25
BAB III Daya Pembeda Merupakan Alasan Absolut Pendaftaran Merek A. Pendaftaran Merek Menurut Peraturan di Indonesia 1.
Pendaftaran merek Merek adalah suatu yang dihasilkan oleh ciptaan manusia yang mana ciptaan
tersebut unik, atau belum pernah dilihat sebelumnya. Dan setiap orang tentu ingin melindungi ciptaanya tersebut dan memiliki hak sepenuhnya atas ciptaan tersebut. Untuk mendapatkan hak sepenuhnya atas merek ciptaanya tersebut adalah dengan mendaftarkan merek tersebut. Dan tentunya memnuhi kewajiban dan hak yang sudah diatur.
Di indonesia diatur dalam Pasal 3 UU No. 15/2001:
“Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.” Tujuan didaftarkannya merek tersebut juga bertujuan untuk melindungi dari pengusaha atau produsen lain yang tanpa sengaja atau dengan sengaja bermaksut untuk memakai merek tersebut. Dengan melakukan pendaftaran, pemilik merek akan memperoleh hak eksklusif atas penggunaan merek tertentu atau untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya selama jangka waktu
26
tertentu serta mendapatkan perlindungan hukum dari negara.1 Di indonesia terdapat dua sistem pendaftaran merek yaitu, sistem konstitutif dan sistem deklaratif. Sistem konstitutif adalah pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran, negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 adalah sistem Konstitutif. Pada sistem Konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan atas pendaftar pertama yang beritikad baik.2 Hal ini juga seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Lalu yang berikutnya adalah sistem deklaratif Sistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Sistem pendaftaran deklaratif ini dianut dalam Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 1961. Dengan kata lain, bukan pendaftaran yang menciptakan suatu hak atas merek, tetapi sebaliknya pemakaian
1
Indirani Wauran, Tinjauan Yuridis Mengenai Peniruan Merek, Laporan Penelitian, Salatiga : FHUKSW, 2006, hlm. 25. Dikutip dari Titon Slamet Kurnia, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs. P.T Alumni Bandung, Bandung, 2011, hal. 158. 2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT.Alumni, Bandung, 2003, hal. 326.
27
pertama di Indonesialah yang menciptakan atau menimbulkan hak itu.3 Hal ini berarti bahwa seseorang yang sudah mendaftarkan mereknya belum tentu akan tetap dianggap berhak untuk menggunakan merek tersebut untuk selamanya, sebab apabila ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa dialah pemilik pertama dari merek yang sama dengan merek tersebut, maka orang yang mendaftarkan merek yang pertama kali mungkin akan dibatalkan hak untuk menggunakan merek tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada merek bersangkutan.
Sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum. Sistem pendaftar pertama disebut juga first to file principle. Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama.Tidak semua merek dapat didaftarkan. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng,
3
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hukum Merek Indonesia, PT,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 40.
28
meniru, atau menjiplak ketenaran, menimbulkan persaingan tidak sehat, dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen.4
Pada dasarnya pemohon dapat mengajukan permohonan pendaftaran untuk lebih dari satu permohonan. Permohonan pendaftaran merek juga dapat diajukan untuk lebih daripada satu kelas barang dan/atau jasa dengan menyebutkan jenis barang dan/atau jasanya.5 Pasal 8 ayat (1) UU NO. 15 Tahun 2001:
(1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. (3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Untuk keperluan pendaftaran merek selain harus dipenuhi persayaratan material, juga harus dipenuhi persayaratan formil. Persayaratan material atau substantif bahwa merek yang didaftarkan tidak bertentangan dengan alasan absolut atau absolute grounds (Pasal 4 dan pasal 5 UU No. 15 Tahun 2001 serta alasan realtif atau relative grounds (Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001). Adapun persayaratan
4
Jacki Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, (Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), hal 79. 5 Rahmi Jened P.N., Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi, Kencana, Jakarta 2015, hal. 144.
29
formil yang lazimnya terkait dengan dokumen administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sampai dengan 12 UU No. 15 Tahun 2001.6
Permintaan pendaftaran merek harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang diajukan pada Ditjen HKI. Surat permintaan pendaftaran lazimnya dalam bentuk formulir standar (standard form) yang mencantumkan hal-hal sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 15 Tahun 2001:
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a. tanggal, bulan, dan tahun; b. nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon; c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. (2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya. (3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. (4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. (5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagaimana alamat mereka. (6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan;
6
Ibid, hal. 145.
30
(7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut; (8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual; (9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2001 menentukan bahwa Ditjen melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persayaratan tersebut, maka Ditjen meminta agar kelengkapan persayaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lambat dua bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persayaratan tersebut. Lebih lanjut dalam Pasal 14 UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa dalam hal kelengkapan persayartan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu dua bulan, maka Ditjen memberitahukan secara tertulis kepda pemohon atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali. Dan biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. Pasal 15 UU No. 15 tahun 2001 menetapkan bahwa dalam hal seluruh persyaratan asministratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 telah dipenuhi, maka terhadap permohonan diberikan tanggal penerimaan yang akan dicatat oleh Ditjen HKI. Pasal 16 UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa perubahan atas permohonan
31
hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan/ataualamat pemohon atau kuasanya. Selama belum memperoleh keputusan dari Ditjen HKI, maka permohonan dapat ditarik kembali oleh kuasanya maka penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali tersebut.dalam hal tersebut, maka segala biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali (Pasal 17 UU No. 15 Tahun 2001).
Selanjutnya Pasal 18 UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal penerimaan, Ditjen HKI melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan. Pemeriksaan substantif tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 yangdilaksanakan dalam waktu paling lama 9 bulan. Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh pemeriksa merek. Pasal 19UU No. 15 Tahun 2001 Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal. Pemeriksa adalah Pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh Menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu. Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hal lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa dalam hal pemeriksaan melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa permohonan dapat disetujui untuk didaftar, maka atas
32
persetujuan Dirjen, permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek (BRM).
Sebaliknya jika pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif
bahwa permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, maka atas persetujuan Ditjen, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Dalam waktu paling lama 30 hari sejak tanggal penerimaan surat pembertihauan tersebut.
Selanjutnya Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa dalam waktu paling lama 10 hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk didaftar, Ditjen HKI mengumumkan permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek. Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal.
Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek.
33
2.
Merek Yang Tidak Dapat Didaftarkan Sebagai Merek
Didalam prosedur pendaftaran merek ada hal yang dapat digunakan sebagai merek dan ada juga yang tidak dapat digunakan sebagai merek. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001, disebutkan bahwa: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.” Dan tanda-tanda tersebut dapat dicantumkan pada barang atau jasa bersangkutan. Dalam ketentuan Pasal 5 Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001, disebutkan bahwa: merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum; atau d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Dalam point pertama Pasal 5 Undang-undang Merek No.15 Tahun 2001 mengatakan bahwa merek yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum tidak
34
dapat didaftarkan. Oleh karena merek tersebut haruslah sesuai dengan peraturan dan ketertiban yang berlaku. Satu contoh adalah merek Buddha Bar yang kemudian dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan agama. Lalu point berikutnya merek tidak bisa didaftarkan jika merek tersebut tidak memiliki daya pembeda. Apa yang terjadi jika semua merek yang ada di dunia menggunakan merek dengan huruf M. Tentu saja hal tersebut akan membingungkan untuk konsumen dan untuk produsen juga tentunya. Sehingga suatu merek sangatlah penting memiliki daya pembeda yang merupakan identitas dari merek tersebut. Merek juga tidak bisa didaftarkan bila telah menjadi milik umum seperti tanda tengkorak bajak laut atau palang seperti pada palang merah. Namun jika diberi ornamen tambahan seperti tengkorak pada logo Skullcandy atau palang pada logo Swiss Army, bisa didaftar. dan point yang terakhir, merek tidak bisa didaftarkan bila menerangkan produk atau jasa yang hendak didaftarkan. Apple tidak dapat didaftarkan sebagai merek untuk buah-buahan, tapi bisa didaftar untuk merek produk elektronik.
Dalam Pasal 6 UU No. 15 tahun 2001 ditetapkan alasan suatu permohonan harus ditolak sebagi merek, sebagai berikut: (1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
35
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya. c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasigeografis yang sudah dikenal. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Suatu merek akan ditolak pendaftaranya jika memiliki persamaan pada pokoknya (mirip) atau persamaan secara keseluruhan (identik) dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu (merek seniornya). Merek yang telah terdaftar terlebih dahulu seharusnya dipahami dalam konteks terdaftar secara nasional di Indonesia, atau secara regional ASEAN, ataupun secara international beberapa Negara di dunia.7Satu contoh majelis pengadilan niaga yang diketuai Edy Cahyono mengabulkan permohonan pembatalan merek Enerjos milik PT Sayap Mas Utama, yang dimohonkan oleh pemilik merek Extra Joss, PT Bintang Toedjoe.Informasi ini disampaikan oleh Antonius J Priyohutomo, Legal Manager PT Bintang Toedjoe. Dalam pertimbangannya, majelis menilai bahwa merek
7
Rahmi Jened P.N Op. Cit., hal. 114.
36
Enerjos memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Extra joss. Kedua merek minuman penambah energi tersebut, selain memiliki kemiripan visual dan persamaan bunyi ucapan, juga berada di kelas yang sama.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan, merek Extra Joss terbukti telah didaftarkan lebih dulu pada tahun 1992. Sementara, Enerjos baru didaftarkan setelah itu. Sebagaimana diberitakan, Bintang Toedjoe mengajukan gugatan terhadap merek Enerjos yang dinilai mendompleng ketenaran merek Extra Joss yang terdaftar sebagai merek terkenal pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Depkum HAM. Menurut Bintang Toedjoe, ada kesan di masyarakat, minuman kesehatan Enerjos adalah varian dari Extra Joss. Persepsi inilah yang dinilai telah merugikan pihaknya. Akhirnya, Bintang Toedjoe mengajukan gugatan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 4 dan 6 ayat (1) UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek.8
Suatu merek juga akan ditolak pendaftarannya jika merek tersebut memiliki persamaan pada keseluruhannya (merek identik) atau memiliki persamaan pada pokoknya (merek mirip). Oleh karena merek yang telah memiliki reputasi secara otomatis memiliki perlindungan yang lebih kuat. Berikutnya merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan indikasi 8
Lihat “Miliki Persamaan Dengan Extra Joss, PN Niaga Batalkan Merek Enerjoss” http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12866/miliki-persamaan-dengan-extra-joss-pnniaga-batalkan-merek-enerjos dilihat pada 19-05-2016 pukul 21:23
37
Geografis merupakan alasan absolut tidak dapat diterimanya pendaftaran merek. Dalam konotasiumum indikasi Geografis adalah suatu penandaan asal barang (a maker og origin for goods) yang bisa berupa indikasi langsung, misalnya, “Made In England”. Indikasi tidak langsung berupa bendera Inggris atau bendera Amerika, atau wilayah tertentu untuk menyebutkan produk seperti “Mozzarella” (Italian), “Fate” (Yunani), “Camembert” (Perancis).9 Indikasi Geografi, seperti merek merupakan tanda yang menunjukan asal barang. Namun berbeda dengan merek, indikasi Geografis memliki dua fungsi.10 Suatu merek harus ditolak bila pendaftarannya merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum milik orang lain kecuali sudah ada persetujuan dari yang bersangkutan.
Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem negara, lembaga nasional, atau lembaga internasional juga harus ditolak pendaftarannya kecuali sudah ada persetujuan. Satu contoh seorang berkewarganegaraan Inggris bernama Russel Vince mengugat merek Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug Pte Ltd. Russel Vince menggugat Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug Pte Ltd. Atas kemiripan merek
9
Rahmi Jened P.N Op. Cit., hal 118. Christoper Heath, “The Protection of Geographical Indications”, Japan Patent Of-fice, Asia Pasific Industrial Property Centre-Japan Invention and Innovation, Tokyo, 2001, hal. 1-4. Dikutip dari Rahmi Jened P.N Op. It., hal. 119.
10
38
cap kaki tiga dengan lambang negara Isle Of Man.11 Suatu merek juga tidak dapat diterima pendaftarannya bila merupakan tiruan atau menyerupai tanda, cap atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah, kecuali sudah ada persetujuan tertulis. Adapun contoh tanda atau stempel negara, misalnya UNESCO, ASEAN dan lain-lain. Selain itu pendaftaran suatu merek juga harus ditolak oleh Ditjen HKI jika merek yang akan didaftar mempunyai persamaan baik keseluruhan maupun pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang/jasa yang sejenis.Ketika A sudah memiliki merek terdaftar GEULIS untuk jenis barang pakaian jadi, pendaftaran GEULIS, GEULEES, atau GAULIES oleh B pada jenis barang pakaian jadi akan ditolak. Merek juga tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebutmenerangkan barang/jasanya itu sendiri. Satu contoh apple tidak dapat didaftarkan sebagai merek untuk buahbuahan, tapi bisa didaftar untuk merek produk elektronik. Seperti yang telah dijelelaskan diatas, bahwa apple adalah kata yang umum untuk bentuk dari buah apple.12
Satu perbandingan terhadap sistem pendaftaran yang diatur dalam Lanham Act dimana generic term tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Akan tetapi
11
Lihat “Mirip Lambang Negara, Merek Cap Kaki Tiga Keok” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51b74cd445c80/mirip-lambang-negara--merekcap-kaki-tiga-keok dikutip pada 19-05-2016 pukul 22:14 WIB 12 Dikutip dari http://www.hki.co.id/merek.html pada 19-05-2016 pukul 23:14. WIB
39
dalam peraturan tersebut pendaftaran merek bukanlah hal yang wajib oleh karena di Amerika Serikat menganut sistem deklaratif, dimana pendaftarakn bukanlah suatu keharusan sehingga untuk mendapatkan hak atas merek hal ini bukanlah syarat mutlak. Karena pendaftaran dalam hal ini hanya untuk memudahkan pembuktian bahwa dia adalah yang diduga sebagai pemilik yang sah sebagai pemakai pertama. Sehingga apabila merek yang dimiliki produsen merupakan makna generic merek tersebut dapat tetap berlaku. Karena kembali mengingat bahwa pendaftaran bukanlah hal yang wajib dilakukan untuk mendapatkan hak atas merek tersebut. Dan dengan mengubah persepsi konsumen terhadap merek tersebut menjadi merek yang semula generic menjadi merek yang tidak generic. Dengan sistem deklaratif merek tersebut dapat terdaftar jika terbukti bahwa pemegang merek tersebut merupakan penemu pertama atas merek tersebut.
B. Daya Pembeda dan Secondary Meaning 1.
Konsep daya pembeda Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia terbagi kedalam emapat
kategori, salah satunya ialah merek. Pada rezim merek yang dilindungi adalah mengenai simbol-simbol, kata, frase, dan nama yang menunjukan identitas suatu barang dan/atau jasa yang berhubungan dengan barang dan/atau jasa tersebut. Dan yang menjadi kebikajan dasar dari suatu merek adalah melindungi merek yang
40
telah terdaftar yang digunakan untuk membedakan identitas barang dan/atau jasa. Sesuai fungsinya tersebut merek harus memiliki daya pembeda. Di indonesia ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Dalam Pasal 1 Angka 1 menentukan: “merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dan menjadi unsur utama dalam pengertian merek tersebut adalah memiliki daya pembeda dan digunakan untuk perdagangan barang atau jasa. Tanda yang dikaitkan dengan daya pembeda untuk dapat dilindungi sebagai merek secara teoritis dapat dikategorikan sebagai berikut:13 a. Inherently distinctiveness: eligible for immediate protection upon use; b. Capable of becoming distinctive: eligible for protection only after development of consumer association (secondary meaning); c. Incapable of becoming distinctive: not eligible for trademark protection regardless of length of use. Tanda yang secara inheren memiliki daya pembeda (Inherently distinctiveness) dan dapat segera memperoleh perlindungan yaitu tanda yang dibentuk dari kata temuan (invented words) yang bagus sekali didaftarkan sebagai merek mencakup tanda yang bersifat: fanciful, arbitrary dan suggestive. Merek yang dibentuk dari kata khayalan (fanciful), bahkan kata-kata yang tidak ada dalam kamus paling baik
13
Rahmi Jened P.N Op.Cit., h. 208.
41
untuk dijadikan merek karena tidak saja baru, tetapi juga secara substansi jelas berbeda dengan kata yang digunakan pada umumnya.14
Contohnya, Blackberry untuk merek telepon seluler (handphone), Google untuk mesin pencarian di internet, Dagadu Yogyakarta. Merek yang berubahubah (arbitrary) menampilkan merek yang sama bekali tidak terkait dengan produk, contohnya, Apple untuk komputer, Jaguar untuk mobil. Merek yang bermaksud memberikan kesan (suggestive) dikaitkan dengan imajinasi konsumen untuk menerjemahkan informasi yang disampaikan melalui merek dan kebutuhan pesaing untuk menggunakan kata yang sama, contohnya, Facebook untuk jejaring pertemanan di internet. Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
Ada beberapa alasan mutlak untuk menjadikan suatu merek tersebut menjadi suatu merek yang sah dan pemilik merek mempunyai hak atas merek tersebut diantaranya adalah Daya Pembeda seperti dalam pengertian tersebut: “Sebuah merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (cabable of distinguishing). Maksudnya tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi suatu perusahaan
14
Lihat “Membangun Secondary Meaning Suatu Merek Yang Bersifat Descriptive Dalam Perdagangan Barang dan Jasa” www.kemendag.go.iddikutip pada 23-05-2016 pukul 2:49 WIB.
42
dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, maka merek itu harus dapat memberikan penentuan atau “individualisering” pada barang atau jasa bersangkutan.” 15 Akhir tahun 2015 adalah menjadi sebuah awal era perubahan sistem perdagangan di negara-negara ASEAN. Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka produk-produk dari ASEAN akan dengan mudah dipasarkan di seluruh negara-negara ASEAN. Hal ini memiliki dampak untuk dunia industri dan perdagangan di Indonesia. Akan semakin banyak produkproduk yang sama dan kemungkinan besar juga memiliki nama yang mirip atau bahkan sama. Selain itu, dengan perkembangan internet yang begitu pesat juga telah membuka pintu gerbang perdagangan global. Kita dapat menjual produkproduk lokal ke luar negeri atau sebaliknya hanya dengan menggunakan website atau bahkan media sosial.16 Sehingga dengan demikian suatu daya pembeda bagi sebuah merek adalah sangat penting. Dengan memiliki daya pembeda yang cukup suatu merek barang atau jasa memiliki identitasnya sendiri atas merek lain.
Dengan memiliki daya pembeda merek tersebut akan memberikan tanda pengenal atas barang dan jasa dari hasil suatu produksi. Sekaligus juga menghubungkan barang dan jasa dengan produsennya. Sehingga merek tersebut
15
Muhamad Jumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (sejarah teori dan prakteknya d Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1997, hal. 156. 16 Lihat “Manfaat Perlindungan Merek Untuk Sebuah Bisnis” http://startuphki.com/manfaatperlindungan-merek-untuk-sebuah-bisnis/ dikutip pada 21-05-2016 pukul 14:28 WIB.
43
memiliki kepribadian (individuality), dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan. Dengan adanya daya pembeda atas suatu merek hal ini juga memberikan jaminan nilai kualitas dari barang dan jasa dengan barang dan jasa sejenis lainya yang dihasilkan oleh produsen berbeda.
2.
Secondary meaning Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai secondary meaning, terlebih
dahulu penulis menjelaskan sedikit mengenai pengertian dari secondary meaningMenurut kamus umum bahasa inggris.Dalam kamus bahasa inggris secondary meaning berarti makna sekunder. Yang bila diartikan secara luas ialah satu kata atau bentuk yang memliki arti lain atau yang disebut dengan makna sekunder tersebut. Selain itu dalam kamus umum Bahasa Indonesia pengertian katasecondary meaning ialah. Kata secondary meaning bila diartikan kedalam bahasa indonesia berarti makna skunder. Dimana makna skunder terdiri dari dua suku kata yaitu makna dan skunder yang bila diartikan satu persatu ialah. Makna merupakan arti kata dari maksud pembicara atau penulis atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan sementara arti kata sekunder adalah berkenaan dengan yang kedua atau tingkatan kedua. Dan pegabungan kata tersebut memberikan arti bahwa satu kata yang memiliki arti yang lain.
44
Dalam Black Law Dictonary, secondary meaning “A consumer deducted meaning for a brand name or symbol that differs from its primary meaning. A term in copyright law where a common name or symbol must acquire a distinctive name to be given trade mark rights”. Konsumen mengambil pemikiran untuk merek atau simbol yang berbeda dari makna utamanya. Dimana dalam hak cipta nama atau simbol yang umum harus mempunyai nama yang khas untuk mendapatkan hak atas merek dagang. Menjadi kesimpulan dari beberapa pengertian diatas bahwa secondary meaning adalah makna skunder atau memiliki arti yang lain. Dalam sebuah merek secondary meaning adalah hal yang sangat penting. Dengan adanya secondary meaning sebuah merek apple yang merupakan kata umum untuk buah apple dapat menjadi merek sebuag produk elektronik karena “Aplle” memiliki secondary meaning untuk sebuah produk elektronik. Di dalam merek tanda yang memiliki kemampuan untuk menjadi pembeda (cabable of becoming distinctive) setalah pengembangan dari asosiasi konsumen atau membangun pengertian kedua disebut dengan secondary meaning. Di Indonesia yurisprudensi mengenai secondary meaning ada dalam juris prudensi Mahkamah Agung No. 127K/Sip/1972 mengenai Merek Y.K.K. yang menyatakan bahwa “suatu merek meskipun hanya terdiri dari beberapa huruf-huruf dapat diterima sebagai merek karena sudah demikian dikenal luas oleh masyarakat, sehingga dianggap mempunyai daya pembeda.
45
Didalam hukum merek terdapat banyak pengertian dan definisi mengenai makna sekunder atau yang disebut secondary meaning. Di dalam sub judul ini penulis akan membahas mengenai pengertian dari makna sekunder atau secondary meaning. Makna sekunder atau secondary meaning adalah makna sekunder yang diperoleh dari pergeseran persepsi publik, sehingga menjadi definisi bahwa makna sekunder merupkan makna dari merek tersebut yang didapat dari persepsi konsumen. Seperti dalam teks berikut:
“Secondary meaning is acquired through a shift in public perception: “If because of association with a particular product or firm over a period of time a word has come to stand in the minds of the public as a name or identification for that product or firm, the word is said to have acquired a secondary meaning”.17
Dalam pengertian tersebut makna sekunder merupakan persepsi konsumen terhadapa suatu merek sudah berubah seiring dengan waktu sehingga merek tersebut menjadi merek sekunder.
Dalam pendapat lain, makna sekunder adalah makna sebuah tanda yang semula tidak dapat didaftarkan sebagai merek, akan tetapi bisa mendapat perlindungan
17
Safeway Stores, Inc v Safeway Properties, Inc, 307 F2d 495, 499 (2d Cir 1962). See also McCarthy, 2 McCarthy on Trademarks and Unfair Competition § 15:8 at 15-20 to -24 (cited in note 6). Dikutip dari Brody reprotection for formerly generic term
46
dan sah didaftarkan menjadi merek jika bisa menunjukan makna sekunder tersebut. Seperti dalam teks berikut:
“Non-word marks may also gain protection on a showing of secondary meaning—the color pink, for example, is protected when applied to home insulation because of its close association with Owens-Corning”.18 Didalam pendaftaran merek, ada merek yang dapat didaftarkan dan ada juga merek yang tidak dapat didaftarkan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Dan salah satu alasan sebuah merek dapat didaftarkan ialah memiliki daya pembeda. Dalam hal ini daya pembeda tersebut dihasilkan oleh makna sekunder tersebut. Sehingga dengan adanya makna sekunder tersebut sebuah merek mendapat perlindungannya karena telah memiliki daya pembeda. Selain itu makna sekunder bukanlah suatu makna yang melekat pada merek tersebut akan tetapi muncul dari penggunaan kata atau frase dengan jangka waktu yang cukup. Dan menjadi tanda yang unik dan membangun makna sekunder tersebut. Seperti dalam teks berikut:
“Secondary meaning” arises from use of a descriptive, or otherwise unprotectable, word or phrase in such a way, for a sufficient duration, and
18
See In re Owens-Corning Fiberglas Corp, 774 F2d 1116, 1127–28 (Fed Cir 1985). Dikutip dari Brody ibid.
47
with enough frequency, that it becomes uniquely associated with the user and/or the user’s product”.19 Pendapat tersebut didukung oleh pendapat lain yaitu, seperti dalam teks berikut :
“It is “secondary” in that it refers to an acquired, rather than to an inherent, meaning.”20 Hal ini menyatakan bahwa semula sebuah merek tidak mempunyai makna sekunder. Akan tetapi makna sekunder tersebut bisa didapatkan guna mendapatkan daya pembeda atau identitas atas merek tersebut. Tentunya dengan waktu yang tidak sebentar, oleh karena hal tersebut diperoleh dari konsumen. Yang dimana konsumen merubah persepsi atas makna dari sebuah merek tersebut.Selain pengertian bahwa makna sekunder merupakan tanda yang diperoleh dari persepsi konsumen, makna sekunder merupakan yang dapat memberikan perlindungan untuk tanda yang merupakan istilah deskriptip atau yang tidak memiliki ke khasan. Yang dikutip dari teks aslinya sebagai berikut:
19
The abridged eighth edition of Black’s Law Dictionary (2004) defines “secondary meaning” as an “Intellectual Property” term designating: “A special sense that a trademark or trade name for a business, goods, or services has acquired even though the trademark or trade name was not originally protectable.” See also “A designation that is not inherently distinctive, such as a word that describes the nature of the product on which it appears, nevertheless may become, as a result of use by a specific person, uniquely associated with that person’s goods, services, or business. Such acquired distinctiveness is called ‘secondary meaning’.” Restatement (Third) of Unfair Competition § 13, cmt. e (1993). Dikutip dari Fletcher_descriptive and generic_vol103_no2_a2 20
Fletcher_descriptive and generic_vol103_no2_a2
48
“a descriptive term is not considered inherently distinctive, and will not be protected unless the mark owner establishes that the term has acquired source significance or secondary meaning.”21 Alasan sebuah merek dapat diterima pendaftaranya adalah merek tersebut memiliki daya pembeda. Karena daya pembeda tersebut memberikan ciri khas kepada merek tersebut dan membuat merek tersebut berbeda dari merek hasil produsen lainnya. Sehingga dalam hal ini makna sekunder di artikan sebagai makna lain atas sebuah merek yang dihasilkan oleh konsumen. Dimana makna tersebut memberikan daya pembeda terhadapa merek tersebut dan mengubah sebuah merek yang deskriptip dan tidak bisa didaftarkan menjadi merek yang dapat didaftarkan. Selain itu makna sekunder adalah gambaran yang konsumen artikan sebagai penampilan atau mengidentifikasikan karakteristik dari produk dan mungkin yang menjadi faktor utama dalam memotivasi pembelian produk tersebut. Seperti dalam teks berikut:
“Secondary meaning," in trademark-unfair competition parlance, is that inference of source to which Judge Hand referred, which a purchaser draws
21
Fletcher, ibid.
49
from the appearance or other identifying character-istics of the product and which may be a principal factor in motivating the purchase”.22 Dalam hal ini makna sekunder diartikan sebagai gambaran yang konsumen berikan atau karakteristik dari produk yang konsumen beli atau gunakan. Pendapat lain mengartikan bahwa makna sekunder adalah makna yang diterapkan untuk kata deskriptif. Seperti dalam teks berikut: “The term "secondary meaning" began as a trademarklaw concept applied to descriptive words, particularly geographical ones, which had come to be associated with the product of some particular manufacturer”.23 Hal ini menegaskan bahwa arti dari makna sekunder adalah suatu makna yang digunakan untuk merubah makna sebuah merek yang deskriptif. Sehingga merek tersebut bisa didaftarkan dan bukan merupakan kata deskriptif. Dan selain itu makna sekunder adalah suatu kata untuk memperoleh kekhasan sehingga mencapai makna sekunder. Seperti dalam teks berikut: “When certain aspects of an item (including its trade dress) have, in the cognitive networks of a “substantial,” “appreciable” or “significant”
22
Wotherspoon v. Currie, L.R. 5 H.L. 508 (1872); see Reddaway v. Banham, [1896] A.C. 199 ("camel hair belting"). To be sure, as Judge Hand pointed out in the passage quoted in text accompanying note 10 mupra, the maker need not be individually known by name, and a notion of some single, though anonymous, source will suffice for purposes of secondary meaning. See Shredded Wheat Co. v. Humphrey Cornell Co., 250 Fed. 960, 963 (2d Cir. 1918); Saalfield Publishing Co. v. G. & C. Merriam Co., 238 Fed. 1, 8-9 (6th Cir.), cert. denied, 243 U.S. 651 (1917). 23 Richard H.stern and Joel E. Hoffman, public injury and the public interest: secondary meaning in the law of unfair competition. University of Pennsylvania Law Reviem. Vol. 110 : 935.
50
proportion consumers in a product category, come to represent a single brand or source, we say this information has acquired distinctiveness and achieved secondary meaning”.24 Hal ini meyatakan bahwa pengertian dari makna sekunder adalah bentuk kekhasan dari sebuah merek tersebut. Dengan demikian makna sekunder atau secondary meaning adalah makna dari sebuah merek yang didapat atau dihasilkan dari kosnumen. Dengan persepsi berbeda atas sebuah merek yang konsumen berikan suatu merek tersebut memiliki ciri khas atau daya pembeda atas merek tersebut. Dan dengan makna sekunder suatu merek yang deskriptif tidak dapat didaftarkan dapat berubah menjadi merek yang dapat didaftarkan. C. Generic Term Yang Membangun Secondary Meaning Dapat Didaftarkan Karena Membangun Daya Pembeda Dari uraian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa pada intinya, pendaftaran merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan perlindungan hukum atas merek. Mengapa demikian, indonesia menganut sistem konstitutif dimana untuk mendapatkan hak atas merek tersebut ialah dengan terdaftarnya merek tersebut. Untuk melakukan pendaftaran tentunya dengan memenuhi prosedur yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Merek. Sehingga 24
J. Jacoby “Assessing the secondary meaning and fame of the ‘color trade dress’ used on the packaging for Reese’s confectioneries and the likelihood that using the color scheme currently used on M&M’sPeanut Butter Chocolate Candies will dilute Reese’s fame” (December 1997). A survey report admitted into evidence in Hershey Foods Corp. v. Mars, Inc. 998 F Supp 500 (MD Pa 1998).
51
perlindungan hukum atas merek dalam perdagangan barang dan jasa dapat terpenuhi untuk mencegah dan menghindari paraktek-praktek yang tidak jujur, seperti pemalsuan dan pembajakan, serta dengan melakukan pendaftaran merek, merek yang telah diterima pendaftarannya tentu memperoleh kepastian hukum. Selain itu negara telah mengatur ketentuan-ketentuan hukum mengenai perlindungan merek yang disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Yang tujuannya adalah melindungi kepentingan yang ada guna menciptakan perlindungan hukum.
Demikian halnya dengan persyaratan yang harus dipenuhi bagi produsen yang hendak mendaftarkan mereknya. Persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh karena pemilik dan pemegang suatu merek saat ini tidak hanya satu atau dua orang melainkan banyak. Sehingga dalam hal ini Generic Term dapat didaftar sebagai merek selagi membangun secondary meaning. Karena dengan adanya secondary meaning pada merek tersebut merek memliki daya pembeda dan dapat menjadi merek.Sehingga daya pembeda dan makna sekunder adalah hal yang sangat penting dan menjadi alasan absolut didaftarkannya merek. Dan suatu merek dengan merek lainnya dapat memberikan keterangan khusus atas identitas merek itu sendiri. Selain itu bagi konsumen dengan adanya daya pembeda untuk setiap merek maka konsumen tidak dibingungkan lagi. Dan dengan adanya makna
52
sekunder atas merek, maka merek tersebut menjadi unik dan memiliki identitas tersendiri atas merek tersebut.