BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TALAQ DAN TA’LIQ TALAQ
A. Tinjauan Umum Tentang Talaq 1. Pengertian tentang talaq Dalam membicarakan masalah talaq ada 2 pengertian yang perlu di kemukakan yaitu secara bahasa (etimologi) dan talaq secara istilah (termilogi). a. Secara Etimologi Abdurrahman al-Jaziri, mendefinisikan talaq adalah
! "# Artinya:
$
“Talaq menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan ataupun ikatan maknawi seperti nikah “1
Sayyid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut :
%
& ' % ($ ) 2
Artinya :
*$ +# ,- #
.' / 0 1
$1 *
“Al-talaq diambil dari kata Itlaq, yaitu melepaskan dan meninggalkan, kamu mengatakan; aku lepaskan tawanan apabila aku lepaskan dan membiarkannya”.
Taqiyyudin Abi Bakar mendefinisikan :
1
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh ala Madzahib al-Araba’ah, Juz IV, Baerut Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, hlm. 284 2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, Dar al-Fikr, 1992, hlm. 206.
14
15
2% ! 34
*$ 3
Artinya
) 5 67 8 9
#: ; *
“Talaq menurut bahasa adalah melepaskan ikatan dan membiarkannya lepaskan, oleh karena itu dikatakan unta yang lepas. Artinya unta yang dibiarkan tergembala kemana saja dikehendaki”.
b. Secara Terminologi Adapun pengertian talaq secara istilah (terminology) para fuqaha umumnya berbeda pendapat namun demikian apabila diperhatikan pendapat Fuqaha tersebut mempunyai kesamaan berikut ini pendapat-pendapat : Abdurrahman al-Jaziri
<=
>2
, .2=
> 4
A?
>@#
Artinya: “(Talaq) menurut istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan dengan menggunakan kata-kata tertentu.”. Sayid Sabiq 5
A BC
" D42 E C
=
FG
Artinya: “Talaq menurut syara adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan perkawinan suami istri.” Taqiyyudin Abi Bakar
3
Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, Juz II, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm. 84 Abdurrahman al-Jaziri, Op. Cit. 5 Sayyid Sabiq, Op. Cit. 4
16
F G (/ 8)B <
)
H @I FG !' =
Artinya: “Talaq menurut syara adalah nama untuk melepaskan ikatan dan talaq itu adalah lafad jahiliyyah yang setelah syara datang di tetapkan sebagai kata melepaskan nikah.”6 2. Dasar Hukum Talaq Disyari’atkan talaq dalam Islam sebagai jalan keluar bagi pasangan suami istri yang telah memenuhi kebutuhan di dalam membina rumah tangga, antara lain telah digariskan oleh al-Qur’an, al-Sunnah dan juga Ijma. a. Dasar al-Qur’an yang menerangkan tentang talaq diantaranya sebagai berikut :
JK @L !$LMLNK O =P K Q! KNL 9NLM R SN "L TK =P & LN #K O LKL 9 UL #S U (SS L L TK !$ LL S VL !NL$ W X N 6U L +S )S TS ' N 9 L YU TK # S 3S -N 5 9NLN L ISL _]]^\[ HZ
.U
Artinya: “Talaq (yang dapat dirujukan) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik, tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum Allah.7 b. Dasar al-Hadist
6
Taqiyudin Abi Bakar, Op. Cit. Hasbi ash-shaddiqy, et al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, Revisi Terjemah, 1989, t.th,hlm. 55 7
17
` .
+=R "#+ c:`
- += T@# a H += b a
H +
T += + /a (+=d/@# +
8 "9c: % @ e =\% I
_( ( =0 /Z
Artinya: “di ceritakan (hadist) dari kasir Ibn Ubaid dari Muhammad Ibn Khalid dari Muhammad’aarif Ibn Wasit dari Maharib Ibn dashar dari Ibn Umar dari Nabi Saw bersabda : “ suatu perbuatan yang halal, tetapi dibenci Allah SWT adalah Talaq.” (H.R. Abi Dawud).8 c. Dasar Ijma Talaq merupakan sesuatu yang sudah sejak dahulu kala sebelum Nabi Muhammad Saw di utus untuk menyampaikan risalahnya, di tetapkan, diperbaiki dan di sempurnakan talaq ini 9, dan sampai sekarang talaq masih tetap di akui eksistensinya bahkan tak ada seorang pun yang mengingkari eksistensinya. d. Dasar Logika. Di dalam kehidupan rumah tangga tidak selamanya dan tak mesti membawa kebahagiaan dan ketentraman, sering terjadi hal ataupun peristiwa yang menyebabkan percekcokan dan pertengkaran antara suami-istri yang berkonsekuensi
timbulnya
kesengsaraan,
ketidakbahagian
dan
untuk
mengurangi atau menyelesaikan masalah kehidupan rumah tangga yang tidak
hlm.120
8
Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, Hadist No. 2178, Beirut –Libanon : Dar-al-Fikr, t.th,
9
Taqiyyudin ad-Dimasqi, Loc. Cit.
18 dapat lagi diselesaikan dengan jalan damai maka wajarlah jika Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mensyari’atkan talaq.10 3. Macam-macam Talaq Perceraian itu bisa dilakukan dengan berbagai cara dan mempunyai beberapa dimensi, sehingga dalam mengadakan klasifikasi perceraian, pembagiannya tergantung kepada berbagai segi peninjauan. Secara garis besarnya, pembagian tersebut terdiri dari beberapa sudut pandang yang diantaranya ada yang membagi perceraian itu dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau memutuskan perceraian, ada yang dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi, dari segi hak bekas suami untuk merujuk kepada bekas isteri setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi waktu jatuhnya talaq setelah diucapkan talaq.11 Ditinjau dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau memutuskan perceraian, maka perceraian itu dibagi kepada : 1. Yang dijatuhkan oleh suami, dinamakan talaq 2. Yang diputuskan atau ditetapkan oleh hakim 3. Yang putus dengan sendirinya, seperti karena salah seorang dari suami atau istri meninggal dunia.12.
10
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Sinar Baru, 1998, Cet ke-23, hlm. 296. 11 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang prekawinan, Jakarta: Bulan Bintang, Cet ke-3, 1993, hlm. 159 12 Ibid.
19 Apalagi ditinjau dari segi sesuai atau tidaknya dengan ketentuan agama, maka dalam hal ini talaq dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Talaq Sunni yaitu talaq yang sesuai dengan ketentuan agama atau yang sesuai dengan diajarkan Rasulullah Saw, yaitu apabila seorang suami menjatuhkan talaq terhadap istrinya yang sudah pernah dicampurinya dengan sekali talaq dalam keadaan suci dan tidak mencampurinya pada waktu suci tersebut. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
[Uf "N f K > NL S LU +K 4K 9 Uf "KU K +S )f S g LLL Df Lg S IS ' f N U *L L ,K hJf H K Uf 4J L ! Lf ! L _i
Z
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu akan menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan pada waktu mereka (menghadapi) iddahnya yang wajar dan hitunglah iddahnya itu………….(Q.S. At-talaq: 1)13 2. Talaq Bid’i yaitu talaq yang tidak sesuai dengan syara, yaitu seperti mentalaq tiga kali dengan sekali ucapan atau mentalaq tiga kali secara terpisah “dalam satu tempat, misalnya denhgan menyatakan kepada istrinya: “engkau saya talaq, engkau saya talaq, engkau saya talaq, ”atau mentalaq istrinya pada saat istri sedang haid atau nifas atau di waktu suci tetapi setelah dicampuri.14 Didalam KHI disebutkan bahwa talaq bid’i adalah talaq yang dilarang yaitu talaq yang dijatuhkan pada istri dalam
13
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1982, hlm.58 14 Sayid Sabiq, Op. Cit., hlm. 45
20 keadaan haid, atau istri dalam suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu suci itu.15 3. Talaq tidak Sunni dan tidak Bid’i yaitu talaq anak perempuan yang sudah putus asa untuk mendapatkan haid, talaq wanita yang menjadi jelas kehamilannya.16 Bila ditinjau dari redaksi (lafadz) atau kata-kata yang digunakan untuk menjatuhkan talaq, maka talaq ini terbagi dalam : 1. Talaq Sarih, yaitu talaq yang apabila seseorang menjatuhkan talaq kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata “at-talaq” ( f ) atau “al-firaq” ( f ) atau “as-sarah”(
f ). Dengan menggunakan kata-kata tersebut
seseorang yang mentalaq istrinya maka jatuhlah talaq tersebut walaupun tanpa niat. 2. Talaq
Kinayah,
yaitu
talaq
yang
dilakukan
seseorang
dengan
menggunakan lafadz selain lafadz at-talaq, al-firaq, atau as-sirah. Sunni menjatuhkan talaqnya dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samaran. Talaq semacam ini baru jatuh apabila disertai dengan nilai bahwa perbuatan itu ucapan talaq.17 Ditinjau dari cara menyampaikan talaq, maka talaq ini terbagi dalam:
142
15
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Presindo, 1992, hlm.
16
Hafidz Abdullah, Kunci Fiqh Safi’i., Cet I, Semarang: As-Syifa, 1992, hlm. 246 Taqiyyudin ad-Dimasqi, Op. Cit., hlm. 84-86
17
21 1. Talaq dengan ucapan, yaitu talaq yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan. Dihadapan isterinya mendengar secara langsung ucapan suaminya itu. 2. Talaq dengan tulisan , yaitu talaq
yang disampaikan oleh suami secara
tertulis, lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isterinya tersebut membacanya serta memahami maksud isterinya. 3. Talaq dengan isyarat, yaitu talaq yang dilakukan dalam bentuk isyarat suami yang tunawicara. 4. Talaq dengan utusan, yaitu talaq yang disampaikan melalui perantaraan orang lain sebagai utusan darinya untuk menyampaikan maksud mentalaq isterinya tersebut.18 Ditinjau dari segi boleh dan tidaknya suami rujuk dengan istrinya, ulama fiqh membagi talaq menjadi dua, yaitu talaq raj’i dan talaq ba’in : 1. Talaq Raj’i adalah talaq satu atau dua yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah diganti tanpa ganti rugi. Dalam keadaan ini, suami berhak rujuk dengan isterinya baik disetujui oleh bekas isterinya maupun tidak disetujui tanpa akad dan mahar baru selama rujuk itu dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, dalam surat al-Baqarah ayat 229, yaitu :
18
Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, Cet ke-I, Semarang: Dimas, 1993, hlm. 141
22
']]^ $ %&!"#
!"
Artinya: “Talaq (yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi, dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan denagan cara yang baik….(Q.S.Al-baqarah:229) 2. Talaq Ba’in adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya melalui akad dan mahar baru. Ulama fiqh membagi talaq bain menjadi dua , yaitu talaq ba’in sughra dan talaq ba’in kubra : a. Talaq Ba’in Sughra adalah talaq raj’i yang telah habis masa iddahnya, yang termasuk talaq ba’in sughra adalah: • Talaq yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya yang belum pernah dicampuri atau diantara keduanya belum pernah dukhul • Talaq dengan tebusan (khuluk), yaitu perceraian yang diminta oleh isteri kepada suaminya baik dengan jalan tebusan dari pihak isteri kepada suami baik dengan jalan tebusan dari pihak isteri kepada suami baik dengan jalan memberikan sejumlah uang atau harta yang disetujui bersama atau dengan mengembalikan mas kawin. Dalam hal talaq seperti tersebut di atas, suami tidak boleh kembali begitu saja kepada isterinya, akan tetapi harus dengan akad nikah dan mahar baru. b. Talaq Bain Kubra, adalah talaq yang dijatuhkan suami untuk ketigakalinya. Dalam keadaan ini, suami tidak boleh rujuk dengan isterinya itu sampai ia kawin dengan laki-laki lain dan telah di kumpuli, kemudia bercerai atau meninggal dunia dan telah habis masa
23 iddahnya.19 Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 230, sebagai berikut : _lm\[ HZ S 0LN jW L BNL kL QKN 98U L ' LSN "L =N +K #S .LJK @L 9
LL 4L U * NK L O L
Artinya: “kemudian jika si suami mentalaqnya sesudah yang kedua, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain…….”(QS. Al-Baqarah : 230)20 Seperti dijelaskan di atas, ditinjau dari segi ; apakah talaq itu telah jatuh di saat suami selesai mengucapkan sighat talaq, maka talaq itu dibagi: 1.
Talaq Munjiz ialah talaq yang telah jatuh disaat suami selesai mengucapkan sighat talaq, seperti perkataan suami kepada isterinya “aku jatuhkan talaqku satu kali kepadamu“. Talaq tersebut jatuh di saat suami selesai mengucapkan sighat talaq.
2.
Talaq Mu’allaq ialah talaq yang jatuh apabila telah ada syarat yang disebutkan suami dalam sighat akad yang telah diucapkannya dahulu atau syarat yang ditetapkan kemudian setelah akad nikah. Syarat tersebut terbagi menjadi dua yaitu : a. Yang berhubungan dengan tindakan atau peristiwa. Seperti suami berkata kepada isterinya “apabila engkau masih menemui laki-laki A, maka disaat engkau bertemu itu jatuhlah talaqku satu kali di atasmu”. Sighat talaq yang seperti ini adalah sah, dan talaq suami jatuh kepada isterinya apabila syarat yang dimaksud telah ada, yaitu si isteri telah menemui laki-laki A. 19
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm. 1784-1785
24 b. Yang berhubungan dengan datangnya masa yang akan datang. Seperti suami berkata kepada isterinya: “Talaqku jatuh atasmu pada bulan Muharram yang akan datang.”21 Jumhur Ulama Fiqh berpendapat bahwa talaq yang dikaitkan dengan datang masa yang akan datang ini jatuh apabila waktu yang dikemukakan dalam ucapan talaq itu telah datang. Akan tetapi, ulama madzhab az-Zahiri dan Syiah Imamiyah menyatakan bahwa talaq yang dikaitkan dengan masa yang akan datang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an maupun hadits. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa talaq seperti ini jatuh meskipun waktu yang dikemukakan dalam ucapan suami tersebut telah masuk.22 Dari pada itu ada beberapa syarat yang harus ada untuk menentukan jatuhnya talaq muallaq: 1. Maksud suami mengucapkan perkataan tersebut ialah dengan niat untuk menyatakan kehendaknya menjatuhkan talaq kepada isterinya. Apabila maksud suami mengucapkan perkataan tersebut bukan untuk menjatuhkan talaq kepada isterinya, tetapi hanya sebagai sumpah atau untuk menguatkan ucapannya saja, maka sighat itu tidak sah dan talaq tidak jatuh. Dan sumpah itu dapat dilanggar dengan membayar kafarat sumpah.
20
Depag RI, Op, Cit. Kamal Mukhtar, Op. Cit., hlm.169 22 Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit. hlm. 1781 21
25 2. Peristiwa tindakan atau masa yang disyaratkan itu mungkin terjadi atau mungkin ada atau mungkin akan datang. Apabila peristiwa tindakan atau masa itu tidak mungkin terjadiatau tidak mungkin ada tahu mustahil akan datang, maka sighat tersebut adalah talaq yang batal, seperti suami mengatakan kepada isterinya: ”Apabila kuda telah bertanduk maka jatuhlah talaqku satu kali kepadamu”.23 B. Tinjauan tentang Ta’liq Talaq a. Pengertian Ta’liq Talaq Pengertian ta’liq talaq menurut bahasa adalah “penggantungan talaq”24. Talaq dalam bahasa Arab berarti “syarat atau janji”.25 Sedangkan menurut istilah fiqh mengartikan ta’liq talaq sebagai talaq yang diucapkan dikaitkan dengan waktu tertentu sebagai syarat yang dijatuhkannya talaq. Misalnya ucapan ta’liq talaq yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang. Seorang suami berkata kepada isterinya: “engkau besok tertalaq atau engkau tertalaq pada akhir tahun; dalam hal ini talaqnya akan berlaku besok pagi atau pada akhir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaannya ketika waktu yang telah tiba yang menjadi syarat bergantungnya talaq.26 Sedangkan menurut Drs. Sudarsono, S.H dalam buku pokok-pokok hukum Islam menyebutkan bahwa ta’liq talaq adalah suatu talaq yang
23
Kamal Mukhtar, Op.Cit. hlm. 170 Kamal Mukhtar, Op. Cit., hlm. 227 25 Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa; Studi Tentang Perkawinan di Kalangan Orang Islam Jawa, Terj. H. Zaeni Ashmad Hoeh, Yogyakarta: Gajah Mada Universytas Press, 1991, hlm.37 26 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, t.th, hlm. 41 24
26 digantungkan terjadinya peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya antara suami, isteri.27 Menurut Sayuti Thalib, ta’liq talaq adalah suatu talaq yang digantungkan jatuhnya kepada suatu hal yang telah diperjanjikan itu dan jika hal atau syarat yang telah diperjanjikan itu dilanggar oleh suami, maka terbukalah kesempatan mengambil inisiatif untuk talaq oleh isteri, kalau ia menghendaki demikian itu.28 Sedangkan menurut Kompilasi hukum Islam (KHI) pasal. 1 poin e menyebutkan, bahwa ta’liq talaq adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talaq yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.29 Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan, bahwa ta’liq talaq adalah semacam ikrar talaq atau janji talaq oleh suami kepada isterinya dengan menggantungkan atau mengaitkan syarat-syarat tertentu, dan ternyata di kemudian hari syarat tersebut terpenuhi atau dilanggar, maka jatuhlah talaqnya.
27 28
hlm. 119
29
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.1, 1992, hlm. 251 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: yayasan Penerbit VI, 1974, H. Abdurrahman, Op. Cit., hlm.113
27 Jadi dalam masalah ta’liq talaq ini, maka talaq tidak berlaku mulai saat diucapkannya, sampai terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya.30 b. Dasar Hukum Ta’liq Talaq Menurut beberapa ulama dalil naqli bagi ta’liq talaq adalah surat an-Nisa :128, sebagai berikut :
LK T 4L L LL B LW S n LNK hNLW kS GS 2L 4K "L N =N +K #N 1LL -P [L LN # KK h L QJ U G S oS 2 N 5 L NK pLK q NS LPN -S L QN > LW J @N ` L S TS 4L N =L L @K >S N !NL _i]r\D ) W K H -L S L TN L "L 9L TK =LLL .U UK O LS ' U 9 L L S KN @S 9NK h L Artinya”Jika seorang perempuan melihat kesalahan suaminya atau telah berpaling hatinya, maka tiada berdosa keduannya mengadakan perdamaian antara keduanya, berdamai itulah terlebih baik (dari pada bercerai), (memang) manusia itu berperangai amat kikir, jika kamu berbuat baik (kepada isterimu). Dan bertaqwa sungguh Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S : An-Nisa : 128)31 Juga didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 1, yaitu:
_i \[sT Z
(S K "NK S =S NL S #YL L +! 3U L K 4J ! L)L
Artinya : ” Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu….(Q.S. Al-Maidah : 1)32 Berdasarkan
dalil
naqli
tersebut
di
atas
jelaslah
bahwa
perjanjian/pernyataan ta’liq talaq seyogyanya dilakukan setelah adanya nusyuz bagi isteri. Maksudnya pernyataan/perjanjian ta’liq talaq tidak diucapkan ijab-
30
Hisako Nakamura, Op. Cit.
31
Depag RI, Op.Cit. Ibid.
32
28 qabul pada waktu berlangsungnya akad nikah. Yang dimaksud dengan nusyuz ialah meninggalkan kewajiban bersuami-isteri, nusyuz dari pihak isteri misalnya meninggalkan rumah tangga seizin suami. Dalam arti luas nusyuz adalah suami atau isteri yang meninggalkan kewajiban bersuami isteri, yang membawa kesenggangan hubungan diantara keduanya.33 Sedangkan ta’liq talaq dalam Undang-undang Indonesia telah berubah maksudnya dan tidak sama tujuannya dengan tujuan semula dan tak sama pengertiannya dengan pengertian ta’liq talaq yang terdapat dalam kitab fiqh pada umumnya. Dalam Undang-undang Indonesia ta’liq talaq merupakan semacam ikrar suami terhadap isteri yang dinyatakan setelah terjadinya akad nikah. Pernyataan ikrar dari suami dalam melakukan kehidupan suami isteri nanti, bukan sebagai peringatan atau pengajaran dari suami terhadap isterinya yang nusyuz. Ta’liq talaq menurut Undang-undang Indonesia diucapkan oleh suami berdasarkan kehendak dari isteri atau anjuran dari P3NTR atau Pegawai Pencatat Nikah. Di samping itu ta’liq talaq menurut hukum Indonesia disyaratkan adanya ‘iwadl yang harus dibayar oleh pihak isteri kepada Pengadilan Agama.34 Sedangkan di Indonesia landasan hukum yang dipergunakan untuk diadakanya ta’liq talaq, diantaranya adalah sebagai berikut :
33 34
Sudarsono, Op. Cit., hlm. 252 Kamal Muhkatr, Op. Cit., hlm. 227
29 1. Adanya Stb. 1882 No. 152 tentang Pembentukan Raad Agama.35 2. Peraturan Menteri Agama tanggal 23 Juni 1955 No. 1 / 1955.36 3. Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1975. 4. Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1990. Hal ini dikuatkan pula oleh lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia sebagai suatu Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, di mana di dalamnya diatur mengenai perjanjian ta’liq talaq yang terdapat dalam pasal 45 dan 46, sebagai berikut : 1. Pasal 45, yang terdiri dari: Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk: a. Ta’liq talaq, dan b. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. 2. Pasal 46, yang berisi: a. Isi ta’liq talaq tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam b. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam ta’liq talaq betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talaq jatuh. Supaya talaq sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukannya ke Pengadilan Agama.
35
hlm. 25
36
R. Winjono Projodikoro, Hukum Perkawian di Indonesia, Bandung: Sumur, 1981,
K.H. Hasbullah Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-undang Peraturan perkawinan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1985, hlm. 245
30 c. Perjanjian ta’liq talaq bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali ta’liq talaq sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut.37 Kemudian didalam KHI juga diatur mengenai ta’liq talaq yang subtansinya adalah sebagai alasan perceraian, yaitu dalam pasal. 116 poin 7 bahwa salah satu alasan perceraian adalah suami melanggar ta’liq talaq.38 c. Macam-Macam Ta’liq Talaq Perjanjian yang mengikat biasanya mencakup segala yang mengikat, dan ta’liq talaq adalah termasuk yang mengikat.39 Para ulama fiqh membagi taklik talaq menjadi dua macam, yaitu : 1. Ta’liq Qasamy, yaitu ta’liq yang berisi janji atau sumpah karena ta’liq tersebut mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar. Seperti ucapan suami terhadap isterinya; “jika aku keluar rumah maka engkau tertalaq”. Dalam hal ini maksudnya suami melarang isterinya keluar ketika suami keluar, bukan di maksudkan untuk menjatuhkan talaq. 2. Ta’liq Syarthi yaitu ta’liq yang dimaksudkan menjatuhkan talaq apabila terjadi sesuatu peristiwa yang menjadi syarat. Seperti ucapan
37
seseorang
suami
kepada
isterinya: “jika engkau
H. Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 123-124 Ibid, hlm. 141 39 Asy. Syaikh Muhammad Mahmud syalthut dan Asy Syaikh Muhammad Ali AsySyais, Muqaranah al-Mazahib fi al-Fiqh, t.tp. 1953, hlm. 108 38
31 membebaskan aku dari membayar sisa maharmu, maka engkau tertalaq”.40 d. Syarat Ta’liq Talaq ( Mu’allaq ) Jumhur Ulama Fiqh mengemukakan tiga syarat bagi berlakuknya ta’liq talaq yaitu : 1.
Syarat tersebut adalah sesuatu yang belum ada, belum terjadi dan mungkin terjadi. Misalnya, ucapan suami pada isterinya “jika kamu keluar negeritanpa seizin saya, maka talaqmu jatuh “. artinya keluar negeri sesuatu yang belum terjadi, tetapi mungkin terjadi. Apabila syarat keluar negeri ini benar-benar terjadi, maka talaq al-Muallaq (la’liq talaq) jatuh dengan sndirinya. Talaq al-Muallaq (Ta’liq talaq) dapat berubah menjadi talaq almunjiz apabila lafal tersebut di ucapkan. Misalnya, suami mengucapkan “jika saat ini hari siang, maka talaqmu jatuh, ‘maksudnya, apabila lafal talaq al-Muallaq 9ta’liq talaq) ini diucapkan suami dalam ruangan tertutup, kemudian ketika ia keluar dari ruangan tersebut ternyata keadaan memang siang hari, maka hukum talaq ini berubah menjadi talaq al-Munjiz. Apabila syarat talaq al-Muallaq (ta’liq talaq) itu sesuatu yang mustahil, maka syarat tersebut tidak sah. Misalnya, suami mengucapkan “jika engkau seperti ini tidak mungkin terjadi karena manusia tidak mungkin
40
Sayid Sabiq, Op. Cit.
32 terbang dengan kedua tangannya saja. Oleh karena itu, lafal al-Muallaq seperti ini tidak sah dan talaqnya pun tidak jatuh.41 2.
Ketika lafal ta’liq talaq diucapkan suami, wanita tersebut masih berstatus isteri atau masih dalam masa iddah.
3.
Ketika syarat yang dikemukakan dalam lafal ta’liq talaq itu terpenuhi, wanita tersebut masih berstatus isteri atau masih dalam masa iddahnya.42 Untuk syarat yang kedua dan ketiga, seorang isteri yang dita’liqkan
talaqnya harus dalam keadaan dapat dijatuhi talaq, baik ketika ikrar talaq diucapkan maupun ketika perkara yang dita’liqkan itu terjadi. Dalam keadaan yang dapat dijatuhi talaq disini maksudnya isteri tersebut masih dalam keadaan sebagaimana keadaan perempuan yang dapat ditalaq. Adapun keadaan itu adalah: Berada dalam ikatan suami-isteri secara sah Bila berada dalam iddah talaq raj’i atau iddah talaq ba’in sughra, sebab dalam keadaan –keadaan seperti ini secara hukum ikatan suami isteri masih berlaku sampai habisnya masa iddah. Jika perempuan berada dalam pisah badan karena dianggap sebagai talaq, seperti pisah badan karena suami tidak mau jadi Islam, bila isterinya masuk Islam, atau karena ila’. Pisah badan dalam keadaan seperti ini dianggap talaq oleh golongan Hanafi. Jika perempuan dalam iddah, karena pisah badan yang dianggap sebagai fasakh, tetapi pada dasarnya akadnya tidak batal, seperti karena isteri 41
Abdul Aziz Dahlan, Op. Cit., hlm. 1781
33 murtad. Fasakh dalam hal seperti ini terjadi karena adanya halangan yang membatalkan kelangsungan ikatan perkawinan, bila kemurtadannya benarbenar terbukti.43 Para Ulama telah ijma bahwa seseorang yang menjatuhkan talaq kepada wanita yang bukan isterinya adalah lagha, artinya tidak memberi bekas apa-apa.44 Jadi apabila mentali’liqkan talaq terhadap perempuan yang tidak berada dalam ikatan perkawinannya, maka talaqnya tidak sah dan dianggap tidak berguna. e.
Talaq Yang Dikaitkan Dengan Waktu Yang Akan Datang. Talaq yang disandarkan dengan waktu yang akan datang dalam
istilah ahli fiqh disebut talaq Mudaf, yang berarti bahwa sesuatu yang bersamaan dengan masa / waktu yang dijadikan permulaan untuk jatuhnya talaq dan akibat setelahnya, pada umumnya waktu yang dipakai adalah akan datang. Seperti ucapan suami kepada isterinya ; “kamu adalah wanita yang saya talaq besok atau ketika kepulangan fulan dari perginya.”45 Dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq juga mengatakan bahwa maksud dari ucapan ta’liq talaq yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang adalah talaq yang diucapkan dikaitkan dengan waktu tertentu sebagai syarat dijatuhkannya talaq, di mana talaq itu jatuh jika waktu yang dimaksud telah datang. Seperti ucapan suami kepada isterinya: “engkau besok tertalaq atau 42
Ibid. Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 8, Bandung : PT. Al-Ma’arif, cet-20, t.th,hlm. 23-24 44 Mahmud Syalthut, Op.Cit., hlm.104 45 Hasbillah, Al-Furqatu Baina al-Zaujaini, Beirut: Daar al-Fikr al-Araby, t.th, hlm.48 43
34 engkau tertalaq pada akhir tahun; dalam hal ini talaqnya akan berlaku besok pagi atau pada akhir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaanya ketika waktu yang telah tiba menjadi syarat bergantungnya talaq.46 Sedangkan dalam buku Hukum Perkawinan Islam menyebutkan talaq yang ditakliqkan dengan waktu tertentu akan gugur talaq itu pada permulaan waktu yang disebut itu, kalau ditentukan pada permulaan waktu yang disebut itu. Kalau ditentukan ta’liq pada akhir suatu waktu maka talaq akan pada saat-saat terakhir yang ditakliqkan itu. Talaq tidak dapat berlaku surut; kalau suami mengatakan kepada isterinya: ”engkau aku talaq kemarin”, namun jatuh talaqnya pada waktu diucapkan itu.47 Menurut Dr. Ahmad Al-Ghondur, talaq yang disandarkan pada waktu adalah sesuatu atau talaq yang dijatuhnya disandarkan pada waktu yang telah lewat/akan datang dengan maksud menjatuhkan talaq.48 Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diuraikan, bahwa talaq yang disandarkan/berhubungan dengan waktu adalah talaq yang dita’liqkan dengan waktu, baik waktu yang akan datang/telah lewat, sebagai syarat dijatuhkannya talaq.
46
Sayyid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Terjemah Moh. Thalib, Fiqh Sunnah, Bandung: PT. Ma’arif, cet-14, hlm. 41-42 47 Dr. Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlu Sunnah dan Negara Islam), Jakarta: Bulan Bintang , 1988, hlm. 90-91 48 Ahmad Al-Ghoundur, At-Talaq fi al-Syariah al-Islamiyah wa al-Qanun, Mesir: Dar al Ma’arif, cet. I, 1967, hlm. 198
35 Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang hukum penjatuhan talaq itu sendiri, ada yang mengesahkan dan ada yang tidak mengesahkan. Para Imam empat (Hanafi, Maliki, asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal) sependapat, apabila seseorang menta’liqkan talaq yang berada dalam wewenangnya dan memenuhi persyaratan menurut mereka masing-masing, tal’liq itu adalah sah, baik ta’liq itu berupa sumpah maupun berupa syarat (tiadakan atau peristiwa/dikaitkan dengan waktu yang akan datang). Kebanyakan Ulama juga berpendapat demikian. Akan tetapi, Abu Muhammad Ibn Hazmi Bin Yahya Bin Aziz dari Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa ta’liq itu tidak sah, bahkan seluruhnya adalah laqha atau sia-sia. Alasan beliau yang menyatakan bahwa talaq yang dikaitkan dengan masa yang kan datang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an maupun Hadits. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. At-Thalaq: 1
_i \
ZS .LN 2L L IL t NL L LK .U L (SSUL "L ' !N L +L #L
Artrinya: “……..Dan barang siapa melanggar hukum Allah maka sesungguhnya ia menganiaya diri sendiri…….” (Q.S. AtThalaq : 1)49 Menurut Ibnu Taimiyah bahwa apabila ta’liq itu merupakan sumpah yang dimaksudkan untuk menolong atau mencegah perbuatan itu, talaq itu tidak jatuh, tetapi orang tersebut wajib membayar kafarat sumpah jika ia melanggar sumpahnya. Akan tetapi, jika ta’liq itu merupakan syarat yang
49
Depag RI., Op. Cit.
36 dimaksudkan untuk terjadinya talaq ketika terjadinya sesuatu yang disyaratkan, talaq itu jatuh.50 Jumhur Ulama (ulama madzhab) berpendapat, bahwa apabila seseorang menta’likkan talaqnya dalam wewenangnya dan telah terpenuhi syarat-syaratnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh mereka masing-masing, maka talaq itu dianggap sah untuk semua bentuk ta’liq, baik ta’liq yang berupa sumpah ataupun yng mengandung syarat, karena orang yang menta’liqkan talaq itu tidak menjatuhkan talaqnya pada saat orang itu mengucapkannya, akan tetapi orang itu menggantungkan talaqnya kepada yang telah terpenuhinnya syarat yang terkandung (disebutkan) dalam ucapannya itu. 51 Dengan demikian, maka talaq yang disandarkan dengan sesuatu syarat (waktu yang akan datang) menurut jumhur Ulama, talaq seperti itu adalah sah, akan tetapi lain halnya dengan pendapat Ibn Hazm yang tidak mengesahkan adanya talaq yang disandarkan, bahkan di Indonesia talaq tersebut jatuh, kecuali jika isteri menjatuhkannya kepada Pengadilan Agama.
50 51
Mahmud Syalthut, Op. Cit. Ibid.