BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NILAI DIDAKTIS DIDALAM NOVEL
2.1. Didaktis Secara Umum
Kata didaktis berasal dari bahsa Yunani yakni “didaktie” yang asal katanya adalah “didaskein” artiya mengajar. Didaktie dalam bahasa latinnya disebut didaktik atau didaktis, Djaka (Yusmalina,1997:26)
Semi (1990:71) berpendapat bahwa didaktis adalah pendidikan dengan pengajaran yang dapat mengantarkan pembaca kepada sesuatu arah tertentu. Temyang, dkk ( Yusmalina,1997:26) menyatakan bahwa pengertian didaktis adalah ilmu mengajar yang menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus mengajar anak, lebih mudah dikatakan didaktis menetapkan cara mengajar.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa didaktis adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai pengajaran dan gagasan-gagasan pengajaran yang disampaikan melalui pendidikan. Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya ( Hasbullah, 2005:10).
21
Universitas Sumatera Utara
Meskipun barangkali diantara kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi ketika pendidikan tersebut dalam satu batasan tertentu, maka terdapatlah bermacam-macam pengertian yang diberikan.
Tentang pengertian pendidikan ini dijelaskan oleh ( Kartono, 1997:10) bahwa :
“ pendidikan merupakan proses mempengaruhi dan proses membentuk yang diorganisasi, direncanakan, diawasi, dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus. Karena itu pedagogi ( lebih baik disebut andragogi= pendidikan/ilmu mendidik manusia: andros=manusia, ago=menuntun, membimbing) ialah ilmu membentuk manusia, agar dia bisa mandiri, dan selalu bertanggung jawab secara susila sepanjang hidupnya.” Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogi berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa, dalam arti dewasa ini disini dimaksudkan adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis, dan sosiologis. Selanjutnya diartikan sebagai uasaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Kohstamm dan Gunning ( Kartono, 1997: 11) menyatakan bahwa : pendidikan adalah pembentukan hati nurani dan proses pembentukan diri dan penentuan diri secara etis, sesuai dengan suara hati nurani. Pengertian pendidikan menurut KBBI ( 2000: 263) :
”Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseornag atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”
22
Universitas Sumatera Utara
Tentang pengertian pendidikan ini juga dijelaskan pula oleh Syam ( oktober, 1993:65) yang mengemukakan :
a. pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani ( pikir, rasa, cipta, dan budi, nurani) dan jasmani ( panca indra serta ketrampilan-ketrampilan). b. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita ( tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (negara). c. Pendidikan merupakan pola hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha kembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah alat atau sarana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, baik jasmani maupun rohani yang diterima secara formal serta berlangsung seumur hidup. Jadi, pendidikan bukan hanya diperoleh di sekolah saja, tetapi juga dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga pendidikan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Hal inilah yang dikenal dengan tripusat pendidikan.
Dalam hal ini Hasbullah ( 1996: 38-55) mengatakan bahwa pendidikan erat hubungannya dengan pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam lingkungan sekolah dan pendidikan dalam lingkungan masyarakat.
1. pendidikan dalam lingkungan keluarga
23
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama. Karena sebagian besar dari kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Tugas utama dari keluarga dalam pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dari anggota keluarga yang lain.
Dengan demikian terlihat betapa besar tanggung jawab orangtua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Disamping itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orangtua.
2. pendidikan dalam lingkungan sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.
24
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan pendidikan sekolah disini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat ( mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi).
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kapada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
3. pendidikan dalam lingkungan masyarakat
Masyarakat diartikan sebagai kumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalamn-pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis khidupannya.
masyarakat juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Dalam arti ini masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan dan kehidupan manusia yang majemuk ( plural : suku, agama, kegiatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebaginya). Manusia berada dalam multikompleks antarhubungan dan antaraksi di dalam masyarakat.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada diluar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
25
Universitas Sumatera Utara
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banya sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertianpengertian ( pengertahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
2.2. Nilai-nilai Didaktis yang terdapat di dalam Karya Sastra
Semi (1990:71) berpendapat bahwa didaktis adalah pendidikan dengan pengajaran yang dapat mengantarkan pembaca kepada sesuatu arah tertentu. Temyang, dkk ( Yusmalina,1997:26) menyatakan bahwa pengertian didaktis adalah ilmu mengajar yang menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus mengajar anak, lebih mudah dikatakan didaktis menetapkan cara mengajar.
Semi juga mengungkapkan bahwa dalam suatu karya sastra yang bermutu biasanya memiliki nilai-nilai didaktis antara lain :
2.2.1. Nilai Religius Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2000) religi adalah kepercayaan kepada Tuhan akan adanya kekuatan di atas manusia. Sedangkan religius bersifat keagamaan yang bersangkutpaut dengan religi. Religi diartikan lebih luas dari agama, kata religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri ( Atmnosuwito, 1989:123) religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Agama menurut sastra religius bukan kekuasaan melainkan pendemokrasian ( Atmosuwito, 1989: 126). Pada awalnya semua sastra adalah religi, istilah religi membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam
26
Universitas Sumatera Utara
satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi. Menurut Moendjanto ( dalam Ratnawati, 2000:2), religius merupakan sesuatu yang 1) melintasi agama, 2) melintasi rasionalita, 3) menciptakan keterbukaan antar manusia, 4) tidak identik dengan sifat pasifisme. Manguwijaya ( dalam Ratnawati 2000:2) mengungkapkan : ”Religius pada dasarnya adalah bersifat mengatasi atau lebih dalam daripada agama yang tampak formal dan resmi karena ia tidak bekerja dalam pengertian (otak), tetapi dalam pengamalan dan penghayatan dan konseptualitas, sehingga religius tidak langsung berhubungan dengan ketaatan yang ritual yang hanya sebagai huruf, tetapi dengan lebih mendasar dalam diri manusia yaitu roh.”
Religius dimaksudkan sebagai pembuka jalan agar kehidupan orang yang beragama semakin intens ( Moeljanto dan Sunardi, 1990:208) menyatakan bahwa semakin orang religius, hidup orang itu akan semakin nyata atau merasa semakin ada dengan hidupnya sendiri. Bagi orang beragama, intensitas itu tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri terus menerus terhadap pusat kehidupan. Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Karya sastra merupakan wujud representasi dunia dalam bentuk lambang ( kebahasaan). Oleh karena itu, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi satu pengalaman estetik yang mengantarkan seseorang untuk mencapai religius. Salah satu cara yang dapat dilakukan manusia untuk meraih pengalaman estetik dan itu pula yang mengarahkan atau membangkitkan religius. Berdasarkan gambaran tentang pendekatan religiusitas sastra di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa religius itu bukan karena ketaatan seseorang tapi bagaimana seseorang itu menjaga kualitas ketaatan seseorang dilihat dari dimensi yang paling dalam dan personal yang
27
Universitas Sumatera Utara
sering kali berada diluar kategori ajaran agama, pendekatan ini menitikberatkan misi sastra sebagai alat perjuangan meningkatkan mutu kehidupan untuk manusia dan meningkatkan budi pekerti anggota masyarakat.
2.2.2. Nilai Moral
Moralitas adalah kekuatan dalam diri manusia yang dengan ini peneliti berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk, moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuataan manusia, wejangan-wejangan, khotbah, patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik ( frans magnes Suseno). Pendapat diatas menunjukkan bahwa moral merupakan semua yang berhubungan dengan adat kebiasaan manusia yang dikatakan baik jika sesuai dengan adat kebiasaan adat budi pekertinya, jadi moralitas mencakup baik buruknya perbuatan seseorang.
Moral menurut Poejawijayatna (1086 :16) adalah ajaran yang berkaitan dengan kelakuan, yang hendaknya merupakan pencerminan akhlak dan budi pekerti. Secara keseluruhan ajaran moral merupakan kaidah dan pengertian yang menentukan hal-hal yang dianggap baik dan buruk. Pertimbangan baik atau buruknya suatu hal akan menghasilkan moral, moral itu suatu yang benar-benar ada dan manusia tidak dapat memungkirinya. adanya keyakinan tentang moral dan kebenarannya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Manusia yang melakukan kebenaran akan menjadi manusia yang baik tetapi sebaliknya jika melakukan sesuatu yang salah menjadi manusia yang jahat.
28
Universitas Sumatera Utara
Teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu ditentukan oleh konvensi, bahwa seluruh bentuk moralitas itu adalah resultan dari kehendak seseorang yang semau-maunya memerintahkan atau melarang perbuatan tertentu tanpa mendasarkan atas sesuatu yang instrinsik dalam perbuatan manusia sendiri atau pada hakikat menusia dikenal sebagai aliran-aliran positivisme moral. Disebut begitu karena aliran tersebut, semua moralitas bertumpu positif sebagai lawan hukum kodrat ( poespoprodjo, 1988:103).
2.2.3. Nilai Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia, ( wikipedia.com).
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
29
Universitas Sumatera Utara
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan adalah :
1. sistem kepercayaan
2. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
3. sistem mata pencaharian
4. sistem kekerabatan dan organisasi sosial
30
Universitas Sumatera Utara
5. bahasa
6. kesenian
Keseluruhan aspek budaya itu saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam kehidupan.
2.2.4. Nilai Estetik
Istilah estetika pertama kali dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (17141762) melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. ( Encarta Encyclopedia 2001,1999) menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi. sedangkan menurut The Liang Gie dalam bukunya ”garis besar estetika”, menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata ”beautiful” dalam bahasa Perancis ”beau”, sedangkan Italia dan Spanyol ”bello” berasal dari bahasa latin ”bellum”. Akar katanya adalah ”bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi ”bonellum” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis ”bellum”. Dalam bidang filsafat istilah nilai estetik sering kali dipakai sebagi suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and related sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai berikut:
”the believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any object which sauces it to be on interest an individual or a group (kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau suatu golongan) ‘
31
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada abad ke 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan pengertian estetik. Jika sebuah bentuk mencapai nilai yang betul maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis. Sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai dengan indah. Dari penilaian tersebut maka sesuatu yang bernilai estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya. Sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Banyak pemikir seni yang berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana, dan R.G Collingwood (soetrisno 1993) terdapat beberapa pendapat mengenai estetika sendiri, salah satu defenisi yang cukup lengkap diberikan oleh Hospers :
"aesthetics is the branch of philosophy that is concerned with the analysis of concepts and the solutions of problems that arise when one contemplates aesthetic objects. Aesthetic objects, in turn, comprise all the objects of aesthetic experience; thus, it is only after aesthetic experience has been sufficiently characterized that one is able to delimit the class of aesthetic objects"( Sutrisno,1993. Hal 16) Jika mengacu pada pendapat Hospers, maka diperlukan satu sikap khusus bagi seseorang agar dapat mencari pengalaman estetik, termasuk pengamatan objek estetik ataupun penciptaan objek estetik itu sendiri. Dalam kajian filsafat, pemahaman mengenai estetika dapat dibagi menjadi dua pendekatan yaitu, 1. Langsung meneliti keindahan itu dalam obyek-obyek atau benda-benda atau alam indah serta karya Seni. 2. Menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami oleh pengamat ( pengalaman keindahan yang dialami seseorang). ( Sutrisno, hal 81) Salah satu pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Clive Bell, “keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang yang dalam dirinya sendiri telah memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam satu benda atau karya Seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan". Pada jaman modern, pengalaman keindahan dikaitkan dengan tolak
32
Universitas Sumatera Utara
ukur lain seperti fungsi, efisiensi, yang memberi kepuasan, berharga untuk dirinya sendiri, pada cirinya sendiri, dan pada tahap kesadaran tertentu.
Estetika di Jepang berhubungan dengan aliran Zen dari Buddhisme yang masuk ke Jepang pada akhir abad ke-11, dan terjadi perubahaan- perubahan sesuai dengan kepribadian masyarakat setempat. Zennisme yang lebih cocok dengan kepribadian rakyat Jepang membangkitkan kecenderungan masyarakat kembali keagama aslinya, yakni Shinto. Pada tahun 1868 Shinto dijadikan Agama resmi Jepang. Tanpa meninggalkan buddhisme sama sekali, kebudayaan Jepang menjadi perkawinaan antara Agama Budha dan Shinto, disebut ”RyoboShinto” yang mengandung pengaruh besar dari aliran Zen.Berdasarkan sintese ini berkembanglah estetik Jepang yang sampai masa industrialisasi moderen masih sangat menonjolkan
ciri-
ciri
khas
sebagai
berikut:
1. kesedarhanaan (pengaruh Budha). Perwujudan agar sepolos mungkin. Tidak banyak perhiasan. Kepribadian Jepang sangat mencari kesungguhan dan kebenaran dengan kehidupan dalam kesedarhanaan. 2.untuk dapat mempertahankan kesederhanaan ini manusia harus disiplin keras pada dirinya sendiri (pengaruh Shinto). Disiplin sangat menonjol daslam kehidupanya sehari-hari, menyerap dalam perwujudan kesenian, hingga merupakan unsur estetik yang khas Jepang. Disiplin dalam goresan, disipli dalam kesederhanaan. (bandingkan Pelikis Lempad di Bali). 3. Logika.Semua perwujudan seni harus memenuhi syarat penggunaan yang praktis. Sebagai akibat insur logika ini, Jepang menjadi unggul dalam _”idustrialdesign” modern dalam masa kini. Mereka berhasil mewujudkan seni juga dalam bentuk- bentuk mesin, mobil,kereta api,pesawat terbang, alat televisi.telefon,radio
dan
komputer.
4.Hemat ruang. Berkaitan dengan logika praktis tersebut maka dalam kesenian Jepang ini 33
Universitas Sumatera Utara
tumbuh satu unsur estetika lagi, yakni ”compactness”, unsur”penghematan ruang”. Keterbatasan ruang dalam kehidupan hari- hari memaksa meraka menggunakan sedikit mungkin ruang. Kebiasan ini menjadi unsur kebudayaan tersendiri yang meresap dalam konsep Estetika mereka.(Tulisan Dalam JAPAN STYLE, Mitsuni Yoshida: ” Japanese Aesthetic Ideals” 1980) .
2.2.5. Nilai Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Tahun 1950 an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman
34
Universitas Sumatera Utara
(rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosionall), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan social, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. [Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
2.3. Setting Cerita Novel No One’s Perfect
2.3.1. Latar Tempat
Latar tempat biasanya menjelaskan tentang lokasi kejadian peristiwa yang diceritakan di dalam kraya sastra. Dalam hal ini tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu dan lokasi tertentu.
35
Universitas Sumatera Utara
Latar tempat yang terdapat dalam cerita no one’s perfect adalah : 1. Rumah Sakit Hal ini jelas terlihat pada kalimat di halaman 48 paragrap ke 3: ” Di rumah sakit, para perawatlah yang mengerjakan segalanya. Tidak seperti rumah sakit yang lainnya dimana para anggota boleh tinggal dan menjaga pasien yang dirawat. Bahkan ayah dan ibu hanya diizinkan antara jam 15.00 sampai jam19.00.” 2. Taman Kanak-Kanak Seibo Hal ini jelas terlihat pada kalimat di halaman 5 paragrap ke 1 : “ketika aku berusia 4 tahun aku mulai masuk sekolah di Taman Kanak-kanak Seibo.” 3. Sekolah Dasar Yohga Hal ini terlihat jelas pada kalimat di halaman 15 paragrap pertama : “ Berkat kebaikan hati kepala sekolah Yohga dan yang lainnya, pintu telah terbuka untukku. Hanya ada satu cara untuk membalas kebaikan mereka dan itu adalah dengan sekolah yang baik.” 4. Kolam Renang Hal ini terlihat jelas pada kalimat di halaman 69 paragrap ke 3: “ Pada saat itu tinggiku baru sekitar 70 cm, sedangkan dasar kolam mencapai lebih 1 m, jauh melebihi tinggi tubuhku. Artinya aku tidak bisa melakukannya sendirian.” 5. Sekolah Menengah Pertama Yohga Hal ini terlihat jelas pada kalimat di halaman 84 paragrap pertama : “Masa perpindahan ke sekolah menengah pertama berjalan lancar, ada sesuatu yang meyakinkan ketika akan memasuki sekolah menengah pertama Yohga, sebuah sekolah umum setempat yang siswasiswanya kebanyakan berasal dari SD Yohga.” 6. kuil Meiji
36
Universitas Sumatera Utara
Hal ini terlihat jelas pada kalimat di halaman 96 paragrap ke 4 : ”pada tanggal 4 Januari, kelima anggota baru organisasi siswa berkumpul bersama. Kami mengunjungi kuil Meiji untuk berdoa bagi kesuksesan kegiatan organisasi di masa yang akan datang.” 7. sekolah Menaengah atas Toyama Metropolitan Hal ini terlihat jelas pada kalimat: “pada bulan April 1992, aku menjadi murid baru pada sekolah Menenngah Atas Toyama Metropolitan.. 8. Univesitas Waseda Hal ini terlihat jelas pada kalimat di halaman 162 paragrap ke 2 : “Universitas Waseda dikenal memiliki dua atau tiga ribu klub. Klub yang kupilih adalah English Speaking Society ( perkumpulan percakapan dalam bahasa inggris) atau ESS.
2.3.2. Latar Waktu Menurut Burhan Nurgiyantoro ( 1995:230), latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Latar waktu pada cerita ini dimulai pada waktu yang disebutkan secara faktual yaitu pada musim semi pada tanggal 6 April 1976. ini terlihat jelas pada kalimat awal di halaman pertama novel yang berbunyi : “hari itu, tanggal 6 April 1976, sinar matahari menyinari pepohonan cherry yang bunganya sedang mekar-mekarnya”. Latar waktu pada cerita ini juga terdapat pada musim salju. Hal ini terlihat jelas pada kalimat yang terdapat pada halaman 36 paragrap kedua yang berbunyi: “hujan salju yang baru-
37
Universitas Sumatera Utara
baru ini turun telah meninggalkan sisa-sisa genangan salju di halaman sekolah sepanjang rute lari.” Ada juga latar waktu pada musim panas. Hal ini terlihat jelas pada kalimat yang terdapat pada halaman 149, paragrap ketiga: “ liburan musim panas merupakan saat pengambilan keputusan bagi murid-murid sekolah prakuliah..” Latar waktu pada cerita ini juga terdapat pada musim gugur. Ini terlihat jelas pada kalimat yang terdapat pada halaman 169, paragrap ketiga : “ suatu malam dimusim gugur, aku tidak bisa memejamkan mata. Aku berpikir tentang segala hal. Apa yang akan kulakukan dengan hidup mulai saat ini ?.” Latar waktu yang menerangkan keadaan hari berupa siang dan malam juga terdapat dalam novel ini, ini terlihat jelas pada halaman 3 paragrap pertama yang berbunyi : “ jika malam tiba, aku tidak bisa tidur dan sering menangis sepanjang malam. Padahal di siang hari akupun tidak tidur. Entah kenapa, aku jarang sekali tidur.” Latar waktu yang menunjukkan jam juga ada pada cerita ini. Ini terlihat jelas pada halaman 48 paragrap kedua : “ bahkan ayah dan ibu hanya diizinkan antara jam 15.00 sampai jam 19.00.” Latar waktu yang menerangkan waktu secara faktual dan terperinci dalam bentuk penanggalan juga banyak terdapat pada novel ini. Ini terlihat jelas pada halaman 96 paragrap ke empat yang berbunyi : “pada tanggal 4 Januari, kelima anggota baru Organisasi siswa berkumpul bersama”, Pada halaman 121 paragrap pertama, yang berbunyi : “pada bulan April 1992, aku menjadi murid baru di sekolah Menengah Atas Toyama Metropolitan”, pada halaman 156 paragrap ketiga yang berbunyi: “tanggal 1 Maret. Daftar nama murid yang lulus akan segera dikeluarkan”.
38
Universitas Sumatera Utara
Itulah latar tempat dan latar waktu yang digunakan dan terdapat di dealam novel No One’s Perfect ini.
39
Universitas Sumatera Utara