BAB III ANALISIS HARMONIK PASUT LAUT
3.1
Pasut Laut
Pasang surut laut (pasut laut) merupakan gejala naik turunnya permukaan laut karena adanya pengaruh gaya yang ditimbulkan oleh benda - benda langit terutama oleh adanya gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi. Meskipun massa Matahari jauh lebih besar dari massa Bulan, akan tetapi gaya pembangkit pasang oleh Matahari jauh lebih kecil dibandingkan dengan gaya yang dihasilkan oleh Bulan. Karena gerakan Bulan dan Matahari memiliki karakteristik perioda tertentu, maka gaya - gaya yang menghasilkan pasang surut dapat dikembangkan menjadi berbagai komponen yang periodik yang sesuai dengan karakteristik perioda gerakan gerakan Bulan dan Matahari. Komponen pasang surut (pasut) secara teoritis dapat dikembangkan pada kondisi Bumi ideal. Kondisi Bumi ideal dalam hal ini adalah dalam kondisi permukaan laut
setimbang di mana pada setiap saat seluruh permukaan Bumi memiliki potensial gravitasi yang konstan dan sama besar. Pasang surut (pasut) setimbang hanya akan terjadi jika Bumi dalam keadaan ideal tersebut. Akan tetapi kenyataannya permukaan Bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal atau setimbang dikarenakan beberapa hal yakni : 1. Permukaan Bumi tidaklah sepenuhnya ditutupi oleh air. Adanya daratan di Bumi mengurangi aliran horizontal air laut sehingga mempengaruhi kondisi pasut. 2. Massa air yang menutupi permukaan Bumi bukannya tidak memiliki gaya inersial. Adanya gaya inersial mempengaruhi amplitude dan fasa dari respons muka laut terhadap gaya pembangkit pasut. 3. Adanya gaya gesekan antar massa air laut maupun massa air dengan dasar laut yang mempengaruhi kondisi setimbang. 4. Kedalaman air laut yang menutupi Bumi tidaklah merata dan umumnya jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan kondisi pasut setimbang.
26
Laplace mengatakan bahwa osilasi muka laut memiliki periodisitas yang sama (identik) dengan perioda gaya - gaya yang menghasilkan osilasi tersebut. Dengan demikian komponen peroiodik pasang surut permukaan laut dapat dihubungkan dengan komponen periodanya jika dalam keadaan setimbang. Namun oleh karena ketidak ideal nya kondisi Bumi akan menyebabkan terjadinya perubahan amplitudo dan keterlambatan fasa dari setiap komponennya. Untuk mengetahui adanya perubahan amplitudo dan keterlambatan fasa dari setiap komponen periodik tersebut maka dilakukan analisa harmonik pasang surut laut.
3.2
Gaya Pembangkit Pasut Laut
Untuk melihat gaya - gaya yang menimbulkan adanya gejala pasut laut maka dilakukan perhitungan efek dari gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap lapisan Bumi di mana Bumi dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah apabila menganggap Bumi seluruhnya diliputi oleh air yang menghasilkan pasut laut setimbang (equilibrium tide). Pada dasarnya gaya tarik yang lebih berpengaruh terhadap Bumi adalah gaya tarik Bulan jika dibandingkan dengan gaya tarik Matahari terhadap Bumi. Oleh karena itu untuk melihat seberapa besar gaya yang menimbulkan gejala pasut laut, maka dilakukan pengkajian tentang gaya tarik yang ditimbulkan oleh sistem Bumi Bulan dan sistem Bumi - Bulan - Matahari. Apabila menganggap Bumi dan Bulan memiliki pusat gravitasi bersama, maka pusat gravitasi bersama tersebut berada pada 3/4 jari - jari Bumi. Gaya sentrifugal pada setiap titik di Bumi yang disebabkan oleh perputaran Bumi - Bulan adalah sama besar. Gaya sentrifugal merupakan gaya yang arahnya berlawanan dengan gaya gravitasi yang menyebabkan Bumi dan Bulan tidak bertubrukan. Besarnya gaya sentrifugal sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Di pusat Bumi gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya tarik Bulan yang artinya di pusat Bumi kedua gaya tersebut adalah sama besar. Oleh karena besarnya gaya tarik Bulan pada setiap partikel massa di Bumi berbeda - beda besarnya sedangkan gaya sentrifugal yang akan dialaminya sama besar (sama dengan gaya tarik Bulan di pusat Bumi), maka hal tersebutlah yang menghasilkan gejala pasang surut laut (gaya pembangkit pasut laut/ tide generating forces).
27
gambar 3.1 gaya pembangkit pasut laut [Djunarsjah, 2005]
Pada gambar 3.1 gejala pasut laut terjadi jika gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi lebih besar dibandingkan dengan gaya sentrifugal (pada gambar terlihat pengaruh Bulan oleh karena lebih besar pengaruhnya dibandingkan Matahari). Resultan yang dihasilkan merupakan gaya yang mengarah keluar dari pusat Bumi dan menyebabkan adanya gerakan vertikal dan horizontal muka laut (gejala pasut laut). Besar kecilnya gaya pembangkit pasut tergantung pada jarak antara suatu tempat di permukaan Bumi terhadap Bulan dan Matahari. Semakin dekat jarak antara suatu tempat di permukaan Bumi terhadap Bulan dan Matahari maka semakin besar pula gaya pembangkit pasutnya, demikian sebaliknya.
Faktor Pasut Tengah Harian, Harian, dan Periode Panjang
Pada umumnya pengembangan teori gaya pembangkit pasut laut dilakukan dengan menggunakan parameter potensial gravitasi dari suatu benda. Potensial gravitasi
28
didefenisikan sebagai besarnya usaha yang harus dilakukan terhadap gaya tarik untuk memindahkan partikel satu satuan massa dari suatu benda ke titik tak hingga. Adapun besarnya potensial gravitasi di permukaan Bumi adalah :
Vp = − γ .
M R
(3.1)
di mana :
Vp
= Potensial gravitasi (cm2/det2 dalam cgs)
γ
= 6.65 x 10-6 dyne
M
= Massa (gr dalam cgs) Dari persamaan potensial gravitasi tersebut maka potensial pembangkit pasut
dapat didefenisikan menjadi :
R 2 = a 2 + r 2 − 2.a.r. cos θ
(3.2)
sehingga apabila disubtitusikan ke persamaan potensial gravitasi (3.1) maka : M Vp = − γ r
⎛ ⎞ a2 a ⎜⎜1 + 2 + 2 cos θ ⎟⎟ r r ⎝ ⎠
−1 / 2
(3.3)
di mana : a
= radius Bumi (cm dalam cgs)
r
= jarak antara pusat Bulan/ Matahari ke Bumi (cm dalam cgs)
Dalam polinom legendre maka potensial gravitasi (Vp) didefenisikan menjadi penjumlahan dari banyak faktor potensial V yakni :
Vp = Vo + V 1 + V 2 + V 3 + L + Vn
(3.4)
Di mana Vo tidak menghasilkan gaya.
M a cos θ r2
(3.5)
a2 1 V 2 = − M 3 (3 cos 2 θ − 1) 2 r
(3.6)
a3 1 V 3 = γ M 4 (5 cos 3 θ − 3 cos θ ) r 2
(3.7)
V1 = − γ
Pada potensial gaya pembangkit pasut laut untuk mencari komponen harmonik, faktor yang berpengaruh adalah V 2 dan V 3 . Namun pada faktor potensial V 3 potensial gaya pembangkit pasut laut sangat kecil pengaruhnya, sehingga faktor potensial V yang
29
terpenting dalam potensial gaya pembangkit pasut adalah V2. Dalam pengkajian faktor V2 lebih ditujukan pada gaya potensial pasut laut yang ditimbulkan oleh Bulan, oleh
karena Bulan lebih dominan dibandingkan dengan Matahari. Persamaan faktor potensial V 2 tersebut sangat tergantung pada sudut antara posisi di permukaan Bumi terhadap
garis pusat Bumi - Bulan atau Bumi - Matahari dan kedudukan suatu tempat pengamatan di permukaan Bumi. Berdasarkan formulasi cosinus dalam ilmu ukur segitiga Bola maka berlaku persamaan : cos θ = sin ϕ sin δ + cos ϕ cos δ cos H
(3.8)
sin θ sin A = − sin H cos δ
(3.9)
sin δ = sin ϕ cos θ + cos ϕ sin θ cos A
(3.10)
Dengan mensubtitusikan persamaan cosinus (pers 3.8, 3.9, 3.10) tersebut ke persamaan faktor potensial V 2 (pers 3.6) maka akan dihasilkan persamaan : 3
(
)(
)
1 ⎛c⎞ ⎛ ⎞ V 2 = ⎜ ⎟ G⎜ cos 2 ϕ cos 2δ cos 2 H + sin 2ϕ sin 2δ cos H + 1 − 3 sin 2 ϕ 1 − 3 sin 2 δ ⎟ 3 ⎝r⎠ ⎝ ⎠ Pada persamaan potensial V2 yang dihasilkan dapat dianalisis bahwa :
Persamaan V2 mengandung persamaan cos2H yang bervariasi. Variabel H merupakan sudut jam dalam hal ini Bulan (Bulan jauh lebih berpengaruh pada gaya pembangkit pasut dibandingkan Matahari) selama satu putaran 360° atau 24 jam. Karena variasinya faktor 2H maka dalam 24 jam akan mengalami satu siklus selama setengah hari, sehingga faktor ini dinamakan faktor tengah harian (semi diurnal).
Persamaan V2 mengandung persamaan cosH , jadi selama 24 jam akan mengalami satu siklus selama satu harian, sehingga dinamakan faktor harian (diurnal).
Faktor sin 2ϕ diurnal mencapai maksimum pada lintang 45° serta minimum di ekuator dan kutub.
Faktor cos 2 ϕ semi diurnal di mana ϕ adalah lintang setempat di Bumi akan mencapai maksimum di wilayah ekuator serta minimum di wilayah kutub.
30
⎛1 ⎞ Faktor ⎜ (1 − 3 sin 2 ϕ )(1 − 3 sin 2 δ )⎟ dimana tidak bergantung pada H (sudut jam ⎝3 ⎠ Bulan) sehingga tidak lagi memiliki variasi harian. faktor yang berperan adalah δ (deklinasi Bulan) yang memilikis siklus sekitar 27 harian. Faktor ini dinamakan periode setengah bulanan atau lebih, disebut juga periode panjang (long period tide). Periode panjang akan maksimum di wilayah kutub serta minimum di
wilayah lintang 35°16’ LU/LS.
Dari faktor - faktor yang mempengaruhi gaya potensial pasut laut tersebut disimpulkan bahwa terdapat 3 komponen harmonik pembangkit pasut yakni :
3.3
Komponen tengah harian (semi diurnal)
Komponen harian (diurnal)
Komponen periode panjang (long period tide)
Komponen Harmonik Dalam Penentuan Konstanta Pasut Laut
Penentuan konstanta pasut laut berhubungan dengan komponen - komponen harmonik gaya yang menyebabkan terjadinya pasut laut. Setelah memperoleh komponen - komponen harmonik gaya pembangkit pasut (seperti yang dijelaskan sebelumnya pada sub bab 3.2), maka selanjutnya dilakukan penentuan nilai perubahan amplitude dan fase dari setiap komponen harmonik terhadap kondisi Bumi setimbang yang nantinya akan dinyatakan dalam sebuah konstanta. Hukum Laplace mengatakan “gelombang komponen
pasang surut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respons dari laut yang dilewatinya, sehingga amplitudenya akan mengalami perubahan, dan fasenya mengalami keterlambatan, namun frekuensi atau kecepatan sudut masing - masing komponen adalah tetap”. Komponen - komponen harmonik yang telah diperoleh dari teori gaya pembangkit pasut merupakan komponen periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu. Tabel 3.1 merupakan komponen - komponen harmonik pasut laut dengan periode dan kecepatan sudutnya.
31
Tabel 3.1 komponen harmonik pasut laut untuk pengamatan pasut dengan interval 1 jam Interval Pengamatan Pasut Tiap 1 jam Komponen Pasut
Perioda (jam)
Kecepatan Sudut (°/jam)
Kategori Komponen Harmonik
M2
12.4206024
28.9841015
Semidiurnal
S2
12.0000000
30.0000000
Semidiurnal
N2
12.6583488
28.4397283
Semidiurnal
K2
11.9672352
30.0821363
Semidiurnal
V2
12.6259969
28.5126000
Semidiurnal
La2
12.2217847
29.4556000
Semidiurnal
Mi2
12.8718535
27.9680000
Semidiurnal
T2
12.0164626
29.9589000
Semidiurnal
K1
23.9344704
15.0410681
Diurnal
O1
25.8193416
13.9430356
Diurnal
P1
24.0658896
14.9589318
Diurnal
Q1
26.8683576
13.3986604
Diurnal
M1
24.8412917
14.4920000
Diurnal
J1
23.0985409
15.5854000
Diurnal
M4
6.2102952
57.9682000
Periode Panjang
MS4
6.1033392
58.9841000
Periode Panjang
Sa
8765.8128000
0.0410686
Periode Panjang
Ssa
4382.9064000
0.0821373
Periode Panjang
M3
8.2804306
43.4760000
Periode Panjang
M6
4.1402153
86.9520000
Periode Panjang
S4
6.0000000
60.0000000
Periode Panjang
32
Berikut penjelasan komponen - komponen harmonik yang digunakan dalam penentuan konstanta pasut laut :
Tabel 3.2 penjelasan komponen - komponen harmonik dalam penentuan konstanta pasut laut [Smith, A. 1999 & Poerbandono., Djunarsjah,E. 2005] Komponen Kategori Semi Diurnal
Harmonik M2
Fenomena Gravitasi Bulan dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator Bumi Gravitasi Matahari dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator
S2
Bumi
N2
Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips
K2
Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintasan elips Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips pada
La2
komponen M2, K2 Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintasan elips pada
Diurnal
T2
komponen S2
K1
Deklinasi sistem Bulan dan Matahari
O1
Deklinasi Bulan
P1
Deklinasi Matahari
Q1
Perubahan jarak Bulan ke Bumi pada komponen O1 Dua kali kecepatan sudut M2 akibat pengaruh Bulan di perairan
Periode Panjang
M4
dangkal
MS4
Interaksi M2 dan S2 di perairan dangkal
Ssa
Deklinasi Matahari
Sa
Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintsan elips
M3
Deklinasi Bulan di perairan dangkal Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips di perairan
M6
dangkal
S4
Dua kali kecepatan sudut S2 akibat pengaruh Matahari
33
Dalam analisis pasut yang menghitung konstanta amplitude dan fase dari komponen - komponen harmonik, sangat bergantung pada panjangnya data pengamatan tinggi muka laut. Panjang data pengamatan mempengaruhi banyaknya gelombang komponen harmonik pasut laut yang akan ditentukan konstantanya. Salah satu kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan komponen - komponen harmonik apa saja yang akan dihitung adalah kriteria Rayleigh. Kriteria Rayleigh adalah apabila terdapat dua komponen A dan B hanya dapat dipisahkan satu sama lain jika panjangnya data lebih dari suatu periode tertentu yang disebut periode sinodik. Atau dengan kata lain periode sinodik merupakan panjang data minimum yang harus digunakan dalam menentukan amplitudo dan fase dari dua komponen harmonik A dan B. Periode sinodik dapat dirumuskan sebagai berikut [Emery, 1998] : PS =
360 ω A − ωB
(3.11)
di mana : PS
= periode sinodik (jam)
ωA
= kecepatan sudut komponen harmonik A (°/jam)
ωB
= kecepatan sudut komponen harmonik B (°/jam) Sebagai contoh, untuk dapat memisahkan komponen diurnal K1 dengan
komponen semidiurnal M2 dari pengamatan tinggi muka laut setiap interval 1 jam adalah memerlukan panjang data minimum 32 jam. Perhitungan matematis periode sinodik antara komponen K1 dengan M2 dapat dijelaskan pada formulasi hitungan berikut : PS =
3.4
360 360 = = 32 jam ω K 1 − ω M 2 28.984 − 15.041
Analisis Harmonik Pasut Laut
Analisis harmonik pasut laut bertujuan untuk menghitung amplitude hasil respons dari kondisi laut setempat terhadap pasang surut setimbang, dan beda fasa dari gelombang tiap komponen terhadap keadaan pasang surut setimbang. Nilai perubahan amplitude dan keterlambatan fase yang akan dihitung dinyatakan dalam sebuah konstanta harmonik. Untuk menentukan nilai atau harga konstanta komponen harmonik pasut laut tersebut maka sebelumnya perlu untuk diketahui bahwa pasut yang diamati dari variasi
34
naik turunnya muka laut adalah hasil penjumlahan (superposisi) dari semua gelombang komponen harmonik pasut yang terjadi. Dengan demikian tinggi muka laut pada suatu saat t dapat dituliskan dalam persamaan [Djunarsjah, 2004] : h(t ) = So + ∑ a j f cos(ω j t j + v j − g j ) m
(3.12)
j =1
di mana : h
= tinggi permukaan air laut
So
= tinggi rata - rata permukaan air
a
= konstanta amplitudo
ω
= kecepatan sudut komponen harmonik
g
= fase
v, f
= argumen astronomis (faktor nodal) Analisis harmonik pasang surut laut dimaksudkan untuk menghitung besarnya
amplitudo dan fase dari data pengamatan tinggi muka laut dengan interval waktu tertentu, misalnya 1/2 jam, 1 jam, 9.9156 hari, dan sebagainya. Untuk keperluan tersebut maka besaran yang akan ditentukan adalah So , a , dan g dari data pengamatan h(t ) . Sedangkan parameter v dan f
merupakan fungsi dari tangal, bulan, dan tahun
pengamatan (faktor nodal), namun dalam pembahasan tugas akhir ini diabaikan karena pengaruhnya terbilang kecil. Untuk menyelesaikan persamaan tersebut sehingga memperoleh besaran - besaran yang akan ditentukan nilainya maka dilakukan hitung perataan parameter dengan estimasi kuadrat terkecil (least square). Dari persamaan superposisi gelombang harmonik (pers 3.12) dapat diuraikan sebagai berikut [Djunarsjah, 2004] : h(t i ) = So + ∑ (a j f j cos(ω j t i ) cos(v j − g j ) − a j f j sin(ω j t i ) sin(v j − g j ) ) m
(3.13)
j =i
Untuk menyederhanakan persamaan (3.13), maka dimisalkan : A j = a j f j , dan θ j = v j − g j maka persamaan (3.13) menjadi : h(t i ) = So + ∑ (A cos(ω j t i ) cos θ j − A sin(ω j t i ) sin θ j ) m
(3.14)
j =i
35
Untuk menyederhanakan persamaan (3.14), maka dimisalkan : A j = A cos θ j , dan B j = − A sin θ j
Dengan demikian persamaan (3.14) menjadi : m
m
j =i
j =i
h(t i ) = So + ∑ A j cos(ω j t i ) + ∑ B j sin(ω j t i )
(3.15)
Besarnya (hm) hasil perhitungan dengan persamaan (3.15) akan mendekati elevasi pasut pengamatan h(tn) jika :
μ2 =
n
∑ (h
tn = − n
m
− h(t n ) ) = minimum 2
(3.16)
Fungsi μ 2 tersebut akan minimum bila memenuhi hubungan : ∂μ 2 ∂μ 2 ∂μ 2 = = = 0 ; dengan j = 1,2,3,…, m ∂So ∂A j ∂B j
(3.17)
Dari hubungan persamaan tersebut akan diperoleh 2m +1 persamaan, dimana m adalah banyaknya komponen harmonik pasut laut. Sehingga dapat ditentukan besaran So , A j , dan B j , di mana j merupakan komponen pasut laut ke - j. Selanjutnya berdasarkan estimasi kuadrat terkecil (least square) maka persamaan (3.15) dapat diuraikan dalam tahap - tahap sebagai berikut :
Persamaan pengamatan tinggi muka laut L = AX
Persamaan koreksi v = ( A. X ) − L , maka : m
m
j =i
j =i
v(t i ) = So + ∑ A j cos(ω j t i ) + ∑ B j sin(ω j t i ) − h(t i )
(3.18)
(3.19)
36
Berikut pendesaian matriks pengamatan pasut laut : ⎡ So ⎤ ⎢ A1 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ A2 ⎥ ⎡ L1 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ L 2⎥ ⎢M ⎥ L = ⎢ ⎥ , X = ⎢ Am⎥ , ⎢M ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ B1 ⎥ ⎣ Li ⎦ ⎢B2 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢M ⎥ ⎢ Bm ⎥ ⎣ ⎦ ⎡1 cos(ω1t1 ) K cos(ω m t1 ) sin(ω1t1 ) K sin(ω m t1 ) ⎤ ⎢1 cos(ω t ) K cos(ω t ) sin(ω t ) K sin(ω t ) ⎥ 1 2 m 2 1 2 m 2 ⎥ A=⎢ ⎢M ⎥ M M M M ⎢ ⎥ ⎣1 cos(ω m t i ) K cos(ω m +1t i ) sin(ω m t i ) K sin(ω m +1t i )⎦
Menentukan nilai amplitude komponen pasut laut : a j = ( Aj + B j ) 2
2
(3.20)
Menentukan nilai fase komponen pasut laut :
⎛ Bj g j = a tan ⎜ ⎜A ⎝ j
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(3.21)
di mana : L
= data tinggi muka laut
A
= matriks koefisien (desain)
X
= parameter komponen harmonik pasut laut
v
= nilai koreksi
A
= parameter A komponen pembentuk pasut laut
B
= parameter B komponen pembentuk pasut laut
ω
= kecepatan sudut gelombang komponen harmonik
t
= waktu pengamatan tinggi muka laut
a
= amplitude
g
= fase
37
Selanjutnya menentukan ketelitian hasil penentuan konstanta amplitudo dan fase dengan langkah sebagai berikut : 1 v2
bobot p =
variansi aposteriori ∂o 2 = (v'. p.v) /(n − u )
nilai variansi kovariansi pengamatan
nilai variansi amplitudo komponen pasut laut dengan menggunakan persamaan ∂a j = ( 2
∂a j ∂A j
di mana ,
(3.22)
) 2 .∂A j + ( 2
∂a j ∂A j
=
∂a j
) 2 .∂B j + 2( 2
∂B j
Aj Aj + B j 2
∑
2
,
∂a j ∂B j
(3.23)
xx = ∂o 2 . ( A'. p. A) −1
∂a j ∂A j
)(
∂a j ∂B j
)∂A j B j
(3.24)
(3.25)
Bj
=
A j + Bj 2
2
nilai variansi fase komponen pasut laut dengan menggunakan persamaaan ∂g j = ( 2
di mana,
∂g j ∂A j
) 2 .∂A j + (
∂g j ∂A j
2
=
∂g j ∂B j
Bj Aj + B j 2
2
) 2 .∂B j + 2( 2
,
∂g j ∂B j
=
∂g j ∂A j
)(
∂g j ∂B j
)∂A j B j
(3.26)
Aj Aj + B j 2
2
Dari persamaan - persamaan penentuan konstanta pasut laut tersebut maka akan diperoleh nilai konstanta amplitude dan fase beserta standar deviasi nya. Dalam hal ini dilakukan pembobotan (p) pada estimasi least square di mana data yang memiliki koreksi besar akan diberi bobot yang kecil. Pembobotan sendiri diambil dari nilai koreksi (v) yang diperoleh, dengan tujuan untuk menghilangkan data outlier. Selanjutnya untuk melihat hasil estimasi least square dapat dipercaya apabila faktor variansi apriori mendekati atau sama dengan faktor variansi aposteriori. Penentuan konstanta pasut laut yang memanfaatkan data pengamatan Topex/ Poseidon pada pembahasan tugas akhir ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis harmonik kuadrat terkecil.
38