BAB II TINJAUANUMUM TENTANG WARALABA DAN HAL ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
2.1. Perihal Waralaba 2.1.1. Pengertian Waralaba dan Dasar Hukumnya Waralaba atau istilah lainnya yang dikenal dengan istilah Franchise. Istilah Franchise itu sendiri berasal dar kata Prancis yakni “Franchir”, yang memiliki arti memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat daripada pengertian Franchise adalah mandiri dan bebas.1 Franchise sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu francorum rex yang artinya "bebas dari ikatan", yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usah Sedangkan pengertian franchise berasal dari bahasa Perancis abad pertengahan diambil dari kata "franc'" (bebas) atau "francher" (membebaskan), yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa, Oleh sebab itu, pengertian franchise diinterpretasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu, atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untuk orang lain dilarang. Dalam bahasa Inggris
franchise
diterjemahkan dalam
pengertian privilege (hak istimewa/hak khusus). Di Amerika Serikat, franchise diartikan konsesi. Di Indonesia waralaba didefinisikan sebagai hak untuk memasarkan barang-barang atau jasa perusahaan (company's goods and service) dalam suatu
1
H.U. Adil Samadani, 2013, Dasar – dasar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, h. 93
wilayah tertentu.Hak tersebut diberikan oleh perusahaan kepada seseorang atau kelompok individu, kelompok marketing, pengecer, atau grosir. 2“Franchise juga diartikan suatu sistem pemasaran atau sistem usaha untuk memasarkan produk atau jasa tertentu”.3 Definisi waralaba juga diberikan oleh Institut Pendidikan dan Management yang antara lain mendefinisikan waralaba sebagai berikut : Waralaba adalah suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha dengan cara, waktu, dan lokasi tertentu kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah. Waralaba merupakan sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor, sedangkan pembeli hak untuk menggunakan metode tersebut disebut franchisee. Waralaba merupakan suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan franchisee.Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus-menerus pada bisnis waralaba melalui penyediaan pengetahuan dan pelatihan.Franchisee beroperasi dengan menggunakan
2
M. Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini, Tinjauan Hukum Bisnis , Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 135. 3
Farida Hasyim, 2011, Hukum Dagang, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, h. 57.
merek dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor.Franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya. Dari sudut bisnis, ada beberapa pengertian waralaba. Juadir Sumardi, dalam konferensi pers mengenai konsep perdagangan baru yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1991, mengemukakan bahwa franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat, Pemilik dari metode ini disebut "franchisor", sedangkan pembeli yang berhak untuk menggunakan metode ini disebut “franchisee”4 Pada awalnya, istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai maka kemudian masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia. Istilah franchise selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. Kemudian istilah franchisecoba di-Indonesiakan dengan istilah "waralaba" yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM). Waralaba berasal dari kata "wara" (lebih atau istimewa) dan "laba" (untung) sehingga waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa.
4
J. Sumardi. 1995, Aspek-aspek Hukum franchise dan Perusahaan Transnational, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 51.
Rooseno Hardjowidigdo, mengemukakan bahwa franchise adalah suatu sistem usaha di bidang perdagangan atau jasa yang khas atau memiliki ciri bisnis berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, dan merek), bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan, rencana pemasaran, serta bantuan operasional.5 Dari sudut hak atas kekayaan intelektual, Ferro Sinambela mendefinisikan franchise adalah semua hak milik yang berhubungan dengan bidang usaha atau kepemilikan yang berhubungan daya pikir, seperti merek dagang, nama perusahaan label perusahaan, model barang penemuan, hak cipta, know how atau hak paten yang digunakan untuk tujuan penjualan barang-barang atau jasa-jasa kepada konsumen.6 Dari sudut hubungan kemitraan usaha dan perjanjian, waralaba dap didefinisikan sebagai berikut. Dalam bukunya, A. Abdurrahman menyebutkan "Secara umum waralaba yang dikenal dengan istilah franchise berarti suatu persetujuan atau perjanjian (kontrak) antara leveransir dan pedagang eceran at pedagang besar, yang menyatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberi kepada yang tersebut terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produk dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak".15
5
R. Hardjowidigdo, 1993, Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise , Makalah pada Penemuan Ilmiah Tentang Usaha Franchisee, Dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta., h.16. F. Sinambela, 2000, “Peraturan Perjanjian Kerja Antara Pengusaha dan Pekerja Pada Perusahaan Waralaba (franchisee) Kotamadya Medan”,Tesis Fakultas Hukum Univertsitas Sumatera Utara, , Medan, h. 50. 6
Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, terutama dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007, waralaba diartikan. Sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba ditegaskan bahwa: Waralaba (franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan; atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa perusahaan waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberi hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Sedangkan penerima
waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Dengan demikian maka pada prinsipnya, penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja, dalam pembukaan kantor cabang segala sesuatu didanai dan dikerjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan perluasan usaha didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan franchisee atas risiko dan tanggungjawabnya sendiri, dalam bentuk usaha sendiri, tetapi sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjuk franchisor. Pada sisi lain, waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk distribusi dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Hanya saja distributor menyelenggarakan sendiri kegiatan penjualannya, sedangkan dalam bisnis waralaba, franchisee melaksanakan segala sesuatunya berdasarkan arahan atau petunjuk atau instruksi yang telah ditetapkan atau digariskan oleh franchisor. Meskipun terdapat perbedaan dalam merumuskan definisi waralaba sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi pada umumnya, seperti dikemukakan oleh Jetro K. Libermann dan George J. Siedel, waralaba memiliki unsur-unsur, yaitu sebagai berikut. 1. Franchise merupakan perjanjian timbal balik antara franchisor dan franchisee. 2. Franchisee berkewajiban membayar fee kepada franchisor.
3. Franchisee diizinkan menjual dan mendistribusikan barang atau jasa franchisee menurut cara yang telah ditentukan franchisor atau mengikuti metode bisnis yang dimiliki franchisor. 4. Franchisee, menggunakan merek nama perusahaan atau juga simbolsimbol.7
2.1.2. Pihak- pihak yang terkait di dalam perjanjian waralaba Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (yang sekarang diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007), masalah waralaba menjadi persoalan besar, karena pewaralaba (franchisor) harus menggantungkan pada kesepakatan yang tertulis di dalam kontrak kerja sama. Artinya kedua belah pihak harus sangat teliti dan hati-hati atas apa yang disepakati, karena kegunaan kontrak adalah “mengakomodasi kehendak para pihak, dan mengesahkan kesepakatan sesuai dengan asas konsensualisme dan asas kebebasan bertanggungjawab”. 8 Menjalankan suatu bisnis Waralaba terdapat suatu bentuk kerjasama antara para pihak – pihak yang terkait didalam suatu bisnis Waralaba antara lainnya Pihak Franchisor adalah pihak yang menjual hak dagangnya atau merek dagangnya kepada pihak lain melalui suatu pernjanjian lisensi. Selain itu terdapat juga pihak Franchisee merupakan pihak yang menggunakan merek dagang yang
7
8
F. Sinambela, Op.cit., hal. 52.
Muhamad Rizal, 2012, Hukum Bisnis Suatu Pengantar, Teori dan Aplikasi Dalam Bisnis Modern, Widya Padjadjaran, Bandung, h. 9.
dimiliki oleh pihak franchisor dengan membayar royalti dan biaya lain yang telah ditentukan didalam perjanjian yang sudah dibuat terlebih dahulu oleh para pihak. Ketentuan dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah dinyatakan bahwa: semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-undang berlaku bagi mereka yang membuatnya, persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang, Persetujuan tersebut harus dilaksanakan dengan itikad yang baik. Azas kebebasan berkontrak itu sendiri adalah azas yang diberikan oleh undang-undang kepada setiap orang atau masing-masing pihak untuk dengan bebas menentukan isi dan bentuk perjanjian yang dibuat, “namun terhadap kebebasan itu oleh hukum diberikan batasan yaitu tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”.9 Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan, dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchiseenya.Di dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian waralaba dan perpanjangannya, serta ketentuan lain yang mengatur antara franchisor dengan franchisee. Peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian waralaba, sebelum adanya aturan yang khusus untuk mengatur waralaba, yaitu sebagai berikut. 9
h.17.
Suhardana F.X, 1996, Hukum Perdata 1. Gramedia Pustaka Utama Jakarta,
1. Peraturan tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang ketentuan yang dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba; 2. Peraturan tentang hak milik intelektual, yaitu hak paten, merek dan hak cipta 3. Peraturan hukum tentang perpajakan, yaitu pertambahan nilai dan pajak penghasilan; serta 4. Peraturan hukum tentang ketenagakerjaan. Berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang waralaba (yang diganti menjadi Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007) dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba mewajibkan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem waralaba melakukan perjanjian waralaba. Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Berkaitan dengan sudut yuridis dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/MDag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dikenal adanya pemberi dan penerima waralaba, di
air keduanya ada suatu perjanjian atau kontrak waralaba yang wajib didaftarkan kepada Departemen Perdagangan. Setiap perjanjian waralaba sekurang-kurangnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1) Adanya minimal dua pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee, di mana pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba, sementara pihak franchisee merupakan pihak yang menerima bisnis waralaba tersebut. 2) Adanya penawaran dalam bentuk paket usaha dari franchisor. 3) Adanya kerja sama dalam bentuk pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan franchisee. 4) Dipunyainya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan memanfaatkan paket usaha milik pihak.franchisor. 5) Terdapat kontrak tertulis berupa perjanjian 'Baku antara pihak "franchisor dengan pihak franchisee. Setiap perjanjian waralaba memiliki tiga prinsip, yaitu harus jujur dan jelas, tiap pasal dalam perjanjian harus adil, serta isi dari perjanjian dapat dipaksakan berdasarkan hukum.
2.1.3. Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi di dalam Melakukan Bisnis Waralaba Setiap perusahaan baik itu perusahaan swasta maupun pemerintah umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mencari keuntungan. Untuk terwujudnya tujuan utama dari perusahaan yaitu agar memperoleh laba yang
maksimal guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya maka disini diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mendirikan suatu usaha. Mendirikan suatu perusahaan waralaba sudah tentu harus memenuhi syarat-syarat baik yang ditentukan oleh kedua belah pihak yang diatur dalam suatu perjanjian maupun keikutsertaan pemerintah dalam bentuk perundang-undangan maupun dalam urusan perpajakan. Syarat –syarat tersebut meliputi : 1. Usaha waralaba yang dibeli merupakan suatu prototipe usaha yang terbukti sukses. 2. Memiliki tim manajemen yang kuat yang terdiri dari karyawan, manajer, dan direktur 3. Memiliki modal yang memadai untuk memulai dan mengembangkan suatu bisnis waralaba . 4. Memiliki identitas dagang yang khas, berbeda, dan dilindungi oleh hukum. 5. Memiliki metode operasi dan manajemen yang terbukti dan dituangkan dalam bentuk manual operasional tertulis yang komprehensif dan tidak mudah ditiru oleh pesaing. . 6. Memiliki program pelatihan yang sistematis dan aplikatif bagi franchisee. 7. Memiliki staf pendukung lapangan (franchise support] yang terlatih dan profesional. 8. Memiliki dokumen sah yang komprehensif yang mencerminkan strategi bisnis perusahaan dan kebijakan operasinya. 9. Usaha waralaba yang ditawarkan memiliki permintaan pasar yang terbukti memadai.
10. Memiliki sekumpulan standar arsitektur dan kriteria pemilihan lokasi yang seragam. 11. Memahami pesaing langsung maupun tidak langsung dengan tepat 12. Memiliki hubungan dengan pemerintah, pemasok, lembaga keuangan. developer, dan sumber daya penting lainnya. 13. Memiliki
sistem
penyaringan
dan
rekruitmen
franchisee
untuk
mengidentifikasi kualifikasi atas persyaratan yang harus dipenuhi calon franchisee, 14. Memiliki sistem pelaporan dan pencatatan yang efektif untuk menjaga kinerja franchisee dan memastikan bahwa royalti dilaporkan secara akurat dan dibayar tepat waktu. 15. Memiliki kemampuan dan fasilitas riset dalam mengembangkan produk dan jasa baru bagi konsumen secara kontinyu. 16. Memiliki sistem komunikasi yang mempermudah dialog terbuka dan berkesinambungan dengan franchisee. 17. Memiliki program advertising, pemasaran, dan kehumasan di tingkat lokal, daerah. nasional, bahkan internasional.
2.3. Pengaturan Hukum Waralaba di Indonesia Seperti yang telah diuraikan pada sebagian sebelumnya, sebelum munculnya perangkat hukum yang mengatur waralaba di Indonesia, waralaba yang berhubungan dengan hak milik intelektual telah diatur lewat UndangUndang Hak Cipta, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Merek. Saat itu,
yang perlu dipersoalkan ialah bagaimana memberikan perlindungan kepada investor karena banyaknya penawaran yang menggiurkan dan franchisor sering kali membuat para investor bersedia mengikuti segala kemauan, prosedur, dan klausul yang diajukan. Franchisor hampir tidak memiliki risiko langsung, sementara franchisee selain berhadapan dengan risiko investasi, risiko persaingan, kesalahan manajemen, dan pangsa pasar, juga harus membayar royalti. Belum lagi menghadapi risiko perlakuan tidak adil berupa mekanisme kontrol franchisor yang berlebihan, pencabutan hak waralaba oleh franchisor, atau memberikan hak waralaba kepada pengusaha lain. Sebelum munculnya perangkat hukum yang mengatur waralaba di Indonesia, menurut Sudargo Gautama, perlindungan tetap bisa dilakukan melalui kontrak waralaba yang dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat.Hal tersebut sesuai dengan KUHPerdata yang secara tegas mengakui bahwa perjanjian yang disepakati oleh beberapa pihak, mengikat mereka sebagai hukum.10 T. Mulya Lubis yang melemparkan alternatif choice of law atau pilihan hukum alternatif. "Kalaupun kalangan pengusaha domestik maupun asing belum percaya pada sistem peradilan Indonesia, mereka masih memiliki alternatif dengan membuat choice of law dalam kontrak yang dibuatnya.Artinya jika terjadi perselisihan bisa dipilih forum yang menangani dan hukum yang diterapkan.11
10
G. Sudargo, 1985, Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, PT. Alumni, Bandung , h. 9. 11
Ibid.
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba,
eksistensi
bisnis
waralaba
di
Indonesia
telah
mengalami
perkembangan yang cukup signifikan serta telah mendapat pengakuan dan berbagai, kalangan pelaku usaha dan pakar hukum bisnis. Namun, para ahli hukum ekonom, menerus melakukan berbagai, kajian dan seminar mengenai, waralaba. Sistem waralaba telah berkembang pesat di Indonesia, namun pada saat itu masalah
dasar
hukumnya
masih
dipersoalkan.Berbagai
kalangan
yang
berpendirian bahwa suatu lembaga baru, belum diakui, keberadaannya jika belum ada dasarnya. Seolah-olah semua kegiatan kemasyarakatan hanya dapat dibenarkan serta harus menunggu untuk eksis dan berkembang setelah ada peraturan perundang-undangan. Meskipun belum ada dasar hukumnya, tetapi kenyataannya pelaksanaan Waralaba melalui suatu perjanjian telah diatur dalam Buku III Kitab Undang Hukum Perdata sehingga semua perjanjian dapat dibenarkan selama diadakan secara sah serta tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan (pasal 1320 KUHPerdata) . Sikap ini tercermin dari pendirian Mahkamah Agung dalam menghadapi lembaga leasing, di mana lembaga tersebut sama seperti waralaba yang belum diatur oleh undang-undang (dalam arti formal). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 131K/ PDT/1987 tanggal 14 November 1988.Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut telah menjadi tonggak sejarah untuk dijadikan landasan hukum bagi waralaba.
Terbentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dikeluarkan untuk mengembangkan daripada kegiatan waralaba sebagai upaya pemerintah memperluas kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan upaya meningkatkan pelaksanaan alih teknologi serta memberikan suatu kepastian Hukum bagi dunia usaha yang menjalankan bisnis Waralaba terutama di bidang pengaturan, pembinaan dan pengembangan waralaba. Rumusan Waralaba yang berkaitan dengan PP No 16 Tahun 1997 dapat diuraikan seperti Waralaba suatu perikatan, Waralaba melibatkan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan HKI atas penemuan atau cirri khas usaha dan Waralaba diberikan dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang/ jasa. Berlakunya Peraturan Pemerintah Waralaba
Nomor 42 Tahun 2007 tentang
menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 16 tahun 1997. Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba ini dilandasi upaya pemerintah meningkatkan pembinaan usaha waralaba di seluruh Indonesia sehingga perlu mendorong pengusaha nasional, terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai franchisor nasional yang andal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangaka memasarkan produk dalam negeri.Pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas franchisor baik franchisor dalam negeri maupun dari luar negeri guna menciptakan transformasi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh usaha nasional dalam memasarkan barang dan / jasa melalui bisnis waralaba. Didalam PP Nomor 42 tahun 2007 memuat salah satu point penting
yaitu persyaratan bisnis yang diwaralabakan adapun persyaratannya seperti bisnis meiliki ciri usaha, terbukti telah memberikan keuntungan, memiliki standar atas pelayanan barang dan / jasa yang dibuat secara tertulis, mudah dijalankan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang berkesinambungan serta hak atas kekyaan intelektual yang terdaftar. Berdasarkan Pasal 8 PP Nomor 42 Tahun 2007 pemberi Waralaba harus memberikan pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan dan jika hal ini tidak dilakukan maka pemberi waralaba dapat dikenakan saksi administrattif berupa pencabutan tanda Surat Pendaftaran Waralaba (STPW).12
2.2. Perihal Hak Kekayaan Intelektual 2.2.1. Pengertiandan Sejarah Hak atas Kekayaan Intelektual Sejarah mengenai HKI tidak dapat lepas dari tiga cabang utama HKI yaitu Hak Cipta, Hak Paten dan hak Merek. Dimasa lampau untuk membedakan suatu produk baju atau gerabah dari seorang pedagang dengan produk sejenis dari pedagang yang lain digunakan kata atau symbol dengan maksud pembeda. Pada masa lampau sejenis tanda yang juga berfungsi seperti merek telah lama digunakan oleh para pedagang untuk membedakan asal barang yang diperdagangkan dimana beberapa cara yang digunakan dengan memberi tanda resmi (hallmark). Di Negara Eropa, merek telah dikembangkan oleh para pedagang untuk membedakan produk mereka dari produk dagang lainnya selama 12
M.Muchtar Rivai, 2012, Pengaturan Waralaba di Indonesia : Perspektif Hukum Bisnis, STI Ahmad Dahlan Jakarta, Vol 1 Nomor 2, Juli – Desember 2012, h. 162
ribuan tahun. Sampai dengan abad 18 perlindungan merek di Negara maju hanya dilindungi oleh Common Law.Perlindungan hukum merek berdasarkan Common Law di Amerika Serikat berakhir tahun 1870 saat pemerintah membuat UU Merek Fedral yang pertama. UU mengalami beberapa kali perubahan diantaranya tahun 1881, tahun 1905 dan tahun 1920 dan saat ini UU Merek Fedral yang digunakan di AS adalah The Lanham Act yang diundangkan tahun 1946.13 Lahirnya Paten dapat ditelusuri pada awal tahun 1300-an pertama diperkenalkan melalui The Venice Law. Paten diberikan pada saat itu tidak difokuskan pada aplikasi ide – ide baru tetapi lebih difokuskan pada konstruksi model. The Venetian Patent act dianggap sebagai hukum paten yang pertama. UU tersebut memperkenalkan hak ekslusif pertama untuk jangka waktu yang terbatas sebagai sebuah kebijakan ekonomi kepada para inventior yang tinggal di venice. Alasan dan tujuan pemberian paten adalah alasan dan tujuan pemberian paten kepada inventor tidak selalu ditunjukan untuk mendorong para inventor untuk menemukan teknologi baru tetapi mendorong para penanam modal asing untuk membawa teknologi mereka ke Venice. Inilah yang membedakan antara sistem paten Venice dengan modern
yang lebih ditunjukan pada upaya untuk
menemukan invensi dibidang teknologi yang baru. Pada akhir abad 18, Prancis dan AS membuat UU paten mereka yang pertama dan didalam perkembangan selanjutnya sistem paten AS dianggap sebagai yang paling dinamis di dunia karena UU paten Negara tersebut sangat sensitif dalam mengatur dan melindungi
13
Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 4
perkembangan terbaru dibidang teknologi kedalam hukum Paten seperti perlindungan bioteknologi, metode bisnis, software dan metode perawatan kesehatan. Sejarah hak Cipta didalam Common Law pararel dengan sejarah Paten dimana kedua cabang ini tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pemberian monopoli kepada pedagang gilda.Hak Cipta pertama diberikan di Inggris berdasarkan keputusan kerajaan pada tahun 1556 dan karena alasan politis bisnis penerbitan ini diserahkan ke tangan peusahaan alat – alat tulis.Melalui keputusan tersebut, hak esklusif terkait penerbitan buku diserahkan ke tangan penerbit bukan pengarang yang mencangkup hak untuk mengontrol penerbitan dan penjualan buku yang berlaku selamanya. Dalam perkembangannya selanjutnya fokus hak Cipta yang semula hanya hak untuk mengcopy ternyata telah berkembang lebih luas
mencangkup sekumpulan hak – hak ekslusif seperti mengumumkan,
mempertunjukan dan hak- hak terkait karya turunan. Bahkan didalam uu hak cipta tidak hanya karya seni, sastra dan music, perangkat lunak computer, database dan karya arsitektur.14 Hak kekayaan intelektual adalah bagian dari hukum harta benda (hukum kekayaan), hak kekayaan intelektual merupakan hak perseorangan yang sifatnya tidak berwujud.Istilah hak kekayaan intelektual sendiri merupakan terjemahan langsung dari intellectual property.Menurut David I Bainbridge, Hak kekayaan intelektual adalah:
14
Ibid, h. 6
Hak atas kekayaan yang berasal dari karya intelektual manusia, yaitu hakyang berasal dari kreatif, yaitu kemampuan daya pikir manusia yang diekpresikan dalam berbagai bentuk karya yang bermanfaat serta berguna untuk menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi15. H. OK Saidin mengemukakan tentang istilah Hak Kekayaan Intelektual yaitu “hak kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari otak, hasil dari pekerjaan ratio yang menalar, hasil kerjanya itu berupa benda immaterial, benda tidak berwujud”.16 “Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan suatu sistem pemberian perlindungan hukum bagi karya-karya intelektual yang mencakup jangkauan yang luas, dari pengetahuan tradisional sampai program komputer dan internet di era bisnis digital saat ini”. 17 HKI adalah instrumen hukum yang memberikan perlindungan hak pada seorang atas segala hasil kreativitas dan perwujudan karya intelektual dan memberikan hak kepada pemilik hak untuk menikmati keuntungan ekonomi dari kepemilikan hak tersebut.Hasil karya intelektual tersebut dalam praktek dapat berwujud ciptaan di bidang seni dan sastra, merek, penemuan di bidang teknologi tertentu dan sebagainya. Melalui perlindungan HKI pula, para pemilik hak berhak untuk menggunakan, memperbanyak, mengumumkan, memberikan izin kepada pihak
15
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, HakMilik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia), Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h 16. 16 H.OK. Saidin, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Rights), Get. Ill, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h 9. 17 Abdul T. Saliman, 2011, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Cetakan Ke enam, Kecana Meduia Group, Jakarta, h. 147.
lain untuk memanfaatkan haknya tersebut melalui lisensi atau pengalihan dan termasuk untuk melarang pihak lain untuk menggunakan, memperbanyak dan/atau mengumumkan hasil karya intelektualnya tersebut. HKI memberikan suatu hak monopoli kepada pemilik hak dengan tetap menjunjung
tinggi
pembatasan-pembatasan
yang
mungkin
diberlakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta memberikan perlindungan terhadap karya musik, karya sastra, drama dan karya artistik, termasuk juga rekaman suara, penyiaran suara film dan pertelevisian program komputer.Di samping hak cipta, ada pula hak atas merek yang pada dasarnya memberikan perlindungan atas, tanda-tanda (berupa huruf, angka, dan sebagainya) yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan praktek di masyarakat terlihat belum adanya kesadaran tentang memasyarakatnya HKI, menyebabkan perlindungan yang diberikan pemerintah belum optimal. Oleh karena itu pemilik hak perlu melakukan langkah-langkah non-legal untuk menegaskan kepemilikan haknya, dan juga menegaskan kepada pihak-pihak lain bahwa mereka akan mengambil tindakan yang tegas terhadap segala upaya penggunaan atau pemanfaatan secara tidak sah atas haknya tersebut. Indonesia sebagai negara yang berkembang, memberikan perhatian yang lebih kepada hak kekayaan intelektual, ini dibuktikan dengan tergabungnya Indonesia dalam berbagai organisasi di bidang Hak Kekayaan Intelektual, antara lain : Organisasi Hak Kekayaan Intelektual se-dunia Word Intellectual Property Organization (WIPO), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization
(WTO) yang mencakup perjanjian aspek-aspek dagang hak kekayaan intelektual (Agreement on trade related aspect of intellectual property rights (TRIP's). HKI adalah hak ekslusif, artinya pemilik/pemegang mempunyai hak monopoli dimana hak tersebut dapat berupa: hak ekonomi, yakni hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan cara memperbanyak ciptaannya, dan atau memberi ijin kepada orang lain dan hak moral,yakni hak yang berkenaan dengan mengadakan larangan bagi orang lain untuk mengadakan perubahan judulnya, larangan pengubahan nama penciptanya, dan hak bagi pencipta untuk mengadakan perubahan karya ciptanya. Sifat – sifat HKI antara lain: 1. Jangka waktu tidak terbatas 2. Bersikap Ekslusif/Mutlak 3. Bersifat mutlak yang bukan kebendaan (tergantung pada penemu/ berdasarkan orangnya bukan berdasarkan benda) Penempatan HKI memperhatikan Pasal 570 KUH Perdata, selain kepemilikan juga memperhatikan kepentingan masyarakat, juga diatur dalam Undang-undang, tidak melanggar tata tertib umum/susila atau bisa pula disebut demi kepentingan umum. Jadi artinya jika suatu saat seseorang mendapatkan penemuannya jika dilihat dari prinsip HKI maka ditolak oleh pihak yang melegitimasi hak cipta tersebut.
1.2.2. Teori dan Prinsip – prinsip Umum HKI Teori – teori yang menekankan pada landasan utama timbulnya HKI dalam khasanah ilmu pengetahuan dunia seperti teori Hukum Alam dari John Locke tahun 1986, teori Hegel tentang “Property for personhood”, serta teori Ultitarian/Economic Incentive yang berkembang di Amerika Serikat. A. Teori Hukum ada tiga teori terkait dengan pentingnya sistem HKI dari perspektif ilmu hukum antara lainnya: a) Natural Right Theory berdasarkan teori ini seorang pencipta mempunyai hak untuk mengontrol penggunaan dan keuntungan dari ide, bahkan sesudah ide itu diungkapkan kepada masyarakat. Dimana didalam teori ini memiliki dua unsur yaitu First Occupancy dimana seseorang yang menemukan atau mencipta sebuah invensi berhak secara moral terhadap penggunaan ekslusif dari invensi tersebut. A Labor Justification dimana seseorang yang telah berupaya didalam mencipta hak kekayaan intelektual dalam hal ini adalah sebuah invensi, seharusnya berhak atas hasil dari usahanya tersebut. Pengadopsian natural right theory dapat ditemukan dalam ketentuan Paris Convention
yang
mengatur
hak
moral
yaitu
kewajiban
untuk
mencantumkan nama inventor didalam setiap dokumen paten. Alasan didalam pembatasan pemberlakuan natural right theory dipengaruhi oleh gerakan anti paten yang muncul pda akhir abad 19.Didalam natural right theory menekankan pada perlindungan hukum mutlak terhadap semua bentuk invensi yang dihasilkan dimana akibatnya sistem hukum paten
berpihak terhadap kepentingan inventor dan membatasi akses masyarakat terhadap invensi yang dihasilkan tersebut. b) Utilitarian Theory berdasarkan teori ini merupakan reaksi terhadap natural right theory. Dimana kritik ini muncul disebabkan oleh adanya fakta bahwanatural rights memberikan hak mutlak kepada inventor dan tidak hanya kepada masyarakat. Menurut teori ini Negara harus mengadopsi beberapa kebijakan (misalkan membuat peraturan perundangundangan) yang dapat memaksimalkan kebahagiaan anggota masyarakat. Dimana teori ini memperkenalkan pembatasan terhadap invensi yang dipatenkan oleh pihak lain selain pemegang hak. Teori ini mengijinkan pengecualian terhadap pembatasan tersebut untuk kepentingan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut hukum paten seharusnya diarahkan sebagai sebuah insentif terhadap ciptaan, pengungkapan dan penyebaran teknologi maju yang dimiliki inventor kepada masyarakat luas. c) Contract Theory berdasarkan teori ini memperkenalkan prinsip dasar yang menyatakan bahwa sebuah paten merupakan perjanjian antara inventor dengan pemerintah. Didalam hal ini bagian dari perjanjian haruslah dilakukan oleh pemegang paten adalah untuk mengungkapkan invensi tersebut
dan
memberitahukan
kepada
publik
bagaimana
cara
merealisasikan invensi tersebut. Berdasarkan teori ini invensi harus diumumkan sebelum diadakan pemeriksaan substantive atau invensi yang dimohonkan. Apabila syarat ini dilanggar oleh inventor maka invensi tersebut dianggap sebagai invensi yang tidak dapat dipatenkan.
Npengungkapan terhadap invensi yang diajukan paten dinegara yang mengabnut sistem first to file haruslah dilakukan setelath mendaftar invensi tersebut terlebih dahulu. Prinsip-prinsip umum yang berlaku didalam HKI seperti: Prinsip HKI sebagai hak ekslusif, Prinsip melindungi karya intelektual berdasarkan pendaftaran, Prinsip perlindungan yang dibatasi oleh batasan territorial, Prinsip adanya pemisahan antara benda seacara fisik dengan HKI yang terdapat didalam benda tersebut, Prinsip perlindungan HKI bersifat terbatas dan Prinsip HKI yang berakhir jangka waktu perlindungannya ubah menjadi public domain. - HKI memberikan Hak ekslusif maksudnya adalah hak tersebut bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual yang dihasilkan. Melalui hak tersebut pemegang hak dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa ijin. Dengan hak ekslusif seseorang didorong untuk terus berkreasi dan berinovasi. - HKI melindungi usaha Intelektual yang Bersifat Kreatif berdasarkan Pendaftaran. Pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Cabang HKI yang mewajibkan seseorang melakukan pendaftaran antara ,lainnya adalah Merek, Paten, Desain Industri, Desain tata letak sirkuit terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Selain itu dua cabang yang tidak diwajibkan untuk didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hukum karena sifatnya berbeda dengan cabang HKI lainnya yaitu Hak cipta dan Rahasia Dagang.Perlindungan Hak Cipta lahir saat ide telah
diwujudkan dalam bentuk nyata.Sedangkan untuk Rahasia Dagang aturan pendaftaran tidak diwajibkan mengingat sifat rahasia dagang terkait dengan informasi yang tidak diketahui umum.Namun perjnajian lisensi terkait rahasi dagang dapat didaftarkan hanya bsaja yang didaftarkan adalah syarat dan isi perjanjiannya bukan rahasia nya. HKI memiliki dua sistem Pendaftaran HKI yaitu sistem First to file system maksud dari sistem pendaftaran ini didarkan pada pendaftaran pertama artinya jika ada dua orang mendaftarkan kekayaan intelektual pada hari yang sama dengan objek yang sama maka pihak yang mendaftarkan terlebih dahulu yang diprioritaskan untuk diproses. Sistem First To Use Sytem maksud sistem ini didasarkan pada penggunaan pertama artinya pemilik kekayaan intelektual yang akan didaftar adalah orang pertama yang menggunakan kekayan intelektual tersebut. Negara satu-satunya yang menganut sistem pendaftaran ini adalah Amerika serikat. Prinsip Pendaftaran bersifat territorial didalam sistem HKI mengatur bahwa pendaftaran yang melahirkan perlindungan hukum berisfat artinya bahwa perlindungan hukum hanya diberikan ditempat pendaftaran tersebut dilakukan. Sistem ini selaras dengan kedaulatan Negara didalam hukum public dimana keputusan yang dihasilkan oleh perangkat administrasi Negara tidak dipaksakan berlaku dinegara lain. Didalam rezim HKI setiap Negara bebas untuk menerima sebuah pendaftaran kekayaan intelektual. Prinsip Pemisahan benda secara fisik dengan HKI yang terkandung didalam benda tersebut dimana sistem ini sangat unik dan merupakan siri khas
HKI.Didalam HKI seseorang yang menguasai suatu benda secara fisik tidak otomatis memiliki hak ekslusif dari benda fisik tersebut dimana Hak ekslusifnya masih berada ditangan pemegang hak ciptanya. Prinsip jangka waktu Perlindungan HKI adalah terbatas walaupun ada cabang HKI yang dapat diperpanjang jangka waktu perlindungannya namun secara umum bahwa jangka waktu daripada perlindungan HKI tidak selamanya atau bersifat terbatas.Tujuan daripada pembatasan perlindungan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengakses kekayaan intelektual tersebut secara optimal melalui usaha – usaha pengembangan lebih lanjut dan sekaligus mencegah monopoli atas HKi tersebut. Prinsip Kekyaan Intelektual yang Berakhir Perlindungannya Menjadi Public Domain dimana HKi yang jangka waktu perlindungannya telah berakhir maka akan menjadi milik umum. Setelah berakhirnya perlindungan hukum maka Pihak HKI tidak boleh menghalangi atau melakukan tindakan seolah olah masih memiliki hak ekslusif.
2.2.3. Macam-macam Hak Atas Kekayaan Intelektual Selain hak cipta, merek dan paten dalam lingkup HKI terdapat pula desain industri yaitu suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi. Hal tersebut tentunya dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan
tangan.Untuk suatu invensi baru di bidang teknologi, perlindungan paten dapat diberikan. Selain hak-hak itu, perlindungan diberikan pada unsur-unsur lain dalam HKI, seperti desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman baru, untuk mencegah pihak lain memanfaatkan dengan tujuan komersial tanpa izin sah dari pemegang hak. Dari kesemua hak yang disebutkan di atas, hampir semuanya memerlukan pendaftaran dari si pemilik hak agar dapat memperoleh perlindungan. Secara Umum Hak Kekayaan Intelektualdapat terbagi dalam dua bagian sebagai berikut: 1. Hak Cipta (Copy Right)( UU Nomor 28 Tahun 2014) 2. Hak Kekayaan Industrian (industrial property Right)didalam Hak Kekayaan Industri meliputi: a) Hak Paten ( UU nomor 14 Tahun 2001) b) Hak Merek ( UU nomor 15 Tahun 2001) c) Varietas Tanaman ( UU nomor 29 Tahun 2000) d) Rahasia Dagang (UU nomor 30 Tahun 2000) e) Desain Industri ( UU nomor 31 Tahun 2000) f) Desain Tata letak sirkuit terpadu( UU nomor 32 Tahun 2000)18 Berkaitan dengan konsep bisnis waralaba maka mengakibatkan adanya pemberian hak untuk menggunakan atau memanfaatkan hak-hak atas kekayaan
18
H.U.Adil Samadani, 2013, Dasar – Dasar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, h. 139
intelektual yang diberi oleh pihak pemberi waralaba dimana hak- hak tersebut antara lain adalah Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek dan Rahasia Dagang.
1. Hak Cipta Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
(disingkat UUHC), yang dimaksud Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.19Hak khusus tersebut maksudnya, yaitu bahwa tidak ada seorang pun yang boleh melakukan hak-hak si pencipta kecuali dengan izin pencipta. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat, wakaf, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 15 ayat (2) UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ),
2. Hak Kekayaan Industri Hak Kekayaan Industri merupakan hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perinsutrian terutama yang mengatur perlindungan hukum.Hak Kekyaan Industri meliputi: a) Hak Paten Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1
UU Nomor 14 Tahun 2001
tentang Hak Paten definisi Paten adalah hak yang khusus (ekslusif) sifatnya, 19
H. Adami Chazawi, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual(HAKI), Cet. ke I, Bayu Media, Malang, h. 14
artinya paten adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegangnya untuk dalam waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau untuk memberikan kewenangan kepada orang lain untuk merasakannya. Paten juga merupakan hal yang melekat pada penemuan, hal ini sudah diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1989. b) Merk Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek menegaskan apa yang dimaksud dengan merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsurunsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Lingkup merek itu sendiri terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu merek dagang dan merek jasa.Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya, sedangkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. c) Varietas Tanaman Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman yang dimaksud varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis spesies yang ditahndai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun bunga, buah biji, dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang dapatr membedakan dari jenis atau spesies yang sama sekurang – kurangnya satu
sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Didalam ketentuan Pasal 2 UU PVT dimana varietas tanaman yang dapat diberi persyaratan varietas tanaman dari jenis atau species tanaman yang baru, unik, seragam, stabil dan diberi nama. d) Rahasia Dagang Dalam ketentuan Pasal 1 UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang rahasia Dagang definisi tentang rahasia dagang adalah informasi yang tifak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang. Ruang lingkup dari rahasia dagang itu sendiri berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain dibidang dan teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. e) Desain Industri Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain Industri pengertian daripada desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripada bentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimension serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Dalam ketentuan Pasal 2 UU tentang Desain Industri menyatakan bahwa desain indutri diberikan untuk desain industri yang baru dan
Desain Industri yang
dianggap baru apabila Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan
yang telah ada sebelumnya. Perlindungan Jangka Waktu terhadap Desain industri diberikan selama 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. f) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Desain Tata Letak Sirkut Terpadu ( DTLST) menjelaskan yang termasuk Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang – kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Pengertian mengenai Desain Tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang – kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta bagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimkasudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU DTLST hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan hanya untuk desain tata letak terpadu yang orisinil. Hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan kepada pemegang hak sejak pertama kali desain tersebut diekploitasi secara komersial di mana pun, atau sejak tanggal penerimaan. 2.2.4. Sistem Perlindungan HKI Hak atas kekayaan intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang – orang atas hasil dari buah pikiran mereka yang biasanya hak ekslusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pemikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah Pikiran si pencipta dapat berwujud dalam tulisan,
kreasi, artistik, simbol – simbol, penamaan, citra dan desain yang digunakan dalam kegiatan ko-mersil. Perlindungan Hak atas kekayaan intelektual sangat penting bagi pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang dilindungi di Indonesia bisa saja berupa merek, lisensi, hak cipta, hak paten maupun desain industri.20 Sistem HKI merupakan hak Privat (private
rights)dimana
seseorang
bebas
mengajukan
permohonan
atau
mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak ekslusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebaginya) tiada lain maksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut menggembangkan lagi sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Sistm HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknlogi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah, dengan adanya dokumentasi yang baik tersebut diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah lebih tinggi. 21 Secara historis peraturan perundang – undangan dibidang HKI sudah aja sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial belanda memperkenalkan undang – undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945 seluruh peraturan perundang – undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan 20 21
H.U.Adil Samadani,op.cit,h. 127 Ibid, h. 130
UUD 1945. Keberadaan
Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam hubungannya
dengan antar manusia dan antar negara merupakan suatu yang tidak dapat dipungkiri lagi. Indonesia sebagai salah satu anggota dari masyarakat internasional tidak akan terlepas dari perdagangan internasional dimana konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota
world trade
organization (WTO) maka semua negara peserta dan termasuk Indonesia diharuskan menyesuaikan segala peraturan dibidang Hak Atas Kekayaan Intelektual dengan standar Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs). Hak atas Kekayaan Intelektual mempunyai karakter sendiri dimana karakter perlindungan tumbuh secara internasional melalui konvensi – konvensi internasional tetapi bermula dan berakar dari negara – negara individu secara mandiri sebagai subjek hukum internasional.