BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UPAYA MENGOPTIMALKAN PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA A. Pendekatan Instrumen Anti Pencucian Uang dalam menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Sekarang ini praktik-praktik pencucian uang (money laundering)sering dilakukan terhadap uang yang di peroleh dari hasil kejahatan korupsi. Di Indonesia, praktik pencucian uang ini dengan hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat negara sangat memberikan dampak yang signifikan terhadap meningkatnya tindak pidana pencucian uang. Salah satu upaya yang dilakukan pelaku tindak pidana korupsi menghindari dirinya dari jeratan hukum atau pembayaran uang pengganti dengan cara menyembunyikan atau mengaburkan hasil kejahatannya melalui pencucian uang (money laundering). Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti penting bagi pengembalian asset negara terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Para kriminal (pelaku korupsi) apabila berhasil melakukan pencucian uang (money laundering), maka hal itu akan memungkinkan bagi para kriminal untuk: 1 1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan uang haram itu, sehingga dengan demikian akan lebih menyulitkan bagi otoritas untuk dapat menuntut mereka. 1
APG, History and Backgroun http://www.apgml.org/content/historyandbackground.jsp. di akses pada tanggal 15 Maret 2015 Pukul 22.08 WIB
105
106
2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas kriminal yang menghasilkan uang itu sehingga dengan demikian menghindarkan dapat disitanya dan dirampasnya hasil kejahatan itu apabila kriminal yang bersangkutan ditangkap. 3. Menginvestasikan kembali uang haram itu pada kegiatan-kegiatan kriminal di masa yang akan datang atau kegiatan-kegiatan usaha yang sah. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi tentu memerlukan sinergitas dan peran strategis dari instrumen anti pencucian uang yang lebih komprehensif. Masing-masing institusi sesuai dengan wewengannya secara simultan harus dapat melaksanakan perannya dengan baik guna mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi. Sistem penegakan hukum sebagaimana telah disinggung di atas, instrumen anti pencucian uang hadir dengan paradigma baru, semula orientasi tindak pidana pada umumnya adalah mengejar pelaku pidana, sedangkan pada masa sekarang orientasinya adalah lebih mengejar pada hasil tindak pidananya. 2 Mengingat tindak pidana pencucian uang termasuk transnational organizede crime, serta korupsi yang melibatkan harta kekayaan yang umumnya dalam jumlah besar, untuk efektifitas pencegahan dan pemberantasannya diperlukan koordinasi ataupun sinergitas bukan hanya dalam tingkat nasional tetapi juga internasional, bukan hanya oleh satu lembaga tertentu melainkan bagaimana instrumen anti
2
Marwan Efendy, Tipologi kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, (Jakarta : Sumber Ilmu Jaya, 2005), Hal. 48
107
pencucian uang itu sendiri dapat disinergikan dan dikoordinasikan untuk kemudahan penindakannya. 3 Instrumen anti pencucian uang dalam fungsi dan perannya untuk melakukan optimalisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam perkembangannya terus melakukan suatu evaluasi, revolusi terhadap kinerja instrumen anti pencucian uang tersebut seperti halnya penerapan prinsip mengenal nasabah, asas pembuktian terbalik, dan penyitaan dan perampasan aset hasil korupsi sebagaimana tertuang di dalam misi baru instrumen anti pencucian uang. 4 Penjelasan terhadap kinerja instrumen anti pencucian uang tersebut adalah sebagai berikut: 1) Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Perbankan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang, karena pada perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang melalui proses layering, placement dan integration sehingga seolaholah asal-usul kekayaan pelaku pencucian uang adalah kekayaan yang sah. Bank juga dapat digunakan sebagai sarana bagi pelaku korupsi dalam upaya melancarkan tindak kejahatannya. Oleh sebab itu untuk pertama kalinya Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan No.3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah dan diubah dengan PBI No.5/21/PBI/2003 kemudian PBI No. 11/28/PBI/2009 dan terakhir PBI
3
Bismar Nasution, Op. Cit, Hal. 131 Ibid
4
108
No.14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) Bagi Bank umum. Sebagaimana diketahui, lembaga keuangan khususnya perbankan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian melalui Peraturan Bank Indonesia No.14/27/PBI/2012 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) bagi Bank Umum, bank diwajibkan mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan menerapkan APU & PPT. Cakupan minimal penerapan APU & PPT di perbankan yang terdiri dari lima prinsip utama yaitu: Pengawasan Aktif Dewan Komisaris & Direksi, Kebijakan & Prosedur, Pengendalian Intern, Sistem Informasi Manajemen, dan Sumber Daya Manusia & Pelatihan. Berikut uraian singkat dari kelima prinsip tersebut : 5 1). Pengawasan Aktif Dewan Komisaris & Direksi, Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), selain dibutuhkan kesadaran (awareness)dari direksi dan komisaris, bank wajib membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat Bank yang bertanggung jawab atas penerapan program APU dan PPT. Peran aktif dari direksi dan dewan komisaris sangat diperlukan dalam menciptakan efektifitas penerapan program APU dan PPT, mengingat peranan direksi dan dewan komisaris akan mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan organisasi dalam
5
http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/11/cakupan-penerapan-apu-dan-ppt.html diakses pada tanggal 4 Juni 2015 Pukul 11.35 WIB
109
penerapan program APU dan PPT. Selain itu, peranan direksi dan dewan komisaris juga dapat memotivasi karyawan dan unit kerja dalam mendorong terbentuknya budaya kepatuhan di seluruh jajaran organisasi. Terbentuknya kerangka kerja tata kelola perusahaan (corporate governance) yang kuat dalam organisasi akan mendukung pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman penerapan program APU dan PPT yang dimiliki. 2). Kebijakan & Prosedur Kebijakan dan prosedur APU dan PPT wajib dituangkan dalam secara tertulis dalam pedoman
pelaksanaan
program
APU
dan
PPT,
dan
wajib
pula
mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk jika bank mengeluarkan produk dan jasa baru. Untuk efektifitas penerapan pedoman APU & PPT tersebut, maka pedoman tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh staf serta diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan 3). Pengendalian Intern Bank harus memiliki sistem pengendalian intern, baik yang bersifat fungsional maupun melekat yang dapat memastikan bahwa penerapan Program APU & PPT oleh satuan kerja terkait telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.Untuk itu, bank wajib melakukan pemisahan fungsi yang jelas antara satuan kerja operasional dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian, antara lain diwujudkan dalam :
110
a.
Pemisahan tugas antara pelaksana kebijakan dengan pengawas penerapan kebijakan, dan
b.
Pemisahan tugas pelaksana transaksi dengan pemutus transaksi. Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) sebagai satuan kerja yang melaksanakan
pengendalian intern harus memiliki kewenangan dan sarana yang memadai sehingga mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam penerapan program APU & PPT dengan tujuan untuk meminimalkan risiko yang dihadapi bank. 4). Sistem Informasi Manajemen Untuk keperluan pemantauan profil dan transaksi nasabah, bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh bank. Sistem ini harus dapat menelusuri setiap transaksi (individual transaction), baik untuk keperluan intern, Bank Indonesia maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan. Untuk memudahkan pemantauan dalam rangka menganalisis transaksi keuangan yang mencurigakan, bank wajib memiliki dan memelihara profil nasabah secara terpadu (Single Customer Identication File) yang mencakup seluruh rekening yang dimiliki nasabah (tabungan, deposito, giro dan kredit). Untuk keperluan pemeliharaan Single Customer Identication File, bank harus menetapkan kebijakan bahwa untuk setiap penambahan rekening oleh nasabah yang sudah ada, rekening tambahan tersebut wajib dikaitkan dengan rekening nasabah yang sudah ada.
111
5). Sumber Daya Manusia & Pelatihan. Penyaringan (Screening) untuk penerimaan pegawai baru merupakan bagian dari penerapan Know Your Employee (KYE) yang ditujukan untuk memastikan profil calon pegawai tidak memiliki catatan kejahatan. Selain hal tersebut, bank diwajibkan pula untuk melakukan pemantauan terhadap profil karyawan. Seluruh karyawan harus mendapatkan pengetahuan mengenai kebijakan, prosedur, dan penerapan Program APU & PPT dengan memprioritaskan kepada karyawan yang berhadapan langsung dengan nasabah, karyawan yang terkait penerapan APU & PPT, atau karyawan yang bertugas untuk pelaporan APU & PPT kepada PPATK & BI. Untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta pelatihan dan kesesuaian materi pelatihan yang diberikan, maka evaluasi serta tindak lanjut hasil evaluasi harus dilakukan guna penyempurnaan materi dan metode pelatihan APU & PPT. 2) Sistem Pembuktian Terbalik Apabila dicermati rumusan pada tindak pidana pencucian uang akan tergambar dua jenis tindak pidana yakni kejahatan yang menghasilkan uang haram di korupsi dan pencucian uang. Kedua jenis tindak pidana ini dapat menimbulkan pertanyaan di dalam sistem pembuktian, apakah perbuatan korupsi itu harus dibuktikan terlebih dahulu agar uang hasil korupsi yang dicuci bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana pencucian uang. Kualifikasi tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain. Berdasarkan ketentuan ini maka adanya perbuatan
112
korupsi tidaklah perlu dibuktikan terlebih dahulu cukup kalau ada pengetahuan atau dugaan bahwa uang haram tersebut berasal dari suatu perbuatan korupsi yaitu bila sudah terdapat bukti permulaan yang cukup. 6 Hal ini merupakan salah satu pandangan baru di dalam sistem anti money laundering, dimana sistem penegakan hukum semua orientasi tindak pidana pada umumnya adalah mengejar pelaku pidana, sedangkan tindak pidana pencucian uang orientasinya adalah lebih mengejar pada hasil tindak pidananya. Sebagaimana dikemukakan oleh Bismar Nasution sebagai berikut: 7 “Dalam sistem penegakan hukum, sistem anti pencucian uang hadir dengan paradigma baru, semula orientasi tindak pidana pada umumnya adalah mengejar pelaku tindak pidana, sedangkan pada masa sekarang orientasinya adalah lebih mengejar pada hasil tindak pidananya. Mengingat tindak pidana pencucian uang termasuk transnational organize crime dan melibatkan harta kekayaan yang pada umumnya dalam jumlah besar, untuk efektifitas pencegahan dan pemberantasannya diperlukan kordinasi bukan hanya dalam tingkat nasional tetapi juga internasioanl, serta kemudahan dalam penindakannya. Kemudahan-kemudahan tersebut telah diberikan dalam Undang-undang pencucian uang antara lain secara khusus diatur mengenai pengecualian dari ketentuan rahasian bank dan kerahasian transaksi keuangan lainnya, asas pembuktian terbalik, serta penyitaan dan perampasan asset.” Sistem pembebanan pembuktian terbalik dalam hukum pidana Indonesia, diadopsi dari hukum pembuktian perkara korupsi dari negara Anglo Saxon, seperti Inggris, Singapura, dan Malaysia. Sistem pembebanan pembuktian terbalik hanya
6 7
Fithriadi Muslim & Edi Nasution, Loc.Cit. Hal. 11 Bismar Nasution, op.cit, hal 138
113
diterapkan pada tindak pidana yang berkenaan dengan gratification yang berhubungan dengan suap. 8 Pembuktian terbalik merupakan alternatif hukum pembuktian yang kini dipandang sebagai “sarana hukum” yang ampuh untuk mengejar aset hasil kejahatan dan mengembalikannya kepada negara. Penggunaan model ini harus memiliki dua fungsi, yaitu: 9 1. Model ini bertujuan untuk memudahkan proses pembuktian asal usul harta kekayaan (aset) dari suatau kejahatan, akan tetapi disisi lain, tidak dapat dipergunakan sehingga bertentangan dengan hak asasi seseorang tersangka/terdakwa. 2. Model ini tidak memiliki tujuan yang bersifat represif melalui proses kepidanaan melainkan harus bertujuan yang bersifat rehabilitative dan semata-mata untuk memulihkan aset hasil dari kejahatan tertentu (recovery) dengan melalui jalur keperdataan Jenis pembuktian dalam hukum pidana yang diperkenalkan dalam UU No. 31 Tahun 1999 JO UU No. 20 Tahun 2001 adalah pembuktian terbalik yang merupakan penyimpangan dari pembuktian dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Upaya pembentuk Undang-undang ini tidak tanggungtanggung karena baik dalam delik korupsi diterapkan dua sistem sekaligus, yakni sistem UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 dan sekaligus dengan sistem KUHAP. Kedua teori itu ialah penerapan hukum pembuktian dilakukan
8
Indriyanto Seno Adji, Sistem Pembuktian Terbalik: Meminimalisasi Korupsi di Indonesia (artikel). Jurnal Keadilan vol.1 No. 2 Juni 2002. Hal. 33 9 Majalah hukum Varia Peradilan ( Jakarta: Mahkamah Agung) No. 324 November 2012, Hal. 41
114
dengan cara menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang, dan menggunakan sistem pembuktian negatif menurut Undang-undang. 10 Dalam penjelasan atas UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 dikatakan pengertian “Pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang”, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan penuntut umun tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. 11 Kata-kata “bersifat terbatas” di dalam Pasal 37 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 dikatakan, bahwa apabila terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa “ terdakwa tidak melakukan tindak pidana korupsi” hal itu tidak berarti bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi, sebab penuntut umum, masih tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaanya.Kata-kata “berimbang”, dilukiskan sebagai/berupa penghasilan terdakwa ataupun sumber penambahan harta benda terdakwa, sebagai income terdakwa dan perolehan harta benda sebagai output. Antara income sebagai pemasukan yang tidak seimbang dengan pengeluaran atau dengan kata lain pemasukan lebih kecil dari pengeluaran. Dengan demikian diasumsikan
10
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001), (Bandung : Mandar Maju, 2009), Hal. 86 11 Ibid, Hal. 87
115
bahwa perolehan barang-barang sebagai output seperti mobil, rumah, saham-saham adalah hasil perolehan dari tindak pidana korupsi yang didakwakan. 12 Setelah dilakukan perubahan terhadap Pasal 37 ayat ( 2 ) UU No. 31 Tahun 1991 tentang korupsi maka di dalam Pasal 37 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 dengan lebih tegas dinyatakan bahwa: “ Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti”. Ketentuan Pasal 37 ayat (2) inilah sebagai dasar hukum pembalikan beban pembuktian hukum formil pidana korupsi. Penerapan dari ketentuan ini haruslah dihubungkan dengan Pasal 12 B dan pasal 37 A ayat (3) UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001. Hubungan dengan pasal 12 B adalah bahwa sistem pambalikan beban pembuktian pada Pasal 37 berlaku pada tindak pidana korupsi suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp. 10.000.000,- atau lebih (Pasal 12 B ayat (1) huruf a), sedangkan hubungannya dengan Pasal 37 A ayat 3, bahwa sistem pembuktian terbalik menurut Pasal 37 berlaku dalam pembuktian terhadap sumber (asal) harta benda terdakwa dan lain-lain di luar perkara pokok yang disebutkan dalam Pasal 37 A ayat (3) yaitu perkara pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 UU No. 31 Tahun 1999 Jo
12
Ibid
116
UU No.20 Tahun 2001 dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, sehingga penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.13 Dalam UU No. 8 Tahun 2010 ketentuan tentang sistem pembuktian terbalik tidak mengalami perubahan dari UU No 15 tahun 2002 Jo UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian uang. Dalam sistem pembuktian terbalik ini maka beban pembuktian berada di pihak terdakwa atau penasehat hukum terdakwa. Pada tindak pidana pencucian uang yang harus dibuktikan adalah asal-usul harta kekayaan yang bukan berasal dari tindak pidana, misalnya bukan berasal dari korupsi, narkotika, serta perbuatan tindak pidana lainnya yang di atur dalam Pasal 2 UU ini. Mengenai pembalikan beban pembuktian dalam UU No. 8 tahun 2010 diatur dalam Pasal 77 yang berisi bahwa: “ untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana”. Kemudian pada Pasal 78 menyebutkan bahwa: (1) Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan seagaimana dimaksud dalam pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup. Ketentuan bahwa terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana. Sistem pembalikan beban pembuktian 13
Paulina, Tesis “Penerapan Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Sistem Peradilan Pidana di Indonesia”, (Jakarta : UI, 2011), Hal. 64
117
dalam Undang-undang sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang pengadilan, tidak pada tahap penyidikan, selain itu tidak semua tindak pidana, hanya pada kejahatan yang bersifat serius (serious crime) yang sulit dalam hal pembuktiaannya, misalnya korupsi, narkotika, serta perbuatan tindak pidana lainnya yang di atur dalam Pasal 2 UU ini. 14 Adapun perbandingan pembuktian terbalik pada kasus tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel II: Perbandingan pembuktian terbalik pada TIPIKOR dan TPPU No 1.
UU TIPIKOR
UU TPPU
Meliputi perbuatan dan harta Hanya meliputi harta kekayaan saja kekayaan (Psl 37 dan Psl 37 A)
2.
Jaksa penuntut umum juga harus Hanya terdakwa yang membuktikan, membuktikan ( Psl 37)
bahwa asetnya bukan berasal dari hasil tindak pidana
Sumber: Bahan seminar Yunus Husein tentang dialog hukum pembuktian terbalik pada TIPIKOR dan TPPU, Medan 19-21 Mei 2015 3. Perampasan Aset Hasil Korupsi Pengembalian aset hasil korupsi melalui perkara tindak pidana korupsi sebagai salah satu predicate crime dari pencucian uang akan mengalami kesulitan, jika sinergitas dari instrumen anti pencucian uang tidak berjalan dengan komprehensif dan efektif. Kewenangan penyidikan di satu tangan juga akan berdampak pada kesulitan dalam pengembalian aset korupsi tersebut. Oleh karena itu, 14
Ida Ayu Setyawati, Beban Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Money Laundering Dengan Predicate Crime Tindak Pidana Korupsi, (Malang : Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Brawijaya, 2014). Hal. 10
118
jika predicate crime tindak pidana pencucian uang tersebut adalah korupsi, maka penyidikannya dapat dilakukan sendiri oleh penyidik predicate crime tersebut. Hal itu didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 15 1. 2. 3.
Proses penyidikan dapat berjalan simultan dengan cepat, mengacu kepada proses peradilan yang cepat, murah dan sederhana. Dalam hal tindak pidana korupsi dapat lebih memudahkan untuk melacak aset negara yang dikorupsi oleh pelaku kejahatan tersebut. Dapat didakwakan sekaligus secara kumulatif atau alternatif mengacu kepada kasus posisi perkara. Purwaning M. Yanuar 16 mengartikan pengembalian aset adalah: “Sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi melalui serangkaian proses dan mekanisme, baik secara pidana maupun perdata, aset hasil tindak pidana korupsi, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri, dilacak, dibekukan, dirampas, disita, diserahkan, dan dikembalikan kepada negara korban tindak pidana korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi menggunakan aset hasil tindak pidana korupsi sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya, dan memberikan atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya, dan memberikan efek jera bagi pelaku/atau calon pelaku tindak pidana korupsi”. Sistem ini memiliki tujuan sebagai berikut: 17
1. 2.
3.
Mengembalikan kerugian negara korban tindak pidana korupsi yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana korupsi. Mencegah penggunaan atau pemanfaatan aset-aset tersebut sebagai alat atau sarana oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk melakukan tindak pidana lainnya, misalnya tindak pidana pencucian uang, terorisme, dan tindak pidana lintas negara lainnya. Memberikan efek jera bagi pihak lain yang berniat melakukan tindak pidana korupsi.
15
Marwan Efendy, Op.Cit.,Hal. 76 Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 2007), Hal. 104 17 Marulis Ali, Op.Cit, Hal. 84 16
119
Dalam Undang-undang tindak pidana korupsi pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi diatur dalam ketentuan Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 38. Ketentuan-ketentuan pasal tersebut memberikan dasar hukum bagi negara yang direpresentasikan oleh jaksa atau pihak instansi yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata terhadap pelaku tindak pidana korupsi atau ahli warisnya. Dalam ketentuan pasal tersebut juga ditegaskan bahwa pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi menggunakan dua pendekatan atau jalur yaitu jalur perdata dimana gugatan perdata dilakukan oleh jaksa sebagai pengacara negara, dan jalur pidana melalui proses penyitaan dan perampasan. 18 Mekanisme pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur perdata mengandung beberapa masalah antara lain: 19 1.
2.
3.
4.
5.
Rumit dan mahal karena menyangkut begitu banyak yurisdiksi dan hukum serta harus melibatkan para pengacara, akuntan forensik, litigasi di luar wilayah negara korban. Negara sebagai korban tidak dapat mengontrol gugatan perdata tersebut karena hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pengadilan negara-negara tempat gugatan diajukan. Negara sebagai korban selaku penggugat tidak memiliki jaminan berhasil memenangkan gugatan. Jika hal tersebut terjadi, berarti negara korban telah mengeluarkan banyak uang halal, tetapi tidak mendapatkan uang yang diperoleh secara tidak sah tersebut. Dalam proses perdata negara sebagai korban tidak dapat membekukan aset-aset sebelum gugatan diajukan ke pengadilan. Kemungkinan besar terjadi aset-aset tersebut telah dipindahkan ke negara lain pada saat gugatan dikabulkan pengadilan. Negara sebagai korban tidak memiliki kekuatan yang memaksa sebagaimana dimiliki oleh pengadilan pidana untuk membuka semua catatan-catatan mengenai aset-aset tersebut, misalnya oleh institusi keuangan.
18
Ibid. Hal. 85 Ibid, Hal. 86
19
120
Pengembalian aset melalui jalur pidana dapat dilakukan penyitaan, yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. 20 Terdapat empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur pidana, yaitu pelacakan aset untuk melacak aset-aset, tindakan-tindakan pencegahan untuk menghentikan perpindahan aset-aset melalui mekanisme pembekuan atau penyitaan, penyitaan, dan penyerahan aset dari negera penerima kepada negara korban tempat aset diperoleh secara tidak sah. 21
B.
Peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencucian Uang. Salah satu faktor penting untuk memberantas money laundering ialah
diperlukannya suatu badan khusus untuk menangani upaya-upaya ilegal dalam praktik money laundering cukup berat, rumit dan berskala transinstitusional, yakni melawati batas-batas instansi atau lembaga, organisasi, melewati, batas-batas yurisdiksi negara atau bersifat transnasional dan internasional. Dalam rangka itulah maka Undang-undang pencucian uang membentuk badan khusus untuk pencucian uang, yang disebut dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 22
20
Pasal 1 butir 16 Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana. Purwaning M. Yanuar, Op.cit., Hal. 206 22 N.H.T Siahaan, Op.Cit, Hal. 131 21
121
1. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan PPATK Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga independen yang dibentuk dan didirikan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2003 Tentang Tata
Cara
Pelaksanaan
Kewenangan
Pusat
Pelaporan
dan
Analisis
TransaksiKeuangan. PPATK bertanggungjawab kepada Presiden. Meskipun secara yuridis PPATK telah ada sejak diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002 dalam Pasal 18 ayat (1)menetapkan bahwa PPATK dibentuk dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, akan tetapi PPATK mulai melaksanakan fungsinya secara efektif pada bulan Oktober 2003. Sejak saat itu Indonesia telah memiliki lembaga intelijen keuangan (financial intelejen unit) sebagai lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas, wewenang serta serta bertanggungjawab kepada Presiden dan berkedudukan di Jakarta. 23 Berdasarkan Pasal 39 dan 40 UU TPPU, PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam melaksanakan tuganya PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut: 24 1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK. 3. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor.
23
Harmadi, Kejahatan Pencucian Uang, ( Malang : Setara Press, 2011), hal. 108-109 bisa juga dilihat pada Halif, Jurnal Anti Korupsi Vol. 2 No. 2, Fakultas Hukum Jember, 2012, Hal. 77 24 Ibid
122
4. Analisis
atau
pemeriksaan
laporan
dan
informasi
Transaksi
Keuangan
yangberindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain. Adapun wewengan PPATK adalah: 25 1. Mengumpulkan, menyimpan, menghimpun, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh dari penyedia jasa keuangan. 2. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan 3. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi lain yang berwenang mengenai informasi yang diperoleh sesuai ketentuan Undang-undang tindak pidana pencucian uang 4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah sehubungan dengan pencegahan dan pemeberantasan tindak pidana pencucian uang. 5. Melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan kejaksaan untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan. 6. Membuat dan menyampaikan laporan menganai analisis transaksi keuangan dan kegiatan secara berkala kepada presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi penyedia jasa keuangan (PJK). PPATK bekerja dengan mekanisme menerima laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) yang disampaikan oleh pihak pelapor yaitu Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan Jasa (PBJ). Kemudian laporan tersebut dianalisis PPATK dengan menggunakan berbagai sumber informasi untuk dianalisis menggunakan metode yang terasah serta teruji yang dilakukan sumber daya manusia yang memiliki sertifikat khusus untuk itu.26 Dalam hal ini apabila pihak pelapor yaitu penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa terlambat atau sama sekali tidak menyampaikan laporan kepada PPATK maka dalam Pasal 30 ayat 3 UU No. 8 Tahun 2010 PPATK dapat
25
Darwan Prinst, Op.Cit.,Hal. 86 Ibid.,Hal. 87
26
123
memberikan sanksi administratif kepada pihak pelapor. Sanksi administratif yang dikenakan oleh PPATK dapat berupa: a. Peringatan b. Teguran tertulis c. Pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi d. Denda administratif. Pada tugas, fungsi dan wewenang PPATK tersebut hanya termasuk dalam kategori administrative model. Model administratif ini lebih banyak berfungsi sebagai perantara antara masyarakat atau pihak pelapor dengan institusi penegak hukum. Laporan yang masuk terlebih dahulu dianalisa oleh PPATK dan hasil analisanya kemudian dilaporkan kepada istitusi penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Akhirnya kurang lebih dari seribu transaksi yang dikatekorikan oleh PPATK sebagai transaksi yang mencurigakan tidak diselesaikan dengan baik oleh institusi penegak hukum. 27 2. Hubungan PPATK dengan Aparat Penegak Hukum a) Peran PPATK dengan Kepolisian Kepolisian merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan melakukan upaya penyelidikan ataupun penyidikan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Kepolisian merupakan lembaga yang menerima hasil analisis PPATK dan menindaklanjuti laporan PPATK ke tingkat penyidikan dan juga dapat melakukan pembekuan atas harta kekayaan terlapor. Hasil penyidikan kepolisian 27
Ibid, Hal. 79
124
berupa berita acara penyidikan (BAP) yang diserahkan kepada penuntut umum yaitu kejaksaan. 28 Kepolisian dalam kedudukannya sebagai salah satu komponen instrumen anti pencucian uang Berdasarkan laporan hasil analisis PPATK. Perlu ditekankan bahwa polisi tidak selalu harus menunggu laporan hasil investigasi dari PPATK, bisa saja dan sangat mungkin polisi melakukan penyelidikan awal terlebih dahulu atas adanya dugaan pencucian uang, misalnya polisi telah mempunyai bukti awal tentang adanya korupsi, seharusnya polisi mengambil inisiatif menelusuri aliran dana terlebih dahulu dan tidak perlu menunggu bantuan PPATK untuk rekening tertentu. 29 Kepolisian selaku penyidik mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak. Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan. b) Peran PPATK dengan kejaksaan Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undangundang. 30 Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-undang No. 16
28
Ivan Yustiavandana, dkk, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010), hal. 188 29 Adrian Sutedi., Op.Cit.,Hal. 212 30 Lihat Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
125
Tahun 2004 disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undangundang. 31 Kejaksaan
menindaklanjuti
BAP
yang
dibuat
kepolisian.
Kejaksaan
mengajukan penuntutan terhadap tersangka di pengadilan negeri. Kejaksaan juga berwenang mengeksekusi hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana tindak pidana pencucian uang yang telah diputus oleh hakim pengadilan negeri. Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Kerjasama Penegakan Hukum Dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Korupsi, tanggal 27 September 2004 (Nomor: KEP-612/A/J.A/09/2004 dan Nomor: 3/2.MOU/PPATK) yang menyebutkan bahwa PPATK dapat memberikan informasi kepada Kejaksaan Agung mengenai hasil analisis PPATK yang berkaitan dengan tugas Kejaksaan Agung dan informasi lainnya yang diperlukan Kejaksaan Agung dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.32 c) Peran PPATK dengan KPK Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan
31
Lihat Pasal 2 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Nota Kesepahaman Jaksa Agung Republik Indonesia Dengan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Nomor: Kep-6121 N J.N09 I 2004 Dan Nomor: 3/2.Mou/Ppatk 32
126
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:33 a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Ketua
Komisi
Pemberantasan
Korupsi
mengenai
Kerjasama
Dalam
Pelaksanaan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 29 April 2004. Membuat MOU mengenai pertukaran informasi. PPATK dapat memberikan informasi kepada KPK mengenai hasil analisis PPATK yang berkaitan dengan tugas KPK dan informasi lainnya yang diperlukan KPK dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. KPK sebaliknya dapat memberikan informasi kepada PPATK mengenai informasi hasil penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang, dan informasi lainnya yang diperlukan oleh PPATK dalam rangka melakukan analisis dugaan tindak pidana pencucian uang.34 Permintaan informasi wajib menjelaskan tujuan penggunaan informasi, dan untuk memperlancar pertukaran informasi ini, dapat dilakukan melalui pejabat
33
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Hal. 125 Yunus Husein, Pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan tindak pidana pencucian uang, Pusat kajian hukum wilayah barat Universitas Andalas bekerjasama dengan Partnership for governance reform in Indonesia, Padang pada tanggal 22 September 2005, Hal. 8 34
127
penghubung yang telah ditunjuk. Informasi yang diberikan bersifat rahasia dan digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam surat permintaan informasi. d) Peran PPATK dengan Pengadilan Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan Pengadilan) bekerjasama dan berkoordinasi seiring dengan fungsi yang dimiliki masing-masing terkait dengan pelaksanaan instrumen antipencucian uang sebagai usaha pencegahan dan pemberantasan korupsi. Penegak hukum berkoordinasi sesuai tugas yang dimiliki berdasarkan laporan hasil analisis PPATK. Kepolisian selaku penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak. Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan. 35 Dalam upaya penindakan Tindak Pidana Pencucian Uang PPATK bekerja sama dengan Mahkamah Agung dalam perampasan harta kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian uang dan Tindak Pidana lain. Dalam hal ini maka Mahkamah Agung menerbitkan peraturan Mahkamah Agung untuk merampas uang yang berada di rekening 35
Agus Budianto, Kewenangan “Lebih” PPATK Sebagai Modal Penegakan Hukum Money Laundering, Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Karawaci Vol. 46 No II, Desember 2012. Hal. 605-607
128
mencurigakan dan tak bertuan. Peraturan ini termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Perampasan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain. Perma ini akan menjadi dasar pelaksanaan sidang perampasan rekening mencurigakan tersebut. Sidang ini akan digelar dengan hakim tunggal. PPATK akan berperan sebagai pelapor, sementara hakim akan memimpin, memeriksa, dan memutuskan perkara yang diajukan tersebut. Mekanisme perampasan harta ini diawali dengan laporan PPATK atas rekening mencurigakan yang identitas kepemilikannya tidak jelas. Atas laporan ini, pengadilan negeri yang ditunjuk akan mengumumkan nomor rekening tersebut di papan pengumuman dan media. Jika ada orang yang merasa memiliki rekening tersebut, hakim akan menggelar sidang untuk membuktikan kebenaran identitas dan kepemilikan rekening. Selain itu, orang yang mengaku memiliki rekening juga harus mampu membuktikan uang yang ada di dalamnya tidak berasal dari tindak kejahatan. Akan tetapi, jika setelah pengumuman tidak ada orang yang mengklaim atau mengakui, PPATK akan menyita uang yang ada di rekening untuk diserahkan kepada negara dari masa pengumuman selama 30 hari kerja. 36 Untuk penjelasan mengenai hubungan PPATK dengan aparat penegak hukum dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
36
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/07/063459748/Rekening-Mencurigakan-KiniBisa-Dirampas-Negara di akses pada tanggal 31 Maret 2015 Pukul 03.34 WIB
129
NO 1.
Tabel III: Hubungan PPATK dengan Aparat Penegak Hukum Hubungan PPATK dengan Aparat Penegak Hukum
1. PPATK memberikan hasil laporan adanya indikasi pencucian uang ke Polisi 2. Kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk Kepolisian menentukan apakah ada indikasi pencucian uang atau tidak. 3. Hasil penyidikan kepolisian membuat berita acara (BAP) untuk diserahkan kepada kejaksaan. 2. 1. Kejaksaan menindaklanjuti BAP yang dibuat kepolisian guna untuk mengajukan penuntutan terhadap tersangka di pengadilan negeri Kejaksaan 2. Kejaksaan dapat meminta informasi dari PPATK dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai kerjasama kejaksaan dengan PPATK dengan Nomor: KEP612/A/J/09/2004 dan Nomor: 3/2.MOU/PPATK 3. 1. PPATK dapat melakukan pertukaran informasi dari hasil analisis secara online (Secure Online Communication) kepada KPK KPK dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. 4. Pengadilan PPATK bekerjasama dengan Mahkamah Agung dalam perampasan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lain sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2013 tentang cara penyelesaian permohonan perampasan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain. Sebagai mekanisme perampasan harta ini diawali dengan: 1. laporan PPATK atas rekening mencurigakan yang identitas kepemilikannya tidak jelas. 2. Atas laporan ini Pengadilan Negeri yang ditunjuk akan mengumumkan nomor rekening tersebut di papan pengumuman dan media. 3. Jika ada orang yang merasa memiliki rekening tersebut, hakim akan menggelar sidang untuk membuktikan kebenaran identitas dan kepemilikan rekening. Selain itu, orang yang mengaku memiliki rekening juga harus mampu membuktikan uang yang ada di dalamnya tidak berasal dari tindak kejahatan. Jika setelah pengumuman tidak ada orang yang mengklaim atau mengakui, PPATK akan menyita uang yang ada di rekening untuk diserahkan kepada negara dari masa pengumuman selama 30 hari kerja Sumber: dikutip dari berbagai sumber
130
C.
Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1605 K/Pid.Sus/2014
1. Kasus Posisi a. Kronologis Kasus Pada tahun 2002 PDAM TIRTANADI ProvinsiSumatera Utara telah melakukanPerjanjianKerjasamatentangPenagihanRekeningAirantaraPDAM TIRTANADI ProvinsiSumatera Utara dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi ProvinsiSumateraUtara yangdituangkandalam Nomor PerjanjianPihak I:06/SPJN/KEU/2002,NomorPihakII:37/SPJN/KKT/2002,tanggal27September 2002makaberdasarkankontrak
tersebutlahKoperasi
Karyawan(Kopkar)
Tirtanadi
melakukanpenagihanpadapelangganPDAMTirtanadiProvinsiSumateraUtara. Padatanggal11Maret2011terdakwaIr.Azzam
Rizal, M.Engdiangkat sebagai
DirekturUtamaPDAMTirtanadiProvinsiSumateraUtara berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/217/KPTS/2011 tanggal 10Maret2011.Pada tanggal 8 Desember 2011 Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi yang bernama H. Subdarkan Siregar, SE ada mengirimkan surat kepada Direktur Utama PDAM Tirtanadi ProvinsiSumatera Utara perihal Perpanjangan Kontrak Kerja Penagihan Rekening Air dengan Nomor Surat : 329/KKT/XII/2011. Surattersebut yangisinyamemohon: a.
Agar Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi untuk mendapat kesempatan menagihrekening air PDAMTirtanadi padawilayahkerjaKotaMadyaMedan, Deli SerdangdanPadangsidimpuan.
131
b.
Kepada Direktur Utama PDAMTirtanadi untukmenaikkan table fee serta dapatkembalimelaksanakanpenagihanrekeningairPDAMTirtanadiperiode 12(duabelas)bulankedepan. TerdakwaselakuDirekturUtamaPDAMTirtanadiProvinsiSumateraUtara
telah
menunjuk Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi untuk melaksanakan penagihan rekeningairPDAMTirtanadiProvinsiSumateraUtaradanbersama
denganKetua
KoperasiKaryawan(Kopkar)Tirtanaditelahmenggunakandana- dana yang tidak lain adalah
rekening
pelanggan
PDAM
Tirtanadi
ProvinsiSumateraUtaraberupauanghasilpenarikantagihanrekeningpelangganPDAM Tirtanadi
secara
berturut-turut
yang
diminta
oleh
H.
SubdarkanSiregar,SEyaituberupa: 1. Uangtunaidengan nilaitotalsebesar Rp.2.952.000.000,- (duamilyar sembilan ratus lima
puluh
dua
juta
rupiah)
yang
digunakan
oleh
terdakwa
untuk
kepentinganpribadinyasendiri. 2. Uang tunai sebesar Rp.422.837.000, (Empat ratus dua puluh dua juta delapan ratus tiga
puluh
tujuh
ribu
rupiah)
tanggal
27
Juli
2011
dilakukanolehterdakwadengancaramenggunakanidentitasselakuanggota Karyawan
PDAM
Tirtanadi
ProvinsiSumatera
Utara
memperolfasilitaskreditdenganmembuatsuatuperjanjiandenganBank
dimana Koperasi untuk Mandiri
Syariah KCP Iskandar Muda Medan kemudian terdakwa menggunakan uang tersebut
untuk
pembelian
MitsubishiPajeroSportwarnahitam
1
(satu)
unit
denganNomorPolisi
mobil
merek
BK111IU
seharga
132
Rp.401.639.075(Empat
ratussatujutaenamratustigapuluhsembilanribu
tujuhpuluhlimarupiah). 3. UangtunaisebesarRp.185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah)
tanggal
10Desember2011 yangdigunakanolehterdakwauntukpembelian atas tanah
yang
terletak
di
desa
Terjun
sebidang
Kelurahan
Terjun
KecamatanMarelanKotaMedanseluas423 M2. 4. UangtunaisebesarRp.1.012.800.000,(SatuMilyarduabelasjutadelapan ratusriburupiah)bagikepentingannyasendirisejak25Pebruari2012sampai dengan21 Desember 2012. 5. UangtunaisebesarRp.287.000.000,-(Dua tanggal
16
April
2012
yang
ratusdelapanpuluhtujuhjuta digunakan
pembayaranuangmukapengambilan2(dua) dimana1(satu)Mobil
oleh
unitmobil
rupiah)
terdakwa
untuk
merekToyotaAvanza
ToyotaAvanzawarnasilvermetalikdiberikankepada
orangtuaterdakwayangbernamaImronNasutiondansedangkanuntuk mertuaterdakwa yangbernamaHj.NurhasbahPulungandiberikan1
(satu)
Mobil
ToyotaAvanzawarnaabu-abumetalik. 6. UangtunaisebesarRp.145.000.000,-(seratusempatpuluhlimajutarupiah) 27Juli2012yangmasukpadarekeningBankBSMKCPIskandar
Muda
tanggal nomor
rekening:7025643032atasnamaIr.Azzam Rizal,M.Eng, kemudian uang tersebut digunakan
oleh
terdakwa
untuk
melakukan
pembayaranuangmukadanbiayaadministrasiuntukpembelian1(satu)unit ToyotaAll New
Camry
warnahitam
No.Pol:BK-176R.
133
SehinggajumlahkeseluruhanuangyangdimintaolehterdakwaIr.Azzam Rizal,M.Eng, kepada
Ketua
Koperasi
Karyawan
(Kopkar)
yang
bernama
saksi H.
SubdarkanSiregar,SEadalahsebesarRp5.004.637.000,-(LimaMilyarempat enamratus
tiga puluh tujuh ribu rupiah)
dimana
uang
juta
tersebuttelah
dipergunakanolehterdakwabagi kepentingannyasendiri. Akibatdariperbuatan terdakwa yang telah bekerjasamadenganKetua Koperasi Karyawan(Kopkar)TirtanadiProvinsiSumateraUtarayangbernama saksi H. Subdarkan Siregar, SE telah mengakibatkan PDAM Tirtanadi ProvinsiSumatera Utara mengalami kerugian padahal uang-uang yang diambil oleh terdakwatersebut adalahuangmilikPDAMTirtanadiSumateraUtarayangnota beneadalahuangmilikPemerintahDaerahProvinsiSumateraUtara. Akibat perbuatan terdakwa Ir.Azzam Rizal,M.Eng, yang telah memperkaya diri
terdakwa
sendiri
sebesar
Rp
5.004.637.000,-
(Lima
Milyar
empat
jutaenamratustigapuluhtujuhriburupiah)darisejumlahkerugian keuanganNegarasebesarRp.5.277.714.368,00
(LimaMilyarDuaratus
tujuhpuluh
tujuhjutatujuhratusempatbelasributigaratusenampuluh delapanrupiah)sebagaimanaHasilAudityangdilakukanolehBPKP
Perwakilan
ProvinsiSumatera Utara di Medan dengan Laporan No. R-77/PW.02/5/2013tanggal 02Juli
2013
perihal:LaporanHasil
AuditDalam
PerhitunganKerugianKeuanganNegaraatasDugaanTindakPidanaKorupsi KegiatanPenagihanRekeningAirPDAM Anggaran2012.
Rangka pada
TirtanadiProvinsiSumateraUtaraTahun
134
b. Dakwaan Berdasarkan kasus tersebut, dakwaan 37 jaksa penuntut umum (JPU) adalah sebagai berikut: Kesatu: Primair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarketentuansebagaimanadiatur dan diancampidanadalamPasal2
ayat
(1)JoPasal18UUNomor31Tahun1999tentang PemberantasanTindakPidana Korupsiyang
telah
diubahmenjadiUU
Tahun2001tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsiJo
Nomor
20
Pasal65ayat(1)
KUHPJo.Pasal 55ayat(1) ke-1KUHP Subsidiair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarketentuansebagaimanadiatur dan diancampidanadalamPasal3JoPasal18UUNomor31Tahun1999tentang PemberantasanTindakPidanaKorupsiyang telahdiubahmenjadiUUNomor20Tahun2001tentangPemberantasanTinda kPidanaKorupsiJo Pasal65ayat(1) KUHPJo.Pasal 55ayat(1) ke-1KUHP 37
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka sidang pengadilan. Bisa dilihat pada http://aliranim.blogspot.com/2009/12/surat-dakwaan-pengertian-surat-dakwaan.html di akses pada tanggal 29 April 2015, pukul 08.40 WIB
135
Kedua: Primair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarketentuansebagaimanadiatur dandiancampidanadalamPasal3Jo.Pasal2ayat(1)hurufaUUNomor8Tahun 2010tentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPencucianUangJo Pasal 65ayat(1) KUHPJo. Pasal55ayat(1) ke-1KUHP Subsidair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarketentuansebagaimanadiatur dandiancampidanadalamPasal4Jo.Pasal2ayat(1)hurufaUUNomor8Tahun 2010tentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPencucianUangJ o Pasal 65ayat(1) KUHPJo.Pasal55ayat(1) ke-1KUHP c. Tuntutan Berdasarkan kasus tersebut, tuntutan 38 jaksa penuntut umum (JPU) adalah sebagai berikut: MenyatakanTerdakwaIr.Azzam
Rizal,M.Eng,terbuktibersalahsecarasahdan
meyakinkanbersalah“secarabersama-samamelakukanperbuatanmemperkaya dirisendiriatauoranglainatausuatukorporasiyangdapatmerugikankeuangan negara atau perekonomiannegaraperbuatanmanasatusamalainsalingada sedemikianrupa”dalamPasal2ayat(1)Jo.Pasal18Undang-UndangRI
hubungannya No.
31Tahun1999tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi sebagaimana telahdiubah dengan Undang-undangRINo.20Tahun2001 tentang Perubahan atas Undang-undang 38
Surat Tuntutan (Rekuisitor) adalah surat yang memuat pembuktian Surat Dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana. Bisa dilihat pada http://pobox2000.blogspot.com/2011/04/surat-tuntutan-hukum-acara-pidana.html, diakses pada tanggal 29 April 2015, Pukul 09.15
136
Nomor
31
Tahun
1999
tentang
PemberantasanTindakPidanaKorupsiJo.Pasal65ayat(1)KUHPJo.Pasal55 ayat (1) ke-1 KUHPidanasebagaimana
dalamDakwaanKesatuPrimairDAN
“secarabersama-
samamelakukantindakpidanapencucianperbuatanmana satusamalainsalingadahubungannyasedemikianrupa”dalamPasal3Jo.Pasal 2ayat(1)hurufaUndang–UndangNo.8Tahun2010tentangPencegahandan PemberantasanTindakPidanaPencucianUangJo.Pasal65ayat(1)KUHPJo.
Pasal
55ayat(1) ke-1KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) Tahun dan 6 (enam) bulan dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan membayar denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan. Membayar uang pengganti kepada negara melalui PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 3.698.726.722,- (tiga miliar enam ratus sembilan puluh delapan juta tujuh ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus dua puluh dua rupiah) jika terdakwa tidak sanggup membayar uang pengganti paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Barang bukti berupa 1 unit Mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5 D Exceed BK 111 IU tahun 2011 atas nama Ir. Azzam Rizal. M.Eng, 1 unit Mobil Toyota Camry,
137
warna hitam, BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe, 1 (satu) exemplaar sertifikat hak Nomor 673 atas sebidang tanah kosong dengan luas 423 M2 atas nama pemegang hak Amransyah Marpaung, 1 (satu) lembar kuitansi yang ditandatangani oleh Frengky Manurung pada bulan Desember 2011 untuk pembayaran sebidang tanah kosong Marelan, Desa Terjun No. 673 diletak di Kota Medan Kec Marelan Kel. Terjun Luas tanah 423 M2 uang banyaknya Rp.185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) diterima dari Indar Muda Dongoran dirampas untuk negara dan hasil pelelangannya dikembalikan kepada kas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. d. Pembelaan Terdakwa (Pledoi) Dalam kasus ini Terdakwa melakukan pembelaan (Pledoi) 39 melalui Penasehat Hukumnya yang dibuat secara tertulis dan dibacakan secara lisan. Adapun beberapa pembelaan yang dilakukan terdakwa adalah sebagai berikut:
Berdasarkan keterangan Ahli Ade Charge yang dihadirkan oleh terdakwa maupun Penasehat Hukum terdakwa yang bernama: 1. Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS, 2. Munar Hamid Siregar, 3. Drs. Hasan Saktu Siregar, M.Si, AK, 4. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH.M.Hum yang menyatakan tidak terdapat kerugian negara dalam perkara ini karena uang sebesar Rp. 5.277.714.368,- (lima miliar dua ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus empat belas ribu tiga ratus enam puluh delapan
39
Kata “pledoi” berasal dari bahasa Belanda, yaitu Pleidooi yang artinya pembelaan. Pledoi merupakan upaya terkahir dari seorang terdakwa atau pembela dalam rangka mempertahankan hak-hak dari kliennya, membela kebenaran yang diyakininya, sesuai bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan sebelum dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri. Bisa dilihat pada Jeremias Lemek, Penuntun Praktis Membuat Pledoi, cet. ke-2 (Yogyakarta: New Merah Putih) 2009, hlm 16 atau pada http://dingklikkelas.blogspot.com/2014/11/pledoi-pleidooi-pembelaan.html, diakses pada tanggal 29 April 2015 Pukul 09.34 WIB
138
rupiah) bukanlah merupakan kerugian negara akan tetapi merupakan keuntungan koperasi dengan alasan pemikiran akuntansi bahwa uang sebesar Rp.5.277.714.368,(lima miliar dua ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus empat belas ribu tiga ratus enam puluh delapan rupiah) merupakan “sisa lebih” dari Rp. 18.886.957.700,(depalan belas miliar delapan ratus delapan puluh enam juta sembilan ratus lima puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah) setelah dikurangi dengan biaya operasional dan PPN atas fee yang disetorkan, sehingga karenanya uang Rp.5.277.714.368,- (lima miliar dua ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus empat belas ribu tiga ratus enam puluh delapan rupiah) adalah uang milik dan hasil usaha atau keuntungan koperasi karyawan. e. Fakta-Fakta Hukum Berdasarkan fakta-fakta dari keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang satu dengan lainnya yang saling berhubungan dalam persidangan maka diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
a.
Keterangan saksi 40 1. Saksi Arie Bowo Leksono Dimana dalam hal ini saksi menerangkan sebagai berikut:
40
Pasal 1 angka 26 dan 27 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menerangkan Saksi adalah orang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, sedangkan Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
139
a.
Saksi kenal dengan terdakwa Ir. Azzam Rizal dan istri terdakwa Siti Solehati pada saat keduanya membeli 1 unit mobil camry dari toyota auto 2000 pada bulan mei 2012.
b.
Dalam pembelian mobil camry harga kontan sebesar Rp. 553.650.000,- dan uang muka yang dibayar istri terdakwa sebesar Rp. 100.000.000,- dan pembelian mobil camry ini dengan cara menyicil melalui Bank Mandiri Syariah 2. Saksi Haslinda Nasution, SE Dimana dalam hal ini saksi sebagai kepala bagian penagihan pada koperasi
karyawan tirtanadi menerangkan sebagai berikut: b.
Koperasi karyawan Tirtanadi ada mengikat kerjasama dengan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara tentang penagihan rekening air PDAM, yang menandatangani surat perjanjian kerjasama tersebut dari pihak PDAM adalah Ir.Azzam Rizal,M.Eng, dan dari pihak koperasi karyawan Tirtanadi adalah H. Subdarkan Siregar.
c.
Pada tahun 2012 terdakwa memperpanjang lagi kontrak perjanjian kerjasama dengan koperasi karyawan Tirtanadi. 3. Saksi Adiwaryastuti Saksi bekerja sebagai Bendahara Koperasi Karyawan Tirtanadi medan sejak
08 Februari 2007 – sekarang, menerangkan sebagai berikut: a.
Saksi mengetahui ketua koperasi karyawan adalah H. Subdarkan siregar, dan Ir. Azzam Rizal menjabat sebagai direktur PDAM Provinsi Sumatera Utara.
140
b.
Saksi mengetahui adanya kerjasama antara koperasi karyawan dari PDAM Tirtanadi. Sesuai dengan perjanjian kerjasama tugas koperasi karyawan adalah menagih tagihan rekening air ke pelanggan yang telah diberikan oleh PDAM dan uang tagihan rekening air dari pelanggan tersebut disetorkan ke Bank Sumut.
c.
Saksi menerangkan seluruh pegawai PDAM Tirtanadi Provinsi SUMUT sudah otomatis menjadi anggota koperasi. Dalam hal ini peminjaman di koperasi karyawan ada yang langsung dan ada yang menitip. Peminjaman koperasi yang menitip melalui ketua koperasi.
d.
Saksi menerangkan batas maksimal yang diberikan kepada anggota koperasi karyawan PDAM Tirtanadi yang merupakan pegawai PDAM Tirtanadi adalah sebesar Rp. 100.000.000,4. Saksi Rajamin Sirait, SE Saksi menjabat sebagai anggota dewan pengawas PDAM Tirtanadi Provinsi
SUMUT sejak tanggal 21 Oktober 2010 berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/607/KPTS/2010 tanggal 21 Oktober 2010. Dalam hal ini saksi menerangkan: a.
Saksi menerangkan tugas pokok dewan pengawas adalah melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan pembinaan terhadap pengurusan dan pengelolaan PDAM
dan
meminta
keterangan
pengembangan PDAM Tirtanadi.
direksi
mengenai
pengelolaan
dan
141
b.
Dalam hal ini saksi menerangkan tidak mengetahui tentang kontrak perjanjian kerjasama antara PDAM Tirtanadi dengan koperasi Karyawan Tirtanadi, dan saksi mengetahui tentang kontrak kerja setelah ada pemerikasaan di POLDA.
c.
Saksi menerangkan pada tanggal 14 April 2011 diadakan rapat Dewan Pengawas, Direksi PDAM dan Koperasi dan ditemukan masalah fee 1 miliar untuk koperasi Karyawan Tirtanadi tanpa persetujuan Dewan Pengawas, sehingga Dewan Pengawas mengingatkan terdakwa selaku yang baru menjabat Direktur Utama PDAM untuk menghentikan kerjasama dengan koperasi. Dari hasil rapat dewan pengawas tahun 2011 adalah uang sebesar 1 miliar yang diberikan PDAM TIrtanandi kepada koperasi karyawan harus dikembalikan koperasi karyawan ke PDAM Tirtanadi. 5. Saksi Drs. H. Abu Hanifah Siregar. Saksi menjabat sebagai anggota dewan pengawas PDAM Tirtanadi,
menerangkan sebagai berikut: a.
Pada bulan April 2011 ada diadakan rapat dewan pengawas dan direksi PDAM Tirtanadi, dan terdakwa hadir dalam rapat tersebut. Bahwa rapat tersebut membahas tentang adanya pelaksanaan kegiatan pemungutan rekening air yang dilaksanakan koperasi tanpa melalui proses atau mekanisme pengadaan barang dan jasa yang berlaku di PDAM Tirtanadi.
b.
Dari kesimpulan dalam rapat tersebut adalah kegiatan penagihan rekening air harus dilaksanakan oleh PDAM Tirtanadi bukan oleh pihak ketiga yaitu koperasi
142
karyawan dan uang fee sebesar Rp. 1 miliar yang diberikan oleh PDAM kepada koperasi karyawan harus dikembalikan kepada PDAM Tirtanadi. c.
Saksi menerangkan belakangan saksi mengetahui tentang perjanjian kerjasama antara koperasi dengan PDAM Tirtanadi perihal penagihan air tahun 2012. Bahwa perjanjian tersebut tidak sah karena tidak ada izin dari dewan pengawas dan tidak ada pengesahan dari Gubernur oleh direksi.
d.
Dalam hal ini kesalahan dalam perjanjian kerjasama antara PDAM Tirtanadi dengan koperasi karyawan adalah bertentangan dengan Keppres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. 6. Saksi H. Subdarkan Siregar Saksi menjabat sebagai ketua koperasi karyawan Tirtanadi Medan sejak
tanggal 26 maret 2010 – maret 2013, menerangkan sebagai berikut: a.
Menerangkan bahwa koperasi karyawan mengadakan perjanjian kerjasama dengan PDAM Tirtanadi tentang penagihan rekening air yang tertuang dalam surat perjanjian kerjasama Nomor: 11/SP JN/DIR/2011 tanggal 30 Desember 2011. Dasar perjanjian tersebut adalah untuk melanjutkan perjanjian kerjasama sebelumnya antara koperasi karyawan tirtanadi dengan PDAM Tirtanadi.
b.
Saksi menerangkan terdakwa pernah ikut rapat dengan badan pengawas PDAM Tirtanadi dan diperoleh kesimpulan bahwa kerjasama PDAM Tirtanadi harus dihentikan dan tidak boleh dilanjutkan tetapi pada kenyatannya tetap dilanjutkan oleh terdakwa.
143
c.
Pada tahun 2012 sudah ada larangan dari dewan pengawas kenapa tagihan rekening air oleh koperasi karyawan tidak dihentikan, namun direktur PDAM memerintahkan supaya penagihan rekening air oleh koperasi karyawan supaya tetap dilanjutkan, dan saksi menjelaskan yang menandatangani surat perjanjian kerjasama antara PDAM Tirtanadi dengan koperasi karyawan adalah Terdakwa dan saksi sendiri. Surat kerja sama tersebut tidak ada persetujuan dari dewan pengawas dan Gubernur.
d.
Saksi ada diperintahkan terdakwa untuk menyerahkan uang Rp. 185 juta yang diambil dari koperasi karyawan yang diserahkan kepada Indra Dongoran untuk membeli tanah atas nama Indra Dongoran.
e.
Saksi juga menjelaskan terdakwa membeli mobil pajero sport yang dibiayai dari koperasi karyawan yang diambil dari penagihan-penagihan koperasi. Dan untuk pembelian mobil avanza, saksi hanya disuruh membayarkan melalui bank sumut. 7. Saksi Suyamto, SE Saksi bekerja sebagai kepala divisi pembukuan pada koperasi karyawan
Tirtanadi sejak tahun 2007 sampai sekarang. Menerangkan sebagai berikut: a.
Saksi menerangkan saksi ada menerima uang dari loket medan kota sebesar Rp. 50 juta, dari loket medan denai sebesar Rp. 208 juta dan dari loket tuasan sebesar Rp. 480 juta, dan uang tersebut diperintahkan oleh H. Subdarkan Siregar untuk diserahkan kepada Ucok Abdurahman Ritonga, Irwansyah, dan Zulkarnain.
144
b.
Uang diambil tersebut saksi tanyakan kepada Ucok Abdurahman Ritonga, dan Irwansyah dan kata meraka mengatakan uang tersebut untuk bos, dan bos itu addalah Terdakwa Ir.Azzam Rizal,M.Eng.
c.
Saksi menerangkan pembayaran atas pembelian 2 unit mobil avanza dibayarkan kepada bank, dan atas pembelian 2 unit mobil avanza tersebut ada hubungannya dengan terdakwa dimana 1 unit mobil avanza dibelikan untuk orangtua terdakwa dan 1 unit lagi dibelikan untuk mertua terdakwa. Untuk membayar pembelian 2 unit mobil avanza tersebut menggunakan uang koperasi.
D. Keterangan Ahli 41 1. keterangan Isnu Yuwana Darmawan, SH, LLM Ahli bekerja di pegawai PPATKsebagai analisis hukum transaksi keuangan senior, dalam hal ini menerangkan: a.
Bahwa ada 3 tahapan TPPU tentang tindak pidana pencucian uang adalah: 1. Penempatan, adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan atau lembaga yang terkait dengan keuangan. Tahap penempatan ini adalah tahap pertama dalam proses pemisahan harta kekayaan hasil kejahatan dari sumber kejahatannya. 2. Pelapisan, adalah upaya untuk menjauhkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana dan pelakunya seperti menstranfer harta kekayaan yang sudah
41
Pasal 1 angka 28 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menerangkan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
145
ditempatkan dari penyedia jasa keuangan yang satu ke penyedia jasa keuangan yang lain, mengubah bentuk hasil kejahatan, mengaburkan asal-usul harta kekayaan dengan mencampurkan harta kekayaan yang sah dan tidak sah, dan perbuatan lainnya. 3. Integrasi, adalah upaya menggunakan harta kekayaan hasil tindak pidana yang telah ditempatkan dan atau dilakukan.Jika satu tahap saja dilakukan maka sudah dapat dikatakan tindak pidana korupsi. b.
Pendapat ahli mengenai pembelian 2 unit mobil avanza atas nama mertua dan orang tua terdakwa yang mana uang muka pembeliannya dibayar oleh koperasi karyawanyang
manaterdakwamemerintahkananggotanya
untuk
membayarkannya. Menurut ahli adalah salah satu modus membeli kendaraan atas nama orang lain itu sudah mirip dengan perkara ini yang termasuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul mobil tersebut seperti pada Pasal3. c.
Ahli menerangkan dalam UU TPPU tidak diatur mengenai batasan minimal atau riilnya suatu tindakan pencucian uang, berapapun nilainya apabila mengenai perbuatan unsur-unsur pada Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dapat dikatakan Terdakwa melakukan pencucian uang. 2. Keterangan Dr. Pendastaren Tarigan, SH. MS Ahli sebagai ahli hukum administrasi dan keuangan negara sehubungan
dengan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang berkaitan
146
dengan kegiatan penagihan rekening air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, yang mana menerangkan: a.
Menurut pendapat ahli bahwa kekayaan yang sesuai dengan objek tentang ruang lingkup tersebut, dimana saja kekayaan negara itu tetap menjadi kekayaan negara, jadi dalam kasus PDAM Tirtanadi ini ahli berpendapat bahwa aset-aset perusahaan daerah, perusahaan negara itu merupakan aset kekayaan negara.
b.
Ahli berpendapat dalam teori yang dipahami bahwa pengelolaan kekayaan negara itu ada satu aspek tentang menyelamatkan kekayaan negara kalau misalnya ada kerugian yang diambil dalam perbendaharaan negara wajib dikembalikan kepada negara. Itu dari satu aspek tetapi dari aspek lain bahwa tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kerugian negara itu bisa dilihat dari segi pidana bisa dari segi administrasi.
c.
Setelah ahli melihat data dari penyidik, bahwa ada aturan yang mengatur tentang bentuk kerjasama dan syarat-syarat membuat kerjasama. Ini sudah jelas melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, perbuatn melawan hukum karena pengadaan barang dan jasa itu dalam jumlah tertentu harus dilakukan menurut aturan yang sudah diatur. Jadi kalau ada membuat kerjasama yang intinya akan membebani kepada keuangan perusahaan yang jumlahnya melebihi kategori yang diatur dalam peraturan direksi yang sudah disahkan oleh Gubernur, ahli berpendapat perbuatannya sudah melawan hukum bertentangan dengan undang-undang perusahaan. 3. Keterangan Prof. Tan Kamello, SH.MS
147
Ahli sebagai Dosen Fakultas Hukum USU, dalam hal ini menerangkan sebagai berikut: a.
Ahli berpendapat apabila salah satu pihak tidak memenuhi isi dalam perjanjian, kalau ada suatu kontrak yang diluar dari perusahaan daerah kemudian isi kontrak tidak dipenuhi maka perbuatan itu dikualifikasikan sebagai perbuatan wanprestasi bukan perbuatan melawan hukum. Dalam kasus ini ahli berpendapat kalau ada suatu perusahaan daerah melakukan kontrak pada pihak ketiga kemudian dalam berjalannya ada suatu kontrak adalah suatu jaminan bagi para pihak dan apabila satu pihak tidak memenuhi prestasi yang ada dalam kontrak maka dapat dikatakan wanprestasi.
b.
Dalam masalah terdakwa meminta pinjaman kepada koperasi dan dapat dibuktikan dalam surat perjanjian pinjaman ahli berpendapat bahwa pegawai PDAM Tirtanadi yang menjadi anggota koperasi maka setiap anggota boleh melakukan pinjaman dan pertanggungjawabannya harus dipisahkan kalau tidak dibayar karena persoalannya individu berbeda dia sebagai peminjam bukan dengan dia sebagai direksi dan koperasi bisa menuntut sebagai perseorangan.
c.
Apabila seseorang anggota koperasi meminjam dan telah dilanggar perjanjian yang sudah ditentukan apakah didapat dihukum, ahli menyatakan kalau ini adalah persoalan perdata, koperasi kemudian tidak dilunasi maka dihukum dengan denda dan ini urusan perdata dan anggota koperasi harus membayar dan tidak bisa dibawa didalam ruang pidana. 4. Keterangan Dr. Mahmud Mulyadi, SH.M.Hum
148
Ahli bekerja sebagai dosen Fakultas Hukum USU, dalam hal ini menerangkan sebagai berikut: a.
Dalam kasus PDAM Tirtanadi ini ahli menggunakan teori Universal yaitu teori sebab-akibat. Sebab-akibat dalam hukum pidana itu digunakan untuk membuktikan akibat delik materil. Undang-undang dalam penjelasannya menyatakan tindak pidana korupsi itu adalah delik formil tetapi dalam kerugian negara menurut pendapat ahli itu adalah delik materil. Ada akibat yang muncul dari sebab, akibat itu adalah kerugian negara yang didalam hal ini mungkin sekitar 5 miliar keatas itu akibat dari suatu sebab. Sebabnya adalah pelanggaran pertama ada perjanjian dalam aspek keperdataan kemudian juga ada dikatakan pelanggaran pasal tentang undang-undang keuangan negara, pelanggaran SK Direksi, pelanggaran mungkin SK Gubernur, dan juga pelanggaran Perda.
b.
Untuk melihat apakah uang negara atau bukan uang negara di 5 miliar tersebut karena domain terjadinya di sebuah perusahaan kebetulan perusahaannya itu perusahaan milik pemerintah daerah. Hukum apa yang bermain di daerah ini hukum publikkah atau hukum privat, kalau dia bermain di hukum privat artinya di situ semua uang itu adalah bukan uang negara itu parameternya yang pertama sekali dari teori itu karena sebabnya itu domainnya di privat, tetapi kalau dia domainnya sampai ada tagihan dan sebagainya itu masuk ke wilayah publik itu adalah hukum publik bisa masuk ke wilayah tindak pidana korupsi.
c.
Ahli berpendapat kalau kita mengacu kepada hierarki peraturan perundangundangan maka perda masuk kedalam peraturan perundang-undangan tetapi
149
kalau pelanggaran perda itu biasanya sanksi pidananya jelas dan ada batasan sanksi pidananya tidak lebih dari 6 (enam) bulan kurungan, kalau seandainya dalam konteks administrasi mungkin ada sanksi sifatnya administratif di situ jadi bisa saja orang melanggar perda tetapi belum tentu tidak jelas dinyatakan hukum pidana disitu belum tentu masuk wilayah hukum pidana karena ruang lingkup perda juga tidak terlalu besar untuk mengatur sebuah wilayah kehidupan di daerah tersebut tetapi biasanya kalau secara tegas maka perda menyediakan sarana hukum disitu jadi tidak serta merta bisa ditarik dalam tindak pidana korupsi. E. Keterangan terdakwa Adapun keterangan terdakwa 42 menerangkan sebagai berikut: 1.
Saksi menerangkan sesuai SK Gubernur tanggal 10 Maret 2011, terdakwa dilantik sebagai direktur utama PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 11 Maret 2011.
2.
Saksi menerangkan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara ada mengikat perjanjian kerja sama dengan koperasi tentang penagihan air tahun 2011.
3.
Yang menandatangani perjanjian kerjasama tersebut ialah terdakwa sendiri selaku direktur utama dan ketua koperasi yaitu H. Subdarkan Siregar.
42
Pasal 189 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menerangkan keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri, sedangkan pengertian terdakwa dalam Pasal 1 angka 15 adalah seseorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
150
4.
Terdakwa ada menerangkan ada meminjam uang dari koperasi sebesar Rp. 422.000.000,- untuk membeli mobil Mitsubhisi Pajero Sport warna hitam dengan nomor polisi BK 111 IU.
5.
Saksi menerangkan pembelian mobil Toyota new camry adalah atas nama istri terdakwa, dengan kronologis pembelian mobil new camry adalah terlebih dahulu menjual mobil kijang innova yang milik terdakwa sejak terdakwa belum menjadi direktur di PDAM Tirtanadi. Mobil kijang Innova BK 176 FH tahun 2010 milik terdakwa, terdakwa jual sekitar pada juli 2012 seharga Rp. 160 juta, lalu terdakwa membeli mobil camry yang dipanjar sebesar Rp. 145 juta yang terdakwa setorkan ke bank syariah mandiri setelah itu cicilan terdakwa bayar sendiri tanpa melalui koperasi PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Dan saksi juga menerangkan dalam pembelian mobil camry ini tidak ada hubungannya dengan koperasi. Dan terdakwa menjelaskan cicilan terhadap pembelian mobil camry ini terdakwa bayar sendiri tanpa melalui koperasi PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
6.
Saksi menerangkan 2 unit mobil Toyota avanza tersebut terdakwa beli dengan cara kredit. Terdakwa meminta kredit dengan H. Subdarkan Siregar sebagai ketua koperasi PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
F. Pertimbangan Hakim dan Vonis Hakim a. Pertimbangan Hakim 43
43
Pertimbangan Hakim adalah pertimbangan atau musyawarah yang diadakan antara hakim ketua majelis dan para hakim anggota (majelis), guna mengambil putusan dalam perkara yang
151
Dalamdakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun dalam bentuk dakwaan kombinasi kumulatif subsidaritas, maka hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan dakwaan kesatu primair. Apabila unsur-unsur pasal dalam dakwaan kesatu primair semuanya terpenuhi, maka dakwaan kesatu subsidair tidak perlu dipertimbangkan, sebaliknya apabila belum terpenuhi maka majelis hakim akan mempertimbangkan unsurunsur pasal dalam dakwaan kesatu subsidair. Setelah memperhatikan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan yang paling tepat dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa yang sebagaimana di dakwakan oleh Jaksa penunrut Umum, yaitu akan mempertimbangkan dakwaan kesatu
PrimairyaituperbuatanTerdakwatelahmelanggarPasal2
(1)JoPasal18UUNomor31Tahun1999tentang Korupsiyang
telah
ayat
PemberantasanTindakPidana
diubahmenjadiUU
Nomor
Tahun2001tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsiJo
20
Pasal65ayat(1)
KUHPJo.Pasal 55ayat(1) ke-1KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang; 2. Secara melawan hukum; 3. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 5. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan;
bersangkutan, bisa dilihat pada Harun M. Husein, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), Hal. 21.
152
6.
Perbarengan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan suatu kejahatan; Terhadap unsur-unsur tersebut maka dapat dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Unsur setiap orang Setiap orang adalah orang yang merupakan Subyek Hukum pelaku tindak pidana, dan haruslah orang yang sehat akal pikirannya, cakap menurut hukum serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.Berdasarkan fakta dimuka persidangan terdakwa Ir. Azzam Rizal, M.Eng telah membenarkan identitas dirinya serta orang yang sehat akal pikirannya dan kepada terdakwa dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar yang dapat menghapuskan perbuatan pidana terdakwa, sehingga unsur " setiap orang" sudah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 2.Unsur melawan Hukum Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti luas, yaitu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan dalam arti materil. Melawan hukum dalam arti formil mengandung makna suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melawan hukum apabila perbuatan tersebut melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan melawan hukum dalam arti materil yakni meskipun perbuatan tersebut dianggap
153
tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. 44 Berdasarkan fakta-fakta yang menjadi pertimbangan hakim dalam unsur melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: 1.
Pada tanggal 30 Desember 2011 terdakwa membuat surat perjanjian kerjasama dengan ketua Koperasi Tirtanadi yaitu H. Subdarkan Siregar dalam hal ini penagihan rekening air PDAM Tirtanadi sesuai dengan surat perjanjian Kerjasama Nomor pihak I: 11/SPJN/DIR/2011, dan Nomor Pihak II: 326/SPJN/KKT/2011 yang ditandatangani oleh terdakwa dan H. Subdarkan Siregar tanpa persetujuan dari dewan pengawas dan juga tanpa pengesahan dari Gubernur Sumatera Utara.
2.
Dalam penagihan rekening air dari pelanggan yang dilakukan oleh koperasi karyawan tirtanadi adalah termasuk dalam pengadaan barang dan jasa. Dalam melaksanakan penagihan rekening air PDAM Tirtanadi dari pelanggan pada tahun 2012 PDAM Tirtanadi menganggarkan fee sebesar 15 miliar kepada koperasi
karyawan
Tirtanadi
namun
yang
terealisasi
menjadi
Rp.
18.886.957.700,-(delapan belas miliar delapan ratus delapan puluh enam juta sembilan ratus lima puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah). 3.
PDAM Tirtanadi selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang modalnya baik sebagian maupun seluruhnya berasal dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara maka terdakwa selaku direktur PDAM Tirtanadi Sumatera Utara dalam 44
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006
154
melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa harus berpedoman pada pengaturan yang telah tertuang dalam surat keputusan Direksi PDAM Tirtanadi No. 81/KPTS/2007 tanggal 4 Juni 2007 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dimana dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan “dalam hal pengadaan barang dan jasa nilainya di atas Rp. 300.000.000,- maka harus dilakukan dengan proses tender”. 4.
Sesuai dengan fakta di persidangan ternyata terdakwa dalam melakukan perikatan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga yaitu koperasi karyawan Tirtanadi dalam hal penagihan rekening air tidak ada dilakukan melalui proses tender padahal nilai jasa yang dianggarkan mencapai nilai sebesar 15 miliar.
5.
Terdakwa selaku direktur utama PDAM Tirtanadi dalam melakukan perikatan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga haruslah berpedoman pada surat keputusan Direksi PDAM Tirtanadi yang menyatakan “nilai pengadaan (termasuk PPN) di atas Rp. 4 miliar adalah direktur utama dengan persetujuan Gubernur”. Dalam hal ini ternyata terdakwa dalam melakukan perjanjian dengan pihak ketiga H. Subdarkan Siregar selaku pihak ketiga dalam pengadaan jasa penagihan rekening air yang nilainya mencapai Rp. 15 miliar sama sekali tidak dapat persetujuan dengan pihak Gubernur Sumatera Utara.
6.
Sesuai dengan fakta di persidangan setelah terdakwa diangkat menjadi Direktur Utama PDAM Tirtanadi telah diadakan rapat dengan Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi yang dalam satu point menyatakan agar penagihan rekening air dilakukan oleh PDAM Tirtanadi sendiri dan tidak menggunakan jasa pihak
155
ketiga sebagaimana diterangkan oleh saksi H. Ahmad Ghazali syam, Rajamin Sirait, SE, dan saksi Drs. H. Tengku Basyrul Kamali, MM selaku Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Ternyata hasil rapat yang dilakukan terdakwa dengan dewan pengawas PDAM Tirtanadi tidak diindahkan oleh terdakwa dimana selanjutnya terdakwa membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga tanpa ada persetujuan Dewan Pengawas dan Gubernur Sumatera Utara hal mana telah bertentangan dengan ketentuan surat perjanjian kerjasama
Nomor
Pihak
I:11/SP
JN/DIR/2011,
Nomor
Pihak
II:
326/SPJN/KKT/2011 dan Pasal 65 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara yang menyebutkan “kerjasama PDAM Tirtanadi dengan pihak ketiga dilakukan oleh direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas dan berlaku setelah disahkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. 7.
Terdakwa selaku anggota koperasi karyawan Tirtanadi telah mengajukan peminjaman kepada Bank mandiri Syariah melalui koperasi sebesar Rp. 422.837.000,- (empat ratus dua puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah) yang digunakan terdakwa untuk membeli 1 (satu) unit mobil mitsubhisi Pajero Sport warna hitam No. Polisi BK 111 IU dimana sesuai ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi karyawan Tirtanadi menyatakan peminjaman di Koperasi Karyawan Tirtanadi paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), karena koperasi tidak mampu sehingga koperasi mengajukan peminjaman kepada Bank Syariah mandiri sehingga
156
terdakwa dapat meminjam sampai dengan sebesar Rp. 422.837.000,- (empat ratus dua puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah). 8.
Terdakwa telah memintakan saksi H. Subdarkan Siregar untuk tidak melakukan pemotongan gaji terdakwa untuk pembayaran angsuran pinjaman ke koperasi karyawan tirtanadi sehingga yang membayar cicilan terdakwa adalah ketua koperasi karyawan yaitu H. Subdarkan Siregar dengan cara memerintahkan H. Subdarkan Siregar mengambil uang rekening air yang sudah ditagih oleh koperasi karyawan tirtanadi dari kepala-kepala loket sebagaimana didukung oleh keterangan saksi Muhammad Alrizal Nasution, Saksi Adi Isriadi, Saksi Yuspandi Hariono, Saksi Indra Partahian Siregar, saksi Ahamd Nizar Daulay, saksi Zulkarnain, saksi Syaifullah Harahap, dan saksi Supran Harahap yang pada intinya menyatakan Saksi H. Subdarkan Siregar memerintahkan untuk menyetorkan uang yang sudah ditagih dari pelanggan dan menunda pembayarannya dengan cara menahan rekening air yang seharusnya disetorkan pada hari itu juga ke rekening PDAM Tirtanadi pada Bank Sumut.
9.
Perbuatan terdakwa yang meminta H. Subdarkan Siregar untuk tidak melakukan pemotongan gaji terhadap bulannya dan perbuatan terdakwa yang tidak membayar angsuran setiap bulan kepada pihak koperasi yang mengakibatkan H. Subdarkan Siregar selaku ketua koperasi karyawan Tirtanadi menggunakan uang setoran air PDAM Tirtanadi melalui kepala loket untuk menutupi atau membayar pinjaman terhadap terdakwa setiap bulannya pada pihak ketiga bank adalah jelas merupakan perbuatan melawan hukum.
157
10. Sesuai pendapat ahli Dr. Mahmud Mulyadi, SH.M.Hum, yang menyatakan harus di tentukan dulu domainnya apakah pidana atau perdata, dalam hal hakim sependapat dengan ahli dan dalam perkara ini menurut majelis hakim adalah domain pidana yang di dalamnya terdapat tindak pidana korupsi. Dengan demikian unsur “Melawan Hukum” telah terpenuhi. 3. Unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koperasi. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta penerbit Balai Pustaka tahun 1983 halaman 453 pengertian memperkaya adalah menjadikan bertambah kaya. Sedangkan kaya artinya mempunyai banyak harta, uang dan sebagainya. Bahwa dari pengertian tersebut di atas memperkaya diri sendiri artinya dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukannya, pelaku menikmati dengan bertambahnya kekayaan atau harta benda yang dimilikinya sendiri, sedangkan memperkaya orang lain atau suatu korperasi maksudnya adalah bahwa akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku ada orang lain atau suatu korperasi yang bertambah kekayaannya atau bertambah harta bendanya, jadi dalam hal ini yang diuntungkan bukan pelaku langsung melainkan orang lain atau dapat juga suatu korperasi yaitu kumpulan orang atau kumpulan kekayaan yang terorganisasi baik badan hukum maupun bukan badan hukum.
158
Berdasarkan fakta-fakta yang menjadi pertimbangan hakim dalam unsur-unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korperasi yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: 1. Terdakwa ada membeli 1 unit mobil Mitsubhishi Pajero Sport Nomor Polisi BK 111 IU yang dananya berasal dari pinjaman koperasi karyawan Tirtanadi pada Bank Syariah Mandir sebesar Rp. 422.837.000,- (empat ratus dua puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah). 2. Terdakwa ada menyuruh H. Subdarkan Siregar selaku ketua koperasi Tirtanadi untuk membeli sebidang tanah yang terletak di desa terjun kelurahan terjun kecamatan Marelan Kota Medan dengan harga sebesar Rp. 185.000.000.- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) atas nama Indar Muda Dongoran. 3. Untuk membayar pembelian 1 unit mobil Mitsubhisi Pajero Sport Nomor Polisi BK 111 IU dan sebidang tanah yang terletak di Desa Terjun kelurahan Terjun kecamatan Marelan Kota Medan digunakan uang yang berasal dari tagihan rekening air PDAM Tirtanadi dari pelanggan yang berasal dari tagihan rekening air PDAM Tirtanadi dari pelanggan yang diambil dari kepala-kepala loket sebagaimana keterangan saksi bernama saksi Muhammad Akrizal Nasution, saksi Adi Isriadi, saksi Yuspandi Hariono, saksi Indra Partahian Siregar, Saksi Ahmad Nizar Daulay, Saksi Zulkarnain, saksi Syaifullah Harahap, dan saksi Supran Harahap sehubungan dengan saksi H. Subdarkan Siregar dan saksi Suyanto yang membenarkan uang yang diambil dari kepala-kepala loket tersebut. Kemudian
159
diserahkan kepada saksi Zulkarnain Lubis, Ucok Abdul Rahman, dan Indar Muda Dongoran yang merupakan anggota terdakwa atau pegawai dari terdakwa. 4. Dengan bertambahnya harta kekayaan terdakwa berupa 1 unit mobil Mitsubishi Pajero Sport Nomor Polisi BK 111 IU dan sebidang tanah yang terletak di Desa Terjun kelurahan Terjun Kecamatan Marelan Kota Medan atas nama saksi Indar Muda Dongoran walaupun terdakwa membantah tanah tersebut milik terdakwa namun sesuai keterangan H. Subdarkan siregar yang menyatakan tanah tersebut adalah milik terdakwa atas dasar suruhan terdakwa untuk membeli tanah tersebut dan diatas namakan nama orang lain dalam hal ini saksi Indar Muda Dongoran adalah jelas merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri. Dengan demikian jelas unsur”memperkaya diri sendiri” telah terpenuhi oleh terdakwa.
4. Unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Dimaksud dengan merugikan adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksud dengan unsur merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. Menurut ketentuan Pasal 2 huruf (g) UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa “keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-
160
hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah” Menurut penjelasan umum Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada disebutkan yang dimaksud dengan keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: a.
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Pejabat Lembaga Negara baik di tingkat pusat maupun di daerah.
b.
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Pejabat Lembaga Negara, Badan usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan Modal Negara atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Dimakusd dengan perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian
yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.
161
Berdasarkan fakta-fakta yang menjadi pertimbangan hakim dalam unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: 1. PDAM Tirtanadi adalah merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sahamnya berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara baik sebagian ataupun seluruhnya. 2. Bahwa di dalam Perda No. 10 Tahun 2009 tentang PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara menerangkan bahwa PDAM Tirtanadi dibentuk dalam rangka melayani masyarakat atau memiliki fungsi pelayanan publik bukan dibentuk untuk mencari keuntungan, dengan demikian maka segala kerugian yang terjadi pada perusahaan daerah tersebut merupakan kerugian keuangan negara/keuangan daerah dan semua perusahaan daerah harus tunduk pada Undang-undang perusahaan daerah maupun peraturan yang seingkat dengan perundang-undangan baik berupa keputusan Gubernur atau Direktur yang didasarkan untuk kepentingan masyarakat. 3. Sesuai dengan pendapat ahli Dr. Pendastaren Tarigan dalam persidangan yang menyatakan bahwa setiap koperasi atau usaha yang sudah ada tata kelola perusahaan itu kemudian daripada perusahaan itu memberikan pelayanan masyarakat juga dan merupakan salah satu pendapatan dan penerimaan sehubungan yang diperoleh dari perusahaan menambah kekayaan negara atau daerah semua proses harus dibuat secara detail supaya nantinya bisa dipertanggungjawabkan masalah akhir dari sebuh masalah. Bahwa keuntungan
162
dari penagihan perusahaan daerah juga termasuk pendapatan daerah, perusahaan daerah didirikan oleh pemerintah daerah dan memberikan kontribusi terhadap penerimaan dari pendapatan. Jadi, pada kenyataannya tagihan rekening air dari pelanggan oleh koperasi Karyawan Tirtanadi yang tidak disetorkan kerekening PDAM Tirtanadi adalah tidak sesuai dengan mekanisme penagihan dan penyetoran uang tagihan rekening air pada hari itu juga, namun kenyataannya uang rekening air yang dikumpulkan kepala loket sebagian telah diambil oleh H. Subdarkan Siregar untuk menutupi cicilan pinjaman terdakwa pada Bank Syariah Mandiri atas pembelian 1 unit mobil Pajero Sport dan mobil Toyota Avanza serta sebidang tanah di Marelan adalah perbuatan yang merugikan keuangan daerah Provinsi Sumatera Utara. 4. Dari hasil ahli BPKP Provinsi Sumatera Utara sesuai laporan hasil audit No. R77/PW.02/5/2013 tanggal 02 Juli 2013 bahwa kerja sama yang dilakukan oleh terdakwa dengan Koperasi Karyawan Tirtanadi untuk melakukan penagihan rekening air PDAM Tirtanadi tanpa melakukan tender sesuai dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan PDAM Tirtanadi dan perjanjian kerjasama tersebut tanpa mendapat persetujuan dari dewan pengawas dan juga tanpa persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara dimana terhadap penagihan tersebut koperasi karyawan mendapatkan fee yang dianggarkan sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar) namun yang terealisasi adalah sebesar Rp. 18.886.957.700,-(delapan belas miliar delapan ratus delapan puluh enam juta sembilan ratus lima puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah) akan tetapi setelah dilakukan perhitungan ulang kembali oleh
163
ahli BPKP Provinsi Sumatera Utara ternyata fee yang sebenarnya dibayarkan kepada koperasi Karyawan Tirtanadi adalah sebesar Rp. 12.490.926.782,- (dua belas miliar empat ratus sembilan puluh juta sembilan ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus delapan puluh dua rupiah) sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 5.277.714.368,-(lima milyar dua ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus empat belas ribu tiga ratus enam puluh delapan rupiah). Dengan demikian unsur “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” telah terbukti dan terpenuhi oleh terdakwa. 5.
Unsur yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan Penuntut umum dalam dakwaan kesatu primair mencantumkan Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP yang mana pasal ini mengatur tentang tindak pidana penyertaan, di dalam hal ini terdakwa dalam hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan dapat diklasifikasikan sebagai: a.
Mereka yang melakukan tindak pidana (Pleger)
b.
Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana (doen Plegen)
c.
Mereka yang ikut serta melakukan tindak pidana (mede pleger)
d.
Mereka yang menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitloken). Mengenai klasifikasi turut serta melakukan (mede pleger) ditentukan adanya
syarat, yaitu: 1.
Terdapat beberapa orang yang melakukan suatu tindak pidana.
164
2.
Orang itu masing-masing ikut melakukan suatu perbuatan.
3.
Adanya kesadaran melakukan perbuatan secara bekerja sama. Berdasarkan fakta-fakta dalam unsur sebagai orang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan atau turut serta melakukan adalah dalam perbuatan terdakwa yang mengadakan perjanjian kerjasama dalam hal penagihan rekening air tanpa mendapat persetujuan dari dewan pengawas dan pengesahan dari Gubernur Sumatera Utara dan perbuatan terdakwa yang menyetujui tentang kenaikan fee yang disusun dalam perjanjian kerjasama sebelumnya tanpa menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) yang sebenarnya sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran fee yang semula di anggarkan Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah) menjadi sebesar Rp. 18.886.957.700,-(depalan belas miliar delapan ratus delapan puluh enam juta sembilan ratus lima puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah) serta perbuatan terdakwa yang memerintahkan secara lisan melalui telepon kepada H.Subdarkan Siregar untuk membayarkan uang pembelian sebidang tanah di Desa Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan Kota Medan dengan harga sebesar Rp. 185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah), dan tanah tersebut dibuat atas nama saksi Indar Muda Dongoran serta mengambil uang tagihan rekening dari loketloket penagihan air dan menyerahkan kepada anggota terdakwa yaitu Zulkarnaen, Ucok Abdul Rahman, Irwansyah Siregar, Erwin, Supriadi, dan Indar Muda Dongoran dan perbuatan H. Subdarkan Siregar yang tidak melakukan pemotongan gaji setiap bulannya untuk membayar angsuran pinjaman terdakwa kepada Bank Syariah Mandiri oleh koperasi karyawan adalah jelas merupakan perbuatan yang dilakukan
165
secara bersama-sama. Dalam hal ini jelas unsur “sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan” telah terpenuhi. 6.
Perbarengan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan suatu kejahatan Dalam ketentuan Pasal 65 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa “dalam hal
gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok sejenis maka yang dijatuhkan hanya satu pidana”. Dalam hal ini terdakwan di dakwa oleh penuntut umum melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan yaitu melanggar kesatu primair melanggar Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terdakwa juga di dakwa sebagaimana dalam dakwaan kedua melanggar Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana kedua dakwaan tersebut merupakan perbarengan beberapa perbuatan kejahatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan. Dengan demikian unsur “perbarengan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan suatu kejahatan” telah terpenuhi. Dalam kasus ini jaksa penuntut umum juga mencantumkan di dalam dakwaannya Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang mengandung ketentuan: a.
Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, sebagaimana pidana tambahan huruf B menyebutkan: pembayaran uang pengganti yang
166
jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. b.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
c.
Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, dipidana dengan penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya, yang lamanya sudah ditentukan di dalam putusan pengadilan. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dipersidangaan, ternyata terdakwa
telah terbukti memperoleh harta benda sebesar Rp. 4.154.000.000,- (empat miliar seratus lima puluh empat juta rupiah) dengan perincian: 1. Uang sebesar Rp. 3.298.000.000,- (tiga miliar dua ratus sembilan puluh delapan juta rupiah) yang berasal dari pengambilan uang yang dilakukan oleh H.Subdarkan Siregar dari kepala-kepala loket penagihan air yang disertai dengan bukti tanda terima (kuitansi). 2. Uang sebesar Rp. 126.000.000,- (seratus dua puluh enam juta rupiah) untuk pembayaran angsuran mobil pajero sport yang dibayarkan oleh koperasi karyawan tirtanadi yang diambil dari tagihan rekening air.
167
3.
Uang
sebesar
Rp.185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah)
yangdigunakanolehterdakwauntukpembelian atas sebidang tanah yang terletak di desa Terjun Kelurahan Terjun KecamatanMarelanKotaMedanseluas423m2. 4. 2 unit mobil Toyota Avanza untuk orang tua dan mertua terdakwa sebesar Rp. 380.000.000,- (tiga ratus delapan puluh juta rupiah). Dalam hal ini terdakwa tidak dapat menunjukkan bukti-bukti tentang pembelian mobil Toyota Avanza dan Toyota New Camry yang berasal dari uang terdakwa sehingga dalil pledoi yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa atau Terdakwa di tolak. Dalam hal ini harta kekayaan terdakwa dengan total sebesar Rp. 1.579.397.646,- (satu miliar lima ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu enam ratus empat puluh enam rupiah) dengan perincian: 1 Unit mobil merek Mitsubhisi Pajero Sport warna Hitam No. Polisi BK 111 IU sebesar Rp. 422.837.000,- (empat ratus dua puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga tujuh rupiah). 2. Sebidang tanah di desa terjun kelurahan terjun kecamatan marelan kota Medan seluas
423
m2
dengan
harga
sebesar
Rp.185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah). 3. 1 unit mobil toyota All New Camry No. Polisi: BK-176 R sebesar Rp. 591.560.646,- (lima ratus sembilan satu juta lima ratus enam puluh ribu enam ratus empat puluh enam rupiah). 4. Uang sebesar Rp. 380.000.000,-(tiga ratus delapan puluh juta rupiah) untuk pembelian 2 unit mobil toyota avanza untuk orang tua dan mertua terdakwa.
168
Dengan demikian terdakwa dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. Rp. 2.574.602.354 (dua miliar lima ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua ribu tiga ratus lima puluh empat rupiah) yang berasal dari jumlah harta benda yang diperoleh terdakwa dari hasil tindak pidana korupsi sebesar Rp. 4.154.000.000,- (empat miliar seratus lima puluh empat juta rupiah) dikurangkan dengan jumlah harta benda terdakwa yang disita sebesar Rp. 1.579.397.646,- (satu miliar lima ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu enam ratus empat puluh enam rupiah). Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta di atas sebagaimana yang telah diuraikan tersebut, maka semua unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan kesatu primair telah terpenuhi. Karena dakwaan oleh jaksa penuntut umum disusun secara kombinasi kumulatif subsidaritas dimana salah satu dakwaan kesatu primair telah terbukti, maka selanjutnya akan mempertimbangkan dakwaan kedua primair yaitu melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1)1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1.
Setiap orang
2.
Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk, menukarkan, dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
3.
Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
169
4.
Sebagai orang yang melakukan yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan. Terhadap unsur-unsur berikut majelis hakim mempertimbangkannya sebagai
berikut: 1.
Setiap Orang Setiap orang adalah orang yang merupakan Subyek Hukum pelaku tindak
pidana, dan haruslah orang yang sehat akal pikirannya, cakap menurut hukum serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.Berdasarkan fakta dimuka persidangan terdakwa Ir. Azzam Rizal, M.Eng telah membenarkan identitas dirinya serta orang yang sehat akal pikirannya dan kepada terdakwa dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar yang dapat menghapuskan perbuatan pidana terdakwa, sehingga unsur " setiap orang" sudah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 2.
Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan, dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Berdasarkan fakta-fakta tersebut bahwa terdakwa memenuhi unsur-unsur di atas
yaitu dengan cara membelanjakan sebagian uang tagihan rekening air PDAM Tirtanadi yang ditagih oleh koperasi karyawan tirtanadi untuk membeli 1 unit mobil mitsubhisi pajero sport warna hitam No. Polisi BK 111 IU, Pembelian sebidang tanah di Desa Terjun Kelurahan
Terjun
Kecamatan
Marelan
Kota
Medan
dengan
harga
Rp.185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah), dan dibuat atas nama Indar
170
Muda Dongoran, Pembelian 2 unit mobil toyota Avanza seharga Rp. 380.000.000,(tiga ratus delapan puluh juta rupiah), dan pembelian 1 unit mobil Toyota New Camry seharga Rp. 591.560.646,- (lima ratus sembilan satu juta lima ratus enam puluh ribu enam ratus empat puluh enam rupiah). Walaupun mengetahui secara jelas bahwa uang tagihan rekening air yang diperoleh dari pelanggan harus disetorkan ke rekening PDAM Tirtanadi pada hari itu karena merupakan pemasukan bagi kas daerah namun terdakwa membelanjakan sebagian uang tagihan rekening air yang dimintakan terdakwa dari saksi H. Subdarkan Siregar dan terdakwa mengetahui bahwa pembelian harta benda tersebut adalah merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Dengan
demikian
unsur
“Menempatkan,
mentransfer,
mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan, dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)” telah terpenuhi oleh terdakwa. 3. Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan Sesuai pendapat ahli PPATK yaitu Isnu Yuwana Darmawan, SH.LLM dalam kasus Ir. Azzam Rizal, M.Eng yang menyatakan bahwa ada 3 tahapan TPPU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah: a.
Penempatan adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan atau lembaga yang terkait dengan keuangan. Tahap
171
penempatan ini adalah tahap pertama dalam proses pemisahan harta kekayaan hasil kejahatan dari sumber kejahatannya: b.
Pelapisan adalah upaya untuk menjauhkan harta kekayaan yang kekayaan yang sudah ditempatkan dari penyedia jasa keuangan yang satu ke penyedia jasa keuangan lain, mengubah bentuk hasil kejahatan, mengaburkan asal-usul harta kekayaan dengan mencampurkan harta kekayaan yang sah dan tidak sah, dan perbuatan lainnya,
c.
Integrasi adalah upaya menggunakan harta kekayaan hasil tindak pidana yang telah ditempatkan dan atau dilakukan. Jika satu tahap saja dilakukan maka sudah dapat dikatakan tindak pidana korupsi.
Dari fakta-fakta yang terjadi bahwa perbuatan terdakwa yang membeli 1 unit mobil Mitsubhisi Pajero Sport warna hitam No. Polisi BK 111 IU, pembelian 1 unit Mobil Toyota All New Camry atas nama Isteri Terdakwa, pembelian 2 unit mobil Toyota Avanza atas nama orang tua dan mertua terdakwa dan pembelian sebidang tanah seluas 423M2 atas nama Indar Muda Dongoran yang terletak di Marelan Medan Belawan adalah merupakan perbuatan yang menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi. Bahwa dengan demikian unsur” dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asalusul harta kekayaan” telah terbukti. 4.
Unsur yang melakukan menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan Penuntut umum dalam dakwaan kedua primair mencantumkan Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP yang mana pasal ini mengatur tentang tindak pidana penyertaan, di
172
dalam hal ini terdakwa dalam hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Mereka yang melakukan tindak pidana (Pleger) 2. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana (doen Plegen) 3. Mereka yang ikut serta melakukan tindak pidana (mede pleger) d.
Mereka yang menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitloken). Mengenai klasifikasi turut serta melakukan (mede pleger) ditentukan adanya
syarat, yaitu: 1. Terdapat beberapa orang yang melakukan suatu tindak pidana. 2. Orang itu masing-masing ikut melakukan suatu perbuatan. 3. Adanya kesadaran melakukan perbuatan secara bekerja sama. Berdasarkan fakta-fakta dalam unsur sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan adalah dalam perbuatan terdakwa yang mengadakan perjanjian kerjasama dalam hal penagihan rekening air tanpa mendapat persetujuan dari dewan pengawas dan pengesahan dari Gubernur Sumatera Utara dan perbuatan terdakwa yang menyetujui tentang kenaikan fee yang disusun dalam perjanjian kerjasama sebelumnya tanpa menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) yang sebenarnya sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran fee yang semula di anggarkan Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah) menjadi sebesar Rp. 18.886.957.700,-(depalan belas juta miliar delapan ratus delapan puluh enam juta sembilan ratus lima puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah) serta
173
perbuatan terdakwa yang memerintahkan secara lisan melalui telepon kepada H.Subdarkan Siregar untuk membayarkan uang pembelian sebidang tanah di Desa Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan Kota Medan dengan harga sebesar Rp. 185.000.000,(Seratusdelapanpuluhlimajutarupiah), dan tanah tersebut dibuat atas nama saksi Indar Muda Dongoran serta mengambil uang tagihan rekening dari loketloket penagihan air dan menyerahkan kepada anggota terdakwa yaitu Zulkarnaen, Ucok Abdul Rahman, Irwansyah Siregar, Erwin, Supriadi, dan Indar Muda Dongoran dan perbuatan H. Subdarkan Siregar yang tidak melakukan pemotongan gaji setiap bulannya untuk membayar angsuran pinjaman terdakwa kepada Bank Syariah Mandiri oleh koperasi karyawan adalah jelas merupakan perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama. Dalam hal ini jelas unsur “sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan” telah terpenuhi. b. Vonis Hakim 45 1. Pengadilan Negeri 46 Menyatakan terdakwa Ir. Azzam Rizal, M.Eng. tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan “korupsi yang dilakukan secara bersama-sama” dan “Tindak Pidana Pencucian Uang”. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp.
45
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum bisa dilihat pada M. Husein, Op.cit, Hal. 22 46 Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan meliputi satu Kabupaten/Kota, bisa dilihat pada http://aidazahro.blogspot.com/2011/08/lembagaperadilan.html di akses pada tanggal 29 April 2015 Pukul 13.49 WIB
174
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.574.602.354 (dua miliar lima ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua ribu tiga ratus lima puluh empat rupiah) dan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Barang bukti berupa 1 unit Mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5 D Exceed BK 111 IU tahun 2011 atas nama Ir. Azzam Rizal. M.Eng, 1 unit Mobil Toyota Camry, warna hitam, BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe, 1 (satu) exemplaar sertifikat hak Nomor 673 atas sebidang tanah kosong dengan luas 423 M2 atas nama pemegang hak Amransyah Marpaung, 1 (satu) lembar kuitansi yang ditandatangani oleh Frengky Manurung pada bulan Desember 2011 untuk pembayaran sebidang tanah kosong Marelan, Desa Terjun No. 673 diletak di Kota Medan Kec Marelan Kel. Terjun Luas tanah 423M2 uang banyaknya Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) diterima dari Indar Muda Dongoran dirampas untuk negara dan hasil pelelangannya dikembalikan kepada kas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. 2. Pengadian Tinggi 47
47
Pengadilan Tinggi adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kotaProvinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang
175
MemperbaikiputusanPengadilanTindakPidanaKorupsipadaPengadilanNegeri Medantanggal18Pebruari2014Nomor.92/Pidsus.K/2013/PN-Mdnyangdimintakan bandingsepanjangmengenailamanyapidanayangdijatuhkan,sehingga
amar
selengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1.
MenyatakanbahwaterdakwaIr.AzzamRizal,M.Eng.tersebut
diatastelahterbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan “Korupsi yang dilakukansecarabersama-sama”dan“TindakPidanaPencucianUang” 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. 3. Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.574.602.354 (dua miliar lima ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua ribu tiga ratus lima puluh empat rupiah) dan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.
diputus oleh Pengadilan Negeri. Bisa dilihat pada http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi diakses pada tanggal 29 April 2015 Pukul 13.59 WIB
176
4. Barang bukti berupa 1 unit Mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5 D Exceed BK 111 IU tahun 2011 atas nama Ir. Azzam Rizal. M.Eng, 1 unit Mobil Toyota Camry, warna hitam, BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe, 1 (satu) exemplaar sertifikat hak Nomor 673 atas sebidang tanah kosong dengan luas 423 M2 atas nama pemegang hak Amransyah Marpaung, 1 (satu) lembar kuitansi yang ditandatangani oleh Frengky Manurung pada bulan Desember 2011 untuk pembayaran sebidang tanah kosong Marelan, Desa Terjun No. 673 diletak di Kota Medan Kec Marelan Kel. Terjun Luas tanah 423M2 uang banyaknya Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) diterima dari Indar Muda Dongoran dirampas untuk negara dan hasil pelelangannya dikembalikan kepada kas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
3. Mahkamah Agung 48 Menolak permohonan kasasi dari pemohonan kasasi II/ Terdakwa Ir. Azzam Rizal, M.Eng tersebut. Menolak permohonan kasasi dari pemohonan kasasi I: Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan tersebut. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 18/Pid.Sus.K/ 2014/PT-Mdn. Tanggal 14 mei 2014 yang memperbaki putusan pada putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No. 92/Pid. 48
Mahkamah Agung adalah lembaga negara badan kehakiman tertinggi yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama, lingkurangan peradilan tata usaha negara. Bisa dilihat pada http://www.pengertianahli.com/2014/06/pengertian-mahkamah-agung.html#_ diakses pada tanggal 29 April 2015 Pukul 14.32 WIB
177
Sus.k./2013/PN.Mdn. tanggal 18 februari 2014 sekedar mengenai subsidair pengganti denda dan uang pengganti sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1.
MenyatakanbahwaterdakwaIr.AzzamRizal,M.Eng.tersebut
diatastelahterbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan “Korupsi yang dilakukansecarabersama-sama”dan“TindakPidanaPencucianUang” 2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
3.
Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.574.602.354 (dua miliar lima ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua ribu tiga ratus lima puluh empat rupiah) dan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
4.
Barang bukti berupa 1 unit Mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5 D Exceed BK 111 IU tahun 2011 atas nama Ir. Azzam Rizal. M.Eng, 1 unit Mobil Toyota Camry, warna hitam, BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe, 1 (satu) exemplaar sertifikat hak Nomor 673 atas sebidang tanah kosong dengan luas 423 M2 atas
178
nama pemegang hak Amransyah Marpaung, 1 (satu) lembar kuitansi yang ditandatangani oleh Frengky Manurung pada bulan Desember 2011 untuk pembayaran sebidang tanah kosong Marelan, Desa Terjun No. 673 diletak di Kota Medan Kec Marelan Kel. Terjun Luas tanah 423M2 uang banyaknya Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) diterima dari Indar Muda Dongoran dirampas untuk negara dan hasil pelelangannya dikembalikan kepada kas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
2. Analisis Kasus a. Analisis Dakwaan Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan syarat surat dakwaan itu sebagai berikut: 49 a.
Syarat Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1.
Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
49
http://po-box2000.blogspot.com/2011/03/surat-dakwaan-syarat-dan-bentuk.html pada tanggal 22 April 2015 pada pukul 20.02 WIB
di akses
179
2.
Berisi identitas terdakwa/para terdakwa meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkan oleh
hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan. 50 Dapat dikemukakan pada kasus ini syarat formil telah terpenuhi yaitu dengan lengkapnya identitas terdakwa sebagai berikut: Nama Lengkap
: Ir. Azzam Rizal. M.,Eng
Tempat Lahir
: Medan
Umur / tanggal lahir : 50 tahun/ 29 Desember 1963 Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Komplek Tasbih Blok HH. No 65, Medan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Direktur Utama PDAM Tirtanadi Sumatera Utara
Pendidikan
: S-2
b. Syarat Materil 1.
Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan 50
IBid
180
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain. 2. Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan. a. Uraian Harus Cermat Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikap cermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. Dalam kasus Ir. Azzam tersebut jaksa telah cermat yaitu mendakwa dengan Undang-undang tindak pidana korupsi dan Undang-undang tindak pidana pencucian uang karena bisa dilihat bahwa tindak pidana korupsi adalah salah satu tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010. b. Uraian Harus Jelas
181
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan : 51 1. Unsur tindak pidana yang dilakukan; 2. Cara perbuatan materil dilakukan. 3. Fakta dari perbuatan materil yang mendukung setiap unsur delik; Jika diuraikan satu persatu unsur dalam kasus PDAM Tirtanadi ini adalah sebagai orang yang melakukan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri terdakwa sebesar Rp. 5.004.637.000,-. Cara yang di lakukan adalah dengan melanggar surat keputusan direksi, surat keputusan dari Gubernur, dan Peraturan Perda, akibatnya Fakta dari perbuatan materil tersebut mengalami kerugian pada negara atau perekonomian negara. 51
IBid
182
c. Uraian Harus Lengkap Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan. Menyadari betapa pentingnya peranan Surat Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat Edaran tersebut ditujukan agar dapat keseragaman para Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan. Dalam Surat Edaran ini, disebutkan tentang bentuk-bentuk surat dakwaan antara lain: 1. Dakwaan Tunggal Dalam Surat Dakwaan hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya. Misalnya hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian (pasal 362 KUHP). 52 2. Dakwaan Alternatif
52
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002),
Hal. 180
183
Dalam Surat Dakwaan terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. 53 Misalnya didakwakan: Pertama : Pencurian (pasal 362 KUHP), atau Kedua : Penadahan (pasal 480 KUHP). 3. Dakwaan Subsidair Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsider juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah. Pembuktiannya dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan terates sampai dengan lapisan yang dipandang terbukti. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.
53
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori & Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2001), Hal. 201
184
Pada hakikatnya dakwaan subsidairitas hampir sampai dengan jenis dakwaan alternatif, akan tetapi perbedaannya kalau dalam dakwaan alternatif hakim dapat langsung memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian di persidangan, sedangkan pada dakwaan subsidairitas hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan terberat dahulu (misalnya primer), apabila dakwaan primer tidak terbukti kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan berikutnya (subsider) dan seterusnya, dan sebaliknya apabila dakwaan primer telah terbukti maka dakwaan selebihnya (subsidair dan seterusnya) tidak perlu dibuktikan lagi. 54 misalnya didakwakan : Primair : Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), Subsidair : Pembunuhan (pasal 338 KUHP), 4. Dakwaan Kumulatif Pada dakwaan kumulatif, dibuat oleh jaksa/penuntut umum apabila seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari suatu perbuatan pidana dimana perbuatan tersebut harus dianggap berdiri sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya. 55 Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan Kedua: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP ) dan Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi 54
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana “suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), Hal. 74 55 Ibid, Hal. 60
185
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair. 56 Contoh dakwaan kombinasi: Kesatu: Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP); Subsidair: Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP); dan Kedua: Primair: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP); Subsidair: Pencurian (Pasal 362 KUHP) Berbeda halnya dengan dan, atau dan subsidair, untuk kata juncto, kata ini digunakan untuk menjelaskan pasal yang memiliki hubungan satu dengan lainnya.Contoh penggunaan kata juncto misalnya: A membantu B dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, maka A akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP (tentang pembunuhan) jo. Pasal 55 KUHP (tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana), sedangkan B akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP. Dakwaan di antara keduanya berbeda agar menjelaskan bahwa A bukan merupakan pelaku utama seperti yang diatur dalam Pasal 340 KUHP melainkan merupakan pembantu tindak pidana tersebut sebagaimana dijelaskan keadaannya dalam Pasal 55 KUHP. Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka penggunaan kata dan, atau, juncto, atau primair-subsidair disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Dalam hal terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam Undang-undang dan belum
56
Hal. 5
Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan,
186
dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif (menggunakan kata atau) atau dakwaan subsidair. Sedangkan, dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masingmasing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri-sendiri dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif (menggunakan kata dan). 57 Dapat dikemukakan, melihat modus yang dilakukan Ir. Azzam Rizal, M. Eng adalah
“secarabersama-samamelakukanperbuatanmemperkaya
dirisendiriatauoranglainatausuatukorporasiyangdapatmerugikankeuangan Negaraatau perekonomiannegaraperbuatanmanasatusamalainsalingada
hubungannya
sedemikianrupa” sehingga Jaksa Penuntut umum dalam perkara ini mendakwakan si Terdakwa dalam bentuk dakwaan kombinasi kumulatif subsidaritas yaitu:
Kesatu: Primair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarPasal2JoPasal18UUNomor31Tah un1999tentang
PemberantasanTindakPidana
diubahmenjadiUU
Korupsiyang
Nomor
Tahun2001tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsiJo
telah 20
Pasal65ayat(1)
KUHPJo.Pasal 55ayat(1) ke-1KUHP
57
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan di akses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 13.23 wib
187
Subsidiair:
BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggar Pasal3JoPasal18UUNomor31Tahun1999tentang PemberantasanTindakPidana Nomor
20
Korupsiyang
telah
diubahmenjadiUU
Tahun2001tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsiJo
Pasal65ayat(1) KUHPJo.Pasal 55ayat(1) ke-1KUHP Kedua: Primair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarPasal3Jo.Pasal2ayat(1)hurufaUU Nomor8Tahun2010tentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPen cucianUangJo Pasal 65ayat(1) KUHPJo. Pasal55ayat(1) ke-1KUHP Subsidair: BahwaperbuatanTerdakwatelahmelanggarPasal4Jo.Pasal2ayat(1)huruf aUUNomor8Tahun 2010tentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPencucianUangJ o Pasal 65ayat(1) KUHPJo.Pasal55ayat(1) ke-1KUHP
b. Analisis Tuntutan Tuntutan pidana adalah permohonan jaksa (penuntut umum) kepada pengadilan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Jadi tuntutan pidana baru muncul apabila pelaku tindak pidana sudah disidangkan di pengadilan dan pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim. Dalam tuntutan pidana apabila penuntut umum
188
berpendapat pelaku tindak pidana terbukti bersalah melakukan tindak pidana maka meminta agar pengadilan menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana tersebut. Dalam tuntutan pidana ini akan disebutkan berapa lama pidananya, lamanya pidana ini bisa sama dengan maksimal ancaman pidana, lebih rendah atau dalam hal tertentu melebihi maksimal ancaman pidana. 58 Dalam Pasal 141 bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu surat dakwaan, tetapi kemungkinan penggabungan itu dibatasi dengan syarat-syarat oleh pasal tersebut. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 59 1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya. 2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain. 3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya. Dalam ajaran “penyertaan” yang dipelajari adalah pertanggungjawaban masing-masing pelaku yang terlibat di dalam suatu tindak pidana, maka ajaran “gabungan” adalah mempelajari seseorang yang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Masalah “gabungan”ini diatur dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP yang terdiri dari: 60
58
https://sektiekaguntoro.wordpress.com/2011/12/29/ancaman-pidana-tuntutan-pidana-danputusan-pidana/ di akses pada tanggal 22 April 2015, Pukul 21.36 WIB 59 Isi Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 60 Modul mata kuliah Hukum Pidana Lanjutan dengan judul “Gabungan Beberapa Tindak Pidana (Concursus), FH-USU, 2010, Hal. 1
189
1. Gabungan dalam satu perbuatan (eendaadse samenloop atau concursus idealis) diatur dalam Pasal 63 KUHP. 2. Gabungan dalam beberapa perbuatan (meerdaadse samenloop atau concursus realis) diatur dalam Pasal 65 KUHP. 3. Perbuatan berlanjut (Voortgezette samenloop atau delictum continuantum) diatur dalam Pasal 64 KUHP. Dalam
kasus
Ir.Azzam
Rizal
tersebut,
jaksa
menuntut
dengan
menghubungankan Pasal 65 ayat (1) KUHP tuntutan jaksa yaitu “secarabersamasamamelakukanperbuatanmemperkaya dirisendiriatauoranglainatausuatukorporasiyangdapatmerugikankeuangan negara atau perekonomiannegaraperbuatanmanasatusamalainsalingada
hubungannya
sedemikianrupa”dalamPasal2ayat(1)Jo.Pasal18Undang-UndangRI
No.
31Tahun1999tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi sebagaimana telahdiubah dengan Undang-undangRINo.20Tahun2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
31
Tahun
1999
tentang
PemberantasanTindakPidanaKorupsiJo.Pasal65ayat(1)KUHPJo.Pasal55 ayat (1)ke-1 KUHPidanasebagaimana
dalamDakwaanKesatuPrimairDAN
“secarabersama-
samamelakukantindakpidanapencucianperbuatanmana satusamalainsalingadahubungannyasedemikianrupa”dalamPasal3Jo.Pasal 2ayat(1)hurufaUndang-undangNo.8Tahun2010tentangPencegahandan PemberantasanTindakPidanaPencucianUangJo.Pasal65ayat(1)KUHPJo. 55ayat(1) ke-1KUHP.
Pasal
190
Dalam Penjatuhan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 8 (delapan tahun) dan 6 (enam) bulan sangat tepat. Karena jika dikaitkan kedalam sistem pemberian pidana untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, berlaku Pasal 65 KUHP yaitu hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat ditambah sepertiga. 61 c. Analisis Putusan Hakim Jika dilihat dari penjatuhan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan dan membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.574.602.354 dan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun sudah tepat. Terkait kepada uang pengganti Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 20 tahun 2001 menetapkan rumusan sederhana mengenai besarnya uang pengganti yaitu sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi, maka dapat dikemukakan besarnya uang pengganti dapat dihitung berdasarkan nilai harta si 61
Ibid, Hal. 9
191
terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang didakwakan. Untuk menentukan besarnya uang pengganti, pertama-tama hakim haruscermat memilahmilah bagian mana dari keseluruhan harta terdakwa yang berasal dari tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya dan mana yang bukan. Setelah dilakukan pemilihan, hakim kemudian baru dapat melakukan perhitungan berapa besaran uang pengganti yang akan dibebankan. Dalam mengupayakan pengembalian uang pengganti secara optimal, menurut Bentham 62 bahwa hukum pertanggungjawaban harus diubah dengan membebankan ganti rugi kepada pihak ketiga, yang dimaksudkan pula untuk memberikan efek penjeraan dan sekaligus penangkalan (deterrence). Mengingat kenyataan yang terjadi dilapangan, pihak ketiga (keluarga atau orang atau korporasi yang terkait dengan pelaku tindak pidana korupsi) seringkali dijadikan “tempat penampungan” hasil tindak pidana korupsi. Bahkan tidak jarang pihak ketiga tersebut turut pula menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi, sedangkan sebenarnya mereka mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga bahwa kenikmatan tersebut berasal dari tindak pidana korupsi dengan pertimbangan atau alas an bahwa penghasilan yang dimiliki pelaku tindak pidana korupsi secara sah
62
Jeremy Bentham, The Theory of legislation (Bombay : Tripathi Private Limited), 1979, Hal. 347-354, Bisa jugadilihat pada Alamando Jefri Teguh Manurung, Efektifitas Pelaksanaan Pidana Pembayaran Uang Pengganti Oleh Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Malang : Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya), Hal. 15
192
tidak sebanding dengan kenikmatan yang lebih besar yang mereka terima dari pelaku tindak pidana korupsi. 63 Barang bukti berupa 1 unit Mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5 D Exceed BK 111 IU tahun 2011 atas nama Ir. Azzam Rizal. M.Eng, 1 unit Mobil Toyota Camry, warna hitam, BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe, 1 (satu) exemplaar sertifikat hak Nomor 673 atas sebidang tanah kosong dengan luas 423 M2 atas nama pemegang hak Amransyah Marpaung, 1 (satu) lembar kuitansi yang ditandatangani oleh Frengky Manurung pada bulan Desember 2011 untuk pembayaran sebidang tanah kosong di Marelan, Desa Terjun No. 673 diletak di Kota Medan Kec Marelan Kel. Terjun Luas tanah 423M2 uang banyaknya Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) diterima dari Indar Muda Dongoran dirampas untuk negara dan hasil pelelangannya dikembalikan kepada kas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Terhadap pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa tidak dapat membuktikan bukti pembelian mobil barang bukti berupa 1 unit Mobil Toyota Camry warna hitam BK 176 R, atas nama Siti Solehati Dalimunthe telah terjadi kekeliruan dalam pertimbangan ini, karena berdasarkan keterangan terdakwa bahwa pembelian mobil camry tersebut berasal dari hasil penjualan mobil innova milik terdakwa yang dimana mobil innova tersebut dimiliki terdakwa sebelum menjadi Dirut PDAM. Dari hasil penjualan tersebut uang penjualan di panjarkan untuk pembelian 1 unit mobil Toyota Camry. Dan saksi juga menerangkan dalam pembelian mobil camry ini tidak 63
Alamando Jefri Teguh Manurung, Ibid
193
ada hubungannya dengan koperasi. Dan terdakwa juga menjelaskan cicilan terhadap pembelian mobil camry ini terdakwa bayar sendiri tanpa melalui koperasi PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Jadi, dapat dikemukakan terhadap 1 mobil toyota camry milik terdakwa tidak perlu dirampas oleh negara. Terhadap pertimbangan hakim pada unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yang menyatakan bahwa terdapatnya kerugian negara sebesar Rp. 5.277.714.368,- yang berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Sumatera Utara, dapat dikemukakan hakim pengadilan tindak pidana korupsi medan tidak berpedoman pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sangat jelas memberikan kepada BPK dalam menentukan kerugian keuangan negara/daerah. Kewenangan BPK menetukan kerugian keuangan negara/daerah dipertegas lagi pada Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan: 1.
2.
3.
Bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara. Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan Undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu Pada Pasal 10 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan:
194
1.
2.
BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/D dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK. Audit penghitungan kerugian negara/daerah yang dilakukan oleh BPKB yang
sebagaimana terdapat pada Peraturan Presiden No 192 Tahun 2014 yang memberi kewenangan kepada BPKP untuk melakukan audit kerugian keuangan negara, melanggar UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU BPK. Karena, lebih dulu ada Undang-undang tersebut dibandingkan dengan Peraturan Presiden No. 192 Tahun 2014. 64 Terhadap laporan audit BPKP, saksi ahli BPKP di Pengadilan Tipikor dan keterangan ahli BPKP tidak berwenang menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum karena BPKP bukan ahli hukum, tugas BPKP menghitung, bukan menyimpulkan perbuatan melawan hukum. 65 Jadi, Dapat dikemukakan terhadap putusan Pengadilan Tipikor Medan atas kasus PDAM tirtanadi menunjukkan aparatur hukum masih memutus dan menyidik dengan dasar emosionalitas, bukan rasionalitas hukum. Dugaan penyimpangan dalam BUMN/BUMD cenderung dipaksakan dalam penalaran hukum pidana, sehingga tidak memahami konsep dan paradigma menurut hukum dan doktrin badan hukum. 64
Sudirman, Dilema Audit Kerugian Keuangan Negara/Daerah (korupsi) ( Medan : Tanpa Penerbit, 2015), Hal. 129 65 Ibid, Hal. 135
195
Putusan yang mengkondisikan kekayaan BUMN/BUMD sebagai kekayaan negara, sehingga kerugian di dalamnya juga merupakan kerugian negara cenderung bias rasionalitas ilmu pengetahuan, dan cenderung jauh dari nalar logika hukum. Irasionalitas tersebut berakibat pada negara melalui aparatur hukum memonopoli kewenangan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan dalam sektor privat kearah hukum publik, khususnya hukum pidana. Akibat monopoli hukum pidana dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan sektor privat menimbulkan tiga akibat: 66 1.
2.
3.
Tidak adanya prioritas dalam mengkronstruksikan pemberantasan korupsi, sehingga korupsi adalah apapun yang bersifat melawan hukum baik formil, materiil, peraturan perundang-undangan bahkan semua peraturan apapun tanpa kecuali. Tidak ada strategi yang komprehensif dalam mewujudkan kebijakan anti-korupsi, karena semua tafsir melawan hukum dikuasai dan didominasi pihak aparatur hukum tanpa memahami sistem dan paradigmanya dalam hukum privat. Aparat hukum kurang memahami paradigma mendasar dalam praktik pengelolaan BUMN/BUMD, sehingga apapun yang dianggap merugikan negara adalah korupsi. Terhadap
putusan
Pengadilan
Tinggi
dan
Mahkamah
agung
dapat
dikemukakan seharusnya membuat pertimbangan baru terhadap amar putusan yang di jatuhkan, dalam hal ini hakim Pengadilan Tinggi dan Mahkamah agung terkesan hanya copy paste terhadap hakim di Pengadilan Negeri. Dapat dikemukakan dalam kasus Ir. Azzam Rizal. M.Eng ini jika di kaitkan ke dalam teori yang kedua yang digunakan dalam penelitian tesis ini yaitu teori
66
Mahmud Mulyadi, dkk., Tinjauan Teknologi, Hukum, dan Ekonomi Terhadap Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta : Amicus Curiae, 2014), Hal. 17
196
pembuktian, yang dimana Menurut Satoehid Kartanegara di kenal 4 sistem pembuktian yaitu: 67 a.
Negatief Wettelijk Bewijsleer (Sistem Pembuktian Negatif) Negatief Wettelijk Bewijsleer atau sistem Pembuktian negatif, dalam sistem
pembuktian ini alat-alat pembuktian yang diatur dalam Undang-undang saja belum cukup, masih dibutuhkan keyakinan hakim sehingga harus ada cukup alat-alat bukti yang diakui Undang-undang dan keyakinan hakim, sehingga walaupun cukup pembuktian yang didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang diakui Undangundang, tetapi jika hakim tidak yakin maka terdakwa harus dibebaskan. Jadi dari pemeriksaan di sidang pengadilan harus cukup alat-alat bukti yang diakui Undangundang disamping keyakinan hakim. b.
Positief Wettelijk Bewijsleer (Sistem Pembuktian Positif) Sistem Pembuktian Positif dengan perkataan lain tidak dibutuhkan alat-alat
bukti lain dalam hal ini hanya keyakinan hakim, cara pembuktian banyak didasarkan pada alat-alat bukti yang diakui sah oleh Undang-undang untuk mempermudah pemahaman antara Positief dan negatief maka harus bertitik tolak dari kata-kata Positief berarti cukup alat-alat bukti, negatief berarti kurang bukan hanya alat-alat bukti kurangnya harus ditambah ada keyakinan hakim. Dalam pembuktian maka yang dicari adalah alat-alat bukti saja tanpa dipengaruhi oleh nurani, sehingga benar-benar objektif yaitu menurut cara-cara dan alat bukti yang ditentukan Undang-undang. c.
Conviction In Time 67
Tb. Irman, op.cit., Hal 135-137
197
Sistem pembuktian ini adalah ajaran pembuktian yang semata pada keyakinan hakim dan tidak terikat dengan alat-alat bukti yang ada. Sehingga pembuktian ini sangat subjektif, seseorang bisa dinyatakan bersalah tanpa bukti apa-apa yang mendukungnya, sebaliknya pembuktian sistim ini bisa membebaskan dari perbuatan yang dilakukannya. d.
Conviction In Raissonee Sistem ini menerapkan bahwa pembuktian didasarkan pada keyakinan hakim
dan alasan-alasannya yang menyebabkan keyakinan-keyakinan tersebut, dalam pembuktian tidak terikat pada alat-alat pembuktian yang sah diakui Undang-undang saja, melainkan dapat mempergunakan alat-alat pembuktian lain yang ada di luar Undang-undang sebagai alasan yang menguatkan hakim. Pokok ajaran pembuktian ini adalah keyakinan hakim harus berdasarkan alasan yang logis dan dapat diterima akal dan nalar tidak semata-mata keyakinan saja. Dalam perkara ini hakim menerapkan sistem pembuktian negatif, yaitu dengan melihatnya dua alat bukti yang diakui Undang-undang ditambah keyakinan hakim, hakim sudah dapat menentukan bahwa terdakwa (Ir. Azzam Rizal, M.Eng) bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang. Adapun alat bukti yang sah di akui dalam KUHAP (UU No. 8 tahun 1981) adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dan jika dikaitkan kedalam tipologi pencucian uang yaitu pada bagian tipologi dasar yaitu dengan menggunakan modus orang ketiga. Bisa dilihat dalam kasus ini Ir. Azzam Rizal. M.Eng menggunakan modus orang ketiga dengan cara menyuruh H. Subdarkan Siregar secara lisan melalui
198
telepon untuk membayar sebidang tanah seluas 423 M2 dengan mengatasnamakan tanah tersebut atas nama Indar Muda Dongoran, dan modus yang lainnya yaitu dengan membeli 1 unit mobil All New Camry atas nama istrinya dan 2 Unit Avanza atas nama orang tuanya dan mertuanya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1.
Tindak
Pidana
Korupsi
dengan
Tindak
Pidana
Pencucian
uang
memilikihubungan yang sangat erat. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat(1)Undang-undang No. 8 tahun2010 tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Tindak Pidana asal (predicate crime) adalah tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya tindak pidana pencucian uang, sehingga penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti penting bagi pengembalian aset negara terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Rumusan delik dalam UU TPPU dan pembuktian tindak pidana asal diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. Darirumusanpasal-pasaltersebutdiatasnampakbahwatindakpidanapencucianuang terdapat karakteristik khusus yang berbeda dengan tindak pidana yang lain yaitu bahwatindak pidana pencucian uang merupakan follow up crime, sedangkan hasil
kejahatan
yang
pencucianuangdisebutsebagaicorecrimesataupredicate
diproses crime.
Biladilihatdarikronologiperbuatanmakatidakmungkinterjadi pencucianuangtanpaterjadi predicate crime terlebih dahulu. 2.
Penerapan Undang-undang tindak pidana pencucian uang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam putusan Mahkamah Agung No: 1605 K/Pid.Sus/ 2014 hakim Pengadilan Negeri menerapkan Undang-undang No. 8 tahun 2010 199
200
tehadap kasus korupsi tersebut, yaitu dengan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara, denda, membayar uang pengganti, dan merampas aset yang dimiliki terdakwa dari hasil tindak pidana. Pada Tingkat Pengadilan Tinggi Majelis hakim hanya memperbaikiputusanPengadilanNegeri Medan
yang
dalam
amar
putusannya hanya menaikkan hukuman penjara kepada terdakwa menjadi 6 (enam) tahun penjara dan pada tingkat kasasi majelis hakim hanya mengganti pidana kurungan menjadi 6 (enam) bulan apabila denda tidak dibayar oleh terdakwa dan mengganti pidana penjara selama 2 (dua) tahun apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti. Dari hasil analisis kasus terhadap putusan Mahkamah Agung No: 1605 K/Pid.Sus/2014 pada pertimbangan hakimunsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Sumatera Utara, dapat dikemukakan hakim pengadilan tindak pidana korupsi medan tidak berpedoman pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang sangat jelas memberikan kepada BPK dalam menentukan kerugian keuangan negara/daerah. B. Saran 1.
Diperlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalamusaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Peningkatan kualitas ini merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama pada
201
lembaga-lembagapenting seperti Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, PPATK, danPenyedia Jasa Keuangan. 2.
Diperlukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akanbahaya dari tindak pidana pencucian uang. Hal ini dikarenakan akibat tindakpidana pencucian uang yang tidak merugikan seseorang secara langsung, sehinggabahayanya kurang disadari oleh masyarakat.