini biasanya terbagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan preventif dan pendekatan pre-emtif. Pendekatan preventif yang dilakukan oleh Polresta Medan dengan melakukan patrol dan razia di jalan-jalan umum di wilayah-wilayah yang
dianggap rawan, melakukan pemeriksaan kelengkapan surat-surat kenderaan secara cermat guna menghindari pemalsuan surat-surat (SIM, STNK, BPKB) yang meluas, melakukan pengawasan terhadap bengkelbengkel kenderaan bermotor yang dicugai sebagai tempat penadahan, melakukan penangkapan terhadap pelaku, penadah dan pemalsu suratsurat kenderaan, kemudian meneruskan para tersangka penadah maupun pencuri kenderaan bermotor ke pengadilan agar mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
E. Putusan Yang Dijatuhkan Untuk Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan Akhir dari suatu proses penyelesaian (pemeriksaan) perkara di pengadilan ialah apabila hakim telah menjatuhkan putusannya, baik yang berupa putusan (vonis), penetapan (beschiking), atau akta perdamaian (acte van vergelijk) sesuai dengan jenis perkara, proses dan hasil penyelesaian akhir menurut hukum acara. Pada saat hakim memeriksa perkara, maka ia harus terus berusaha agar putusannya nanti sedapat mungkin diterima oleh masyarakat luas, atau setidak-tidaknya oleh lingkungan orang-orang yang akan menerima putusannya itu. Putusan hakim harus dapat memberi kepastian hukum tanpa meninggalkan aspek rasa kadilan dan manfaat. Terlalu mementingkan
kepastian hukum akan mengorbankan rasa keadilan. Tetapi jika terlalu mementingkan rasa keadilan
akan mengorbankan kepastian hukum.
Kepastian hukum cenderung bersifat missal, general dan universal. Sedangkan rasa keadilan cenderung bersifat individual, keseimbangan antara keduanya akan banyak memberikan kemanfaatan. 40 Putusan hakim juga harus dapat member perlindungan hukum kepada para pihak, karena pada hakikatnya proses litigasi itu adalah untuk melindungi dan menjamin hak-hak asasi manusia dan sekaligus melindungi yang lain dari berbuat zalim dan melanggar hukum. 41 Putusan hakim juga harus memenuhi rasa keadilan, yakni keadilan yang dirasakan oleh para pihak yang berperkara. Keadilan yang dicari ialah keadilan substansial dan bukan hanya keadilan formal. Keadilan substansial ialah keadilan yang secara riil diterima dan dirasakan oleh para pihak. Sedangkan keadilan formal ialah keadilan yang berdasarkan hukum semata-mata yang belum tentu dapat diterima dan dirasakan adil oleh para pihak. Di sini hakim harus menggali dan menerapkan hukum yang sosiologis, yakni yang sesuai dengan budaya hukum para pihak. 42 Di dalam memberikan keputusan oleh hakim pidana tampak menggunakan pola pemikiran secara syllogism. Dalam perkara pidana ditetapkan lebih dahulu fakta-fakta atau perbuatan yang dilakukan oleh
40
A. Mukti Arto, Putusan Yang Berkualitas Mahkota Bagi Hakim Mutiara Bagi Pencari Keadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXV Nomor. 299 Juli 2010, hal.30. 41 Ibid.hal.30. 42 Ibid.hal.31.
terdakwa, kemudian ditetapkan hukumannya yang cocok untuk fakta-fakta itu sehingga dengan jalan penafsiran dapat fakta itu ditetapkan, apakah perbuatan terdakwa sendiri dapat dipidana, dan selanjutnya menyusul dictum keputusan. Untuk
dapat
menerapkan
sesuatu
ketentuan
pidana
harus
ditetapkan pula apakah perbuatan dari terdakwa memenuhi segala unsur yang terdapat dalam ketentuan yang dimaksud. Dari hasil wawancara penulis terhadap 3 (tiga) orang hakim Pengadilan Negeri Medan menyatakan bahwa terhadap pelaku tindak pidana penadahan terhadap kenderaan bermotor hasil dari pencurian yang terjadi di Kota Medan ini, hakim Pengadilan Negeri Medan cenderung memberikan putusan dengan hukum penjara dengan lamanya hukuman rata-rata selama 1 (satu) tahun. Sedangkan terhadap pelaku pencurian kenderaan bermotor diberikan putusan dengan hukuman penjara dengan masa hukuman rata-rata antara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan hingga 3 (tiga) tahun, dan terhadap pelaku yang residivis cenderung dilakukan pemberatan hukuman. Dalam hal pemberian pidana tersebut hakim Pengadilan Negeri Medan juga melihat faktor perkembangan masyarakat yang sudah semestinya menjadi pertimbangan dari hakim, karena hakim dalam menjatuhkan pidana harus dan berkewajiban mempertimbangkan segala sesuatu yang dapat memberatkan atau meringankan pidana.
F. Kasus dan Analisa Kasus Salah satu kasus tindak pidana penadahan yang penulis peroleh dari Pengadilan Negeri Medan dan yang akan penulis bahas adalah Putusan Pengadilan Nomor 1577 / Pid.B / 2008 / PN.Medan Tanggal dan waktu kejadian
: Minggu, 23 Maret 2008 sekitar jam 01.00 Wib
Tempat kejadian
: di Warnet Polinet Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan
Pelaku
: Lion Tampubolon
Korban
: Hamzah
A. Kasus Pada hari tanggal 23 Maret 2008 sekitar pukul 01.00 Wib, Firman Aritonang (berkas perkara terpisah) sedang berada di Warnet Polinet Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan untuk bermain internet, dan Firman Aritonang menemukan kunci sepeda motor milik saksi korban yang tertinggal di ruangan bermain internet, lalu kunci tersebut dikantongi oleh Firman Aritonang dan dia berpura-pura pergi keluar untuk mencoba kunci tersebut ke sepeda motor yang diparkir di halaman warnet tersebut lalu setelah bias dicoba Firman Aritonang kembali masuk kedalam warnet tersebut untuk menitipkan sepedanya kepada penjaga warnet, lalu Firman Aritonang membawa sepeda motor tersebut dari Padang Bulan menuju
Jalan Pondok Kelapa Pasar V Rel Kelurahan Cinta Damai Kecamatan Medan Helvetia, dan menjumpai Terdakwa di rumah Terdakwa sekira pukul 02.30 Wib dan sekaligus menitipkan sepeda motor tersebut dirumah Terdakwa. Setelah itu Firman Aritonang pulang kerumahnya untuk tidur, dan sekira pukul 08.30 Wib Firman Aritonang datang kembali kerumah Terdakwa llu Firman Aritonang dan Terdakwa berangkat untuk menjual sepeda motor tersebut, dan ditengah perjalanan untuk menjual sepeda motor tersebut Terdakwa dan Firman Aritonang berhenti di gallon minyak untuk mengisi minyak, lalu tiba-tiba polisi datang dan menangkap Terdakwa dan Firman Aritonang yang sedang mengendarai sepeda motor hasil kejahatan Firman Aritonang tersebut, selanjutnya Terdakwa bersama Firman Aritonang dan barang bukti diserahkan ke Poltabes Medan untuk proses selanjutnya. Selama proses pemeriksaan di Poltabes Medan, Tersangka ini telah menjalani masa penahanan dalam proses penyidikan yaitu sejak tanggal 24 Maret 2008 sampai dengan tanggal 12 April 2008, perpnjangan penahanan oleh penuntut umum sejak tanggal 13 April 2008 sampai dengan tanggal 22 Mei 2008, penuntut umum sejak tanggal 13 Mei 2008 sampai dengan tanggal 01 Juni 2008, hakimPengadilan Negeri Medan sejak tanggal 23 Mei 2008 sampai dengan tanggal 21 Juni 2008, perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Medan sejak tanggal 22 Juni 2008 sampai dengan tanggal 20 Agustus 2008.
Dan atas tindak pidana yang dilakuakn, Pengadilan Negeri Medan telah menjatuhkan putusan dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun.
Dengan
pertimbangan
perbuatan
terdakwa
meresahkan
masyarakat, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa belum menikmati hasil kejatan dan terdakwa belum pernah di hukum.
B. Analisa Kasus Setelah penulis membaca dan menganalisa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1577 / Pid.b / 2008 / PN.Medan, maka dari kasus tersebut dapat penulis analisa sebagai berikut : Bahwa Terdakwa Lion Tampubolon telah sengaja membeli, menyewa, mnerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau
karena
hendak
mendapat
untung,
menjual,
menukarkan,
menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh kerena kejahatan, sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 480 ayat (1) KUHPidana. Bahwa adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 480 ayat (1) KUHPidana yang bersifat alternatif, yakni apabila salah satu unsur telah terbukti maka dianggap unsur tersebut telah terbukti. Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Unsur barang siapa Dalam kasus diatas pelakunya yaitu Lion Tampubolon, yang dalam persidangan ternyata mempunyai pikiran yang sehat, jasmani dan rohani dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. 2. Unsur karena sebagai sekongkol, membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu barang 3. Unsur yang diketahuinya atau yang patut harus di sangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan Bahwa penulis menilai hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang menjatuhkan terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun adalah sudah tepat. Menurut penulis hukuman tersebut sudah setimpal dengan perbuatannya yang telah dilakukan terdakwa dan juga terdakwa ini belum sempat menikamti hasil kejahatannya. Bahwa disamping masalah hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim, penulis juga mengkritisi selalunya dipergunakan batas jangka waktu penahanan maksimal yang dilakukan oleh pihak penyidik. Walaupun penggunaan batas waktu penahanan maksimal ini dibenarkan undang-undang, tetapi sebaiknya demi kepentingan terdakwa dan agar proses pemeriksaan perkara dapat berjalan sederhana dan cepat serta
hak terdakwa untuk memperoleh prioritas penangan perkara yang dihadapinya, sebaiknya jangan selalu menggunakan batas jangka waktu penahanan maksimal, apalagi mengingat perkara ini bukan merupakan perkara yang sulit dalam hal pemeriksaan dan pembuktiannya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Tindak pidana pencurian diatur mulai Pasal 362 sampai Pasal 367 KUHPidana, sehingga terdapat bentuk dari tindak pidana pencurian yaitu pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan dan pencurian ringan. Demikian juga tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 480 sampai dengan Pasal 482 KUHPidana juga terdapat bentuk dari tindak pidana penadahan tersebut yakni, penadahan sebagai kebiasaan dan penadahan ringan. Sedangkan bentuk pemidanaan yang dapat diberikan terhadap pelaku berupa hukuman penjara dengan berpedoman kepada ketentuan Pasal 10 KUHPidana. 2. Meningkatnya tindak pidana penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian ini disebabkan oleh berbagai faktor, yakni faktor intern yang terdiri dari faktor individu, faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Sedangkan faktor ekstern yang dapat mempengaruhinya yakni faktor lingkungan dan faktor pekembangan teknologi dan budaya. 3. Untuk menanggulangi agar tindak pidana penadahan dengan pencurian ini tidak terus meningkat, maka perlu diupayakan
penanggulangannya. Adapun upaya yang dapat dilakukan berupa upaya penerapan hukum pidana
bagi pelaku tindak pidana
penadahan tersebut maupun upaya non penal, sehingga nantinya baik aparat penegak hukum bersama-sama dengan masyarakat dapat menekan angka peningkatan tindak pidana penadahan maupun pencurian terhadap kendaraan bermotor tersebut.
B. Saran 1. Masyarakat sebagai pemilik kendaraan bermotor perlu melakukan peningkatan kewaspadaannya, menjaga keamanan kendaraan dengan mengunci kendaraan pada saat diparkirkan. 2. Bagi
masyarakat
yang
ingin
membeli
kendaraan
bermotor
hendaknya terlebih dahulu melakukan pengecekan langsung ke bangian DITLANTAS POLDA setempat mengenai keaslian dan keabsahan surat-suratnya, agar tidak disebut sebagai penadah. 3. Dalam melakukan upaya penanggulangan agar tindak pidana penadahan ini terus meningkat yakni aparat penegak hukum bersama-sama aparat pemerintah melakukan pengawasan dan pengecekan langsung terhadap bengkel-bengkel sepeda motor maupun toko-toko yang menjual spare part kenderaan, hal ini dikarenakan
banyaknya
bengkel
kenderaan
bermotor
yang
melakukan kerjasama dengan pelaku pencurian. Dan aparat kepolisian disarankan selalu melakukan razia ditempat-tempat yang
rawan
terjadinya
berkesinambungan
pencurian dan
demi
dan
penadahan
terjaminnya
masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor.
rasa
secara
aman
bagi