BAB II TUGAS DAN FUNGSI PENYIDIK POLRI DALAM PENEGAKAN HUKUM A. Tugas dan Fungsi Polri Secara Umum Kepolisian adalah suatu institusi yang memiliki ciri universal yang dapat ditelusuri dari sejarah lahirnya polisi baik sebagai fungsi maupun organ. Pada awalnya polisi lahir bersama masyarakat untuk menjaga sistem kepatuhan (konformitas) anggota masyarakat terhadap kesepakatan antar warga masyarakat itu sendiri terhadap kemungkinan adanya tabrakan kepentingan, penyimpangan perilaku dan perilaku kriminal dari masyarakat. Ketika masyarakat bersepakat untuk hidup di dalam suatu negara, pada saat itulah polisi dibentuk sebagai lembaga formal yang disepakati untuk bertindak sebagai pelindung dan penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat atau yang disebut sebagai fungsi “Sicherheitspolitizei”. Kehadiran polisi sebagai organisasi sipil yang dipersenjatai agar dapat memberikan efek pematuhan (enforcing effect).
23
Tugas, peran dan fungsi kepolisian suatu Negara selalu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangannya itu dipengaruhi oleh banyak hal.Beberapa diantaranya adalah lingkungan, politik, ketatanegaraan, ekonomi maupun social budaya.Begitu pula dengan tugas, peran dan fungsi kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Dari masa berdirinya Polri sebagaimana disahkan dalam Undang - Undang Dasar 23
Bibit Samad Rianto, Pemikiran Menuju POLRI yang Professional, Mandiri, Berwibawa, dan dicintai Rakyat ,PTIK Press dan Restu AGUNG, Jakarta, 2006,halaman 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(UUD) tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan sekarang, tugas, peran dan fungsinya mengalami perkembangan. Apabila dahulu pada masa awal disahkannya kepolisian nasional disamping melaksanakan tugas rutin kepolisian juga secara aktif ikut dalam perang mempertahankan kemerdekaan, maka pada saat sekarang ini berdasarkan Undang - Undang No 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 2 merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 24 Fungsi Kepolisian yang tercantum dalam Undang-undang tidak terlepas dari fungsi hukum dimana didalam dasar dari adanya Undang-undang tersebut yaitu tujuan pokok dari hukum yang dapat direduksi hal yaitu: 25 1. Ketertiban Ketertiban adalah tujuan utama dari hukum. Ketertiban merupakan syarat utama untuk suatu masyarakat yang ingin teratur. Pembangunan hanya dapat dilakukan di dalam masyarakat yang teratur. Disamping ketertiban ialah tercapainya keadilan. Keadilan tidak mungkin ada tanpa ketertiban. Untuk mencapai ketertiban perlu terciptanya kepastian dalam pergaulan.
24
http://id.scribd.com/doc/59981007/an-Tugas-Fungsi-Dan-Peranan-Polri, diakses pada hari senin14 januari 2013 pukul 15.30 25 B.Simanjuntak, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana, Tarsito, bandung, 1982, halaman 11-13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Alat pembaharuan masyarakat Dengan menciptakan Undang-undang maka dapat diciptakan pembaharuan sikap dan cara berfikir. Justru hakekat daripada pembangunan adalah pembaharuan sikap hidup. Tanpa sikap dan cara berfikir yang berubah maka pengenalan lembaga modern dalam kehidupan tak akan berhasil. Usaha berubah cara berfikir dalam jual beli yang sifatnya riel kearah berfikir yang konsensual diciptakanlah undang-undang pokok agraria. Menghentikan cara berfikir magis di Kalimantan seperti “mengayu”di larang melalui KUHP. Melarang perbudakan di Amerika (masalah hak sipil negro) diciptakan Undang-undang New deal. Melihat daripada fungsi hukum diatas maka bila ada hukum, undang-undang yang tidak menciptakan ketertiban berarti undang-undang itu kehilangan fungsinya. Hukum demikian harus ditiadakan, dihapus. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan daripada nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain hukum undang-undang sebagai kaidah sosial dalam masyarakat bahkan dapat dikatakan hukum, undang-undang itu merupakan pencerminan daripada nilai-nilai yang berlaku dalm masyarakat. Nilai itu tidak lepas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dari sikap dan sifat yang dimiliki orang-orang yang menjadi anggota masyarakat yang sedang membangun itu. 26 Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah Negera Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana yang ditentukan dalam Peaturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada
26
Ibid, halaman 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. 27 Berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 Bab 3 Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Menegakkan hukum dan; 3. Memberikan
perlindungan,
pengayoman
dan
pelayanan
kepada
masyarakat Pasal 14, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan. b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
27
http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri, tanggal 5 januari 2013 pukul 15.30
diakses
pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 dan 14, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratuf kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang di perlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m.
Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Tugas Kepolisian berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 16
adalah: 1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a. Melakukan penangkapan , penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakn serta memeriksa tanda pengenal diri; e. ‘melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf I adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika meemenuhi syarat berikut ini: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan e. Menghormati hak asasi manusia. Lembaga kepolisian merupakan lembaga yang harus tetap berdiri tegak sekalipun negara runtuh, pemerintahan atau rezim jatuh atau untuk mengamankan warga masyarakat dari ekses-ekses yang mengancam jiwa, raga, dan harta bendanya. Bahkan pada saat negara negara diduduki tentara asing polisi tetap menjalankan tugasnya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi adalah subordinasi dari masyarakatnya, dimana masyarakat menjadi titik awal dan titik akhir pengabdian polisi. 28 Bermacam bentuk tindakan dan wewenang yang diberikan undang-undang kepada penyidik dalam rangka pembatasan kebebasan dan hak asasi seseorang. Mulai dari bentuk penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Tapi harus diingat, semua tindakan penyidik yang bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan 28
Ibid,. Halaman 37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembatasan hak asasi seseorang, adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi “demi untuk kepentingan pemeriksaan”, dan “benar-benar sangat diperlukan sekali”. Jangan disalahgunakan dengan cara yang terlampau murah, sehingga setiap langkah tindkan yang dilakukan penyidik, langsung menjurus ke arah penangkapan atau penahanan. 29 Pelaksana penegakan hukum tidak hanya Criminal justice system (CJS) atau Catur Wangsa atau Panca Wangsa (termasuk Lembaga Pemasyarakatan), tetapi juga melibatkan pemerintahan (baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk instansi pemerintah dan TNI) serta masyarakat pada umumnya (baik secara perseorangan maupun secara berkelompok) sesuai dengan peran mereka masingmasing. 30 B. Tugas dan Fungsi Polri dalam Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan
dalam
kaidah-kaidah,
pandangan-pandangan
yang
mantap
dan
mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai btahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. 31 Masalah penegakan hukum pada umumnya, termasuk di Indonesia mencakup tiga hal penting yang harus diperhatikan dan dibenahi, yaitu kultur masyarakat tempat 29
M. Yahya Haharap, Op,.cit, halaman 157 Bibit Samad Rianto, Op,.cit, halaman 45 31 Soerjono Soekanto, Beberapa permasalahan Hukum dalam Kerangka pembangunan di Indonesia, UIpress, Jakarta, 1983, halaman 3 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dimana nilai-nilai hukum akan ditegakkan, struktur para penegak hukumnya dan terakhir substansi hukum yang akan ditegakkan. Disampingkan itu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri kepada masyarakat harus secara kontinyu diberikan penyuluhan hukum agar taat hukum walaupun kemungkinan terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat itu juga sebagai dampak dari lemahnya penegakan hukum. 32 Masalah penegakan hukum akan selalu terjadi sepanjang kehidupan manusia itu ada, semakin tumbuh dan berkembang manusia maka masalah penegakan hukum pun semakin bermacam-macam yang terjadi. Bicara tentang penegakan hukum tentunya tidak bisa lepas dari soal aparat yang menempati posisi strategis sebagai penegak hukum yaitu Polisi Jaksa dan Hakim yang terbatas pada masalah profesionalitas. 33 Kepolisian di dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 Pasal 2 yang merupakan fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Konsep negara hukum, bahwa wewenang
pemerintahan berasal dari
peraturan perundang-undangan, artinya suatu wewenang yang harus bersumber dari
32
Moh. Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana khusus, Liberty, Yogyakarta, 2009, halaman 32 33 Barda Nawawi Arief, Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Halaman 34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga di dalam suatu Negara Hukum penerapan asas asas Legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang menjadi dasar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi Negara-negara hukum yang menganut system civil Law (Eropa Kontinental). Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi yakni suatu kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang. 34 Wewenang kepolisian yang diperoleh secara atributif, yakni wewenang yang dirumuskan dalam pasal peraturan undang-undangan seperti wewenang kepolisian yang dirumuskan Pasal 30 ayat (4) Undang-undang Dasar, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dan lain-lain. Berdasarkan wewenang atributif tersebut kemudian dalam pelaksanaannya lahir wewenang delegasi dan wewenang mandat, yakni pemberian wewenang dari satuan atas kepada satuan bawah (berupa mandat), maupun pendelegasian kepada bidang-bidang lain di luar struktur. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu penyelenggara kegiatan pemerintahan di bidang penegakan hukum yang melindungi dan mengayomi masyarakat tidaklah memiliki tugas yang ringan,
karena ruang lingkup tugas
kepolisian sangat luas yakni seluruh masyarakat, dan perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan
34
Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap masyarakat di segala bidang, termasuk pelayanan kepolisian terhadap masyarakat. 35 Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undangundang Hukum acara Pidana (KUHAP) maka wewenang yang diberikan Undangundang ini kepada aparat kepolisian adalah kewenangan dalam hal melaksanakan tugas sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Tata cara penyelidikan adalah: 36 1. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib menunjukkan tanda pengenalnya. Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut diatas, penyelidik wajib membuat berita acara dan
35
Mahmud Mulyadi Op,.cit, halaman 40 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, hukum acara Pidana dalam teori dan praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, halaman 24-25 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu atau penyelidik. Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catataan dalam laporan atau pengaduan tersebut. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya. 2. Penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi, petunjuk oleh penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa penyelidik adalah polisi terdepan atau paling utama yang ditugaskan untuk melakukan tugas mengungkapkan suatu tindak pidana, dalam KUHAP tidak ditentukan pangkat dari polisi yang bertugas melakukan penyelidikan. Tetapi dari ketentuan di atas dan ketentuan Peraturab Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Pasal 2, kita dapat mengambil
patokan bahwa penyelidik adalah polisi yang
berpangkat di bawah pembantu letnan dua, atau jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidik berpangkat pembantu letnan dua melainkan hanya berpangkat bintara, maka penyelidik adalah berpangkat di bawah bintara. 37 KUHAP dalam ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil terteentu yang 37
Ibid, halaman 25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dan kemudian menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan setelah adanya tahap penyelidikan terlebih dahulu yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Ini berarti semua pegawai kepolisian negara tanpa kecuali telah dilibatkan di dalam tugas-tugas penyelidikan, yang pada hakikatnya merupakan salah satu bidang tugas dari sekian banyak tugas-tugas yang ditentukan di dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang ada hubungannya yang erat dengan tugas-tugas yang lain, yakni sebagai satu keseluruhan upaya para penegak hukum untuk membuat seseorang pelaku dari suatu tindak pidana itu harus mempertanggungjawabkan perilakunya menurut hukum pidana di depan hakim. 38 Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas penyelidikan seperti yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, sudah barang tentu perlu benar-benar memahami tentang dasar-dasar pemikiran dari pembentuk undang-undang mengenai pembentukan dari Undang-undang Hukum Acara Pidana yang harus mereka
38
P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP,menurut ilmu pengetahuan hukum pidana dan yurisprudensi, Sinar Grafika, 2010 halaman 47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tegakkan, seperti asas-asas yang dimiliki oleh hukum acara pidana itu sendiri, kewajiban dan wewenang yang mereka punyai, batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka punyai, dan batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka miliki. Semua hal ini mempunyai hubungan yang erat dengan putusan kehendak dari pembentuk undang-undang untuk memberikan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia dan untuk adanya ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 39 Penyidikan perkara dilakukan oleh pejabat-pejabat kepolisian tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP bahwa: Penyidik adalah: a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia; b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU. Istilah penyidikan sinonim dengan pengusutan, merupakan terjemahan dari istilah Belanda Osporing atau dalam bahasa inggrisnya Investigation. 40 Penyidik berasal dari kata sidik, yang berarti terang dan bekas. Maksudnya penyidikan membuat terang atau jelas dan penyidikan berarti mencari bekas-bekas kejahatan.
39
Ibid, halaman 47-48 Djoko Prakoso,Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum , PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, halaman 5 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bertolak dari kedua kata terang dan bekas arti kata sidik itu, maka penyidikan artinya membuat terang kejahatan. 41 Jika ditinjau dari sistem hukum acara sebelum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud dengan penyidikan
adalah
merupakan aksi atau
tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, yang dilakukan setelah diketahui olehnya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. 42 Tidak dapat dielakkan, betapa pentingnya peran penegak hukum sebagai pagar penjaga yang mencegah dan memberantas segala bentuk penyelewengan atau tingkah
laku
menyimpang, baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan
masyarakat dan bangsa kita. Tetapi dari pengalaman dan pengamatan yang ada, sangatlah berlebihan kalau
longgarnya simpul moral itu hanya bersumber dan
terbatas pada penegak hukum. Begitu pula anggapan seolah-olah segala sesuatu akan menjadi baik apabila penegak hukum telah baik. 43 Penyidik tidak boleh melakukan penyidikan, penahanan, ataupun penyitaan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yakni apabila
41
R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil,Politeia,Bogor, 1996 halaman
17 42
Djoko Prakoso, Penyidik Penuntut Umum Dan Hakim dalam Proses Hukum Acara Pidana, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, halaman 8 43 Sholeh so’an, moral penegak hukum di indonesia,(pengacara, hakim, polisi, jaksa), agung mulia, 2004, halaman 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ia tidak ingin disebut telah melakukan tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum. 44 Tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa perbuatan-perbuatan menyelidik, menyidik, dan menuntut menurut hukum pidana bersifat hukum publik. Ini berarti untuk menyelidik dan menyidik seseorang yang disangka telah melakukan sesuatu tindak pidana, para penyelidik dan penyidik pada dasarnya dapat melaksanakan kewajiban mereka dengan tidak digantungkan pada adanya suatu laporan atau suatu permintaan dari seseorang yang telah merasa dirugikan oleh sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain. 45 Agar pelaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelidik maka penyelidik memiliki fungsi dan wewenang sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 KUHAP yang meliputi : a. Menerima laporan dan pengaduan Setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang kepada penyelidik, maka penyelidik memiliki hak dan kewajiban untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Prinsip setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan kepada penyelidik wajib diterima dan berwenang untuk menanganinya baik hal itu yang bersifat pemberitahuan biasa atau laporan, maupun yang bersifat delik aduan, yang dimaksud dengan pengaduan ialah adanya tuntutan (permintaan ) dari seseorang yang 44 45
P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Op,.cit, halaman 34 Ibid., halaman 26-27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menderita kerugian atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya, agar terhadap orang tersebut dapat diambil tindakan hukum.46 Menurut ketentuan Pasal 103 ayat (1), apabila penyelidik menerima laporan atau pengaduan harus segera melakukan penyelidikan yang diperlukan, baik hal itu atas dasar pengetahuannya sendiri maupun berdasarkan laporan atau pengaduan, penyelidik harus segera melakukan tindakan yang diperlukan. b. Mencari keterangan dan barang bukti Tujuan dari penyelidikan dimaksudkan sebagai langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal mungkin fakta, keterangan, dan bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyidikan. Penyelidikan sangat penting untuk dilakukan , karena jika penyidikan dilakukan tanpa disertai persiapan dan landasan hukum yang memandai yang berasal dari proses penyelidikan maka tindakan penyidikan yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan dapat terjadi suatu tindakan pra peradilan. 47 c. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 KUHAP, penyelidik memiliki kewajiban dan wewenang untuk menyuruh berhenti orang yang dicurigai. Untuk menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, hal ini dilakukan karena dalam rangka melakukan tugas penyelidikan tidak mungkin penyelidik tidak mengetahui identitas seseorang. Terhadap pelaksanaan wewenang ini, penyelidik 46 47
R. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Tarsito,Bandung, 1976 halaman 35 Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak perlu memiliki surat perintah khusus atau dengan surat apapun, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 KUHAP. d. Tindakan lain menurut hukum Wewenang penyelidik untuk melakukan tindakan lain menurut hukum dalam melakukan penyelidikan tidak memiliki arti dan pengertian yang cukup jelas. Jika ditelaah dari penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf a butir 4, yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat: 1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan 3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya 4. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa 5. Menghormati hak asasi manusia e. Kewenangan berdasarkan perintah penyidik Tindakan dan kewenangan Undang-undang melalui penyelidik dalam hal ini lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik yang berupa: 48
48
Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. Selain wewenang tersebut, penyelidik juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan. Laporan hasil penyelidikan tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh penyelidik, hal ini bertujuan sebagai pertanggungjawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik. Penyelidikan merupakan tindakan, bukanlah suatu tindakan atau fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. 49 Berdasarkan kewenangan tersebut dan untuk membantu memperlancar proses penyidikan maka seorang aparat kepolisian juga berwenang untuk melakukan:
49
Ratna Sari, Op.Cit., halaman 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
A.
Penangkapan Wewenang yang diberikan kepada penyidik khusus nya yang diberikan oleh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Teantang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sangatlah luas. Bersumber dari wewenang tersebut,penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, selama masih berpijak pada suatu landasan hukum yang sah. Salah satu wewenang untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana, dengan perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan benda/benda curian, atau telah mempunyai sekurang-kurangnya seorang saksi. 50 Pasal 1 Ayat 20 KUHAP menjelaskan bahwa “ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut diatas maka penangkapan merupakan suatu bentuk tindakan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka untuk keperluan penyidikan atau penuntutan dengan tata cara yang diatur dalam KUHAP. Walaupun penangkapan adalah wewenang dari penyidik, bukan berarti penyidik dapat menangkap seseorang dengan sesuka hati. 51 Penangkapan terhadap seorang
50 51
Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, Op.cit, halaman 34 Mahmud Mulyadi, Op.cit, halaman 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersangka
pelaku
tindak
pidana
kejahatn
harus
berdasarkan
alasan-alasan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP yaitu: 1. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana 2. Dugaan tersebut harus didasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam melakukan penangkapan, penyidik harus melakukan cara-cara yang diatur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 KUHAP yakni: a. Pelaksanaan penangkapan dilakukan petugas Kepolisian Negara republik Indonesia, namun berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat 2 KUHAP Jaksa Penuntut Umum memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan dalam kedudukannya sebagai penyidik. b. Petugas yang diperintahkan untuk melakukan penangkapan harus membawa surat tugas penangkapan, dan penyidik wajib menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka agar demi adanya kepastian hukum terhadap keluarga tersangka. Kecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana maka penyidik dapat melakukan penangkapan tanpa harus disertai surat perintah penangkapan dengan ketentuan penyidik harus segera menyerahkan pelaku yang tertangkap tangan kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Penangkapan terhadap seorang tersangka pelaku tindak pidana kejahatan memiliki batas waktu selama 1 (satu) hari, hal ini sebagaimana yang ditentukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam Pasal 19 ayat 1 KUHAP. Penangkapan yang dilakukan lebih dari satu hari dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum dan penangkapan dianggap tidak sah sehingga tersangka harus dibebaskan dengan segera. Tersangka, keluarga tersangka ataupun penasehat hukumnya dapat mengajukan praperadilan terhadap sah atau tidaknya penangkapan tersangka dan dapat menuntut ganti rugi. Penangkapan tidak boleh dilakukan terhadap tersangka tindak pidana pelanggaran sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 19 ayat 2 KUHAP, namun apabila tersangka tindak pidana pelanggaran tidak memenuhi panggilan penyidik selama 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah maka tersangka dapat ditangkap dan dibawa ke kantor polisi dengan paksa untuk dilakukan pemeriksaan. B.
Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak
seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. 52 Penahanan berkaitan erat dengan penangkapan karena seorang tersangka pelaku tindak pidana yang setelah ditangkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-undang, baru
52
Ibid, halaman 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat dikenakan penahanan guna kepentingan pemeriksaan. Jadi penangkapan merupakan langkah awal dari perampasan kemerdekaan tersangka atau terdakwa. 53 Penahanan seseorang yang dianggap telah menjadi tersangka dimaksudkan juga sebagai bahan-bahan pembuktian berupa orang, orang ini biasanya adalah yang melakukan perbuatan melanggar Hukum Pidana dan yang menjadi korban dari perbuatan itu sendiri, misalnya orang yang ditipu, dihina dianiaya, dan lain sebagainya (saksi). 54 Menurut ketentuan Pasal 21 ayat 4 KUHAP tidak semua tersangka tindak pidana pelanggaran tidak dapat ditangkap dan ditahan karena menurut ketentuan ini penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka pelaku percobaan tindak pidana dan terhadap orang yang memberi bantuan untuk terjadinya suatu tindak pidana. Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. 55 Penahanan merupakan suatu wewenang yang tidak hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik, tetapi juga dapat dilaksanakan oleh instansi penegak hukum lainnya yakni Penuntut Umum maupun lembaga peradilan. Pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan penahanan yang dapat dilakukan oleh beberapa instansi penegak hukum pengaturannya tidak terpisah dalam
53
Ratna Nurul Afiah, Op.cit, halaman 35-36 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1983, halaman 60 55 Mahmud Mulyadi, Op.Cit., halaman 20 54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
beberapa peraturan perundang-undangan tetapi diatur secara keseluruhan dalam KUHAP. Dasar hukum wewenang penyidik dalam melakukan penahanan adalah Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP, Pasal 11 KUHAP, Pasal 20 ayat (1) KUHAP, Pasal 21 s/d 24 KUHAP, Pasal 29 s/d 31 KUHAP, pasal 75 KUHAP dan Pasal 123 KUHAP Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 21 KUHAP, penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Dasar hukum inilah memberikan wewenang kepada seluruh instansi penegak hukum untuk melaksanakan penahanan yang tidak hanya terbatas dapat dilaksanakan oleh penyidik. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan penahanan penyidik harus disertai Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh Kepala Kesatuan, atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu atau pelimpahan wewenang dari penyidik dan surat tembusannya harus diserahkan kepada keluarga tersangka agar keluarga tersangka dapat mengontrol penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka serta memeriksa sah atau tidaknya penahanan. Sehingga jika tidak ada surat tugas pengantar kepada keluarga tersangka, maka tersangka berhak menolak untuk memenuhi perintah penangkapan. Surat itu demikian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pentingnya dengan tujuan menegakkan hukum dan agar jangan terjadi penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. 56 Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka semata-mata bertujuan untuk membantu mempelancar proses penyidikan, karena adanya kenyataan perlu dilakukan pemeriksaan penyidikan secara objektif. Hal ini penting agar tercapai suatu proses penyidikan yang tuntas dan sempurna sehingga hasil penyidikan tersebut dapat diteruskan kepada penuntut umum dan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan didepan sidang peradilan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan benda-benda curian, atau telah mempunyai sekurangkurangnya seorang saksi. 57 Sebelum melakukan penahanan terhadap tersangka, penyidik harus terlebih dahulu alasan-alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Dilakukannya kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan, seperti dapat dilakukannya tuntutan ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 95 KUHAP disamping dapat dilakukannya praperadilan. 58
56
Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, OpCit, Halaman 34 Ibid 58 Mahmud Mulyadi, Op,.cit, halaman 20 57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penahanan yang dilakukan penyidik harus didasari alasan sebagai berikut: 1. Alasan subjektif Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras berdasarkan bukti yang cukup melakukan atau percobaan melakukan atau pemberian bantuan dalam tindak pidana, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran nahwa tersangka : a. Akan melarikan diri b. Akan merusak atau menghilangkan barang bukti c. Akan mengulangi tindak pidana d. Akan mempengaruhi atau menghilangkan saksi 3. Alasan Objektif Penahanan hanya dapat dilaksanakan dalam hal tersangka melakukan: a. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih b. Tindak pidana terhadap pasal-pasal tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf (b) KUHAP. Penahanan dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya dibawah 5 tahun, dengan pertimbangan apabila tindak pidana yang dilakukan melanggar ketentuan pasal-pasal yang dianggap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sangat mempengaruhi ketertiban di masyarakat pada umumnya dan ancaman terhadap keelamatan badan orang pada khususnya. 59 Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka tidak boleh dilakukan di sembarang tempat, tersangka harus ditahan ditempat tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP, jenis penahanan yang dilakukan terhadap tersangka dapat berupa: a. Penahanan Rumah tahanan Negara Mengenai penahanan yang dilakukan terhadap tersangka pada rumah tahanan Negara hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 jo, Pasal 1 Peraturan menteri Kehakiman No.M.04.UM.01.06 tahun 1983 dimana ditentukan bahwa: 1.
Didalam
Rutan
ditempatkan
tahanan
yang
masih
dalam
proses
penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri , Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. 2.
Semua tahanan berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa kecuali, tetapitempat tahanan dipisahkan berdasarkan: a. Jenis kelamin 59
Yesmil Anwar& Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran, Bandung, 2009, halaman 146
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Umur c. Tingkat Pemeriksaan Selain itu dalam peraturan Menteri Kehakiman tersebut diatur juga hak-hak tersangka yang pada intinya adalah sebagai berikut: 60 a. Hak atas perawatan kesehatan b. Perawatan rutin dirumah sakit c. Pengobatan dalam keadaan terpaksa,bersifat mendadak d. Penjagaan dan pengawasan tahanan yang dirawat dirumah sakit e. Hak atas perawatan rohani antara lain fasilitas sarana pendidikan f. Larangan wajib kerja g. Hak mendapat kunjungan keluarga dan penasihat hukum. b. Penahanan Rumah Pelaksanaan
penahanan
rumah
diberikan
oleh
pejabat
yang
berwenang/penyidik kepada tersangka dengan cara melakukan penahanan terhadap tersangka dirumah tinggal ataupun kediaman tersangka dan mendapat pengawasan dari penyidik. Mengenai tata cara pengawasan terhadap tersangka yang menjalani tahanan undang-undang sendiri tidak menentukan. Pengaturan pelaksanaan pengawasan terhadap tahanan rumah sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan pejabat yang
60
Mohammad Taufik Makarao,Suhasril,Op.cit,39-40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bersangkutan. Pengawasan terhadap tersangka dilakukan berdasarkan kebutuhan dan menyangkut tindak pidana yang di sangkakan kepada tersangka, apakah harus dikawal dan diawasi secara terus menerus atau pengawasan nya dapat dilimpahkan kepada Kepala desa maupun kepada Ketua RT atau Ketua RW. Tujuan utama melakukan pengawasan adalah untuk menghindari terjadinya sesuatu yang menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang pengadilan. 61 Seorang tersangka yang sedang menjalani tahanan rumah diperbolehkan meninggalkan rumah tempat penahanannya,hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP, dimana disebutkan bahwa “tersangka atau tedakwa hanya boleh keluar rumah dengan izin penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memberi perintah penahanan. Izin keluar rumah dimintakan dari pejabat penyidik, jika tahanan secara yuridis berada dalam tanggung jawabnya dan kalau yang memerintahkan penahan rumah itu hakim, izin keluar rumah harus atas persetujuan hakim yang bersangkutan. 62 c. Penahanan kota Penahanan
kota merupakan salah satu jenis penahanan yang dilakukan
terhadap tersangka/terdakwa pada kota tempat kediaman tersangka/terdakwa. Pengertian kota meliputi wilayah desa, kampung, maupun dusun. Penahanan kota
61 62
Ibid Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan suatu tindakan pengawasan yang dilakukan penyidik sama seperti penahanan rumah, tetapi yang membedakan penahanan kota ini adalah bahwa peengawasan yang
dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dilakukan
secara langsung. 63 Pengawasan
yang
dilakukan
secara
tidak
langsung
terhadap
tersangka/terdakwa tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 3 KUHAP, undang-undang hanya memerintahkan kepada tersangka/terdakwa untuk wajib lapor pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Mengenai ketentuan waktu undang-undang tidak menentukan, untuk itu maka mengenai ketetapan waktu untuk melakukan wajib lapor, pelaksanaannya diserahkan berdasarkan kebijaksanaan pejabat yang melakukan penahanan kota. 64 C. Penggeledahan Salah satu peraturan hukum yang membolehkan memasuki suatu rumah rumah atau pekarangan ini adalah Hukum Acara Pidana. Mudah dapat dimengerti, bahwa
Pengusutan
perkara
pidana
dalam
mencari
keterangan-keterangan
seperlunya,memerlukan seringkali menginjak pekarangan atau memasuki rumah kediaman seorang tidak dengan izin yang berhak atas pekarangan dan /atau rumah itu. Tindakan pengusutan perkara pidana dengan maksud tersebut, lazim dinamakan
63 64
Ibid Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“penggeledahan”. 65
Setiap
kehidupan
masyarakat
sehari-hari
penggeledahan
merupakan suatu suasana dimana terdapat seorang atau beberapa aparat kepolisian yang mendatangi tempat atau rumah kediaman ataupun mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang untuk memeriksa seluruh sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah, dengan tujuan mencari dan mendapatkan sesuatu yang ada kaitannya dengan suatu peristiwa pidana yang sedang disidik. Ditinjau dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku penggeledahan rumah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan ada atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam Undang-undang. Mengenai
penggeledahan badan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 18 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada padanya atau dibawanya serta untuk disita. 66 Berdasarkan pengertian penggeledahan yang diatur dalam ketentuan Pasal tersebut dapat diartikan bahwa penggeledahan merupakan tindakan penyidik yang dibenarkan Undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan baik terhadap rumah kediaman ataupun badan dan pakaian seseorang, dan tidak hanya
65 66
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 67 Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terbatas pada pemeriksaan saja tetapi juga dapat disertai dengan tindakan penangkapan dan penyitaan oleh penyidik. Tindakan penggeledahan ini semata-mata bertujuan untuk membantu kepentingan penyelidikan maupun penyidikan agar dapat dikumpulkan fakta dan bukti yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, atau untuk menangkap seseorang yang sedang berada didalam rumah atau suatu tempat yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. 67 Prakteknya seringkali kita temukan prilaku dari aparat hukum yang merugikan masyarakat. Seperti dalam proses penyidikan seringkali aparat dalam menjalankan tugasnya untuk memperoleh informasi dari para tersangka seringkali menggunakan kekerasan. Selain itu, pada saat penggeledahan aparat juga seringkali tidak memenuhi rambu-rambu yang berlaku yang ditetapkan dalam UU. Seperti harus mengembalikan barang-barang yang dalam proses penggeledahan ke tempat semula. Padahal dalam UU di jelaskan bahwa setelah pengeledahan barang-barang yang di pindahkan harus di kembalikan seperti sebelum penggeledahan. Menyikapi hal tersebut sebenarnya UU sudah mengaturnya seperti yang di atur dalam pasal 95 KUHAP tentang rehabilitasi dan ganti rugi. Namun dalam kenyataannya hal tersebut tidak di jalankan oleh aparat penegak hukum. Dari produk hukumnya sendiri, kebanyakan belum bisa mewujudkan dan mengayomi rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat. 68
67
H. Sunaryo dan Ajen Dianawati, Tanya Jawab seputar hukum acara pidana, Visimedia, jakarta, 2009 halaman 16 68 Pelaksanaan Hukum dalam masyarakat, http://marx83.wordpress.com/hukum/, diakses pada jumat 1 februari 2013 15.30 wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disisi lain hukum-hukum yang ada sekarang kebanyakan bersifat reaksioner, artinya UU tersebut di ciptakan ketika ada sebuah peristiwa atau kejadian. Kelemahan dari UU yang lahir dari adanya peristiwa adalah apabila ada kejadian yang lain maka UU tersebut tidak bisa di gunakan. Selama ini tataran konsep hukum kita bisa di katakan sudah cukup baik walaupun sebagian besar hukum yang ada sekarang merupakan produk warisan dari para penjajah yang di adakan tambal sulam di sanasini. Akan tetapi pada tataran aplikatifnya hukum yang ada sekarang ini bisa kita katakan masih kurang bisa memenuhi rasa keadilan dari masyarakat hal ini tidak lain disebabkan oleh prilaku dari aparat penegak hukum itu sendiri. Melihat kenyataan yang demikian itu masyarakat menjadi kecewa terhadap aparat penegak hukum berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada yang di tandai dengan makin banyaknya aksi main hakim sendiri. 69 Berbeda dengan pelaksanaan penahanan yang dapat dilakukan masing-masing instansi
penegak
hukum
dalam
semua
tingkat
pemeriksaan
berwenang,
penggeledahan hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik baik penyidik kepolisian maupun penyidik pegawai negeri sipil. Hal ini dikarenakan penggeledahan hanya dilakukan pada proses pemeriksaan penyelidikan ataupun pemeriksaan, tidak terdapat pada tingkat pemeriksaan penuntutan dan pemeriksaan peradilan. Penyidik tidak berdiri sendiri dalam melaksanakan penggeledahan karena penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan negeri, karena pada saat 69
Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melakukan penggeledahan, penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan Ketua pengadilan Negeri, berupa: 70 1. Terhadap penggeledahan biasa yang dilakukan ddalam keadaan
normal,
penggeledahan hanya dapat dilakukan penyidik apabila telah mendapat izin dari ketua Pengadilan Negeri berupa Surat Izin Penggeledahan 2. Terhadap penggeledahan luar biasa yang dilakukan dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan dengan segera tanpa harus ada izin dari Ketua pengadilan Negeri terlebih dahulu, namun setelah melakukan penggeledahan penyidik wajib meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kerjasama tersebut bertujuan untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum bahwa Undang-undang menempatkan instansi penyidik berada dalam kedudukan, kedudukan keharusan melakukan hubungan kerja sama dengan instansi pengadilan negeri, dalam arti sebagai pembatasan atas keluasaan mempergunakan wewenang penggeledahan yang diberikan Undang-undang kepadanya. 71 Penyidik yang melakukan penggeledahan terhadap rumah tempat tinggal seseorang wajib memberikan salinan berita acara penggeledahan kepada penghuni atau pemilik tempat yang digeledah. Pelaksanaan penggeledahan harus disaksikan oleh dua orang saksi dan apabila penggeledahan dilakukan tanpa persetujuan
70 71
H Sunaryo dan Ajen Dianawati, Op.cit, halaman 17 M.Yahya harahap, Op,.cit, halaman 257
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penghuni atau pemilik tempat, maka penggeledahan juga harus disaksikan oleh kepala Desa atau kepala lingkungan. 72 Secara nyata penggeledahan merupakan suatu tindakan yang bersifat upaya paksa (dwang middelen), langsung atau tidak , tindakan penggeledahan menimbulkan ketakutan terhadap seluruh penghuni rumah. Sangat diharapkan penggeledahan itu dilakukan dengan memilih waktu yang tepat untuk mengurangi akibat negatif yang dirasakan anak maupun keluarga tersangka. Waktu yang paling baik dan tepat adalah apabila penggeladahan dilakukan pada waktu siang hari karena adanya kemungkinan anak tersangka sedang bersekolah dan tetangga tersangka sedang bekerja di luar rumah. Pasal 3 staatblad Nomor 84 tahun 1865 bahkan melarang penggeladahan rumah dilakukan malam hari dengan peengecualian dalam keadaan mendesak sekali baru dapat dilakukan penggeledahan pada malam hari. Penyidik dalam melakukan penggeledahan diharapkan dapat menacari momen waktu yang tepat untuk menghindari akibat negatif penggeledahan yang dapat merusak perkembangan mental dan kejiwaan anak-anak dan keluarga tersangka. 73 Pelaksanaan
penggeledahan
yang
dilakukan
penyidik
juga
harus
mempertimbangkan dari sisi moral, adat istiadat, dan agama, karena pembuat Undang-undang telah memberi penghormatan kepada beberapa tempat tertentu, yang
72 73
Ibid R. Atang Ranoemihardja, Op.cit, halaman 75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menentukan bahwa Undang-undang melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan pada: 74 1. Ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Tempat dimana sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan 3. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan Ketentuan ini juga memuat pengecualian bahwa dalam hal tertangkap tangan penyidik diperbolehkan untuk memasuki dan melakukan penggeledahan tempattempat dan kondisi yang menjadi pengecualian tersebut. Demi
kepentingan
penyidikan
terkadang
penyidik
harus
melakukan
penggeledahan di luar wilayah hukum kekuasaan penyidik, yang mengakibatkan penyidik harus memperkirakan alternatif terbaik yang harus ditempuh baik dari segi efektifitas , dan efisiensi kerja serta dari segi pembiayaan. Dalam keadaan seperti ini penyidik dapat memilih alternatif sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHAP yakni : 1. Melakukan penggeledahan sendiri Penyidik yang melakukan sendiri penggeledahan diluar wwilayah hukumnya tidak bisa begitu saja melakukan tindakan penggeledahan. Berdasarkan ketentuan
74
Frans Hendra Winarta, membangun professionalisme aparat penegak hukum, makalah hukum, diakses pada jumat 1 februari 15.30 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pasal 36 KUHAP sebelum melakukan penggeladahan maka seorang penyidik harus terlebih dahulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri di tempat wilayah hukum kekuasaan penyidik yang bersangkutan. Surat izin yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri kepada penyidik kemudian dilaporkan kepada Ketua pengadilan Negeri di daerah tempat dimana penggeladahan akan dilaksanakan.
75
Penyidik dapat melakukan penggeledahan apabila telah mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan negeri setempat dan ketika pelaksanaan penggeledahan dilakukan penyidik yang melakukan penggeledahan harus didampingi oleh penyidik dari daerah hukum penggeledahan itu dilakukan. Dengan keadaan yang sangat mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan di luar ilayah hukumnya tanpa harus mengikuti prosedur sebagaimana yang ditentukan di atas. Tindakan ini dapat dilakukakan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 34 KUHAP. 2. Mendelegasikan penggeledahan Pendelegasian tindakan penggeledahan merupakan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik di tempat yang berada di luar daerah hukumnya dengan meminta bantuan kepada penyidik dimana akan dilakukan penggeledahan. Pelaksanaan penggeledahan dilakukan berdasarkan surat permintaan bantuan dari penyidik kepada penyidik dimana akan dilakukan penggeladahan disertai dengan surat izin dari Ketua Pengadilan negeri setempat. Penyidik yang dimintai bantuan
75
R. Atang Ranoemihardja, Op.cit, halaman 77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kemudian melaporkan perihal permohonan bantuan teersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat akan dilakukan penggeledahan. 76 Penyidik yang mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat kemudian harus mengeluarkan surat perintah penggeledahan dan menghadirkan saksi-saksi untuk menyaksikan pelaksanaan penggeledahan. Hasil dan berita acara penggeledahan kemudian diserahkan secepat mungkin kepada penyidik yang mendelegasikan. Apabila pada pelaksanaan penggeledahan penyidik yang dimintai bantuan menangkap tersangka maka penyidik tersebut harus segera menyerahkan teersangka kepada penyidik yang mendelegasikan. 77 D. Penyitaan Berdasarkan Pasal 1 Butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Benda-benda yang dimaksud ini adalah bermacam sifatnya seperti barangbarang yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar Hukuman Pidana, seperti barang-barang yang dicuri atau digelapkan atau yang didapat secara penipuan. Barang-barang yang tercipta sebagai buah dari perbuatan yang melanggar Hukum pidana seperti uang logam atau uang kertas yang bikin oleh terdakwa dengan untuk 76 77
Ibid., Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengeedarkannya sebagai uang sebenarnya, kemudian barang-barang yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum Pidana, seperti suatu pisau atau senjata api atau tongkat yang dipakai untuk merusak rumah orang. Barangbarang yang pada umumnya menjadi alat bukti kearah pemberatan kesalahan terdakwa seperti pakaian yang dipakai penjahat pada waktu melakukan perbuatan pidana. 78 Penyitaan merupakan suatu tindakan pengambilalihan dan penguasaan hak milik orang lain yang dapat dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dan menyentuh Hak Asasi manusia, sehingga dalam pelaksanaan nya perlu dilakukan suatu pembatasan-pembatasan tertentu. Salah satu bentuk pembatasan untuk melakukan tindakan penyitaan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 38 ayat 1 KUHAP yang menentukan bahwa, Penyitaan hanyaa dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Artinya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus berdasarkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri tempat benda yang akan disita tersebut berada. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap suatu perkara dan benda yang hendak disita berada dalam wilayah hukum yang berbeda kecuali terhadap penyitaan benda bergerak. Ketentuan tersebut diperkuat
78
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, halaman 59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 Tertanggal 10 Desember 1983. 79 Ketentuan mengenai penyitaan dapat dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat dikecualikan apabila penyitaan dilakukan dalam keadaan mendesak dan tidak memungkinkan untuk memperoleh izin dari Ketua Pengadilan terlebih dahulu dengan syart setelah dilakukan penyitaan maka penyidik harus segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar segera memperoleh persetujuan namun bilamana Ketua Pengadilan tidak memberikan persetujuan maka penyitaan yang tekah dilakukan harus dibatalkan. 80 Penyitaan yang dilakukan penyidik terhadap benda-benda milik tersangka hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda dengan kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat 1 KUHAP yakni: a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwwa yang selurruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. b. Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. c. Benda yang digunakan dibuat atau diperuntukkan melakukan tinddak pidana.
79 80
P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Op,.cit, halaman 163 Andi Hamzah, Op,.cit, halaman 152
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Mengenai pengertian benda yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana disebutkan paada Pasal 39 ayat 1 huruf a KUHAP tersebut Hoge Raad
dalam
Arrestnya Tanggal 22 Juli 1947, N.J. 1947 Nomor 482 mengatakan yang dimaksud dengan benda-benda yang diperoleh karena kejahatan bukan hanya benda-benda yang secara langsung telah diperoleh karena kejahatan, melainkan juga benda-benda yang oleeh terpidana dibeli dengan uang hasil kejahatan. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap benda atau alat-alat untuk mempersiapkan pemalsuan uang, sebagaimana diatur dalam Arrest Hoge Raadd tanggal 14 Juni 1920, N.J 1920 Halaman 752, W. 10593 yang menentukan bahwa ketentuan ini juga berlaku jika sesuatu alat baik menurut sifatnya maupun lingkungan atau campuran ketika dijumpai digunakan untuk melakukan kejahatan pemalsuan uang. 81 Benda-benda ini diperlukan oleh pengusut Perkara untuk diperiksa atau diperlihatkan kepada terdakwa atau saksi agar mendapat keterangan ke arah menemukan kebenaran. 82 Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat 2 KUHAP, bahkan benda-benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk mengadili perkara pidana sejauh
81 82
P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, halaman Op,.cit, 164 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, halaman 59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
benda-benda tersebut merupakan benda-benda seperti yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 KUHAP. 83 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Undang-undang yang dibuat berdasarkan amanat TAP MPR RI No. VI/MPR/2000 Tentang pemisahan tentara nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 3 ayat 2 TAP MPR tersebut dimana disebutkan bahwa “ Hal-hal yang menyangkut Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam Undang-undang secara terpisah”. Ketentuan TAP MPR tersebut yang menjadi salah satu dasar lahirnya Undangundang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang lembaga kepolisian secara kelembagaan yang meliputi pengaturan mengenai eksistensi , fungsi, tugas dan wewenang maupun bantuan, hubungan dan kerjasama di dalam lembaga kepolisian. Mengenai wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: 1. Wewenang umum
83
P.A.F Lamintang & Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, halaman 108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wewenang yang diberikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang didasarkan atas tindakan yang dilakukan kepolisian berdasarkan asas legalitas dan asas plchtmatigheid yang sebagian besar bersifat preventif. 84 Artinya setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian haruslah berdasarkan wewenang yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan tertulis, namun seorang aparat kepolisian dapat juga melakukan tindakan diluar ketentuan peraturan perundang-undang tertulis selama tindakan tersebut dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang sah, sepanjang tidak melampaui batas-batas wewenang nya dan melanggar Hak Asasi Manusia serta dengan tujuan untuk kepentingan umum yang biasa dikenal dengan asas Plchtmatigheid. Pembatasan terhadap asas plchtmatiggheid dilakukan dengan cara setiap tindakan aparat kepolisian yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tertulis haruslah memenuhi unsur-unsur kewajiban sebagai syarat agar tindakan itu dianggap sah yang kemudian dikenal dengan sebagai 4 (empat) prinsip plchtmatiggheid yang terdiri dari: 85 a. Notwendigkeit Yaitu menginginkan adanya tindakan yang betul-betul diperlukan, tetapi juga tidak boleeh dari pada apa yang seharusnya menurut kewajiban aparat. b. Sachlichkeit Yaitu menghendaki adanya tindakan yang zakelijk, menurut ukuran-ukuran kepolisian tidak boleh didorong oleh motif-motif perorangan. 84
Warsito Hadi Utomo, Hukum kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, halaman 109 85 Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam disiplin Hukum, Restu Agung, Jakarta, 2007, Halaman 139
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Zweckmussingkeit Yaitu adanya keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sematamata bertujuan untuk mencapai suatu tujuan. Tindakan manakah dari sekian jumlah alternatif tidak menjadi soal, asal tujuan tercapai. d. Verhathism assigheit Yaitu menghendaki adanya keseimbangan antara cara atau alat yang dipergunakan dengan obyek daripada tindakan, ini dilakukan agar yang ditindak tidak lebih menderita dari pada apa yang seperlunya saja. Adanya keempat syarat diatas setidak-tidaknya dapat membatasi pelaksanaan tindakan kepolisian yang berdasarkan asas Plchtmatiggheid, mengingat bahwa dengan adanyaa asas ini seorang aparat kepolisian dibenarkan untuk melakukan tindakan berdasarkan kewenangannya tanpa harus diatur dalam peraturan perundangundangan. Asas ini juga mengharuskan seorang aparat kepolisian dapat melakukan penilaian dan memperkirakan hasil dari tindakannya yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. 86 Prakteknya kemampuan penilaian dari seorang aparat kepolisian yang melemahkan penerapan asas Plchtmatiggheid tersebut, karena memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang-wenang dan bahkan bisa saja dimanfaatkan oleh aparat kepolisian untuk kepentingan pribadinya, walaupun demikian hal positif yang dapat diambil dari penerapan asas Plchtmatiggheid ini adalah agar aparat polisi dapat mengambil tindakan tertentu dengan segera dalam suatu peristiwa hukum dari pada tindak bertindak sama sekali. 87
86 87
Ibid., Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Wewenang Khusus Wewenang khusus merupakan wewenang yang diberikan secara khusus kepada kepolisian dalam rangka melakukan fungsinya sebagai alat Negara dalam bidang penegakan hukum pada umumnya dan khususnya sebagai penyelidik ataupun penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Demikian halnya untuk dapat menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan sesuatu tindak pidana, para penuntut umum pada dasarnya dapat melaksanakan kewajiban mereka tanpa digantungkan pada adanya suatu permintaan dari seseorang yang telah merasa dirugikan oleh sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain. Di atas dengan sengaja telah digunakan perkataan pada dasarnya,
karena
memang
terdapat
keadaan-keadaan
dimana
dilakukannya
penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan digantungkan pada adanya suatu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan , misalnya dalam kejahatan perzinaan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP, dalam kejahatan persetubuhan di luar perkawinan dengan seorang wanita yang belum berusia lima belas tahun yang diatur dalam Pasal 287 ayat (2) KUHP, dalam kejahatan menggerakkan seorang anak di bawah umur untuk melakukan suatu perbuatan melanggar susila dengan dirinya sendiri yang diatur dalam Pasal 293 ayat (2) KUHP, dalam kejahatan pembinaan yang diatur dalam Pasal 319 KUHP, dan lain-lain. Tentang apa sebabnya pembentuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Undang-undang mensyaratkan mengenai perlunya suatu pengaduan dalam tindak pidana di atas, Undang-undang sendiri tidak memberikan penjelasannya. 88 Menurut para guru besar von Liszt, berner, dan von Swinderen, hal tersebut disebabkan oleh dipandang secara objektif dalam beberapa tindak pidana tertentu, kerugian materiil, dam kerugian idiil dari orang yang secara langsung telah dirugikan harus lebih diutamakan daripada kerugian lain pada umumnya. Menurut memori penjelasan, disyaratkannya pengaduan dalam beberapa tindak pidana tertentu berdasarkan pertimbangan bahwa ikut campurnya penguasa dalam sesuatu kasus tertentu, dapat mendatangkan kerugian yang lebih besar bagi kepentingankepentingan tertentu dari orang yang telah dirugikan. Secara singkat dapat dikatakan , bahwa hukum acara pidana pada dasarnya baru diberlakukan apabila terdapat sangkaan bahwa Undang-undang pidana materiil telah dilanggar oleh seseorang. 89 Walaupun Hukum Acara pidana sebenarnya termasuk ke dalam bidang hukum pidana, yang disebut juga hukum pidana formal, juga dapat dikatakan termasuk ke dalam bidang Hukum Tata Negara dan Hukum tata Usaha Negara, karena telah mengatur tugas, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban dari semua pejabat penegak hukum yang telah dilibatkan dalam penegakan hukum sejak seseorang yang disangka,
88 89
Ibid.. Halaman 27-28 Ibid,. Halaman 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau didakwa telah melakukan suatu tindak pidana itu diselidiki, disidik, dituntut, dan diadili. 90 Apa yang telah dibicarakan di atas merupakan pengertian hukum acara pidana dalam arti luas. Dalam arti yang sempit, berarti sejumlah ketentuan yang mengatur tindakan para pejabat penegak hukum hukum tertentu dalam melaksanakan tugas mereka untuk menyidik, menuntut, dan mengadili orang-orang yang disangka atau disangka atau didakwa telah melakukan tindakan yang terlarang dan diancam dengan sesuatu pidana oleh undang-undang. 91 E. Penyimpangan Prilaku Penyidik dalam Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Hukum dapat dilukiskan dalam hubungannya dengan tertib hukum yang diterima secara diam-diam maupun formal oleh masyarakat yang terdiri dari peraturan penting bagi masyarakat yang bersifat memaksa dengan menciptakan suatu alat khusus untuk menjamin pentaatannya. 92Tujuan dari penegakan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, menciptakan memelihara dan mempertahankan perdamaian, serta menjamin terlaksananya keadilan dan perlindungan terhadap hak martabat
90
Ibid,. Ibid,. 92 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, halaman 91
17-18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
manusia. Kepastian hukum yang ada menjadikan setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian hukum diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa perbedaan. 93 Hukum harus di bangun dan ditegakkan agar menjadi pedoman perilaku masyarakat. Penegakan hukum di Indonesia yang sebagian masyarakatnya yang belum memahami bahwa penegakan hukum merupakan tanggungjawab bersama dalam menegakkan hukum itu sendiri, menganggap hukum sebagai tindakan represif dari aparat hukum, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana seperti dalam tindakan penyelidikan penyidikan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana. 94 Penegakan hukum yang diharapkan pada akhirnya menimbulkan penyimpangan oleh aparat hukum seperti oleh Penyidik dalam melakukan tugasnya. Penyidik sebagai salah satu aparat hukum yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum, sehingga tugas dan wewenang yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga penegak hukum, tetapi dengan tugas dan kewenangan penyidik sebagai aparat hukum seringkali melakukan pelanggaran yang tidak searah, seperti misalnya mengabaikan hak-hak seseorang yang menjadi tersangka, melakukan penyidikan tidak sesuai dengan prosedur yang 93
journal.umi.ac.id/pdfs/Supremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib 94 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, halaman 118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ada. Banyak peristiwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat baik yang ditemukan dan disaksikan dengan mata kepala sendiri maupun melalui media elektronik ataupun yang dibaca diberbagai media cetak pada hakekatnya bersifat paradoks, dimana penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan sering terjadi penyimpangan. 95 Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas-tugas oleh penyidik dalam proses penyelidikan dan penyidikan menimbulkan kesenjangan bagi masyarakat yang sebagian tidak mengerti hukum di Indonesia ini sudah pasti menjadi korban kesalahan penyidik tersebut. Setiap hari masyarakat banyak memperoleh informasi tentang berbagai peristiwa kejahatan, baik yang diperoleh dari berbagai media massa cetak maupun elektronik. Peristiwa-peristiwa kejahatan tersebut tidak sedikit menimbulkan berbagai penderitaan/ kerugian bagi korban dan juga keluarganya. Berkaitan dengan korban kejahatan, perlu dibentuk suatu lemabga yang khusus menanganinya perlu disampaikann telebih dahulu suatu informasi yang memadai mengenai hak-hak apa saja yang dimiliki oleh korban dan keluarganya, apabila dikemudian hari mengalami kerugian atau penderitaan sebagai akibat dari kejahatan yang menimpa dirinya. 96 Penyimpangan yang terjadi akibat kesalahan penyidik sebagai aparat dalam penegakan hukum seperti dalam kasus salah tangkap, yang merupakan kesalahan penyidik dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan karena tidak sesuai 95
Ediwarman, Paradoks penegakan hukum pidana dalam perspektif kriminologi di indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No.1 Mei 2012 96 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi perlindungan Korban kejahatan antara norma dan realita, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, Halaman 52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prosedur yang ada. Akibatnya orang yang seharusnya tidak bersalah bisa menjadi tersangka, sebaliknya orang yang seharusnya menurut hukum bersalah bebas dari hukumannya. Ini jelas sangat tidak adil bagi si korban salah tangkap, yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada diri korban, yang kemudian harus menjalani hukuman yang tidak diperbuat oleh diri korban, tetapi diperuntukkan kepadanya, belum lagi korban mengalami kerugian-kerugian yang terjadi selama proses penyelidikan dan penyidikan. Hal ini tidak menetapkan komitmen untuk menegakkan Hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang No.39 tahun1999 tentang hak asasi manusia. 97 Penegak hukum terutama bagi Kepolisian sebagai penyidik yang memiliki hak untuk menangkap dan hak untuk menahan mengharapkan dapat melakukan tugasnya sendiri sebaik mungkin tanpa melakukan tindakan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian bagi orang-orang yang tidak bersalah. Terdapat faktorfaktor yang menyebabkan timbulnya kasus salah tangkap akibat kesalahan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan penyidik dalam proses penyelidikan dan penyidikan dalam terjadinya kesalahan dalam penangkapan oleh Kepolisian sebagai penyidik menurut J. Sirait yaitu: 98 a. Identitas tersangka yang kurang lengkap;
97
Ahmad Samawi, pendidikan hak asasi manusia, Dinamika penegakan hukum dan HAM, diakses pada jumat 1 februari 2013 15.30 Wib. 98 Hasil Wawancara dengan J. Sirait selaku Kanit I Wassidik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Keterangan saksi dari pihak korban salah tangkap yang memberikan kesaksian setelah diperiksanya korban; c. Adanya bukti-bukti yang kurang akurat. J.Pakpahan menambahkan dalam proses penyidikan yang telah dahulu dilakukannya penyelidikan oleh tim penyelidik yaitu terbagi dalam (1) satu tim, tim tersebut terdiri dari satu ketua tim dan dua anggota. Tiap tim bertanggung jawab dalam menyelidik suatu peristiwa pidana yang telah dibebankan tugas kepadanya. Tim tersebut bisa lebih dari (1) tim jika diperlukan dalam setiap peristiwa pidana. 99 Pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka sudah menjadi pembicaraan umum, mengetahui betapa buruknya prilaku para penegak hukum, jika diteliti masih banyak sekali tindakan ataupun prilaku penegak hukum yang buruk dan sewenangwenang. 100 Prilaku penyidik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dapat dengan mudah memproses hukum terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana tanpa bukti yang cukup kuat, dan menjatuhkan status seseorang menjadi tersangka pelaku tindak pidana. Terjadinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyidik bukan sekali, yang dapat dimaklumi jika terdapat unsur ketidak sengajaan sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan, namun dalam prakteknya sudah menjadi suatu berita umum yang dibicarakan bahwa seringnya didapati kesalahan penyidik tersebut dalam 99
Ibid http://projusticia.wordpress.com/proses-penyidikan-sesat-menghasilkan-keputusan-sesat, diakses pada hari jumat 1 februari pukul 15.30 Wib 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melaksanakan tugasnya, bahkan banyak diberitakan oleh media kesalahan yang terjadi merupakan kesalahan yang disengaja, yang berarti terdapat unsur kesengajaan melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyidik. 101 Aparat penegak hukum merupakan faktor terpenting dalam pencapaian keprofesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, aparat dapat dikatakan sebagai kunci dari fungsi penegakan hukum, agar tidak terjadinya ketimpangan-ketimpangan atas tegaknya hukum,oleh karena itu dari sisi aparat sebagai penegak hukum, yang memiliki faktor dominan dalam pengaruh penegakan saat ini diantaranya:
102
a. Faktor moralitas aparatur penegak hokum; b. Faktor kesejahteraan; c. Faktor pengawasan; d. Faktor waktu (masa jabatan); e. Faktor reward dan punishment; f. Faktor kemampuan; g. Faktor kepatuhan dan ketaatan; dan h. Faktor pengaruh lembaga.
101
Ibid., http://www.surabayapagi.com/index.php, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30
102
Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Aparat penegak hukum sangat berperan penting dalam proses penegakan hukum, karena aparat penegak hukum merupakan subyek dan obyek dari hukum. Mereka harus benar-benar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Mereka akan dinilai oleh masyarakat luas dalam melaksanakan tugasnya. Oleh sebab itu, baik buruknya penegakan hukum sangatlah bergantung pada kejujuran dari aparat penegak hukum itu sendiri. Jika penegak hukumnya saja tidak bisa menjalankan tugasnya dengan jujur, atau menyimpang dari apa yang harusnya dilakukan, masyarakat tidak akan percaya lagi dengan aparat penegak hukum. Dalam menegakan hukum, ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Semua itu harus selalu diperhatikan agar tidak ada ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat agar kehidupan bermasyarakat harmonis dan teratur.
103
Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, tidak konsistennya penegakan hukum, intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. 104 Pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia tidak seperti yang diharapkan masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini dinilai buruk, karena lemahnya penegakan hukum. Ini juga terjadi karena aparat penegak hukum 103
http://tikadianpertiwi.blogspot.com/2012/03/penegakan-hukum-di-indonesia.html, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib 104 Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang merupakan elemen-elemen penting dalam proses penegakan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana, seperti yang banyak terjadi belakangan ini, seperti korupsi. Masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Jika ini tidak segera diatasi dan disembuhkan maka dalam jangka panjang akan mengakibatkan lumpuhnya penegakan hukum di Indonesia.
105
Jika dianalisis dalam perspektif kriminologi ada 5 (lima) faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya paradoks dalam penegakkan hukum pidana di Indonesia: 106 a. Faktor hukum itu sendiri ( legal factor itself) Penegakan hukum yang merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan –keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pemikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum, dimana proses penegakan hukum menjangkau pula pada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum dituangkan dalam peraturan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan, akhirnya proses penegakan hukum
memuncak
pada
pelaksanaanya
oleh
pejabat
penegak
hukum.107
Penyimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum disebabkan kesalahan penegak hukum dalam menerapkan peraturan hukum tersebut, sehingga
terjadinya
105
Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 12-13 Ediwarman, Paradoks penegakan hukum pidana dalam perspektif kriminologi di indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No.1 Mei 2012 107 Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 24 106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penyimpangan hukum mengakibatkan hukum tersebut gagal dijalankan oleh penegak hukum. Semakin baik suatu peraturan hukum, akan semakin memungkinkan penegakannya. Sebaliknya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin sukarlah penegakannya. Sekarang bagaimana peraturan hukum yang baik mengenai hukum pidana, Secara umum peraturan yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara juridis, sosiologis dan filosofis. Peraturan hukum secara juridis menurut Hans Kelsen adalah apabila peraturan hukum tersebut penentuannya dibuat berdasarkan kaidah-kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini perlu diperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini masih merupakan produk warisan kolonial Belanda, umurnya sudah lebih 100 tahun. Seharusnya dewasa ini sudah perlu dilakukan pembaharuan secara komprehensif agar tidak terjadi paradoks dalam penegakkan hukum pidana. 108 Setiap peraturan hukum yang berlaku haruslah bersumber kepada peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti bahwa setiap peraturan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Tentu hal ini kembali ke asas hukum yaitu azas Lex posteriori derogat legi priori yang menyatakan apabila terjadi konflik antara undang undangyang lama dengan undang-undang yang baru dan undang-undang yang baru tidak mencabut undang-undang yang lama, maka yang berlaku undang-undang yang baru, tetapi
108
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam penegakan hukum pidana tidaklah demikian, tetap saja orang dihukum dan ini berjalan terus. Suatu hukum berlaku secara filosofis apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechts idee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Di Indonesia cita-cita hukum positif yang tertinggi adalah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
109
b. Faktor penegak hukum (law enforcement factor) Aparat Penegak Hukum merupakan salah satu kunci dalam keberhasilan tegaknya hukum itu sendiri, karena penegak hukum yang diberikan tugas, wewenang dan bertanggungjawab atas tegaknya hukum yang dibuat. Walaupun penegak hukum terlihat begitu sibuk bekerja, namun situasi dunia berhukum tidak memiliki perubahan. Hukum tetap gagal memberikan keadilan ditengah penderitaan dan kemiskinan yang hampir melanda sebagian besar rakyat. Supremasi hukum yang selama ini didengungkan hanyalah menjadi tanda tanpa makna. Teks-teks hukum hanya permainan bahasa yang cenderung menipu dan mengecewakan. 110 Terjadinya fenomena peradilan yang sering menyakiti rasa keadilan kepada simiskin yang tak berdaya seperti terjadinya kasus salah tangkap yang terkadang terjadi karena adanya unsur kesengajaan
oleh penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum, dengan
melakukan penyiksaan kekerasan fisik serta tekanan psikis untuk merekayasa buktibukti untuk mendapat penyelesaian suatu perkara. Ini jelas terjadinya akibat
109 110
Ibid Sadjipto rahardjo, Op.cit, halaman 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kurangnya profesionalitas yang ada pada diri seorang penegak hukum. 111 Untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan tersebut, sewajarnya ketentuan hukum pidana yang ada diefektifkan dan disempurnakan sehingga menjadi tercapai tujuan dalam menerapkan hukum tersebut. 112 Penegak hukum yang terkait langsung dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta praktisi hukum lainnya yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan penegakan hukum ditengah masyarakat. Penegakan hukum dapat dilakukan apabila para penegak hukum tersebut adalah seorang yang profesionalisme, bermental tangguh dan mempunyai integritas moral, etika yang tinggi. c. Faktor sarana (means factor) Peraturan hukum yang dibuat oleh pembuat Undang-undang terjadi ketimpangan dalam menerapkan dilingkungannya, misalnya dapat terjadi karena peraturan tersebut memerintahkan dilakukannya sesuatu yang tidak didukung oleh sarana yang mencukupi, sehingga berakibat gagalnya hukum yang dibuat tersebut. 113 Sarana dan prasarasana yang memadai tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan sebagaimana mestinya, sarana tempat dimana akan dilakukan proses penegakan hukum misalnya, kantor kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan dan juga prasarana didalamnya tidak memadai mengakibatkan kurang nyamannya proses
111
Agus Pranata, http://aguespranata.blogspot.com/2012/07/membongkar-kasus-peradilansesat.html, diakses pada jumat 1 februari pukul 15.30 Wib 112 Barda Nawawi Arief, Op.cit, Halaman 187 113 Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penegakkan hukum karena faktor keamanan dan lain sebagainya. Demikian juga tak kalah pentingnya skill aparat dari segi hukum dan terampil dalam menjalankan tugasnya, peralatan dan keuangan yang cukup. Proses pemeriksaan perkara di pengadilan berjalan sangat lamban, demikian juga pemeriksaan perkara pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung yang sampai saat ini ribuan perkara masih menumpuk. Hal ini disebabkan karena jumlah Hakim yang tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus diperiksa dan diputus serta masih kurangnya sarana atau fasilitas lain untuk menunjang pelaksanaan peradilan yang baik. Demikian pula pihak kepolisian, kejaksaan belum mempunyai peralatan yang canggih untuk mendeteksi kriminalitas dalam masyarakat. Ketiadaan peralatan modern mengakibatkan banyak kejahatan dalam masyarakat yang belum terungkap misalnya kejahatan perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
d. Faktor masyarakat (community factor) Hukum dibuat untuk dilaksanakan, oleh sebab itu , penegakan hukum selalu melibatkan manusia dan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai bekerjanya hukum. Maka hukum berada diantara dunia nilai-nilai atau ide-ide dengan dunia kenyataan sehari, karena hal tersebut akibatnya sering terjadi ketegangan pada saat hukum itu diterapkan. Saat hukum yang sarat akan nilai-nilai hendak diwujudkan, maka hukum sangat terkait erat dengan berbagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
macam faktor yang mempengaruhi lingkungan terutama struktur sosial masyarakat dimana hukum diberlakukan. 114 Lembaga penegak hukum yang harus menjalankan tugas dan pekerjaannya ditengah-tengah masyarakat, tidak dapat mengabaikan peranan dari lingkungan masyarakat tersebut. Pertama karena lembaga penegak hukum mendapat serta menggali sumber daya nya dari lingkungan tersebut, baik berupa manusia maupun sumber daya lainnya. Lembaga tampaknya tidak dapat melaksanakan tugasnya secara “membabi buta”begitu saja melainkan dituntut untuk membuat perhitunganperhitungan yang realistis yang tidak lain memberikan perhatian terhadap efisien kerja lembaga sebagai penegak hukum yang baik. 115 Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di masyarakat, dalam hal ini yang penting adalah kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, semakin baik pula penegakan hukum. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka semakin sulit melaksanakan menegakkan hukum yang baik, yang dimaksud dengan kesadaran hukum witu, antara lain, adalah pengetahuan tentang hukum, penghayatan fungsi hukum, ketaatan terhadap hukum. Kesadaran hukum merupakan pandangan hukum dalam masyarakat tentang apa hukum itu.
114 115
Satjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 7 Ibid, halaman 24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. Faktor budaya (cultural factor) Faktor budaya pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Hukum adat tersebut merupakan kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat banyak. Akan tetapi di samping itu berlaku pula hukum tertulis (perundang-undangan) yang dibentuk oleh pemerintah. Hukum itu harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat agar hukum itu dapat berjalan secara efektif. Sedangkan kebiasaan mempengaruhi para penegak hukum dalam penegakan hukum itu sendiri, misalnya adanya kebiasaan yang kurang baik dalam penegakan hukum pada umumnya berupa pemberian amplop dengan dalih apapun untuk penyelesaian suatu perkara baik pidana maupun perdata. Kebiasaan tersebut sudah dianggap budaya ditengah-tengah pencari keadilan yang sudah merupakan suatu penyakit kronis yang sulit untuk diperbaiki. Padahal kebiasaan yang dianggap budaya tersebut adalah kebiasaan yang melanggar norma yang ada baik norma hukum maupun norma adat yang mengedepankan budaya malu untuk berbuat yang melanggar ketentuan hukum yang ada. 116 Berkaitan dengan perilaku menyimpang tersebut, teori-teori sosiologi, baik yang termasuk dalam kategori klasik maupun modern, telah memberikan penjelasan yang cukup memadai untuk dijadikan pijakan kita dalam rangka memahami sebabsebab terjadinya perilaku menyimpang. Dimulai dari Durkheim dengan konsepnya tentang anomie yaitu suatu situasi tanpa norma dan arah yang tercipta akibat tidak 116
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
selarasnya harapan kultur dengan kenyataan social. Selanjutnya, Merton mencoba menghubungkan anomie dengan penyimpangan social. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa sebagai akibat dari proses sosialisasi, individu belajar mengenal tujuan-tujuan penting kebudayaan dan sekaligus mempel;ajari cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut yang selaras dengan kebudayaan. Apabila kesempatan untuk mencapai tujuan yang selaras dengan kebudayaan tidak ada atau tidak mungkin dilakukan, sehingga individu-individu mencari jalan atau cara alternative, maka perilaku itu bisa dikatakan sebagai perilaku menyimpang. 117 Sistem penegakan hukum tidak lepas dari sistem hukum yang berlaku saat ini, yang banyak memiliki kelemahan sehingga hukum sulit ditegakkan dan banyak mengandung friksi serta potensi konflik. Paling tidak terdapat 5 (lima) karakteristik yang harus dikembangkan dalam pembangunan sistem hukum di Indonesia: 118 1. Sistem Hukum yang berkedaulatan Rakyat, dimana hukum dibuat sesuai dengan kepentingan rakyat bukan kepentingan penguasa atau kepentingan wakil rakyat yang tidak mewakili rakyat, karena di Negara demokratis rakyatlah yang memegang kedaulatan, secara filosofis sistem hukum yang mampu membawa kemaslahatan bagi rakyat banyak. 2. Sistem Hukum yang Berdasarkan hukum, hukum dibuat secara benar dalam arti dilakukan secara prosedural, tidak bertentangan dengan hukum
117
Suyoto, http://fisipsosiologi.wordpress.com/mata-kuliah/sosiologi-kriminalitas, Perilaku menyimpang dalam perspektif sosiologis, di akses pada hari jumat 1februari 2013 15.30 Wib 118 Bibit Samad Rianto, halaman Op.cit halaman 145
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang lebih tinggi, tidak menimbulkan friksi dengan peraturan lainnya sehingga tidak membuka potensi konflik di dalam masyarakat. 3. Sistem hukum yang Bersanksi Sosial, mengandung dua macam makna, pertama hukum dipatuhi dalam arti berlaku secara sosial dan hukum mampu menggunakan fasilitas sosial sebagai sanksi atas pelanggaran ringan seperti pelanggaranlalu lintas, dengan sanksi sosial seperti tidak bisa belanja dengan credit card atau ATM tidak boleh masuk ke fasilitas umum dan sebagainya, sehingga merasakan sanksi sosial seperti halnya sanksi adat pada hukum adat. 4. Sistem Hukum yang Mewadahi Partisipasi Masyarakat, merupakan suatu sistem hukum yang memungkinkan pelibatan semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan aparat penegak hukum untuk berpartisipasi dalam proses penegakan hukum secara preventif melalui kampanye pencegahan kejahatan yang di motori oleh pemerintah pusat dan polisi. 5. Sistem Hukum yang Berdasarkan Kontijensi, dalam pengertian bahwa Sistem Hukum yang mampu menangani kondisi yang memerlukan kecepatan tindakan hukum dengan menggunakan ketentuan lain diluar hukum acara biasa. Karena dengan Hukum Acara Biasa masalahnya akan berkembang menjadi tidak terkendali. Di negara-negara tertentu dikenal dengan National Security Act, tanpa melibatkan tentara dalam menangani kasus-kasus yang menimbulkan ancaman serius di bidang keamanan Negara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sistem hukum seperti tersebut di atas diharapkan penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan baik sehingga rasa aman masyarakat dapat tewujud dan masyarakat serta pemerintah dapat melaksanakan kegiatan sehari- hari secara wajar tanpa mengalami gangguan. Penegakan hukum dilaksanakan melalui 5 (lima) kegiatan (fungsi) kepolisian yaitu: 119 1. Deteksi kepolisian (untuk menemukan kerawanan keamanan dan memprediksi sasaran operasi. 2. Preemtif ( untuk menangani masalah pada hulu permasalahan) 3. Preventif (untuk mengondisikan agar situasi rawan tidak menimbulkan gangguan keamanan, mengondisikan lingkungan fisik dan sosial yang tidak membuka peluang terjadinya gangguan keamanan/kejahatan, mencegah orang menjadi pelaku kejahatan dan korban kejahatan serta mencegah penjahat kambuhan tidak melakukan kejahatan lanjutan) 4. Represif (penindakan terhadap gangguan keamanan dan penyidikan terhadap kejahatan). 5. Rehabilitasi (pemulihan kembali dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya gangguan keamanan dan kejahatan baik secara fisik maupun secara psikologis). Masalah penegakan hukum di Indonesia ini harus segera diatasi agar bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, tidak ada ketimpangan hukum. Masalah ini harus 119
Ibid, 234
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditangani oleh seluruh warga Negara Indonesia, mulai dari rakyat kecil sampai pemerintah. Selain Perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki membuat undang-undang hukum yang jelas dan tegas agar tidak disalah artikan oleh masyarakat. Penegakan hukum harus terus diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Jika memang orang itu bersalah, maka harus dihukum sesuai hukum yang berlaku tanpa pengecualian, seorang pejabat sekalipun. 120 Untuk menumbuhkan peran serta masyarakat dalam penegakan hukum, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat akan hukum. Ini sangatlah penting karena apabila kesadaran masyarakat akan hukum sudah tumbuh maka secara tidak langsung peran serta masyarakat dalam upaya penegakan hukum akan tumbuh dengan sendirinya. Kesadaran masyarakat sendiri akan tumbuh bila adanya jaminan hukum, perilaku aparatur Negara yang jujur dan berwibawa, serta tegaknya media masa dalam menyampaikan berita. Tumpuan negara, bangsa dan masyarakat terletak sepenuhnya dipundak kepolisian. Tugas pokok kepolisian tersebut akan menguji kemampuan kepolisian apakah dapat mengembannya, namun tidak dapat dipungkiri, tugas pokok tersebut sangat merepotkan kepolisian disebabkan beberapa faktor antara lain: 121
120
Kusnu goesniadhie s, Makalah hukum, perspektif moral penegakan hukum yang baik, diakses pada jumat 1februari 2013 pukul 15.30 Wib 121 Supriadi, Etika dan tanggung jawab profesi hukum di indonesia, Sinar grafika, Jakarta, 2008, halaman 134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Terbatasnya anggota kepolisian Republik Indonesia; 2. Minimnya sarana pendukung yang menopang kepolisian dalam menjalankan tugasnya; 3. Sumber daya manusia yang masih relatif kurang; 4. Minimnya anggaran yang diberikan kepada kepolisian. Mewujudkankan tugas pokok sebagaimana yang diatur dalam pasal 13 UU Nomor 2 tahun 2002 kepolisian seringkali melakukan pengamanan dan ketertiban masyarakat. Pada satu sisi, masyarakat yang akan ditertibkan tidak memahami tugas kepolisian sebagai aparat negara dalam mejaga keamanan dan ketertiban, sehingga seringkali beringas dan ganas dan sering polisi mendapatkan perlakuan yang sangat kasar. Sementara itu, polisi pada sisi lain sebagai manusia biasa mempunyai kadar kesabaran dalam menangani masyarakat, sehingga seringkali terdapat oknum polisi yang menggunakan kekerasan. 122 Penggunaan kekerasan oleh polisi dalam menangani
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat
seringkali
timbul
yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan prilaku dalam penegakan hukum.
122
Ibid,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA