BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG FUKUSHI, FUKUSHI CHOTTO, SEMANTIK, DAN KOMIK
2.1 Fukushi 2.1.1 Pengertian Fukushi Dalam klasifikasi atau penggolongan kata, terdapat kata-kata yang digolongkan ke dalam verba, nomina, adjektiva, adverbia dan sebagainya. Pada bab ini, yang pertama akan dibahas adalah kelas kata adverbia. Adverbia dalam bahasa Indonesia disebut kata keterangan. Terdapat banyak sekali defenisi adverbia, yang menyangkut ciri maupun pemakainnya di dalam kalimat. Sebelum membahas jenis dan fungsi dari adverbia chotto, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa defenisi dari adverbia (kata keterangan) menurut beberapa pakar yang diambil dari beberapa sumber. “Kata keterangan (adverbia) adalah kata-kata yang digunakan untuk memberi penjelasan pada kata-kata lain yang sifatnya tidak menerangkan keadaan atau sifat”(Chaer, 2006:162). Dalam bahasa Jepang, kata keterangan atau adverbia disebut fukushi. Bunkachou dalam Sudjianto (2004:72) bahwa fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen (verba, adjektiva-i, dan adjektiva-na), tidak dapat menjadi subjek, dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Lalu Matsuoka dalam Sudjianto (2004:165) fukushi adalah kata-kata yang menerangkan verba, adjektiva, dan adverbial yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana atau perasaan pembicara. Sementara Takeshi dalam Sudjianto (2004:72) berpendapat hampir sama
Universitas Sumatera Utara
dengan Bunkachoo. Dikatakan bahwa fukushi ialah kata yang menerangkan yougen, termasuk
jenis
kata
yang
berdiri
sendiri
(jiritsugo)
dan
tidak
mengenal
konjugasi/deklinasi. Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan di atas, dapat diambil kesimpulan seperti dalam buku karya ilmiah yang berjudul Pengantar Linguistik Bahasa Jepang bahwa yang dimaksud dengan fukushi adalah kata yang dapat berdiri sendiri, tidak berkonjugasi, tidak dapat menjadi subjek, predikat, dan objek, dan berfungsi menerangkan doushi, keiyoushi, dan fukushi, lainnya (Situmorang, 2007:40) Selain itu, untuk lebih memperjelas pengertian dari fukushi akan diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dari fukushi, diantaranya adalah : 1. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan meishi (nomina) Fukushi hanya berfungsi menerangkan kata yang lainnya, tidak dapat menjadi subjek sehingga secara langsung tidak dapat diikuti partikael ga, wa, mo dan sejenisnya. Sedangkan meishi selain berfungsi menerangkan kata lain, juga dapat menjadi subjek, setelah meishi dapat disisipi partikel ga, wa, mo dan sebagainya. 2. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan i-keiyoushi (adjektiva-i) dan keiyoudoushi (adjektiva-na) Fukushi, i-keiyoushi, dan keiyoudoshi masing-masing menerangkan kata yang ada di depannya. Ketiganya pun tidak dapat menjadi subjek. Untuk itu harus ditelaah kata yang mana yang tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Kata yang tidak dapat berubah misalnya ke dalam bentuk lampau, bentuk menyangkal, dan sebagainya dapat digolongkan ke dalam fukushi. Sedangkan kata yang dapat berubah ke dalam bentuk lampau, menyangkal dan sebagainya itu digolongkan ke dalam yougen (doushi, i-keiyoushi, keiyoudoushi). 3. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan rentaishi (prenomina)
Universitas Sumatera Utara
Fukushi dan rentaishi berfungsi menerangkan kata lain, tetapi rentaishi hanya dipakai untuk menerangkan taigen (meishi), sedangkan fukushi bisa dipakai untuk menerangkan yougen. 4. Letak fukushi dan letak yang diterangkanya pada suatu kalimat Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fukushi dipakai untuk menerangkan kata yang ada di depannya. Tetapi bukan berarti fukushi itu selalu berdekatan dengan kata yang diterangkannya. Kadang-kadang letak fukushi terpisah dari kata yang diterangkannya karena terhalangi oleh beberapa kata. Walaupun demikian fukushi selalu diletakkan sebelum kata yang diterangkannya itu. a. Fukushi yang diletakkan dekat dengan kata yang diterangkannya. 今年はたいへん 暑い。 Kotoshi wa taihen atsui. (Tahun ini (cuacanya) sangat panas). b. Fukushi yang diletakan terpisah dari kata yang diterangkanya. もちろん僕も行く。 Mochiron boku mo iku. (Pasti Aku juga akan pergi) Fukushi dalam sebuah kalimat dengan sendirinya dapat menjadi sebuah bunsetsu yang menerangkan kata lain, (Takeshi dalam Sudjianto, 2004:72). Selain itu, fukushi juga berfungsi menerangkan nomina (taigen). Motojiro dalam Sudjianto (2004:74) menjelaskan bahwa taigen yang diterangkan oleh fukushi terbatas pada kata-kata yang menyatakan tempat, arah, jumlah, waktu, atau keadaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Jenis-jenis Fukushi Motojiro dalam Sudjianto (2004:93-96) membagi fukushi menjadi tiga macam yakni joutai no fukushi, teido no fukushi, dan tokubetsuna iikata o youkyuu suru fukushi. Lalu Hiroshi (2000:344) mengklasifikasikan fukushi menjadi tiga macam yaitu youtai fukushi, teido fukushi, dan yuudo fukushi. Begitu juga Masao dalam Sudjianto (2004:155-156) mengklasifikasikan fukushi menjadi tiga macam yaitu joutai fukushi, teido fukushi, teido o arawasu fukushi, dan nobekata o shuushokusuru fukushi. Hampir sama dengan pendapat-pendapat tersebut, Takanao dalam Sudjianto (2004:166-168) membagi fukushi menjadi tiga macam sebagai berikut :
1. Joutai no Fukushi 状態を評し、主として用言を修飾するものを状態副詞という。 “Joutai wo hyoushi, shu toshite yougen wo shuushokusuru mono wo joutai fukushi to iu” (Disebut Joutai fukushi untuk sebagian besar kata yang menjelaskan Yougen, dan menyatakan kondisi/keadaan). Isami dalam Sudjianto (2004:74) menyatakan bahwa joutai no fukushi adalah fukushi yang sering dipakai untuk menerangkan verba, secara jelas menerangkan keadaan pekerjaan atau perbuatan itu. Fukushi yang termasuk kelompok joutai no fukushi ini misalnya, fukushi yang disertai partikel to, ni, misalnya : batabata to, boroboro to, dodo to dan jiki ni, sude ni, sugu ni dan sebagainya. Selain itu di dalam joutai no fukushi ini juga terdapat kata –kata yang dapat menerangkan nomina dengan cara menyisipkan partikel no di antara kedua kelas kata itu, misalnya :
Universitas Sumatera Utara
よくよくの 事。 Yokuyokuno koto. (Hal yang luar biasa). Fukushi lain yang termasuk jenis joutai no fukushi misalnya ko, so, a, dou. Di dalam joutai no fukushi ini termasuk juga peniruan bunyi-bunyi alam atau meniru bunyi binatang. Dalam bahasa Jepang disebut dengan giongo, giseigo, dan gitaigo (onomatope) Banyak defenisi yang berbeda dari giongo, giseigo, dan gitaigo, diantaranya sebagai berikut : Giseigo, yaitu bahasa yang merupakan peniruan bunyi binatang. Misalnya: 鳥はチチと鳴く。 Tori wa chi chi to naku. (Burung berkicau chi chi). Sedangkan gitaigo, yaitu bahasa yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat benda tersebut, kata-kata yang mengungkapkan aktivitas, keadaan dan sebagainya. Misalnya: テキパキボールをかちした。 Tekipaki boru wo kachishita. (Menangkap bola dengan tangkas). Biasanya giseigo ditulis dengan katakana, sedangkan gitaigo biasanya ditulis dengan hiragana. Tetapi sering sulit membedakan antara giseigo dan gitaigo. Lalu Yoshio dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:115) menjelaskan bahwa kata-kata yang menyatakan suara makhluk hidup atau bunyi yang keluar dari benda mati disebut giongo. Selain itu, ada juga pengertian lain yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan giongo adalah peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya: 風がヒュヒュ 吹く。 Kaze ga hyuhyu fuku. (Angin berhembus sepoi-sepoi). Giseigo sering disamakan dengan giongo (biasa disebut juga dengan sahongo ataupun onomatope), karena kata-kata yang tergolong pada giseigo maupun giongo merupakan kata-kata yang menunjukkan bunyi atau suara, sedangkan gitaigo merupakan fukushi yang menyatakan suatu keadaan. Namun, di dalam buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang (Situmorang, 2007:41), dinyatakan bahwa joutai no fukushi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Joutai no fukushi yang menerangkan keadaan, misalnya: ゆっくりと 歩く。 Yukkurito aruku. (Berjalan dengan pelan-pelan) b. Joutai no fukushi yang menerangkan waktu, misalnya: しばらく お待ちください。 Shibaraku omachi kudasai. (Tolong tunggu sebentar). c. Joutai no fukushi yang menerangkan arahan (michibiku), misalnya: こう なることは初めからわかっていた。 Kou naru koto wa hajime kara wakatte ita. (Dari awal saya sudah tahu akan jadi seperti ini).
Universitas Sumatera Utara
2. Teido no Fukushi 主として、状態を表すご集濃くして、その状態の程度を限定するものを程 度副詞と言う。 “Shu toshite, joutai wo arawasu goshuukokushite, sono joutai no teido wo genteisuru mono wo teido fukushi to iu” (disebut teido fukushi untuk sebagian besar kata yang memperhalus dalam mengungkapkan keadaan/kondisi dan membatasi derajat keadaan/kondisi tersebut). Motojiro dalam Sudjianto (2004:79) menyatakan bahwa teido no fukushi adalah fukushi yang menerangkan yougen (verba, adjektiva-i, adjektiva-na), menyatakan standar (batas, tingkat, derajat) suatu keadaan atau suatu perbuatan. Berikut beberapa fungsi dari teido no fukushi: a. Menerangkan i-keiyoushi (adjektiva-i), misalnya: 今日は少し暑い。 Kyou wa sukoshi atsui. (Hari ini agak panas). b. Menerangkan keiyoudoushi (adjektiva-na), misalnya: この部屋はとても静かだ。 Kono heya wa totemo shizuka da. (Kamar ini sangat nyaman). c. Menerangkan Doushi (verba), misalnya: 少し 行くと交番がある。 Sukoshi iku to koubann ga aru. (Kalau jalan sedikit, ada pos polisi). Di dalam teido no fukushi, selain terdapat fukushi yang menerangkan yougen, terdapat juga fukushi yang menerangkan adverbia dan nomina, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
かなりはっきり見える。 Kanari hakkiri mieru. (Terlihat sangat jelas).
3. Chinjutsu no Fukushi 普通、文頭にあらわれて文末の陳述の質を予告する働きをするものを 陳述副詞(文法税では、誘導副詞ともという)。 “futsuu, buntou ni arawarete, bunnmatsu no chinjutsu no shitsu wo yokokusuru hataraki wo suru mono wo chinjutsu fukushi (bunpouzei dewa yuudou fukushi tomo to iu)” (Biasanya, disebut chinjutsu fukushi yaitu kata yang berfungsi untuk menjelaskan sifat pernyataan di akhir kalimat dengan menujukan kepala kalimat (dalam teori tatabahasa, disebut juga dengan keterangan yang menyampaikan pernyataan). Chinjutsu no fukushi biasa disebut juga ko o no fukushi, jojutsu no fukushi, bahkan Motojiro menyebutnya dengan istilah tokubetsuna iikata o yokyu suru fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan yang khusus. Isami dalam Sudjianto (2004:82) membagi chinjutsu no fukushi berdasarkan bentuk kalimatnya menjadi sembilan golongan seperti berikut, a. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan negatif atau menyangkal (uchikaeshi), misalnya: 必ずしもみんあは成功しない。 Kanarazushimo minna w seikou shinai. (Semuanya belum tentu tidak berhasil) b. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan harapan, keinginan, atau perintah (ganmou/kibou), misalnya: どうぞこちらへおいでください。 Douzo kochira e oide kudasai.
Universitas Sumatera Utara
(Silahkan datang ke mari). c. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan larangan (kinshi), misalnya: これからは決してなまけるな。 Korekara wa kesshite namakeru na. (Mulai sekarang sama sekali tidak boleh kalah). d. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan atau sangkaan (suiryou), misalnya: 彼はたぶん来ないでしょう。 Kare wa tabun konai deshou. (Dia mungkin tidak datang). e. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perumpamaan (tatoe), misalnya: まるで夢のようだ。 Marude yume no you da. (Benar-benar seperti mimpi). f.
Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan negatif (uchikaeshi suryou), misalnya: まさか僕がしたとは思いまい。 Masaka boku ga shita to wa omou mai. (Tidak mungkin saya yang melakukanya tanpa berpikir).
g. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan keputusan, kesimpulan, atau kepastian (danntei), misalnya: 彼は必ず来る。 Kare wa kanarazu kuru.
Universitas Sumatera Utara
(Dia pasti datang). h. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pertanyaan (gimon), misalnya: 今日はどうして学校を休んだか。 Kinou wa doushite gakkou wo yasundaka. (Kemarin kenapa tidak masuk sekolah?). i. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pengandaian (katei), misalnya: もし雨が降ったらやめる。 Moshi ame ga futtara yameru. (Seandainya hujan turun, akan berhenti).
2.1.3 Fungsi Fukushi Fukushi berfungsi untuk menerangkan kata yang ada di depannya, yaitu verba, adjektiva, nomina dan adverbia lain. Contoh: 1. Menerangkan verba (doushi) 私はかならず来る。 Watashi wa kanarazu kuru. (Saya pasti akan datang). 2. Menerangkan adjektiva (keiyoushi) たいへん親切だ。 Taihen shinssetsu da. (Sangat baik hati).
Universitas Sumatera Utara
3. Menerangkan nomina (taigen) a. Menyatakan waktu それはずっと昔のことだ。 Sore wa zutto mukashi no koto da. (Itu kejadian dulu kala). b. Menyatakan arah 少し右の方だ。 Sukoshi migi no hou da. (Sedikit ke kanan). c. Menyatakan jumlah/kuantitas ぜんぶ食べてしまいました。 Zenbu tabete shimaimashita. (Semua habis dimakan) Ada juga fukushi yang menerangkan taigen yang disisipi partikel no. 少しのお金。 Sukoshi no okane. (Sedikit uang). 4. Menerangkan adverbia (fukushi) もっと ゆっくり話してください。 Motto yukkuri hanashite kudasai. (Tolong berbicara lebih pelan-pelan lagi).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Fukushi Chotto 2.1.4.1 Pengertian Fukushi Chotto Seperti yang dikemukakan Hiroshi (2000:344) bahwa : 副詞は動詞や形容詞を週濃くすることを本務とする品詞ですが 形式 的にも意味的にもさまざまなものがふくまれます。 “Fukushi wa doshi ya keiyoshi wo shukokusuru koto wo honmu tosuru hishi desuga, keishikiteki ni mo imiteki ni mo samazama na mono go fukumaremasu” (Fukushi adalah kelas kata yang berfungsi menerangkan keiyoushi dan doushi, dan termasuk berbagai macam kata ditinjau dari segi arti maupun dari segi keformalan). Naoko (1987:102) mengatakan bahwa dalam adverbia chotto memiliki dua pengertian, yaitu: 1. 数量が少ない場合。程度を表す場合もある。 “Suryo ga sukunai baai. Teido wo arawasu baai mo aru” (Kondisi/keadaan untuk menyatakan sedikitnya kuantitas atau jumlah. Juga kondisi/keadaan untuk menyatakan derajat/tingkat/batas). Misalnya: すぐ終わりますからもうちょっと待ってください。 Sugu owarimasu kara mou chotto matte kudasai. (Karena akan segera selesai, tolong tunggu sebentar lagi) Pada Kalimat ini, chotto memiliki makna sebentar. Teori ini didukung oleh Motojiro dalam Sudjianto (2004:172) yang menyatakan, adverbia chotto diartikan “agak, sedikit, sebentar”. Berfungsi untuk menyatakan standar (batas, tingkat, derajat) suatu keadaan atau perbuatan.
2. 否定を伴う言い方。ある物事や判断が間単には成立しないようす。 “Hitei wo tomonau iikata. Aru monogoto ya handan ga, kantan ni wa seiritsushinai yosu” (Cara mengungkapkan sanggahan. Keadaan dimana tidak berhasilnya dengan mudah mengungkapkan suatu hal dan suatu keputusan). Misalnya: サラリーマンをやめて自分で会社を作るようなことは、私にはちょっと
Universitas Sumatera Utara
できません。 Sararii man wo yamete jibun de kaisha wo tsukuru yona koto wa, watashi ni wa chotto dekimasen. (Menjalankan perusahaan sendiri dengan berhenti dari salesman, menurut saya sepertinya tidak bisa). Pada kalimat ini, chotto memiliki makna sepertinya, tetapi mengandung sesuatu rasa enggan atau sanggahan, bahwa hal itu tidak mungkin untuk dikerjakan. Teori ini didukung oleh Sunagawa dan Komada (1998:49), bahwa adverbia digunakan ke semua ungkapan sanggahan.
2.1.4.2 Fungsi Fukushi chotto Menurut Sunagawa (1998:54), Chotto dibagi atas 6 jenis,yaitu: 1. Chotto yang menyatakan derajat, batas, tingkat 量の少なさ、程度の低さをあらわす。評す言葉で使うのが普通 “Ryo no sukunasa, teido no hikusa wo arawasu. Hyousu kotoba de tsukau no ga futsu” (Menunjukan rendahnya batas/derajat, sedikitnya suatu jumlah/kuantitas. Sering/biasa digunakan dalam percakapan (hanashi kotoba)). Misalnya: ちょっと食べてみたい。 Chotto tabete mitai. (Ingin mencoba memakanya sedikit).
Universitas Sumatera Utara
2. a. Chotto yang memperhalus derajat, batas, tingkat 会話で用いる婉曲表現。量の少なさという意味は強くなく、程度が軽 いことを匂わせる。話してが自分の行為について述べる場合や、相手に頼んだ りする場合などに使う。依頼などでは「ちょっと」をつける方がやわらかく響 く。 ”Kaiwa de mochiron enkyoku hyougen. Ryou no sukunasa to iu imi wa tsuyokunaku, teido ga karui koto wo niowaseru. Hanashite ga jibun no koui nit suite noberu baai ya, aite ni tanondari suru baai nado tsukau. Irai nado de wa, (chotto)wo tsukeru hou ga yawarakaku hibiku” (Ungkapan memperhalus yang digunakan dalam percakapan. Memberi kesan ringanya suatu derajat/tingkatan, tidak mempertegas arti/makna sedikitnya kunatitas. Digunakan oleh pembicara pada saat/untuk memohon pada lawan bicara, dan pada saat menyatakan tentang perbuatannya sendiri. Dalam permohonan dan sebagainya, akan terdengar lebih halus jika menggunakan kata “chotto”). Misalnya: すみません、ちょっと手伝ってください。 Sumimasen, chotto tetsudatte kudasai. (Maaf, tolong bantu sebentar). b. Chotto yang memperhalus aksen, nada, irama 否定的な表現につけて、語調をやわらげるのに使う。 “Hitei teki na hyougen ni tsukete, gochou wo yawarageru no ni tsukau” (Digunakan untuk memperhalus aksen/nada/irama, dan dipakai pada ungkapan sanggahan.) Misalnya: この問題は君にはちょっと難しすぎるんじゃないかなあ。 Kono mondai wa kimi ni wa chotto muzukashi sugiru janaikana. (Soal ini, bukankah sedikit terlalu sulit bagi saya?).
Universitas Sumatera Utara
c. Chotto yang menerangkan perkatan, ucapan sanggahan 会話で使う「ちょっと」だけの述べて、後の文は省略した形で、否定 的な内容を暗示するのに使う。言いにくいことを回避する表現。断りの表現な どについて調子をやわらげる。それだけで、相手にりかいされる。 “Kaiwa de tsukau “chotto” dake nobete, ato no bun wa shouryaku shita katachi de, hitei teki na naiyou wo anjisuru no ni tsukau. Iinikui koto wo kaishisuru hyougen. Kotowari no hyougen nado nit suite choushi wo yawarageru. Sore dakede, aite ni rikai sareru” (Digunakan untuk menerangkan isi sangahan, dengan meringkas kalimat berikutnya, dan hanya menyatakan “chotto” dalam percakapan. ngkapan menghindar/mengelak ntuk hal yang sulit diucapkan. Memperhalus keadaan/kondisi dengan ungkapan penolakan. Dengan begitu, bisa dipahami lawan bicara). Misalnya: A: ご都合が悪いんですか。 A: Go tsugo ga waruin desuka. (A: Apakah anda sibuk?). B: ええ、ちょっと月曜日は。 。。 B: Ee, chotto getsuyoubi wa… (B: Ya, hari Senin hmmm..(gimana ya..)). 3. Chotto yang menyatakan ungkapan penilaian いい意味を持つ評価や属性を表す表現につけると、程度の低さより、 話し手が普通以上によいと判断していることを示す。婉曲的表現になる。「か なり」に近い。 “ Ii imi wo motsu hyouka ya zokusei wo arawasu hyougen ni tsukeru to, teido no hikusa yori, hanashite ga futsuu ijou ni yoi to handan shite iru koto wa shimesu. Enkyoku teki hyougen ni naru. (Kanari) ni chikai. (Sukoshi) ni wa kono youhou wa nai” (Menunjukan hal yang dianggap baik oleh pembicara, terhadap rendahnya tingkat/derajat, bila dipakai pada ungkapan yang menunjukan simbol/lambang dan penilaian yang mempunyai makna yang baik. Menjadi ungkapan memperhalus. Hampir sama dengan “kanari”). Misalnya:
Universitas Sumatera Utara
この本はちょっと面白いよ。 Kono hon wa chotto omoshiroi yo. (Buku ini cukup menarik ya). 4. Chotto yang diikuti bentuk negative (nai) a. Chotto..nai yang menyatakan ungkapan penilaian 否定表現とともに使って、否定を強調するが、普通以上に評価する場 合に使うことがない。 “Hitei hyougen to tomo ni tsukatte, hitei wo kyouchousuruga, futsuu ijou ni hyoukasuru baai ni tsukau kotoga oii ” (Digunakan mengikuti kata sangagahan, menekankan kata sanggahan, tetapi banyak juga digunakan untuk memberikan penilaian lebih dari biasanya). Misalnya: こんなに面白い映画は最近ちょっとない。 Konna ni omoshiroi eiga wa saikin chotto nai. (Film yang menarik seperti ini, belakangan ini hampir tidak ada). b. Chotto…nai yang memperhalus aksen, nada, irama 否定表現とともに使う。 「少し」という意味でわなく、否定の言い方を 和らげるのに使う。 “Hitei hyougen to tomo ni tsukau.”sukoshi” to iu imi dewanaku, hitei no iikata wo yawarageru noni tsukau.” (Digunakan untuk semua ungkapan sanggahan. Bukan bermakna “sukoshi”, melainkan untuk memperhalus cara pengucapan sanggahan). Misalnya: 田中先生の研究室はどちらですか。 すみません。ちょっとわかりません。 Tanaka Sensei no kenkyuushitsu wa doshira desuka. Sumimasen. Chotto wakarimasen. (Ruang penelitian Bapak Tanaka Dimana?) (Maaf, Saya kurang tahu).
Universitas Sumatera Utara
5. Chotto (yang menyatakan ungkapan panggilan) 人の注意を引き付けるのに使う。単に、呼びかけるだけでなく、イン トネーションによって、非難、威嚇、哀願などの気持ちを表す。 “Hito no chuui wo hikitsukeru noni tsukau. Tan ni, yobikakeru dake de naku, intoneshon ni yotte, hinan, ikaku, aigan nado no kimochi woarawasu” (Digunakan untuk menarik perhatian orang. Tidak hanya memanggil semata, tetapi juga untuk menunjukan perasaan permohonan mendesak, ancman, mencela, jika dilihat dari intonasinya.) Misalnya: ちょっと、その奥さん、財布を落としましたよ。 Chotto, soko no okusan, saifu wo otoshimashita yo. (Hei, Ibu yang disana, dompetnya jatuh). 6. Chotto + shita + N a. Chotto + shita + N (memperhalus drajat, batas, tingkat) 軽い、あまりたいしたものではない、ささいなもの、という意味。 “Karui, amari taishita mono dewnai, sasaina mono, to iu imi.” (Bermakna sebagai suatu hal yang remeh, hal yang tidak begitu besar, ringan). Misalnya: ちょっとしたアイデアだったが、大金になった。 Chottoshita aidea data ga, taikin ni natta. (Ide yang sederhana, tetapi membutuhkan biaya yang besar). b. Chotto + shita + N (menyatakan ungkapan penilaian) 普通以上だということ。「かなりにN」で言いかえられることが多い。 「ちょっとしたN」は、ややぼかして控えめに判断・評価を述べる。 “Futsuu ijyou da to iu koto. “kanari ni N” de iikaerarerukoto ga ooi. “chottoshita N” wa, yayabokashite hikaeme ni handan.” (Sesuatu kondisi yang melebihi hal biasanya. Sering digantikan dengan bentuk “kanari ni N”. Untuk “chottoshita N” mengungkapkan penilaian, ketentuan yang agak remeh). Misalnya:
Universitas Sumatera Utara
彼は両親の死後、ちょっとした財金を受け継いだので、生活には困ら ない。 Kare wa, ryoushin no shigo, chottoshita zaikin wo uketsuida node, seikatsu ni wa komaranai. (Dia, sepeninggal ayahnya, karena telah menerima sedikit warisan, tidak mengalami kesusahan dalam hidup).
2.2 Semantik 2.2.1 Pengertian Semantik Semantik adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata, relasi, makna antar suku kata dengan kata yang lainnya, makna prase dalam sebuah idiom, dan makna kalimat. Semantik dibagi atas semantik gramatikal dan semantik leksikal. Semantik gramatikal adalah penyelidikan makna bahasa dengan menekankan hubungan-hubungan dalam berbagai tataran gramatikal. Semantik leksikal adalah penyelidikan makna makna unsur-unsur kosa kata suatu bahasa pada umumnya. Dalam kamus bahasa Indonesia (1990: 548) semantik adalah (1) arti, makna (2) maksud pembicara dan penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk pembahasan. 2.2.2 Jenis-jenis Makna dalam Semantik Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman dalam Mansoer Pateda, (2001:82) bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure dalam
Universitas Sumatera Utara
Abdul Chaer, (1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi : 1. maksud pembicara; 2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan 4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa (Harimurti Kridalaksana, 2001: 132). Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Aspek-aspek Makna Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu : 1. Pengertian (sense) Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons dalam Mansoer Pateda, (2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
Universitas Sumatera Utara
2. Nilai rasa (feeling) Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan. 3. Nada (tone) Aspek makna nada menurut Shipley ( dalam Mansoer Pateda, 2001:94) adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara. Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan. 4. Maksud (intention) Aspek maksud menurut Shipley dalam Mansoer Pateda, (2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik. Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis makna dalam semantik.
Universitas Sumatera Utara
1. Makna Emotif Makna emotif menurut Sipley dalam Mansoer Pateda, (2001:101) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan.
2. Makna Konotatif Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif (Mansoer Pateda, 2001:101). Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau didengar.
3. Makna Kognitif Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer Pateda, 2001:109). Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud pikiran.
4. Makna Referensial Referen menurut Palmer dalam Mansoer Pateda, (2001: 125) adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda,
Universitas Sumatera Utara
gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses. Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen.
5. Makna Piktorikal Makna piktorikal menurut Shipley dalam Mansoer Pateda, (2001:122) adalah makna yamg muncul akibat bayangan pendengar ataupembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca. Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan kenyataan terhadap perasaan yang timbul karena pemahaman tentang makna kata yang diujarkan atau ditulis.
2.2.3 Manfaat Mempelajari Semantik Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari dan menguasai Semantik. Pertama, secara langsung akan mempunyai pengetahuan tentang makna. Kedua, penguasaan semantik akan meningkatkan kompetensi pembelajaran bahasa karena penguasaan makna ini berkaitan erat dengan sejumlah bidang lain, yakni morfologi, sintaksis, pragmatik, membaca, dan menulis. Dengan mempelajari semantik memahami dan menguasai semantik secara langsung akan dapat juga bermanfaat untuk berbagai bidang pekerjaan antara lain: 1. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan : Mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik,yang dapat memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagi peneliti bahasa : Bagi pelajar sastra, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk menganalisis bahasa yang sedang dipelajari. Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan member manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya. 3. Bagi orang awam : Pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh dengan informasi dan lalu-lintas kebahasaan yang terus berkembang.
2.3 Komik 2.3.1 Pengertian Komik Komik adalah cerita bergambar serial sebagai perpaduan karya seni rupa, atau seni gambar. Komik berbentuk rangkaian gambar, masing-masing dalam kotak, yang keseluruhanyan merupakan rentetan cerita yang umumnya lengkapi oleh teks untuk memperjelas jalan ceritanya (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1990:54). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:517) disebutkan komik adalah 1] pelawak; badut, 2] bacaan bergambar, cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar atau berbentuk buku). Manga, merupakan sebutan untuk komik di Jepang. Manga digunakan untuk menggambarkan komedi sebagai bentuk hiburan. Manga juga dianggap seorang penghibur yang mengatakan lelucon untuk membuat orang tertawa. Komik secara umum sering juga disebut buku komik dan kadang-kadang disebut sebagai buku lucu. komik kertas atau majalah komik merupakan sebuah majalah yang terdiri dari cerita karya seni, sering disertai dengan dialog (biasanya dalam balon kata, simbol, dan seni
Universitas Sumatera Utara
bergambar).
2.3.2 Sejarah dan Perkembangan Komik di Jepang Komik Jepang yang paling tua dan terkenal pertama kali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara. Fusakumen yang memperlihatkan berbagai ekspresi wajah manusia, merupakan gambar dengan mata yang keluar dan melotot. Karikatur lain yaitu bergambar komik yang ditemukan pada langit-langit Kondoo(gudang utama) kuil Buddha Hooryuuji pada abad ke -17 dan pada punggung bangunan Brahma dan Indra dikuil Tooshoodaiji pada abad ke-8. Dalam komik ini terdapat unsur religi dan nilai-nilai terdisi. Kemudian di gedung Phoenix kuil byoodooin, tercatat arsitektur masa Hean (794-1185), yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur. Sejarah komik Jepang seutuhnya dimulai di zaman Edo, ketika istilah manga pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e (grafis pahatan kayu)yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Manga ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai menggambarkan gerakan badan manusia, dan pengamatan ilmiahnya tentang gerakan otot benar-benar terlihat. Industri manga di Jepang mulai berkembang pesat sejak tahun 1963. Masuknya abad televisi mendorong para penerbit dan produsen film memperbaiki industri mang menjadi lebih baik lagi. Majalah komik pun dicetak massal dan dijual dengan harga murah. Manga mempunyai posisi sangat tinggi dalam industri penerbitan di jepang, karena hampir 1/4 % hasil penjualan buku merupakan komik yang angka penjualan setiap tahunya terus meningkat, belum termasuk penjualan komik Jepang diluar negeri yangjuga sangat laris dipasaran. Meningkatnya angka penjualan manga di Jepang maupun luar negeri membuat industri manga jepang memiliki kedudukan yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Komik Dr. Kouto Shinryoujyo 1 Komik Dr Koto Shinryojo 1 (Dr コトー診療所 1) Secara harfiah berarti Klinik Dr. Koto, merupakan sebuah komik seri yang ditulis oleh Takatoshi Yamada terbitan Shogakukan. Pada tahun 2004, komik ini memenangkan Shogakukan Manga Award sebagai komik umum. Komik ini merupakan komik dewasa yang berbahasa kedokteran (Medical), dan merupakan drama manusia (human drama). Seri ini diadaptasi sebagai live-action drama televisi Jepang seri, yang berjudul dalam bahasa Inggris sebagai Dr Coto's Clinic, yang disiarkan antara 2003 dan 2006 di Fuji Television. Dalam Komik Dr. Kouto Shinryoujyo 1 dituliskan kisah awal seorang Dokter muda, ahli bedah terkemuka yang meninggalkan rumah sakit ternama di Tokyo dan dipindah ke sebuah pulau terpencil di bagian selatan Jepang. Dia bekerja di sebuah klinik di sana sebagai satu-satunya dokter di pulau tersebut. Pada awalnya penduduk pulau tidak menyambut hangat kedatanganya, karena mereka mempunyai pengalaman buruk dengan mantan dokter sebelumnya. Tapi dengan sikap yang tulus, dan kesabaran terhadap pasien dan komitmen dalam pekerjaannya, Kensuke Gouto yang dipanggil “Dr. Kouto” secara bertahap membangun hubungan baik dengan pasien dan mendapatkan perhatian penduduk pulau.
Universitas Sumatera Utara