BAB III 7
UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG 3.1
Sebelum Upacara Kelahiran Di Jepang ada beberapa acara atau upacara yang dilakukan sebelum
kelahiran.Pada kehamilan bulan ke 5 dirayakan perayaan yang dikenal dengan Obi Iwai ibu mulai menggunakan iwata Obi (Iwata sash). Seperti anjing yang di percayai mudah melahirkan , perayaan ini dilakukan pada hari anjing sesuai dengan tanda 12 zodiak. Bidan mulai membantu “Sash” Pada hari itu biasanya suami menjadi koki pada perayaan tersebut. Dimana pada saat kehamilan 5 bulan diadakan obiiwai atau acara memakai stagen sementara tabu berakhir dianggap setelah anak dibawa ke dalam acara hatsumiyamairi. Dalam membahas upacara sebelum kelahiran akan dikemukakan hal sebagai berikut: Keluarga wanita terlebih dahulu mempersiapakan tempat untuk ia melahirkan seperti biasanya ia melahirkan di rumah ibunya sendiri. Seikat jerami yang keras diletakkan disamping dan dibelakang ibu yang akan melahirkan, ia disandarkan pada jerami tersebut. Tali diikatkan pada langit-langit dan wanita menarik tali tersebut untuk menahan dirinya. Jika suaminya membantunya dari belakang, ini akan dipercayai akan membuat pekerjaan lebih mudah. Disisi lain beberapa percaya bahwa jika seseorang pria berada disekitar kelahiran bayi, kehadiran pria tersebut diperlukan pada setiap kelahiran wanita tersebut,
8
sebaliknya pekerjaan wanita tersebut akan lebih sulit akan tetapi suami tinggal jauh untuk tujuan tersebut. Sebuah dokumen pada periode Heian (abad 11) menyinggung sebuah cara mistis agar mempercepat proses kelahiran. Ketika kelahiran tampak sulit bagi seorang wanita yang baru pertama kalinya melahirkan, maka seseorang menjatuhkan bola nasi untuk memperlancar proses kelahiran. Dibagian tenggara Jepang seorang wanita memiliki kelahiran yang sulit, maka diberikan lesung untuk menahannya, atau suaminya mengelilingi rumah membawa lesung atau alat penumbuk, supaya proses kelahiran wanita tersebut dapat berjalan dengan lancar. Ibu yang mengandung pertama kali dikelilingi 21 ikat jerami dan setelah bayi lahir, empat ikat dipindahkan setiap hari sampai ia dapat berbaring seperti biasanya pada hari ke 21. 3.2
Pada saat kelahiran Setiap kelahiran bayi biasanya dipercayai diberi hadiah untuk Dewa
kelahiran (Ubugumi). Beberapa kebiasaan lokal ruang kelahiran akan ditandai dengan perayaan tali dengan membuat jerami utuk rumah suci dewa kelahiran tersebut . Tanpa kehadiran Dewa kelahiran tidak ada kelahiran yang akan mendapatkan tempat untuk melahirkan.Meskipun kelahiran berada dekat dengan rumahnya, pemilik rumah akan pergi menemui dewa gunung/pohon kuda. Karena
pada saat melahirkan, si ibu berada dalam keadaaan kotor, karena itu
beberapa saat harus hidup terpisah dari masyarakat. Kemudian orang-orang yang di anggap tercemar juga adalah bidan, bayi, suami dan kemudian keluarga yang lainnya.
Tabu pada saat melahirkan, adalah berupa larangan untuk mendekati tempat-tempat suci seperti ujigamisama, kamidana, dan sebagainya. Kemudian api dianggap perantara pembawa kekotoran, oleh karena itu api yang 9 dipergunakan untuk memasak makanan ibu yang sedang melahirkan tidak boleh dipergunakan untuk memasak ditempat lain. melahirkan
Kemudian bagi ibu yang baru
tidak boleh menyentuh air di sumur. Bagi suami, dalam waktu
sementara tidak boleh bekerja di lading atau menagkap ikan dulu. Biasanya
untuk
membawa
dewa
kelahiran
disediakan
rumah
dibelakangnya untuk beberapa dewa lainnya, yaitu dewa gunung, dewa sapu, dan dewa kelahiran.Dewa kelahiran selalu berada pada saat bayi tersebut lahir. Setelah bayi lahir persembahan dibuat untuk hak dewa diruang kelahiran yang dibuat dari tumpukan makanan dengan nasi pada talam yang sama untuk dewa kelahiran, diletakkan Ubu mesi dan diletakkan batu kecil yang diambil dari sungai atau tempat keramat, mereka mengatakan ini untuk membuat bayi selalu sehat. Kebanyakan mereka percaya bahwa batu yang terletak disana merupakan hadiah dari dewa kelahiran. Dari zaman kuno tali pusatnya dipotong dengan pisau bambu lalu diikat dengan kain yang berwarna merah dan putih seperti hadiah yang diberikan oleh dewa kelahiran dan nama di tulis pada kertas dan semua benda tersebut dihanyutkan ke sungai untuk mendapatkan kebaikan dari dewa kelahiran tersebut.
10
Bebarapa kebiasaan (adat) menjelaskan bahwa pada saat kelahiran plasenta harus dibakar dengan tertawa yang disebut dengan “Iya Warai”. Bayi yang baru lahir langsung dimandikan dan dipakaikan baju berlengan sampai hari ketiga .Setelah itu dia dibungkus dengan pakaian yang diberikan oleh keluarganya. 3.3
Setelah upacara kelahiran Pertama kali bayi memakai baju pada hari ketiga atau kadang pada hari
ketujuh setelah lahir. Bahan yang tepat untuk membuat baju bayi pada saat dia lahir adalah baju yang diberikan kunyitnya dan dicelupkan kedalam air, ini akan mengusir roh jahat. Sebuah desain yang disebut Asa-No-Ha (daun rami) sering digunakan untuk baju bayi. Sebuah pola sulam dengan benang berwarna merah dan putih dijahit baju bayi untuk dipakai ke kuil (tempat keramat), hal ini disebutSe-ma-mori (jimat belakang) dan dipercayai dapat melindungi bayi dari roh jahat . Pola berbentuk seekor bangau, kura-kura, Asa-No-Ha dan bunga lonceng cina. Jika bayi tidak begitu sehat , cara pengobatannya dengan membuat baju bayi yang diberikan oleh teman-teman dan rekan (sanak famili). Ini dipercayai dibeberapa desa dewa kelahiran datang dari tempat bayi yang baru lahir pada hari ketiga dan dikirimkan hadiah untuk ibu yang sedang bersalin ditempat ia melahirkan.. Hari ke tujuh setelah kelahiran disebut Shichiya(malam ke-7),upacara yang tidak kalah penting untuk kelahiran bayi. Upacara nasional hari yang menentukan untuk pemberian nama, nama biasanya diberikan oleh orang tua bayi tetapi beberapa kasus dilakukan dengan
11
menanyakan pada sanak famili, seseorang yang berpengaruh atau seseorang yang memiliki banyak anak dan terkadang bidan. Kelahiran pada hari ketiga setelah hari kelahiran disebutMikkaiwai. Pada hari ketiga diundang orang yang membantu proses kelahiran dan juga familifamili lainnya. Kemudian orang-orang yang dahulunya melahirkan di Ubuya datang juga untuk melihat dan membantu memandikan bayi tersebut pada hari ketiga setelah kelahiran, pada hari ketiga ini pula diadakan nazuke/(pemberian nama) dan pertama kali dipakaikan baju. Pada hari ketujuh bayi dibawa keluar untuk pertama kalinya. Untuk diberikan persembahan kepada dewa kelahiran disepanjang dapur, ruang tamu, wc, dan juga altar dewa penjaga keluarga. Dibeberapa daerah, bayi juga dibawa untuk menyebrangi jembatan, kunjungan tersebut dibuat untuk memohon kepada dewa yang tinggal disana untuk melindungi bayi. Bayi yang dibawa keluar dari rumah akan dibawa kerumah saudara-saudaranya untuk diberikan uang yang berbentuk tangkai supaya bayi tersebut di doa’kan dapat berumur panjang dan dapat kehidupan yang baik dengan keluarganya. Kebiasaan meletakkan bayi di ayunan keranjang jerami pada hari ke 3/7 disebut tsuguraorizumi.Dilakukan diberbagai tempat diseluruh negeri, ketika bayi tumbuh besar dan merangkak seseorang tampak menjaganya dengan membawa bayi dibelakang dengan menggunakan jaket penghangat yang pendek.Ini dilakukan di Nijiwa bayi yang dirawat oleh ibu asuhnya atau (babysister). Ketika bayi berumur 7 bulan ,ia dibawa ke kuil shinto untuk pertama kalinya dan dikenalkan kepada dewa pelindung di kuil shinto tersebut. Bayi laki-laki dan bayi
12
perempuan biasanya dibawa pada hari yang berbeda ke kuil shinto, bayi laki-laki biasanya pada hari ke 31 dibawa ke kuil sinto sedangkan perempuan dibawa ke kuil shinto pada hari ke 32.Mungkin karena bayi belum keseluruhannya bersih dari polusi kelahiran pada waktu itu, pada beberapa tempat bayi diantarkan hanya sampai pintu kuil dan tidak masuk kehalaman kuil, bayi diletakkan di atas anak tangga kuil tersebut oleh ibunya untuk membuat dewa kelahiran dapat melihat bayi tersebut. Dibagian barat Jepang perayaan 100 hari disebut momeka ,Momeka adalah pemberian kehormatan kepada bayi. Bayi dibawa mengunjungi kuil pada upacara ini dibeberapa daerah, biasanya untuk pertama kalinya bayi diberi makan untuk setelah mengunjungi kuil tersebut dengan memakan sebutir nasi yang diberikan oleh anggota keluarganya. Shussan iwai adalah acara selamatan yang pertama yang ditunjukan kepada si bayi.Dimana kedua orangtua si bayi ingin memperkenalkan bayinya kepada keluarga, kenalan, dan juga pada tetanggatetangga mereka.Orang-orang yang menerima pemberitahuan datang berkunjung dengan membawa bingkisan dan uang sebagai ucapan selamat atas kelahiran. Zaman dahulu nama bayi diambil dari salah satu huruf, nama bidan yang menolong ia pada saat melahirkan, atau dari kakek pihak ibu yang melahirkan, atau memohon kepada orang tua yang dihormati, untuk memberikan nama. Tetapi sekarang kebanyakan ditentukan langsung oleh orang tua sang bayi. Dulu, nama yang dipilih adalah nama yang memiliki arti baik.
13
Nama dan tanggal kelahiran sang bayi ditulis di kertas Jepang (berukuran 25 X 35 cm) dengan menggunakan kuas, lalu ditempelkan di “kamidana” atau di tiang “took no ma”. Oshichiya ini juga dianggap sebagai akhir dari masa ‘tidak suci’ bagi ibu hamil sudah melahirkan, sehingga dilakukan pula “pembersihan diri (fujobarai)” dan angkat tempat tidur (took age) bagi sang ibu. Bayi laki-laki dianggap tidak suci sampai hari ke-21, dan bayi perempuan hari ke-33.Ketika masa ‘tidak suci’ ini berakhir, dilakukan upacara berakhirnya masa tidak suci kelahiran (san’ake no iwai). Mengapa bayi perempuan lebih lama masa tidak suci, karena ketidaksucian perempuan lebih kuat setelah masa tidak sucinya berakhir, pertama-tama sang bayi dibawa ke sumur, kamar mandi atau dapur. Biasanya bagi bayi laki-laki pada hari ke 31/32, dan bayi perempuan pada hari ke 32/33 dilakukan ritual “omiyamari”, yaitu mengunjungi kuil Shinto (jinja) diwilayahnya. Diantara dewa-dewa yang dipuja dijinja , ada dewa leluhur yang disebut ‘ujigami’, dan dewa wilayah yang disebut ubusuna gami. Kalau ada anak yang lahir disuatu wilayah, maka anak itu di anggap sebagai anak dari dewa wilayah tersebut. Ujiko yang baru inidibawa mengunjungi jinja, untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada ujigami.Dalam ritual ini, biasanya bayi sengaja dibuat menangis didepan dewa. Setelah 100 hari sejak kelahiran, pada zaman dahulu dijadikan tahapan baru bagi sang bayi, mulai saat itu bayi mulai memakai kimono yang bewarna putih dan melepaskan kimono tersebut di hari itu langsung setelah dipakai beberapa menit saja. Makan pertama untuk bayi yang baru lahir
14
dilaksukan pada acara selamatan 100 hari usia bayi. Nasi dan sayuran di ambil pakai sumpit, karena si bayi belum bias makan, maka hanya ditirukan dimasukkan kedalam mulut bayi, acara ini disebut juga dengan hashi hajime, dan sebagainya. Makanan ditaruh di Ozen (piring besar) yang terdiri dari nasi merah, sup dan laukpauknya. Di sekeliling ozen tersebut diletakkan batu yang diambil dari sungai dengan maksud supaya gigi bayi tersebut cepat keras. Anak laki-laki pada usia 32 hari dan anak perempuan pada usia 33 hari di adakan hatsumiya mairi, yaitu pertama sekali mengunjungi omiya atau ujigami. Pada hatsumiya mairi ini biasanya bayi digendong oleh neneknya atau yang membantu melahirkan datang ke kuil.Pada saat hatsumiya mairi ini si bayi mendapat kiriman dari keluarga ibu yang disebut Inuhariko, yaitu berupa barangbarang mainan si bayi.Pada zaman dahulu inuhariko mempunyai nilai magis yaitu untuk menangkal penyakit atau sebagai sasaran penyakit yang datang untuk mengganggu si bayi. Pada ulang tahun pertama diadakan acara untuk meramal masa depan si bayi. Di sekitar bayi disediakan penggaris, pinsil dan benda-benda lainnya, maka melalui benda yang terlebih dahulu diraih si bayi maka diramalkan pekerjaan bayi tersebut.Tetapi ada juga anak yang disuruh menginjak mochi yang besar, hal ini tergantung dari daerah tempat dimana mereka tinggal. Ada juga pemikiran bahwa apabila ada anak yang sudah bias berjalan sebelum“hatsu tanjou”, maka besarnya nanti akan meninggalkan rumah. Oleh karena itu, pada hari “hatsu tanjou” kepada anak seperti ini, dengan sengaja diletakkan mochi yang besar di punggungnya, agar terjatuh, dan orang dewasa melemparnya dengan mochi yang
15
kecil. Setelah “hatsu tanjou”, anak dianggap akan menerima roh yang baru disetiap tahunnya. Walaupun anak sudah berumur 1 tahun. Akhir-akhir ini kelahiran bayi sangat kurang, oleh karena itu hal ini menjadi masalah yang sangat serius dalam masyarakat Jepang.Karena apabila tidak ada bayi atau satu keluarga hanya mempunyai satu orang saja anak, maka kesinambungan IE, terutama dalam masalah pemujaan leluhur menjadi bermasalah. Karena akan memunculkan roh leluhur yang tidak ada anggota keluarga yang menyembah. Apabila tidak ada keluarga yang menyembah maka roh leluhur biasanya menjadi roh kelaparan.
16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Setelah membaca kertas karya yang berjudul Upacara kelahiran di Jepang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Melahirkan merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu oleh sang ibu dan suaminya serta seluruh keluarga, walaupun pada saat kelahiran, jiwa sang ibu terancam. 2. Dalam masyarakat Jepang ibu yang mengandung akan didoakan kepada dewa kelahiran agar si ibu mendapatkan keselamatan ketika melahirkan nanti. 3. Kelahiran dalam massyarakat Jepang dianggap hal yang sangat kotor. Maka melahirkan biasanya di ubuya. Tetapi muncul anggapan ubuya tempat yang tidak bersih lagi bagi wanita yang baru pertama melahirkan, maka setelah perang dunia kedua, wanita-wanita melahirkan di rumah keluarganya sendiri. 4. Bagi masyarakat Jepang keturunan merupakan haal paling diinginkan. Hal tersebut dikarenakan oleh, susahnya wanita Jepang memberikan keturunan dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan.
17
4.2 Saran Karena kelahiran dianggap kotor maka sebaiknya tidak lagi dilaksanakan di Ubuya
tetapi
dilaksanakan
dirumah-rumah
atau
dirumah
sakit,
selain
kebersihannya juga keselamatan si ibu dan si anak terjaga.Selain itu sebaiknya yang menangani kelahiran orang yang ahli dalam menangani kelahiran seperti bidan dan dokter.
18