21
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN
2.1
Sejarah PT.Pegadaian Perusahaan jawatan pegadaian Negara, sebagai sebuah lembaga di dalam
sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening zaman VOC.1 Pada saat itu Pemerintah Penjajahan Belanda mendirikan Bank Van Leening dalam bentuk kerjasama dengan bank swasta yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai yang terletak di Batavia pada 20 Agustus 1746. Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816), Bank Van Leening dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel). Namun metode tersebut berdampak buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan Pemerintah Inggris yang berkuasa saat itu. Oleh karena itu, metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian lembaga pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada pemerintah. Pada saat Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama di mana pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan 1
Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai & Fiducia, Penerbit Alumni, Bandung, Hlm. 71.
22
‘cultuur stelsel’ di mana dalam kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha pegadaian merupakan monopoli pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian. Pada masa pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’. Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari. Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar, Kebumen, Jawa Tengah, karena situasi perang yang kian terus memanas. Agresi militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Selanjutnya, pascaperang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai
23
Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM). Kemudian pada tahun 2011, perubahan status kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 yang ditandatangani pada 13 Desember 2011. Namun, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar diserahkan ke pejabat berwenang yaitu pada 1 April 2012. Adanya perubahan bentuk badan hukum tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 mengakibatkan : a. Seluruh kekayaan, hak dan kewajiban Perum Pegadaian menjadi kekayaan, hak dan kewajiban Perusahaan Perseroan (Persero); b. Seluruh karyawan tetap Perum Pegadaian menjadi karyawan tetap Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu; c. Seluruh karyawan tidak tetap Perum Pegadaian menjadi karyawan tidak tetap Perusahan Perseroan (Persero) berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu; dan d. Hak dan kewajiban antara Perum Pegadaian dengan karyawan Perum Pegadaian menjadi hak dan kewajiban antara Perusahaan Perseroan (Persero) dengan karyawan Perusahaan Perseroan (Persero).
24
2.2
Dasar Hukum PT. Pegadaian Lembaga keuangan di Indonesia terdiri atas Bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank (LBKK). Lembaga keuangan bukan bank ialah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya ke masyarakat, guna membiayai investasi perusahaanperusahaan.2 PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Sebelum berubah menjadi Persero, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum, dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena lembaga gadai terasa sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan kinerja keuangannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan. PT. Pegadaian dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya berpedoman pada Anggaran Dasar PT. Pegadaian yang termuat dalam akta pendirian PT. Pegadaian Nomor 01 tanggal 01 April 2012 yang dibuat di hadapan Notaris di Jakarta Selatan yaitu Nanda Fauz Iwan, SH., MKn dan telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Ham berdasarkan 2
C.S.T. Kansil Dan Christine S.T. Kansil, 2008, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Cet-4, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 432.
25
Surat Keputusan Nomor : AHU-17525.AH.01.01 tahun 2012 tanggal 04 April 2012, yang kemudian dirubah terakhir dengan Akta Nomor : 5 tanggal 23 Oktober 2013, yang dibuat dihadapan Notaris Nanda Fauz Iwan, SH., MKn di Jakarta Selatan. Di dalam melaksanakan kegiatan dalam hal gadai, PT. Pegadaian berpedoman pada Peraturan Direksi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) Non Online. Keputusan Direksi Nomor 105/US.2.00/2005 tentang PO Pegadaian Krasida, serta peraturan teknis lainnya. Selain itu dasar hukum yang digunakan dalam gadai oleh PT. Pegadaian juga berpedoman pada :
Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUHperdata Buku II
Pasal 1977 KUHPerdata
Pasal 548 ayat (1) KUHPerdata
Pasal 582 KUHPerdata
Staatblad (Stb) Nomor 81 Tahun 1928 (Pandhuist Reglement) Adanya kegiatan gadai yang dilakukan oleh PT. Pegadaian menimbulkan
suatu hubungan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian antara penerima gadai yang disini adalah PT. Pegadaian itu sendiri dan juga pemberi gadai yang disini merupakan nasabah dari PT. Pegadaian. Hukum yang mengatur tentang Perjanjian di Indonesia hingga saat ini masih mengacu pada Burgelijke Wetboek (BW) atau yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).3 Belum ada aturan khusus yang mengatur mengenai perjanjian sehingga pengaturan mengenai perjanjian saat ini diatur dalam Buku III Bab II tentang
3
Hapi Saherodji, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Aksara Baru, Jakarta, Hlm. 90.
26
Perikatan baik yang lahir melalui perjanjian maupun melalui Undang-Undang. Perjanjian sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Beberapa ahli juga memberikan definisi mengenai perjanjian. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat atau menimbulkan akibat hukum.4 Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian merupakan suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan kekayaan.5 2.3
Fungsi dan Tujuan PT. Pegadaian Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa : a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; 4
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, Hlm. 76. 5 Abdulkadir Muhammad, op.cit, Hlm. 20.
27
b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;dan c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi. Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti : a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman;dan b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero). Pegadaian sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memiliki visi yaitu sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjalankan visinya tersebut Pegadain memiliki misi yang sekaligus sebagai fungsi yaitu : 1. Memberikan pembiayaan yang terepat, termudah, aman, dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. 3. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan.
28
PT. Pegadaian sebagai badan hukum yang bertindak sebagai pemegang gadai (kreditur) memiliki wewenang, yaitu6 : a.
Hak retentie Hak gadai hanyalah ada bilamana pemberi gadai telah menyerahkan benda yang digadaikan. Di dalam hukum pemegang gadai menguasai benda tersebut sampai tagihannya itu dilunasi (hak retentie) adalah suatu upaya yang penting untuk mendorong debitur untuk membayar hutangnya.
b.
Hak executie yang dipermudah Pada umumnya secara normal debitur akan memenuhi kewajibankewajibannya dan benda tersebut akan dikembalikan padanya setelah ia melunasi hutangnya. Hak gadai diciptakan dengan maksud adanya kemungkinan debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam kasus demikian setiap kreditur berhak untuk memperoleh gati rugi dari harta debitur, tetapi kreditur yang minta janji suatu hak gadai memperoleh kemungkinan ganti rugi yang lebih mudah. Di dalam beberapa segi, maka pemegang gadai di dalam memperoleh ganti kerugian mempunyai suatu posisi yang lebih menguntungkan daripada kreditur lain yang tagihannya tidak dijamin dengan hak gadai.
c.
Hak yang didahulukan dalam memperoleh ganti rugi (voorang bij verhaal) Kreditur yang mempunyai tagihan yang diperkuat dengan hak gadai untuk mencapai
tidak
hanya,
bahwa
ia
tidak
harus
menunggu-nunggu
pembayarannya, akan tetapi dengan cara sederhana dapat melakukan hak 6
R. Soetojo Prawirohamidjojo Dan Marthalena Pohan, 1984, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Cet-1, PT. Bina Ilmu, Surabaya, Hlm. 101.
29
excecutie atas benda gadai itu. Di samping itu, bahwa tagihannya itu akan memperoleh ganti rugi yang paling didahulukan dari hasil benda gadai itu. Pemegang gadai di dalam pembagian hasil executie haknya tidak hanya di atas kreditur konkuren saja melainkan juga berada diatas kreditur-kreditur yang diberikan preferentie (voorang) menurut undang-undang.