60
BAB III COPING STRESS ISTERI DALAM PERKAWINAN POLIGINI A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN Data yang disajikan dalam bagian ini adalah tentang gambaran umum subjek penelitian yang terdiri dari nama, usia, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, perkenalan dan perkawinan dengan suami, keluarga besar, anak-anak dan lain-lain. 1. Gambaran Subyek 1 Subjek 1 adalah seorang perempuan yang berumur 37 tahun, isteri dari seorang laki-laki yang berusia 55 tahun, Subjek 1 dengan suaminya menikah pada 6 Agustus 1994. Pada waktu menikah subjek baru berusia 16 tahun sedang suaminya berusia 35 tahun. Pasangan ini sudah mengarungi kehidupan rumah tangga selama 21 tahun. Mereka memiliki 7 (tujuh) orang anak, 4 (empat) putera dan 3 (tiga) puteri. Pendidikan terakhir subjek 1 hanyalah 60
61
sekolah menengah Islam (Tsanawiyah). Menurut subjek 1, sebenarnya ia ingin sekolah lebih tinggi tapi karena keterbatasan ekonomi orangtua, maka ia menerima saja ketika diminta orangtua menikah. Setelah menikah suaminya memboyong isterinya pindah dari Alabio dan tinggal di Banjarmasin. Subjek 1 memiliki tubuh sedang dan kondisi psikis yang kelihatan tertekan. Sikap yang ditimbulkan cukup sabar, termasuk dalam berbicara tidak meledakledak, bahkan terkesan senang karena ada yang mau mendengarkan ceritanya. Sebelum perkawinannya, subjek 1 tidak mengenal calon suaminya dan keluarganya, tetapi calon suaminya melihat dan mengenal subjek 1 karena subjek 1 sering membantu orang tuanya berjualan di kios depan rumah mereka di Alabio. Ketika dilamar, subjek 1 sebenarnya menolak karena masih ingin sekolah. Tapi karena keterbatasan dana untuk meneruskan kuliah, orangtua dan kakaknya menyarankan menerima lamarancalon suaminya, maka perkawinanpun dilangsungkan meskipun tanpa dasar cinta. 61
62
Dengan berjalannya waktu, cinta tumbuh seiring lahirnya anak mereka. Pada mulanya subjek 1 bekerja sebagai penjahit pakaian bayi yang hasilnya dijual suaminya di pasar Sudimampir. Sejak tahun 1994 mereka tidak lagi menjahit pakaian bayi namun beralih berdagang pakaian dalam laki-laki dan wanita. Pekerjaan mereka tekuni sampai sekarang. Namun usaha dagang ini lebih dikendalikan oleh subjek 1. 2. Gambaran Subyek 2 Subjek 2 adalah seorang perempuan biasa kelahiran tahun 1959. Subjek 2 hanya mengenyam pendidikan SD. Orang tua subjek 2 berasal dari Madura. Subjek 2 sendiri lahir di Banjarmasin Keluarga subjek 2 sudah lama tinggal di Banjarmasin (Kelayan), Mereka sudah merasa menjadi orang Banjar. Kedua orang tua subjek 2 sudah tiada. Subjek 2 dengan dua orang saudara laki-laki tinggal berdekatan di Kelurahan Pemurus Baru. Sekarang subjek 2 sudah berusia 57 tahun. Pada tahun 1975 subjek 2 berkenalan dengan seorang pemuda Banjar, Hanya 2 62
63
(dua) bulan perkenalan. keluarga calon suami melamar subjek 2 untuk menjadi isteri. Keduanya setuju karena memang sama-sama suka. Maka pada tahun 1975 itu juga perkawinan mereka dilangsungkan. Tahun 2015 ini usia perkawinan mereka genap 40 tahun. Mereka dikaruniai 2 (dua) orang anak dan 7 (tujuh) orang cucu. Anak pertama laki-laki sudah berkeluarga dengan 3 (tiga) orang anak. Anak kedua perempuan yang juga sudah bekeluarga dan memiliki 4 (empat orang anak). Suami subjek 2 bekerja sebagai tukang bangunan karena pekerjaannya bagus dan punya relasi beberapa orang Cina dan mendapatkan pekerjaan sebagai kepala tukang. Pekerjaan sebagai kepala tukang menghasilkan banyak uang, tetapi karena suaminya sering main perempuan dan 3 (tiga) kali kawin serta suka berjudi, maka uang yang didapat banyak terkuras untuk hal tersebut, sedang terhadap keluarga suaminya pelit. Kini suaminya sudah berusia 62 tahun. Di usia yang sudah tua dan tidak ada lagi pekerjaan seperti dulu, praktis suaminya tidak bekerja. Bahkan untuk keperluan 63
64
membeli rokok suaminya meminta kepada subjek 2. Sekarang kehidupan keluarga ini cukup sederhana. Untuk menopang perekonomian keluarga, subjek 2 tidak pernah berpangku tangan. Sejak dulu subjek 2 bekerja dengan berjualan soto dang gado-gado. Sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir ini subjek 2 bekerja sebagai penjual ayam potong di Pasar Lokasi. Subjek 2 juga bekerja mencabut bulu ayam potong bersama menantu (isteri anak pertamanya). Dengan usaha tersebut subjek 2 bisa membiayai keluarganya dan sekali-kali memberi jajan untuk cucunya. Secara tampilan fisik, subjek 2 adalah perempuan yang banyak mengalami kekerasan dan menanggung beban dan tekanan hidup yang berat. Fisik subjek 2 yang kurus dan raut wajah yang agak pucat menggambarkan kelelahan psikhisnya. Namun ia seorang perempuan tegar dan sabar serta sudah mengikhlaskan ketentuan sang Khalik yang berlaku terhadap dirinya. 3. Gambaran Umum Subyek 3 Subjek 3adalah seorang perempuan muda kelahiran tahun 1979. Subjek 3 64
65
mempunyai seorang kakak laki-laki yang sedang kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota Banjarmasin. Kawan-kawan sang kakak semasa kuliah sering ikut ke kampung di Anjir. Ketika itu subjek 3 sedang sekolah MAN. Subjek 3 mengenal beberapa teman kakaknya, tapi belum kenal dengan teman kakaknya yang nanti akan menjadi suaminya. Setelah menamatkan MAN, subjek 3 diperkenalkan dan sekaligus dijodohkan oleh kakaknya dengan temannya yang lain. Seorang teman kakaknya kelahiran tahun 1969. Subjek 3 setuju saja dijodohkan, apalagi orangtua mereka merestuinya. Pada tahun 1995, setelah calon suami wisuda atau lulus kuliah merekapun menikah. Pasangan ini beda usia 10 tahun. Setelah menikah mereka mengontrak rumah di pal 4 Banjarmasin. Sekarang pasangan ini dikaruniai 11 (sebelas) orang anak. 7 (tujuh) orang hidup dan 4 (empat) orang meninggal dunia, Dari 7 (tujuh) orang anak yang hidup ini terdiri dari 2 (dua) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan. Dari tujuh orang ini 3 (tiga) orang mondok di pesantren. Anak pertama berumur 19 65
66
tahun sedang anak terakhir usia 2 tahun. Adapun 4 (empat) orang yang meninggal adalah 1 (satu) orang yang meninggal ketika masih bayi dan 3 (tiga) orang atau kembar 3 (tiga) yang meninggal ketika dilahirkan. Suaminya subjek 3 seorang seorang dosen (PNS) di salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri di Banjarmasin, tetapi juga mengajar diperguruan tinggi swasta, juga sebagai penceramah yang banyak jamaahnya. Hari-hari dilalui subjek 3 dengan mengasuh anak mereka, sekali-kali subjek 3 ikut serta bila suaminya mengisi ceramah di berbagai tempat. Subjek 3 adalah perempuan berhijab. Dalam penampilannya, ia adalah perempuan salehah. Kalau subjek 3 berkumpul dengan para perempuan lainnya subjek 3 akan membuka hijabnya. Penulis jarang melihat wajah subjek 3, karenanya penulis tidak tahu persis bagaimana raut wajah subjek 3 ketika awal-awal di madu. Sekarang wajah subjek 3 cantik dan manis. Ceria dan banyak senyum. Tidak ada kesan beban di raut wajahnya.
66
67
B. COPING STRESS ISTERI DALAM PERKAWINAN POLIGINI Data yang akan disajikan adalah data tentang stategi coping stres istri yang bertahan dalam perkawinan poligini dan faktor-faktor penyebab isteri melakukan coping stress dalam perkawinan poligini di Kota Banjarmasin. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada pengungkapan fakta secara rinci dan mendalam terhadap suatu subjek, peristiwa dan kejadian tertentu1 yang lazim juga disebut dengan studi kasus. Adapun desain penelitiannya bersifat deskriptif kualitatif yang memiliki karakteristik mempunyai latar natural, bersifat deskriptif (penggambaran). Seluruh data yang terkumpul akan disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu dengan mengemukakan data yang diperoleh ke dalam bentuk penjelasan melalui uraian kata sehingga menjadi kalimat yang mudah dipahami. 1. Coping Stress Subjek 1 dalam Perkawinan Poligini Awalnya subjek 1 dan suaminya hidup berbahagia. Pada tahun 2004 mulai ada 1
Lexy J Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012) , h.19.
67
68
perubahan. Pada tahun 2005, secara diamdiam suaminya menikah di bawah tangan tanpa izin dengan seorang perempuan di Banjarmasin. Subjek 1 tidak berani menanyakan langsung perihal tersebut kepada suaminya. Sampai suatu hari suaminya sendiri yang bercerita di pasar (di toko) bahwa ia sudah menikah lagi. Mendengar berita tersebut (apalagi langsung dari mulut suaminya), tentu saja subjek 1 sangat terpukul, subjek 1 sangat marah namun ia tak berdaya, sering menangis sendiri dan sangat bersedih. Hal ini membuatnya sering sakit-sakitan. Subjek 1 mengadu kepada orangtua dan mertuanya. Mereka selalu menasehati supaya subjek 1 bersabar. Untuk lebih menenangkan isterinya, sanh suami hanya menggilir isteri mudanya pada siang hari, sehingga di malam hari suaminya ada di rumah. Keadaan ini sedikit bisa menghibur subjek 1. Di sisi lain karena isteri muda suami meminta keadilan dalam segala hal termasuk giliran yang sama. Maka pernikahan suaminya ini bubar sebelum genap 1 (satu) tahun.
68
69
Pada tahun 2006, secara diam-diam subjek 1 menikah lagi dengan perempuan satu kampung dengan mereka (Alabio). Waktu itu subjek 1 sama sekali tidak curiga, sang suami menyatakan akan pergi beberapa hari keluar kota. Subjek 1 pun menyiapkan pakaian suaminya untuk beberapa hari dalam satu koper. Ternyata kepergian itu untuk menikah lagi. Sejak itu suaminya sering sekali pergi keluar kota untuk beberapa lama. Subjek 1 pun mulai curiga, apalagi ada desas desus teatang suaminya yang dikabarkan menikah lagi. Sama seperti perkawinan poligini suaminya yang pertama, subjek 1 juga tidak berani menanyakan langsung tentang perkawinan suaminya kali ini. Suatu malam suminya bercerita kepada subjek 1 bahwa ia telah menikah lagi dengan orang Alabio dan kepergiannya keluar kota meninggalkan dirinya dan anakanaknya untuk menggilir isteri mudanya. Bagai terkena petir di siang bolong. Subjek 1 tidak bisa menahan kemarahan, kesedihan, murung dan sakit hatinya. Kenyataan ini kembali membuat subjek 1 terpuruk dan sakit-sakitan. 69
70
Subjek 1 mengaku malu dengan kelakuan suaminya. Bila subjek 1 salat di mushalla pasar, ia segera kembali ke toko untuk menghindari pembicaraan orang tentang dirinya dan suaminya. Maklum ia pernah mendengar orang membicarakan dirinya dan suaminya dan madunya yang hidup dalam perkawinan poligini. Dalam keadaan sedih, sakit hati dan marah kepada suami, ada saja keluarga dan kawan-kawan yang menawarkan untuk mendatangi orang pintar, tetapi selalu ditolak oleh subjek 1. Beruntung subjek 1 memiliki orang tua dan mertua yang baik, yang selalu menasehatinya untuk bersabar dan berdoa kepada Allah untuk mengatasi masalahnya. Menurut orangtua subjek 1, tak apa-apa laki-laki itu mempunyai isteri lebih dari satu asal ada duitnya. Suatu hari subjek 1 mendengar ada seorang alim dari kampung Teluk Dalam yang bisa memberi air doa (banyu tawar), nasehat dan doa. Orang ‘alim tersebut menasehati subjek 1 untuk percaya kepada takdir Allah, artinya dipoligini oleh suaminya ini merupakan ketentuan Allah atas diri subjek 1. Untuk subjek 1diminta 70
71
untuk sabar atas ketentuan Allah dan rajin beribadah. Orang ‘alim tersebut juga memberikan air doa’/air tawar. Setelah minum air tawar tersebut subjek 1 mengaku mulai tenang dan sabar atas perlakuan suaminya. Mulai saat itu subjek 1 mengaku rajin ibadah terutama salat malam, karena dalam salat tahajud subjek 1 bisa menumpahkan kesedihannya. Ia juga rajin ke majelis taklim untuk mendengar dan belajar agama. Dari situ subjek 1 merasa lebih tenang. Sang suami rupanya merasa lelah untuk menggilir isteri muda di luar kota (Alabio), Suami meminta subjek 1 untuk bersedia menerima madunya tinggal serumah dan bersama-sama mengelola usaha dagang di Banjarmasin. Subjek 1 pun menyetujui. Akhirnya subjek 1 tinggal serumah dengan madunya dan bersamasama mengelola usaha dagang mereka. Dalam usaha dagang, keuangan dipegang oleh subjek 1, namun ketika subjek 1 tidak di toko, madunyalah yang menjadi kasir dan memegang keuangan. Sayang isteri muda ini dinilai tidak amanah. Menurut subjek 1, ia sudah mendengar dari 71
72
karyawannya bahwa madunya ini tidak baik, sering mengambil duit secara diamdiam. Pernah suatu hari ketika subjek 1 tidak di toko, madunya ini ketahuan mengambil uang untuk keperluan sendiri tanpa izin kepada subjek 1. Dari kejadian itu subjek 1 marah dan tidak terima. Mulai saat itu hubungan keduanya menjadi kurang akur. Padahal kata subjek 1, Ia pernah menawarkan kepada madunya itu untuk membuka usaha dagang sendiri, tetapi keburu ketahuan ketidakjujuran madunya, maka tawaran itupun batal. Tidak hanya sampai di sini, suaminya juga ternyata tidak suka dengan perangai isteri mudanya yang terkesan ingin menguasai usaha dagang mereka. Akhirnya isteri mudanya ini diceraikan, padahal mereka sudah memiliki seorang anak. Sebenarnya subjek 1 pernah meminta suaminya untuk memilih salah satu dari isterinya. Artinya terserah suaminya untuk memilih subjek 1 atau madunya. Tetapi suaminya selalu mempertahankan subjek 1 sebagai isteri tuanya. Isteri muda suamainya yang kedua ini diceraikan oleh suaminya karena suaminya tidak setuju dengan 72
73
perangainya dan karena ketidakcocokan dengan subjek 1. Pada tahun 2012 untuk ketiga kalinya suaminya beringinan untuk menikah atau mempoligini subjek 1, Namun baru pada perkawinan poligini ini suaminya meminta izin kepada subjek 1 sebagai isteri pertama. Subjek 1 pun mengizinkan secara lisan saja. tetapi tetap tidak resmi atau tercatat di Pengadilan Agama dengan alasan tidak mau repot. Menurut subjek 1, suaminya memang tidak bisa dinasehati atau dilarang dalam urusan yang satu ini. Oleh karena itu subjek 1 mau tidak mau mengizinkan suaminya menikah lagi dengan syarat madunya harus tinggal dengannya dalam satu rumah dan bersama-sama mengasuh anak-anak mereka serta bersama-sama dalam menjalankan usaha dagang mereka. Sekarang subjek 1 tinggal satu rumah dengan madunya yang dikaruniai seorang anak usia 1 (satu) tahun. Tempat tinggal keluarga ini di salah satu komplek perumahan yang ada di Banjarmasin. Kelihatannya subjek 1 akur saja dengan madunya ini. Subjek 1 mengaku madunya 73
74
sekarang ia anggap sebagai saudara. Sang madu sendiri sepertinya menyadari posisinya sebagai isteri muda yang menghormati dan menghargai isteri pertama suami mereka. Menurut subjek 1, sampai sekarang tidak pernah ada konflik di antara mereka. 2. Coping Stress Subjek 2 dalam Perkawinan Poligini Subjek 2 adalah perempuan yang banyak mengalami asam garam kehidupan berpoligini. Tercatat 3 (tiga) kali dipoligini di bawah tangan yang walaupun sah secara agama namun tidak sah secara negara (tidak resmi dan tidak tercatat). Suami subjek 2, mulai suka main perempuan sejak subjek 2 hamil anak kedua. Menurut penuturannya, ketika tinggal di Kelayan, suatu malam subjek 2 yang sedang hamil tua anak kedua merasa gerah dan tidak enak hati keluar rumah. Ia berjalan menyusuri jalan. Tiba-tiba ia melihat suaminya sedang naik beca dengan seorang perempuan yang berambut panjang. Tanpa pikir panjang ia berlari ke arah beca yang sedang berjalan dan langsung 74
75
menjambak rambut perempuan teman suaminya. Perempuan itu berteriak kesakitan, Paman beca terus mengayuh becaknya hingga subjek 2 terseret becak beberapa meter, subjek 2 terjatuh dan lecetlecet, sedang suami dan perempuan tadi lari berlawanan arah entah ke mana. Subjek 2 sangat sedih dengan perselingkuhan suaminya. Bagaimana tidak, subjek 2 menganggap suaminya keterlaluan, enakenak dengan perempuan lain, sementara ia harus mengasuh anak pertama dan sedang hamil tua anak kedua mereka. Tidak hanya sampai di situ. Setelah anak ke dua lahir, suami secara diam-diam menikah di bawah tangan dengan seorang perempuan dari desa Tajau Pecah. Sebelum menikah suaminya mengaku masih perjaka. Sebenarnya subjek 2 curiga terhadap suaminya yang sering tidak pulang ke rumah. Subjek 2 pun secara diam-diam mengikuti ke mana suaminya pergi. Ternyata dugaannya benar bahwa suaminya telah menikah lagi. Betapa hancur perasaan subjek 2, ia memberi tahu orangtua dan mertuanya. Dengan dukungan mereka subjek 2 memutuskan untuk mendatangi 75
76
rumah madunya. Subjek 2 mendatangi rumah madunya, kebetulan suaminya ada di sana, maka terjadilah keributan. subjek 2 menyatakan bahwa ia dan anak-anak yang dibawanya adalah isteri dan anak-anak suaminya. Setelah isteri muda mengetahui bahwa suaminya telah mempunyai isteri dan dua orang anak. Isteri muda suaminya dan keluarganya merasa tertipu lalu meminta cerai. Pernikahan poligini suaminya berlangsung sekitar satu tahunpun berakhir. Suaminya subjek 2 memang aneh, suaminya beralasan menikah lagi untuk mendapatkan anak. Menurut subjek 2, iapun ingin punya anak lagi, tetapi ia sendiri baru melahirkan anak kedua mereka. Tentu saja tidak langsung hamil, karena harus menyusui anak dahulu. Jadi alasan suaminya menurutnya hanya alasan yang dibuat-buat saja. Tidak lama setelah itu, sekitar 6 (enam) bulan berikutnya suaminya kembali menikah tanpa izin atau di bawah tangan dengan perempuan dari Pal 25. Pernikahan poligini suami yang kedua ini sangat menyakitkan hati . Subjek 2 tidak mengerti 76
77
apa sebenarnya maunya . SL mengaku sangat memperhatikan kebutuhan suami dan meledaninya dengan baik. Pernikahan poligini kali ini ternyata lebih membuat suami betah berlama-lama tinggal di rumah isteri mudanya. Hampir-hampir suami tidak memperdulikan keadaan subjek 2 dan anakanaknya. Kadang suami tidak pulang sampai berbulan-bulan, 3 (tiga) dan pernah sampai setahun. Suami baru pulang kalau kehabisan uang. Keadaan ini membuat subjek 2 dan anak-anaknya serta keluarga besarnya terlantar. Subjek 2 harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Subjek 2 tidak saja harus menanggung hidup diri dan anakanaknya tetapi juga orangtua dan 2 (dua) adiknya serta mertua dan 5 (lima) orang adik iparnya. Subjek 2 membuka warung yang menjual soto dan gado-gado. Dengan cara ini keluarga subjek 2 bisa bertahan hidup. Kebaikan subjek 2 terhadap adikadik kandung dan adik-adik iparnya sampai mengawinkan mereka ini diakui oleh keluarga dekat suaminya sendiri. Kemana suaminya selama ini. Sebenarnya subjek 2 sudah tahu dari orang 77
78
lain bahwa suaminya kawin lagi. Suatu hari subjek 2 dan 2 (dua) anaknya secara diamdiam membuntuti ke mana suaminya pergi. Setelah tahu rumah madunya, ia segera pulang. Ia takut kalau suami mengetahui apa yang dilakukannya. Dengan saran dari orangtua dan mertua subjek 2 bersama anak-anaknya (anak pertama jalan sendiri dan anak kedua digendong) subjek 2 kembali mendatangi rumah madunya. Dengan tekad bulat subjek 2 ingin memberi tahu madunya kalau ia adalah isteri pertama suaminya dengan dua anak yang dibawanya . Mereka datang dengan pakaian lusuh supaya madunya tahu bahwa suami mereka tidak bertanggungjawab terhadap subjek 2dan anak-nak mereka. Kebetulan suami ada di rumah. Tentu saja suami terkejut atas kedatangan subjek 2 dengan anak-anaknya, begitu pula madu dan orangtuanya. Kedatangan subjek 2 dan anak-anak suami membuat suami tak berkutik dan tidak bisa mengelak terhadap kebenaran fakta yang ada. Isteri muda suaminya dan keluarganya marah karena ditipu oleh suami yang menyatakan belum berkeluarga. 78
79
Mereka mengusir suaminya dan minta cerai. Akhirnya suami menceraikan isteri mudanya tersebut. Tidak berselang lama, sang suami kembali menjalin hubungan dengan seorang perempuan asal Kandangan yang tinggal di Kuripan Banjarmasin. Rupanya hubungan suaminya dengan perempuan tersebut sudah diketahui masyarakat. Masyarakat sudah berencana untuk membuat perhitungan terhadap suaminya. Demi menjaga nama baik suami dari amuk massa, subjek 2 bersedia suaminya menikah lagi. Pernikahan inipun tidak resmi atau di bawah tangan. Pernikahan poligini ke 3 (tiga) suaminya ini tidak lagi dilarang oleh subjek 2 karena menurut subjek 2 suaminya memang tidak bisa dilarang lagi. Dari pada ia dan anak-anak tidak diperhatikan oleh suaminya seperti sebelumnya. Ia mengizinkan, asal suami bisa memperhatikan ia dan anak-anak serta berlaku adil. Poligini suaminya yang ke 3 (tiga) ini berlangsung sampai sekarang. Dari perkawinan terakhir ini suaminya memperoleh seorang anak laki-laki yang 79
80
pada tahun 2013 sudah dikawinkan yang resepsinya dilangsungkan di kediaman subjek 2. Ketabahan dan kesabaran subjek 2 memang luar biasa. suami memang sering menyakitinya baik secara fisik maupun mental. Secara fisik subjek 2 pernah ditampar di muka hingga giginya dan matanya bengkak karena tidak mau memberi uang kepada suami yang akan menggunakan untuk bermain judi. Ketika ditanya orang-orang, subjek 2 menjawab habis terjatuh di kamar mandi. Di lain waktu kepala subjek 2 pernah ditumpahi nasi panas di kepalanya hanya karena terlambat menyiapkan makanan. Selain itu, hal yang juga menyakitkan hati subjek 2 adalah kelakuan suaminya yang bila kalah dalam berjudi, tidak segansegan meminta gelang subjek 2 secara paksa. Bahkan pernah mengambil kalung di leher subjek 2 sewaktu tidur. Perlakuan suami seperti di atas tidak saja menyakitkan fisik dan mental, tetapi juga membuat subjek 2 bingung, sedih dan tak tahu harus bagaimana dan berbuat apa. Apa salahku, apa dosaku, apa 80
81
kekuranganku, kata subjek 2. Padahal subjek 2 mengaku melayani dan meledani apa maunya suami secara baik. Apalagi ketika suami sebagai pemborong bangunan, suami banyak berteman orang Cina dan orang-orang kaya. Subjek 2 sangat memperhatikan pakaian suami yang harus selalu neces dan sepatu selalu mengkilat. Menurut subjek 2, seorang laki-laki boleh saja beristeri lebih dari satu asal bertanggung jawab dan adil kepada isteriisteri dan anak-anaknya. Seperti Guru Sekumpul. Tapi kalau tidak mampu janganlah, kasian isteri dan anak-anak. Ketika ditanya apakah subjek 2 ikhlas. Ya, subjek 2 mengaku ikhlas, walaupun sakit. Diberi atau tidakpun nafkah tidak menjadi masalah lagi bagi subjek 2 sekarang. Ya memang sudah nasibku begini, kata subjek 2 Sakit hati akibat dipoligini sebenarnya memang wajar terjadi. Apalagi kita orang biasa. Subjek 2 bahkan menceritakan bahwa anak Nabi, Siti Fatimah ketika mendengar Saidina Ali ingin menikah ia bersedih, dan ketika ia bersandar di pohon pisang, pohon pisang bekas sandaran Siti Fatimah menjadi 81
82
merah karena panas akibat sakit hati Siti Fatimah. Apakah mengizinkan suami berpoligini merupakan jalan menuju surga, menurut subjek 2 betul kalau isteri bisa sabar, tapi sebenarnya banyak jalan lain dengan memperbanyak amal saleh. Subjek 2 menyatakan bahwa memang sudah nasibnya dimadu atau dipoligini. Pernah subjek 2 meminta cerai, namun suaminya tidak mau menceraikannya. Kata suaminya kalau mau tetap menjadi suaminya subjek 2 harus rela dimadu, tapi kalau harus bercerai, subjek 2 dan madunya harus dicerai kedua-duanya. Alhamduliilah madunya sekarang orangnya baik saja, dan suamipun dapat adil menggilir isterinya. Akhir-akhir ini suami tidak lagi bekerja, maklum sudah tua dan tidak ada pekerjaan lagi seperti dulu. Sehingga suami selalu berada di rumah subjek 2 pada siang hari, hanya giliran malam saja ke rumah isteri mudanya (semacam numpang tidur saja), Pagi-pagi sudah kembali ke rumah subjek 2. Sepertinya madunya tidak benar lagi mengurus suaminya. Sebab subjek 2 selalu makan di rumah subjek 2, dan untuk 82
83
urusan rukukpun harus minta uang kepada Sl. Walaupun begitu subjek 2 mengaku sabar dan ikhlas. Beginilah kehidupan rumah tangga subjek 2 dengan suaminya akhir-akhir ini. Dalam menjalani kehidupan poligini, subjek 2 mengaku sering diajak saudara dan teman untuk pergi ke orang alim atau orang pintar. Subjek 2 mengaku tidak punya uang untuk pergi ke orang pintar, tapi kalau minta amalan ke orang alim pernah dilakukannya. Subjek 2 hanya mendengarkan nasehat orang alim, orangtua dan mertuanya dan mendekatkan diri kepada Allah. 3. Coping Stress Subjek 3 dalam Perkawinan Poligini Suami subjek 3 adalah seorang lakilaki yang sangat penyayang kepada isteri dan anak-anak mereka, namun sejak 8 (delapan) tahun yang lalu mulai mengutarakan niatnya untuk berpoligini. Pernyataan itu tidak begitu ditanggapi oleh subjek 3. Walaupun jujur di hati subjek 3 ada kekhawatiran kalau suaminya betulbetul melaksanakan niatnya. 83
84
Pada tahun 2008-2009, suami subjek 3 mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta. Beberapa mahasiswinya ada yang datang ke rumah untuk berkonsultasi masalah perkuliahan kepada suaminya sebagai dosen mereka. Di antara mahasiswi itu rupanya ada seorang mahasiswi yang menaruh hati kepada bapak dosennya dan begitu pula. Sebaliknya suaminya juga menaruh hati kepada mahasiswinya tersebut. Mahasiswi itu juga baik kepada subjek 3 dan anak-anak, bahkan karena mahasiswi itu bisa mengambil hati anakanak subjek 3, merekapun memanggil mahasiswi itu dengan panggilan kaka. Jadi sejak sebelum menikah Suaminya sudah mengenalkan dan mengakrabkan calon isteri mudanya kepada subjek 3 dan anakanak mereka. Pada tahun 2009 itu suaminya mulai mengutarakan niatnya dan meminta izin untuk berpoligini dengan menikahi mahasiswinya. Sang suami meyakinkan subjek 3 dengan sungguh-sungguh bahwa ia sangat sayang kepada subjek 3 dan anakanak mereka, ia tidak akan mengurangi hak-hak mereka dan akan berlaku adil. 84
85
Adapun alasan suami untuk berpoligini adalah untuk membantu orang yang membutuhkan atau menolong orang yang meminta perlindungan. Secara jujur subjek 3 menyatakan sulit untuk memberikan izin. Dengan kata tanya subjek 3 menanyakan ke penulis, siapa sih yang mau dimadu. Keinginan dan keseriusan suami untuk melakukan perkawinan poligini disampaikan subjek 3 kepada orangtua dan kakaknya. Sementara itu suami secara pribadi juga meminta izin poligini kepada orangtua subjek 3. Pada awalnya ibu (mama tiri) subjek 3 tidak menyetujuinya, sedangkan bapak subjek 3 bisa saja menerima. Suaminyapun menyampaikan keinginan poligini kepada kakak subjek 3, suami juga telah memperkenalkan calon isteri mudanya kepada kakak subjek 3. Kakak subjek 3 ternyata mengizinkan dan bisa menerima keinginan sang ipar untuk mempoligini adiknya subjek 3. Sang kakak bahkan menasehati subjek 3 agar memberi izin suamiaanya untuk berpoligini dengan syarat pernikahan harus resmi, sesuai agama dan negara dan tercatat di 85
86
pengadilan agama, serta dapat berlaku adil dengan isteri-isterinya. Berdasarkan hasil konsultasi subjek 3 dengan keluarga, akhirnya subjek 3 mengizinkan suaminya untuk berpoligini asalkan suami menyanggupi syarat yang diajukan subjek 3, subjek 3 sungguh tidak memiliki alasan lagi untuk tidak memberikan izin. Pernikahan suami dengan calon madunya dilangsungkan. Tentu saja tanpa kehadiran subjek 3. Setelah suaminya dan madunya menikah, suami tidak banyak waktu di rumah isteri mudanya. Ia lebih banyak di rumah subjek 3 (waktu itu masih menyewa rumah kecil atau bedakan). Suami kadang membawa isteri mudanya menginap di rumah subjek 3. Suami dan subjek 3 tidur satu kamar, sedang madunya tidur sekamar dengan anak-anak. Di rumah subjek 3, suami dan isteri mudanya selalu berusaha mengambil hati subjek 3, madunya sendiri rajin membantu pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak. Cara ini membuat subjek 3 secara perlahan dapat menerima keberadaan madunya. Anak-anakpun semakin akrab dengan ibu tirinya. 86
87
Secara bertahap suami menjalani kehidupan dalam perkawinan poligini. Di mana suami mengatur pembagian waktu menggilir isterinya dan segala sesuatu sesuai aturan syariah dan janjinya dulu. Sebagai PNS, suami terikat aturan bila ingin berpoligini, suami, subjek 3 dan madunya harus lapor ke RT dan kelurahan. Melapor dan menghadiri pemanggilan perguruan tinggi tempat suami bekerja dan mendaftarkan perkawinan poligininya, menghadiri persidangan di pengadilan agama serta secara resmi menandatangani izin atas perkawinan poligini suaminya Pada awal-awal dimadu, subjek 3 tidak menampik betapa sakitnya hatinya, beruntung subjek 3 mempunyai kakak yang selalu menjadi tempat curhatnya yang selalu menasehati dan meneduhkan hatinya. Beberapa teman yang peduli terhadap diri subjek 3 menyarankan untuk meminta amalan kepada orang alim. Subjek 3 mendapatkan beberapa amalan. Ada amalan yang banyak dan susah untuk dilakukan, ada amalan yang mudah dan dapat diamalkan, juga amalan yang tidak baik dan salah bila diamalkan. Bagi subjek 3, bila 87
88
amalan itu berupa salat, berdoa, beristigfar, berzikir dan bersalawat kepada Rasulullah.ia akan lakukan, tapi bila amalan yang tidak sesuai syariat ia akan menolaknya. Berkat nasehat baik kakaknya, suaminya, orang alim dan teman-teman salehah subjek 3 dalam kesedihannya lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah, salat, berdoa, beristigfar, berzikir dan bersalawat kepada Rasulullah. Dengan cara ini subjek 3 merasa tenang dan menerima takdir Allah dengan sabar dan ikhlas. Ketika ditanyakan pendapat subjek 3 tentang poligini. Subjek 3 menyatakan bahwa poligini itu boleh saja dilakukan asalkan mampu. Secara agama sendiri begitu. Maka ia tidak menantang poligini dan tidak menutup diri sebagai keluarga yang menjalani kehidupan perkawinan poligini. Kehidupan perkawinan poligini yang dijalani keluarga ini membuat banyak orang bertanya-tanya. Kok bisa rukun. Ini terjadi karena suami memang dapat menjalani kehidupan poligininya sesuai ajaran agama dan aturan yang berlaku. Suami dinilai 88
89
subjek 3 adil dengan dua isterinya dan anak-anak mereka. Suami pun menyediakan rumah masing-masing kepada isterinya, di mana rumah mereka berada dalam sebuah gang dan berdekatan. Menurut subjek 3, kehidupan mereka jauh lebih baik sekarang, Semua rezeki ini diperoleh setelah mereka menjalani hidup berpoligini. Sejak dulu sampai sekarang, subjek 3 tidak pernah mengurung diri dari perkawinan poligini suaminya, keakraban keluarga ini terlihat publik ketika mereka pergi bersama ke pengajian, ke resepsi perkawinan, pulang kampung suami atau isteri, ke pasar, menengok anak di pesantren. Kadang-kadang pergi bersama suami, dua isterinya dan anak-anak mereka, kadang subjek 3 dan madunya pergi bersama anak-anak atau subjek 3 dan madunay berdua saja untuk suatu keperluan. Subjek 3 dan madunya saling bantu dan bekerja sama untuk urusan suami dan anak-anak mereka. Sering masak bersama, saling mengantar makanan, bahkan menurut subjek 3, madunyalah yang banyak mengurus anak-anak mereka. 89
90
Keakraban anak-anak dengan ibu tirinya sanagt terlihat. Anak-anak memanggilnya kaka. Sampai sekarang anak-anak memanggilnya kakak. Kecuali yang kecil memanggil ibu tirinya Ummi, inipun karena ia selalu bersama dan berteman dengan anak madunya dari perkawinan suaminya dengan madunya yang telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang berusia 3 (tiga) tahun. Keadaan keluarga ini cukup membuat nyaman subjek 3 karenanya ia tidak pernah meminta suaminya untuk memilih salah satu dari isterinya, tidak pernah meminta untuk menceraikan madunya atau meminta cerai. Jangan meminta itu, terpikirpun tidak kata subjek 3. Sebenarnya bagi subjek 3 tidak pernah membayangkan untuk dipoligini, tetapi ternyata takdir yang menentukan. Beberapa kali permintaan suminya untuk berpoligini sampai pada akhirnya memutuskan berpoligini dan menjalaninya membuat subjek 3 betul-betul mempersiapkan mental. Syukurnya kekhawatiran di awal kehidupan perkawinan poligininya telah lama berakhir, kebijakan suami dan 90
91
kebaikan madunya telah memantapkan hatinya dan ikhlas menerima keadaan. Apalagi suaminya jauh lebih sayang kepadanya dibandingkan sebelumnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ISTERI BERTAHAN DALAM PERKAWINAN POLIGINI Ada beberapa faktor yang menyebabkan para subjek bertahan dalam perkawinan poligini. Faktor-faktor tersebut ada faktor utama dan faktor pendukung. Untuk lebih jelasnya apa yang menjadi faktor utama dan faktor pendukung dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Subjek 1 Bertahan dalam Perkawinan Poligini Ada beberapa faktor yang menyebabkan subjek 1 bertahan dalam perkawinan poligini. Pemahaman subjek 1 tentang poligini yang dianggapnya sebagai 91
92
hak suaminya. Poligini itu diperbolehkan asalkan sanggup. Agama juga memperbolehkan poligini asalkan suami bisa adil terhadap isteri-isteri dan anakanaknya. Subjek 1 juga mengangap bahwa ia ikhlas dengan ketentuan Allah, subjek 1 berharap, mudah-mudahan kesabaran dan keikhlasan akan membawanya ke surga. Perkawinan subjek 1 dengan suaminya sudah berlangsung 21 tahun. Mereka memiliki 7 (tujuh) orang anak, 4 (empat) putera dan 3 (tiga) puteri. Ketujuh anakanak mereka inilah agaknya yang juga menjadi perekat perkawinan mereka. subjek 1 mengaku kasian kalau anak-anaknya tidak memiliki orangtua lengkap (ayah dan ibu). Kasian juga kalau mereka diolok-olok teman-temannya bila orangtuanya bercerai. Anak pertama sudah sekolah di tingkat aliyah, sedang yang kecil masih usia 7 (tujuh) bulan. Dari anak-anaknya, anak kedua sering menghindar dari bapaknya, menurut subjek 1, anaknya ini malu dengan poligini yang dijalani bapaknya. Ia pendiam dan sering murung. Anak-anaknya yang lain sepertinya biasa saja. Di samping itu
92
93
suaminya sangat sayang kepada anak-anak mereka. Selain masalah anak, faktor ekonomi juga menjadi salah satu faktor subjek 1 bertahan dalam perkawinan poligini. Secara ekonomi, subjek 1 merasa nyaman dengan kehidupan sekarang. Suaminya memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk mengelola usaha dagang mereka, bahkan madunya sekarang atau isteri muda suaminya sekarang tinggal dalam satu rumah dan ikut pula berdagang bersamanya. Kalau harus bercerai subjek 1 mengaku bingung untuk bekerja apa, sementara ia dan anak-anak membutuhkan banyak biaya untuk keperluan hidup dan pendidikan bagi anak-anaknya. Pada akhir pembicaraan subjek 1 mengaku tidak siap menjadi janda karena perceraian. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa menjadi janda itu banyak susahnya. Selain urusan anak-anak dan masalah nafkah. Janda juga sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitar. Pulang malam salah, ada tamu laki-laki ke rumah salah, ya serba salah.
93
94
Subjek 1 juga mengaku cinta dan sayang kepada suaminya, sekalipun suami sudah menyakitinya berkali-kali, tetapi subjek 1 dapat memaafkan. Menurutnya, cinta itu merupakan hal yang sulit dimengerti, karena cinta dan kasih sayangnya kepada suami ia rela dimadu di samping beberapa faktor di atas. Dengan demikan kita dapat mengetahui bahwa faktor utama yang menyebabkan subjek 1 bertahan dalam perkawinan poligini adalah faktor agama, faktor anak dan faktor ekonomi, sedang faktor pendukungnya adalah faktor masih cinta dan faktor status janda yang disandang bila terjadi perceraian. 2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Subjek 2 Bertahan dalam Perkawinan Poligini Apa sebenarnya yang menyebabkan subjek 2 mampu bertahan dalam perkawinan poligini. Menurutnya, setiap ibu pasti sayang kepada anak-anaknya. Kasian anak-anak, bapaknya sudah begitu. Tetapi lebih kasihan lagi kalau anak-anak tidak ada bapaknya. Untuk itu subjek 2
94
95
berusaha untuk bertahan, sabar, tabah, ikhlas dalam menjalani hidup berpoligini. Subjek 2 juga sangat sayang dan hormat kepada orangtua dan mertua yang selalu menasehati dan menyabarinya, serta adik-adik kandung dan adik-adik iparnya yang membutuhkannya. Kalau bukan karena mereka, mungkin subjek 2 sudah lama berpisah dengan suaminya. Mertuanya bahkan sangat marah kepada suaminya. Mertuanya menyatakan bahwa yang anak kami itu adalah subjek 2. Makanya, kalau bukan karena mereka subjek 2 mengaku mungkin ia dan anak-anaknya akan pergi jauh meninggalkan suami dan keluarga besarnya. Subjek 2 juga menjaga harga dirinya dan suaminya di tengah masyarakat. Bertahan dalam kehidupan poligini lebih baik bagi subjek 2 dibandingkan bercerai. Bagi masyarakat kalau perceraian terjadi berarti suaminya tak mampu mendidik dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Kalau bercerai berarti juga subjek 2 kalah terhadap madunya. Ini bukan memalukan bagi subjek 2 dan suaminya, tetapi juga memalukan bagi keluarganya besarnya. 95
96
Tidak hanya itu, subjek 2 juga mengaku malu dengan predikat janda. Menjadi janda sangat tidak enak dan serba salah, walaupun kita orang baik-baik saja. Apalagi di kampung, janda dianggap ancaman bagi para isteri, karena banyak isteri yang takut kalau suami mereka tergoda oleh janda. Subjek 2 pada akhirnya menyatakan bahwa hal yang utama adalah ikhlas dan sabar dalam kehidupan perkawinan poligini karena Allah membolehkan laki-laki berpoligini dengan syarat adil. Tetapi pada kasusnya, ia tidak mempermasalahkan masalah itu lagi. Yang penting baginya ia berbuat baik pada suami dan madunya semampu ia bisa. Subjek 2 juga menyatakan kasih dan sayang kepada suaminya, walaupun dulu ia sempat marah dan membencinya. Faktor utama yang menyebabkan subjek 2 mampu bertahan dalam perkawinan poligini adalah faktor anak dan faktor agama, sedangkan faktor ketidak sanggupan menyandang status janda dan faktor masih kasih dan sayang kepada
96
97
suami sebagai faktor pendukung subjek 2 bertahan dalam perkawinan poligini. 3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Subjek 3 Bertahan dalam Perkawinan Poligini Seperti disebutkan di atas bahwa subjek 3 adalah seorang perempuan berhijab tamatan MAN. Dengan pengetahuan yang dimilikinya subjek 3 memahami bahwa agama memperbolehkan untuk berpoligini. Di samping itu agama juga mewajibkan seorang isteri untuk taat kepada suami. Maka ketika suaminya meminta untuk berpoligini subjek 3 dapat menerima dan bertahan dalam perkawinan poligami. Sebagai seorang bapak suaminya sangat menyayangi anak-anak. Seperti halnya subjek 3, madunya sebagai ibu tiri banyak terlibat di dalam menjaga dan mengasuh anak-anak. Anak-anak sendiri sayang kepada ibu tirinya dan memanggilnya dengan sebutan kakak. Bagi subjek 3 kenyataan ini menjadi salah satu alasan untuk mempertahankan rumah tangganya dalam perkawinan poligini yang dilakukan suaminya. 97
98
Secara ekonomi kehidupan keluarga subjek 3 jauh lebih baik dari sebelumnya. Sekarang kedua isteri suaminya masingmasing sudah memiliki rumah masingmasing yang jaraknya berdekatan. Memiliki mobil dan motor untuk alat transportasi bersama. Terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga ini membuat subjek 3 mensyukuri dan merasa nyaman dalam kehidupan perkawinan poligini. Menurut subjek 3, dalam kehidupan poligini banyak nikmat yang Allah berikan kepada keluarganya. Kalau kita melaksanakan agama Allah dan menolong sesama, maka Allah pun pasti menolong kita. Bersuamikan seorang PNS (dosen) sekaligus da’i atau penceramah membuat subjek 3 mempertimbangkan status suaminya di mata jamaah dan masyarakat secara umum. Menjaga nama baik suami di mata umat adalah kewajiban isteri. Selama suami tidak melakukan hal yang dilarang agama subjek 3 menyatakan akan nerusaha untuk selalu mendukung, sekalipun dalam masalah yang sangat sulit seperti permintaan berpoligini. Dengan kesabaran dan keikhlasan dalam taat dan patuh kepada 98
99
suami, subjek 3 merasakan suami lebih sayang kepadanya dan begitu pula sebaliknya, sehingga subjek 3 merasakan lebih bahagia dari sebelumnya. subjek 3 menyatakan ikhlas berbagi kebahagiaan dengan madunya. Madunya sendiri memang perempuan yang baik dan tahu posisinya serta dapat menempatkan diri dengan tepat di dalam perkawinan poligini mereka. Keluarga ini memang terlihat bahagia. Subjek 3 tidak pernah membayangkan untuk meminta cerai dirinya atau meminta suami menceraikan madunya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa subjek 3 bertahan dalam perkawinan poligini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama adalah faktor agama, faktor anak dan faktor ekonomi, sedang faktor pendukungnya adalah faktor cinta dan sayang kepada suaminya dan faktor status suaminya sebagai PNS (dosen) sekaligus da’i atau penceramah.
99