38
BAB III DINAMIKA KOPERASI JAMU INDONESIA (KOJAI) SUKOHARJO TAHUN 1995-2012
A. Latar Belakang KOJAI Pembentukan sebuah lembaga memiliki latar belakang, termasuk dalam pembentukan KOJAI. Pembentukan Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) tidak langsung lahir begitu saja, terdapat proses yang dinamakan pra-koperasi. Pra-koperasi mulai terbentuk pada tahun 1977 dengan adanya pra koperasi tersebut, para pengusaha jamu tradisional mempunyai suatu wadah yang bisa menyuarakan dan diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha jamu. Pada awal terbentuknya GPJI hanya beranggotakan 15 pengusaha jamu. GPJI lahir dan berkembang karena adanya tuntutan dari masyarakat industri jamu yang menginginkan suatu wadah yang dapat menampung mereka yang dapat memberikan bantuan baik itu modal ataupun ilmu. Perkembangan GPJI yang begitu baik dari tahun ke tahun mulai dengan nama baru ketika diadakannya musyawarah nasional yang pertama pada tahun 1989. Munas memutuskan untuk mengganti GPJI dengan GP jamu (Gabungan Pengusaha Jamu). Pergantian nama baru membuka kesempatan baru bagi GP jamu untuk lebih berkembang dan dapat mewadahi para pengusaha maupun penjual jamu. GP jamu sebagai induk dari lahirnya koperasi jamu di seluruh Indonesia, karena dengan
39
adanya GP jamu menjadi suatu pemicu sehingga koperasi jamu dibentuk. Munas tersebut juga sebagai agenda serta serah terima jabatan dari Bapak Drs.Moertedjo kepada Ibu BRA Moeryati Sudibyo, dengan perubahan nama GPJI menajdi GP (Gabungan Pengusaha) Jamu dan Obat Tradisional.1 Drs. Moertedjo merupakan seorang konsultan dari perusahaan jamu Air Mancur dari tahun 1977 sampai dengan tahun 1985. Latar belakang profesi yang dimiliki menjadi pendorong untuk Drs Moertedjo membentuk KOJAI. Drs Moertedjo juga merupakan Wakil Ketua GP Jamu Jawa Tengah. Sebuah induk organisasi pengusaha jamu di Jawa Tengah. Perjalanan awal pendirian pada saat pra koperasi Drs Moertedjo mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan pengusaha jamu. Pengusaha jamu yang sebagian besar adalah perempuan menginginkan koperasi diketuai oleh perempuan agar bisa lebih luwes dalam berkomunikasi dengan para pengusaha. Dari keinginan tersebut maka istri dari Drs Moertedjo yakni ibu Suwarsi ditunjuk sebagai Ketua.
B. Kelembagaan KOJAI 1. Struktur Kepengurusan Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian dan posisi yang terdapat pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan
1
operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan.
http//www.jamusukoharjo.wordpress.com diakses tanggal 20 Desember 2014
40
Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Struktur organisai juga menjadi syarat utama untuk mendirikan sebuah organisasi. Struktur Kepengurusan KOJAI Sukoharjo RAPAT ANGGOTA
PEMBINA
PENGURUS
KASIR
PENGAWAS
ADM
Sumber: KOJAI Secara hukum anggota koperasi adalah pemilik dari koperasi dan usahanya, dan anggotalah yang mempunyai wewenang mengendalikan koperasi bukan pengurus dan bukan pula manager, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan koperasi terletak pada anggota. Anggota koperasi bertemu pada waktu tertentu pada suatu rapat yang selanjutnya disebut sebagai rapat anggota, waktu-waktu yang telah diatur dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga.Rapat anggota mempunyai kedudukan tertinggi dalam organisasi koperas, namun rapat anggota dilaksanakan oleh anggota dalam waktu-waktu tertentu.
41
Gambar 1 Papan Nama KOJAI
Sumber: dokumen pribadi Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.2 Rapat Anggota menetapkan anggaran dasar dari koperasi, juga menetapkan hal-hal umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi, menentukan pemilihan anggota pengurus, pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas. Selain hal-hal tersebut menyusun rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan. Pada pengesahan laporan keuangan biasanya dilanjutkan dengan menetapkan pembagian hasil usaha. Pada badan-badan koperasi yang telah berkembang maju, maka anggota juga membahas penggabungan, peleburan, pembagian yang dimungkinkan untuk rencana pengembangannya. Sebagai sebuah koperasi, KOJAI juga menempatkan rapat anggota sebagai kedudukan tertinggi dalam organisasi koperasi. Wewenang dan kewajiban jabatan ini ditentukan dalam undang-undang atau dengan cara yang lebih tepat dalam anggaran dasar koperasi. Para anggota dalam rapat umum memilih orang atau individu untuk menduduki jabatan ini untuk masa 2
Undang- Undang No 25 Tahun 1992 Pasal 22
42
jabatan tertentu. Kepengurusan KOJAI ditentukan dalam suatu rapat anggota yang telah diatur dalam UU No 25 tahun 1992 pasal 23 Susunan Pengurus Koperasi Jamu Indonesia Tahun 2010-2015 Ketua
: Hj. Suwarsi Moertedjo
Sekretaris
: H. Agus Sriyantono, M.pd
Bendahara
: Sigit Pramono, A.md
Pengurus
: Sriningsih
Pengelola
: Desy Puspitosari
Jabatan jabatan pengurus itu tetap selama perhimpunan tersebut terdaftar terlepas dari setiap perubahan keanggotaan koperasi itu. Kepengurusan dapat berubah melalui rapat anggota, karena rapat anggota mempunyai kedudukan tertinggi dalam koperasi. KOJAI berdiri sejak tahun 1995, dari rentang tahun tersebut KOJAI telah mengalami tiga kali perubahan kepengurusan. Rentang waktu satu kepengurusan dengan yang lain tidaklah sama, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia dan kesehatan. KOJAI telah melakukan perubahan kepengurusan sebanyak tiga kali yaitu tahun 2003, 2007 dan tahun 2010. Perubahan kepungurusan dilakukan melalui rapat anggota. Perubahan kepengurusan dalam tubuh KOJAI tidak merubah pucuk pimpinan KOJAI. Kedudukan sebagai ketua dianggap tidak menarik bagi anggota, hal ini disebabkan kepengurusan dalam tubuh KOJAI merupakan kegiatan sukarela tanpa gaji.
43
2. Keanggotaan KOJAI Keanggotaan koperasi telah diatur dalam undang- undang diantaranya UU No 12 tahun 1967. Pada Undang-Undang tersebut keanggotaan, kewajiban serta hak anggota diatur dalam satu bab yang terdiri dari lima pasal, yaitu pasal 9-13. Anggota koperasi terdiri dari orang-orang atau badam-badan hukum koperasi-koperasi. Keanggotaan koperasi didasaran pada kesamaan kepentingan dalam usaha kopereasi. Anggota KOJAI merupakan orang-orang yang memiliki kesamaan profesi dan tujuan.
Mereka
merupakan
pemilik
usaha
jamu
tradisional
yang
ingin
mengembangkan jamu agar lebih dikenal luas oleh masyarakat dan tetap bertahan. Anggota KOJAI merupakan pengusaha jamu yang berasal dari kabupaten Sukoharjo, yang tersebar di beberapa kecamatan seperti halnya Tawangsari, Nguter, dan Sukoharjo. Keanggotaan KOJAI yang terbuka juga menjadi perhatian dari pengusaha jamu di daerah lain lain sepertihalnya Wonogiri.3 Pengusaha jamu di Wonogiri tertarik menjadi anggota KOJAI karena di daereahnya tidak terdapat koperasi sejenis. KOJAI juga dinilai mampu untuk membantu usaha mereka. Berikut tabel keanggotan KOJAI tahun 1995,2000,2005, dan 2012.
3
Wawancara dengan Ibu Moertedjo tanggal 15 Februari 2015
44
Tabel 8 Jumlah Anggota KOJAI Tahun 1995,2000, 2005, dan 2012 Tahun
Jumlah Anggota Pengusaha
Penjual jamu
1995
16
14
2000
18
17
2005
20
23
2012
25
35
Sumber: Wawancara Ibu Moertedjo Pada awal berdiri KOJAI hanya terdiri dari 30 anggota yang terdiri dari 16 pengusaha jamu dan 14 pedagang jamu. Pada tahun 2000 keanggotaan KOJAI mencapai 35 anggota yang terdiri dari 18 pengusaha jamu dan 17 penjual peningkatan tersebut memang tidak begitu besar namun menunjukkan kesadaran pengusaha jamu maupun penjual jamu untuk ikut bergabung bersama KOJAI. Pada tahun 2005 jumlah anggota KOJAI menjadi 43 dengan rincian 20 pengusaha dan 23 penjual jamu. Peningkatan yang terjadi sebagai dampak adanya banuan pendanaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2000 dan tahun 2003. Besaran dan bantuan tersebut yaitu 275 juta rupiah yang terdiri dari dana hibah sebesar 25 juta rupian dan pinjaman bergulir sebesar 250 juta rupiah. Peningkatan jumlah anggota tidak hanya berhenti sampai disitu, pada tahun 2012 keanggotaan KOJAI mencapai 60 anggota yang terdiri dari 25 pengusaha jamu dan 35 penjual jamu. Jumlah diatas termasuk cukup tinggi mengingat anggota KOJAI
45
adalah pemilik usaha belum termasuk pekerja yang bergerak dalam industri kecil jamu tradisional di Sukoharjo. Berikut ini daftar nama anggota KOJAI tahun 2009. Tabel. 9 Daftar Anggota KOJAI tahun 2009 No
Nama
No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Abu Bakar Suwarno Atut Sigit Bekti Edy Yanto Erna Maryono Hj. Jumini Hadiman Sentot Harjito-titik Hj. Arini Giyanto Hj. Jinah/Watik Hj. Marikem Hj. Maryani Hj. Maryati Hj. Srimulyani Iin Agus Indri kates Mariman Bejo Mariyem Martutik Marwanto/Kohsiong Maryaningsih Sugiarsih Miyati-Sukiman Mulyati-Bibik Nanik-Mulyani Nelly-slamet Ngatini Purwaningsih Purwanto-Marni Rini Rusmiyati
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Sainem-Garwi Sardono Sinar Cemerlang/Sugarwi Sri ningsih-Menis Sri Wahyuni-Ardi Sriwahyuni-Bayan Suginem-Kadyo Sugiyarti/Giyem Sulastri-Bibit Sumarno Suripto-suyatmi Suti Pengkol Sutiyem Suyudono Syafik-Mar Syarah Tambah Tin-Syawab/Suprihatin Titin Setyono-Sri Wahyuni Tukiyem Tutik Rahayu Ruwi Agung Warsi Marimin Widatik Kirto Wiji Lasoli Yatmi-Tino Yatmini-Tukino Yuli-Agus Yuli-Marjoko Poni-ningsih
Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo
46
3. Kegiatan Usaha Setiap lembaga koperasi harus memiliki kemandirian, kemandirian yang dimaksud agar anggota dapat lebih berperan aktif dalam koperasi. Peran aktif anggota dalam kegiatan koperasi juga dalam pendanaan. Kemandirian koperasi dilihat dari peran aktif anggota dalam koperasi tersebut. Tujuan utama dari pembentukan koperasi adalah kesejahteraan anggota dan untuk mewujudkan hal tersebut koperasi harus memiliki unit usaha. Beberapa unit usaha yang pada umumnya dimiliki oleh koperasi adalah simpan pinjam dan jual beli. Unit usaha diperlukan oleh koperasi untuk pengembangan dana anggota dan juga untuk membantu keadaan perekonomian anggota. Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo merupakan koperasi yang dibentuk sebagai upaya untuk menaungi pengusaha jamu tradisional untuk dapat bertahan dengan berbagai ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah. KOJAI mulai membentuk unit usaha untuk mendukung keuangan Koperasi dan juga untuk mewujudkan tujuan koperasi, yaitu kesejahteraan anggota. Kegiatan usaha yang pertama kali dibentuk adalah dilakukan adalah unit usaha simpan-pinjam. Usaha simpan pinjam dimulai sejak KOJAI resmi berbadan hukum tahun 1995 dengan modal awal berupa simpanan wajib dan iuran anggota. Besaran simpanan wajib 2000 rupiah dan simpanan pokok sebesar 10.000 rupiah. Jumlah anggota pada waktu resmi berbadan hukum hanya 30 angggota sehingga jumlah modal awal yang
47
terkumpul hanya sebesar 360.000 rupiah untuk bisa digunakan menjalankan operasional KOJAI. Usaha simpan pinjam yang dimiliki KOJAI diutamakan untuk angggota kemudian baru di luar angggota yang notabene adalah pedagang pasar. Besaran Pinjaman yang diberikan oleh KOJAI juga juga tidak terlalu besar hal ini disebabkan modal yang terbatas. Anggota yang melakukan peminjaman biasanya hanya ingin agar modal KOJAI dapat berkembang. Modal usaha yang dimiliki oleh koperasi tidak mampu untuk menutupi biaya pengeluaran pemilik usaha jamu untuk berproduksi. KOJAI melakukan peminajaman hanya skala kecil yang hanya digunakan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk pengembangan usaha anggota KOJAI memilih lembaga keuangan non bank. Pemilihan tersebut didasari oleh beberapa hal yaitu: akses, prosedur, persyaratan, skala usaha, dan jumlah plafon yang diperoleh.4 Berikut ini adalah gambar bukti pembayaran angsuran mingguan oleh anggota KOJAI. Besaran bunga pinjaman ditetapkan bersama dalam rapat anggota, dalam kegiaan tersebut juga ditetapkan besaran dan cara pembayan pinjaman. Besaran bunga pinjaman sebesar 2% perbulan dengan cara pembayaran per minggu dan per bulan.
4
Kusnandar, “Faktor- Faktor Pengambilan Keputusan Pemilihan Sumber Permodalan Industri Jamu Skala Kecil”. Jurnal bisnis dan Manajemen. Vol 8 No.2 2008.
48
Gambar 2 Slip Pembayaran Angsuran
Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo Gambar di atas merupakan bukti pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran dialakukan setiap satu minggu sekali. Pembayaran angsuran memang tidak menetapkan harus langsung dibayar pada saat itu juga. Terdapat nilai toleransi dari koperasi terhadap anggota jika memang anggota tersebut belum mampu untuk membayar.
49
4. Keadaan Permodalan dan Keuangan Sumber permodalan koperasi dapat berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berupa simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. Sementara modal pinjaman dapat berasal dari: anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dan sumber lain yang sah.5 Simpanan pokok sebagai modal pertama koperasi adalah simpanan yang besarnya sama diwajibkan kepada calon anggota saat hendak masuk menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil lagi selama anggota yang bersangkutan masih aktif menjadi anggota koperasi. Sementara simpanan wajib merupakan merupakan simpanan yang wajib diberikan/ disetorkan oleh anggota dalam jangka waktu tertentu. Selain simpanan pokok dan simpanan wajib modal yang diperoleh dari anggota juga berasal dari simpanan sukarela, yaitu simpanan yang jumlah dan waktunya tidak ditentukan. Sumber pendanaan yang hanya terbatas pada anggota menunjukkan bahwa koperasi memiliki kelemahan struktural dalam pembiayaan. Kelemahan struktural tersebut yaitu kemungkinan mengumpulkan modal saham- sebagai dalam perusahaan perseroan bersama- biasanya dikesampingkan, sebab umumnya kemempuan para anggota koperasi mengumpulkan kontribusi modal saham terbatas. Keterbatasan bukan hanya ada pada kontribusi modal semata karena koperasi juga terbatas pada
5
Undang- Undang No 25 Tahun 1992 BAB VII Pasal 41.
50
keanggotaan. Koperasi mempunyai kelemahan struktural sehubungan dengan modal, sehinggga dibutuhkan suatu dana cadangan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu. Dana cadangan mempunyai peran yang sangat vital. Dana cadangan merupakan dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan. Dana cadangan diperoleh dari dari Sisa Hasil Usaha (SHU) dengan pembagian tertentu. Dalam pembagian SHU, KOJAI membaginya sebagai berikut: 50% untuk anggota, 25 % cadangan, 15% pengurus dan 15% pengelola. Besaran dana cadangan memang berbeda dari ketentuan UU No. 25 Tahun 1992. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa besaran dana cadangan sebesar 30% dari SHU. Dana cadangan selain sebagai jaminan jika terjadi kerugian juga dapat digunakan untuk perluasan usaha dan juga pemenuhaan kewajiban tertentu. Pada awal pendirian KOJAI tahun 1995, besaran simpanan wajib 2000 rupiah dan simpanan pokok sebesar 10.000 rupiah. Jumlah anggota pada waktu resmi berbadan hukum hanya 30 angggota sehingga jumlah modal awal yang terkumpul hanya sebesar 360.000 rupiah untuk bisa digunakan menjalankan operasional KOJAI. Pendanaan yang dilakukan oleh KOJAI tidak hanya berasal dari para anggotanya. Pemerintah juga ikut ambil bagian dalam pendanaan KOJAI. Pemerintah melalui Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2000 memberikan bantuan suntikan dana bagi KOJAI. Besaran dana yang diberikan sebesar 25.000.000. Suntikan dana tersebut menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah agar dapat bersaing
51
dan berkembang. Penggunaan dana hibah sebesar 25 juta untuk menambah modal unit simpan pinjam KOJAI dan untuk operasional. Pendanaan yang lain yang diterima oleh KOJAI juga berasal dari dana bergulir dari Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2003. Dana Bergulir merupakan bantuan dana yang berujuan untuk membantu perkuatan modal usaha guna memberdayakan koperasi, usaha mikro, kecil, menengah dan usaha lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran dan pengembangann ekonomi nasional.6 Dana bergulir merupakan dana pinajaman yang diberikan pada suatu koperasi atau UKM. Dana ini bersifat pinjaman jadi penerima dana ini wajib mengembalikannya. Besaran bantuan dana bergulir yang diterima KOJAI 250.000.000 digunakan untuk pengembangan usaha KOJAI antara lain simpan pinjam. Terdapat 18 pengusaha yang mengajukan peminjaman dengan nilai plafon pinjaman sebesar 10 juta rupiah hingga keseluruhan dana yang dipinjam mencapai 180 juta. Karena sifatnya pinjaman dana ini dapat dikembalikan tahun 2009. Bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah memberikan isyarat bahwa pemerintah mendukung perkembangan industri jamu tradisional di kab Sukoharjo. Berikut adalah tablel saldo Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo tahun 2000, 2005 dan 2012.
6
Peraturan Menteri Keuangan No 218/PMK.05/2009. Pasal 2.
52
Tabel 10 Saldo Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo No
Tahun
Saldo
1
2000
75.740.000
2
2005
330.076.000
3
2012
90.400.000
Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo Keadaan permodalan dan keuangan yang dialami oleh KOJAI dari tahun ketahun terus mengalami perbaikan terlihat pada tabel 10. Nilai saldo yang dimiliki oleh KOJAI tahun 2000 mencapai Rp 75.740.000 jumlah tersebut bertambah pada tahun 2005 tercatat memiliki saldo Rp 330.076.000 nilai tersebut didapat dari dana bergilir sebesar Rp 250.000.000. tahun 2012 saldo koperasi menjadi Rp 90.400.000 nilai tersebut diperoleh setelah pada tahun 2009 dana bergilir dari Kementrian Koperasi telah berhasil di kembalikan. C. Hubungan KOJAI dengan Lembaga/ Instansi lain Koperasi sebagai badan usaha mempunyai hak untuk berhubungan dengan instansi ataupun organisasi lain diluar koperasi tersebut. Hubungan dengan lembaga lain juga sebagai upaya yang dilakukan oleh koperasi agar tujuannya dapat tercapai. Koperasi tidak hanya dapat berhubungan dengan lembaga pemerintah akan tetapi juga lembaga non pemerintah atau swasta. KOJAI Sukoharjo sebagai sebuah lembaga juga menjalin hubungan dengan lembaga lain, baik itu lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Hubungan dengan lembaga pemerintah antara lain dengan Dinas Koperasi dan Usaha
53
Mikro Kecil dan Menengah (DINKOP UMKM), Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat
dan
Makan
(BPOM),
dan
Dinas
Perdagangan
dan
Perindustrian
(DISPERINDAG). Sementara itu KOJAI juga menjalin hubungan baik dengan Gabungan Pengusaha Jamu Jawa Tengah (GP Jamu Jateng)
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah yang memberikan izin terhadap makanan maupun obat yang diproduksi oleh industri. BPOM mengeluarkan ketentuan atau regulasi kepada industri obat tradisional agar sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan. Usaha yang dilakukan oleh BPOM ini sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen dan juga masyarakat luas. KOJAI sebagai lembaga yang beranggotakan pengusaha jamu mulai sejak berdiri pada 1995 telah menjalin kerjasama dengan BPOM. Hal ini dilakukan untuk dapat mempermudah informasi tentang pengurusan izin produk. Industri obat tradisional di Kab. Sukoharjo masih termasuk dalam golongan UKOT 1 atau Usaha Kecil Obat Tradisional yang memproduksi jenis sediaan kapsul dan cairan obat. Industri obat tradisional di Sukoharjo mayoritas adalah industri kecil dan menengah. Industri kecil dan menengah ini sangat sulit dalam permodalan. Pengurusan izin produk obat tradisional yang dinilai oleh pengusaha jamu tradisional sangat lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit menyebabkan terdapat beberapa produk yang
54
belum mendapat izin dari BPOM.7 Pengurusan izin industri obat tradisional telah diatur dalam PERMENKES No. 246/Menkes/Per/V/1990. Dalam Permenkes tersebut terdapat banyak hal yang harus dilakukan untuk memiliki atau memperoleh izin produk, maupun izin produksi. KOJAI sebagai lembaga yang dibentuk oleh pengusaha obat tradisional memfasilitasi anggotanya agar dapat mengurus perizinan produk secara lebih cepat dan terjangkau. Usaha pendampinngan yang dilakukan oleh KOJAI dimulai pada tahun 2000 sebanyak 5 anggota dan pada 2012 sudah sebanyak 20 anggota yang dilakukan pendampingan perizinan produk. Masih adanya produk- produk jamu yang beredar di pasaran yang belum mendapatkan sertifikasi BPOM menjadikan suatu tugas tersendiri bagi KOJAI untuk melakukan pembinaan bahkan pendampingan pengurusan izin produksi agar produk yang dibuat oleh masyrakat menjadi produk yang legal dan aman di konsumsi.
2. Dinas Kesehatan Hubungan KOJAI dengan lembaga pemerintah tidak lagi dapat dipisahkan. KOJAI merupakan suatu lembaga yang menjadi wadah bagi umkm jamu di Sukoharjo. KOJAI juga menjadi suatu lembaga yang memfasilitasi para pelaku umkm terhadap lembaga pemerintah antaralain Dinas Kesehatan. KOJAI memiliki tujuan untuk mewujudan masyarakat yang sehat dengan jamu tradisional. Sejak awal
7
Wawancara dengan Ibu Martutik tanggal 25 Maret 2015
55
berdiri atau tepatnya tahun 1995 KOJAI telah menjalin hubungan kerjasama dengan Dinas Kesehatan. Hal itu tidak dapat dipisahkan karena Dinas Kesehatan adalah mitra kerja dalam mewujudkan produk sehat yang sesuai CPOTB. Hubungan antara KOJAI dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah dinilai cukup efektif. Efektifitas terlihat dari dampak positif dan saling menguntungkan dari hubungan tersebut. Banyaknya regulasi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan dalam kaitannya dengan umkm jamu menuntut peran serta KOJAI untuk bisa membantu industri melaksanakan regulasi tersebut. Pemberian penyuluhan juga sering dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Pendaftaran Izin produk yang dinilai oleh pengusaha sebagai beban, karena memerlukan biaya yang cukup besar. Biaya pendaftaran sebuah produk jamu sebesar 5-6 juta. Beban biaya tersebut harus ditambah dengan biaya apoteker yang dipekerjakan dengan gaji minimun 2,5 juta rupiah perbulan. Fungsi dan tugas apoteker sangat penting dalam industri obat. Hal ini telah diatur dalam CPOTB. Faktor pendukung dari perkembangan sebuah industri selain dari bahan baku, modal dan sumber daya manusia adalah alat produksi. Alat produksi merupakan bagian penting agar produktifitas dari sebuah industri dapat meningkat. Peralatan dalam industri jamu skala kecil hanya sebatas alat produksi manual yang kuantitas produksinya terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah memberikan bantuan berupa alat produksi agar dapat meningkatkan kuantitas. Alat produksi yang diberikan oleh Dinas
56
Kesehatan berupa
alat pengering simplisia8, produk antara atau produk ruahan
sehingga kadar airnya sesuai yang persyaratkan. Bantuan tersebut diberikan pada KOJAI tahun 2005. Pada tahun 2010 KOJAI juga mendapat bantuan alat pres plastik kemasan jamu yang kemudian disalurkan kepada anggotanya. 3. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah merupakan suatu lembaga pemerintah yang yang mengelola potensi usaha koperasi usaha kecil dan menengah. Lembaga pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan koperasi dan usaha kecil menengah yang memiliki daya saing terhadap pasar global. DINKOP UMKM juga merupakan lembaga pemerintah yang memberikan regulasi terhadap unit koperasi. Masalah yang dihadapi oleh koperasi yang paling utama adalah masalah pendanaan, dan pemerintah dalam hal ini memberikan bantuan dana bergilir. Bantuan yang berupa dana tersebut diterima oleh koperasi sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap perkembangan koperasi yang memiliki andil besar dalam perkembangan usaha kecil dan menengah. Bantuan berupa hibah maupun dana bergulir dinilai cukup membantu untuk operasional. Pada tahun 2000 KOJAI menerima dana hibah sebesar 25 juta rupiah. Dana tersebut digunakan untuk menambah modal simpan pinjam KOJAI. Dari dana tersebut KOJAI mulai dapat menjalankan operasional koperasi. Bantuan pemerintah tidak hanya sampai disitu, pemerintah melalui DINKOP UMKM memberikan dana 8
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
57
bergulir sebesar 250 juta. Dana tersebut kemudian dipinjamkan kepada pemilik usaha untuk pembelian bahan baku maupun pembelian alat produksi. Besaran dana tersebut kemudian dipinjam oleh 18 orang pengusaha jamu dengan maksimal plafon 10 juta.9 Dana yang disalurkan sebanyak 180 juta rupiah. DINKOP UMKM juga memfasilitasi industri jamu tradisional untuk dapat menunjukkan eksistensinya dalam pameran-pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dinas terkait memberikan fasilitas stand atau tempat untuk memasarkan dan memperkenalkan produknya dalam pameran yang diselenggarakan. Hal ini dinilai sangat membantu pengusaha skala kecil mengingat pameran merupakan sarana promosi yang cukup berpengaruh. Pemberian stand gratis diberikan kepada anggota KOJAI melalui KOJAI. Pemberian stand gratis diharapkan dapat menjadi media promosi bagi pengusaha jamu. Stand gratis ini merupakan salah satu usaha dari DINKOP UMKM untuk dapat meningkatkan memperkenalkan kepada masayrakat bahwa jamu merupakan pengobatan yang tradisional, aman dan alami.
9
Wawancara dengan Joko Pramono tanggal 13 Maret 2015
58
Gambar 3 Pemberian Stand Gratis Pj Bisma Sehat
Sumber: Dokumen Pribadi Pemberian stand gratis merupakan upaya yang dilakukan oleh KOJAI bersama dengan dinas terkait dalam hal ini DINKOP UMKM untuk mengenalkan produk jamu kepada masyarakat. Pemberian Stand gratis ini diberikan bukan untuk salah satu usaha saja namun keseluruhan anggota. 4. Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah merupakan lembaga yang menaungi pengusaha jamu seluruh Jawa Tengah. GP Jamu Jawa Tengah beranggotakan pengusaha jamu dan obat tradisional Indonesia yang bergerak
59
dibidang usaha Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) industri rumah tangga termasuk racikan dan gendong. Selain juga pengusaha jamu yang termasuk didalamnya penyalur, distributor, pemasok bahan baku jamu, dan kopereasi yang bergerak dalam pembuatan dan penjualan jamu. Pendiri KOJAI Drs Moertedjo merupakan Wakil Ketua GP Jamu Jawa Tengah periode 1977-1983. Latarbelakang yang mendekatkan antara KOJAI dengan GP jamu Jawa Tengah. KOJAI pada tahun 1995 setelah resmi berbadan hukum juga terdaftar dalam anggota GP Jamu Jawa Tengah. Tujuan GP Jamu Jateng yaitu pembinaan usaha jamu dan obat tradisional dalam proses produksi, pemasaran, hubungan dengan masyarakat dan hubungan dengan pengusaha jamu. KOJAI bukan hanya berperan sebagai anggota namun KOJAI juga diberi wewenang untuk menjadi Koordinator Wilayah Sukoharjo. GP Jamu Jateng memberikan bantuan berupa pembinaan tentang cara pembuatan jamu yang baik dan benar. Pembinaan tersebut sudah dimulai dari tahun 1995 dengan kegiatan pengawasan tiap rumah produksi selama empat bulan sekali. D. Dinamika KOJAI 1.
Dinamika KOJAI a) Periode Perintisan Tahun 1995-2003 Pada tahun 1995-2000 dapat dikatakan sebagai fase awal atau fase legalisasi. KOJAI mulai diakui oleh pemerintah melalui akta pendirian nomor 1246/BH/KWK II/VII/1995/30 Juli 1995. Masa awal organisiasi di bentuk adalah masa yang tersulit dari sebuah organisasi. Organisasi dapat diibaratkan
60
sebagai sebuah tubuh dimana fase awal ini yang menentukan keberlanjutan dari organisasi tersebut. KOJAI juga demikian, masa awal ini memang diakui menjadi masa yang paling sulit karena pada masa ini KOJAI dihadapkan pada stigma maupun persepsi pemilik industri jamu. Pendirian KOJAI memang atas usulan maupun keinginan dari pemilik usaha jamu akan tetapi itu juga tidak menjadikan beberapa dari mereka tidak ingin untuk emnjadi bagian dari KOJAI. Pada fase ini KOJAI mulai menata industri jamu agar dapat bertahan dengan sudah ditinggalkannya obat tradisional oleh masyarakat. Industri jamu skala kecil merupakan industri jamu yang banyak mendapat sorotan dari pemerintah mulai dari tidak adanya izin sampai dengan keamanan produk industri jamu. Fase awal inilah yang mendorong Ibu Murtedjo dan anggota KOJAI untuk dapat bertahan dan mengambangkan usahanya. Mayoritas Usaha yang dimiliki oleh anggota KOJAI merupakan usaha yang diwariskan oleh keluarga sehingga mereka sebisa mungkin mempertahankannya.
b) Periode Perkembangan 2000-2005 Fase kedua yang dilalui KOJAI sebagai sebuah lembaga yang bisa bertahan dari krisis ekonomi tahun 1998. KOJAI mulai untuk menata organisasi untuk kesejahteraan anggota. Pasca krisis ekonomi, usaha kecil dan menengah mulai tumbuh, begitu juga dengan usaha kecil jamu tradisional. Anggota mulai untuk mengembangkan produk usahanya. Koperasi sebagai
61
wadah yang menaungi para pengusaha jamu juga mulai menata diri dengan berbagai program untuk membantu anggotanya. KOJAI juga mulai menjadi mitra bagi lembaga pemerintah dalam mengembangkan industri jamu. Keanggotaan KOJAI pada fase kedua ini mencapai 43 anggota. Peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan fase sebelumnya. Fase ini dinilai cukup baik dengan adanya campur tangan pemerintah dalam hal pendanaan KOJAI. Dana hibah tahun 2000 dan dana bergulir tahun 2003 dengan total 275 juta membantu KOJAI untuk dapat melaksanakan program kerja dan unit usahanya.
c) Periode Stabilisasi Tahun 2005-2012 Pada fase ini kesadaran pemilik usaha jamu tradisional semakin meningkat dengan ikut sertanya dalam keanggotaan koperasi. Para pemilik usaha mulai beranggapan bahwa koperasi dapat menjadi wadah bagi mereka untuk dapat mengembangkan usahanya. Kegiatan koperasi sepertihalnya pendampingan perizinan, penyuluhan produksi, dan bantuan keuangan menjadi sebuah magnet bagi pengusaha yang sebelumnya belum terdaftar dalam keanggotaan. Pada akhir fase ini keanggotaan KOJAI mencapai 60 anggota. Ini merupakan titik tertinggi dalam keanggotaan KOJAI.
62
Gambar 4 Gapura Kampung Jamu
Sumber: Dokumen Pribadi Pendampingan Izin produksi yang dilakukan oleh KOJAI pada akhir fase ini mencapai 20 anggota. Jumlah ini memang dinilai cukup kecil jika dibanding dengan jumlah keaggotaan KOJAI. Perkembangan KOJAI pada fase ini mencapai titik tertinggi ketika Desa Nguter kec. Nguter ditetapkan sebagai Kampung Jamu. Wacana yang telah lama ada dan terealisasi 22 November 2012. Pembentukan kampung jamu memang telah lama diwacanakan oleh DINKOP UMKM, bersama dengan KOJAI ide tersebut diwujudkan setelah melewati proses yang cukup panjang. KOJAI juga mempunyai peran untuk menaungi pengajin jamu di kampung tersebut. Pada periode ini pemilik usaha mulai berlomba lomba untuk menciptakan jamu degan rasa yang enak dan juga kemasan yang menarik agar
63
meningkatkan penjualan. Peningkatan pada masa ini sebenarnya merupakan ekses dari periode sebelunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya pemberian pinjaman yang cukup besar untuk modal anggota. Pada periode ini pemilik usaha mulai menambah aset usaha agar usahanya menjadi lebih besar. Pembelian aset
dilakukan sepertihalnya pembelian sarana distribusi
pemasaran yaitu mobil blind van agar dapat melakukan pemasaran dalam jumlah yang besar. Selain itu penambahan armada juga dilakukan untuk efektifitas pengiriman barang.10 Gambar 5 Mobil Distribusi PJ Bisma Sehat
Sumber: dokumen Pribadi
10
Wawancara dengan H Giyanto tanggal 18 Februari 2015