BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian Kata
perjanjian
berasal
dari
terjemahan
“overeenkomst”
dan
“verbintenis”, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah “perjanjian” maupun “persetujuan”. Wiryono Projodikoro mengartikan perjanjian dari kata verbintenis, sedangkan kata overeenkomst diartikan dengan kata persetujuan. 14 Pasal 1313 KUHPerdata mengemukakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata di atas memiliki banyak kelemahan. Menurut Abdul Kadir Muhammad kelemahan – kelemahan Pasal 1313 KUHPerdata adalah sebagai berikut : 15 1. Hanya menyangkut sepihak saja Hal tersebut dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Kata “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak – pihak. 2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa Konsensus Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya dipakai juga persetujuan. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena menyangkut juga pelangsungan kawin, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.
14
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan – Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung, 1981, hal.11. 15 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya, Bandung, 1992, hal. 78.
18 Universitas Sumatera Utara
19
4. Tanpa menyebutkan tujuan Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak – pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. R. Setiawan berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya defenisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena dipergunakan kata “perbuatan” yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi : 16 a. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. b. Menambah perkatakan “atau saling mengikatkan diri” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Menurut R. Setiwan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 17 R. Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 18 Menurut M. Yahya Harahap yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 19 Sedangkan menurut
16
R. Setiawan, Op.Cit., hal. 49. Ibid. 18 R. Subekti (II), Op.Cit., hal. 1. 19 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 78. 17
Universitas Sumatera Utara
20
R. M. Sudikno Mertokusumo pengertian perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 20 Pengertian tersebut di atas terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan hukum dari para pihak yang membuat perjanjian. Masing – masing pihak terikat satu sama lain dan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian. Hubungan hukum antara para pihak ini tercipta karena adanya perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian. Perlu diingat bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan, sedangkan sumber lainnya adalah Undang – Undang. Berdasarkan beberapa rumusan pengertian perjanjian yang disebutkan di atas, jika disimpulkan maka perjanjian megandung unsur – unsur : 21 1.
2.
3.
Ada pihak – pihak Dalam suatu perjanjian paling sedikit ada dua pihak yang bertindak sebagai subjek perjanjian. Para pihak yang disebut sebagai subjek perjanjian ini dapat terdiri dari orang pribadi maupun badan hukum dan mempunyai wewenang melakukan perbutan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang – undang. Ada persetujuan antara para pihak Sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat perjanjian para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar menawar di antara mereka. Yang ditawarkan itu pada umumnya mengenai syarat – syarat dan objek perjanjian. Dengan disetujuinya syarat – syarat dan objek perjanjian tersebut maka timbulah persetujuan. Persetujuan inilah yang menjadi salah satu syarat timbulnya perjanjian. Ada tujuan yang akan dicapai Tujuan mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para pihak dalam perjanjian, dalam hal ini kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan yang akan dicapai 20
R.M. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, ha. 97. 21 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
21
4.
5.
6.
oleh para pihak ini hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang – undang. Ada prestasi yang harus dilaksanakan Dengan adanya persetujuan maka para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya secara timbal balik. Pemenuhan kewajiban oleh para pihak sesuai dengan syarat – syarat dalam perjanjian tersebut dinamakan prestasi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi tersebut dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Ada bentuk tertentu Perjanjian dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis, perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis dapat berupa akta otentik maupun akta dibawah tangan sesuai dengan ketentuan yang ada. Perjanjian dalam bentuk lisan, artinya perjanjian dibuat dengan kata – kata yang jelas maksud dan tujuannya sehingga dapat dipahami para pihak. Bentuk perjanjian perlu ditentukan mengingat kekuatan mengikat dan kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh bentuk – bentuk perjanjian tersebut. Adanya syarat – syarat tertentu Dalam isi suatu perjanjian terdapat syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak. Dari syarat – syarat para pihak dapat mengetahui hal – hal yang menjadi hak maupun kewajibannya. Jika unsur – unsur suatu perjanjian yang telah dijelaskan sebelumnya
diamati dan diuraikan, maka unsur – unsur tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :22 1.
2.
3.
Unsur Esensialia Unsur esensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada. Unsur Naturalia Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketehui secara pasti. Unsur naturalia ini merupakan unsur yang telah diatur dalam undang – undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang – undang yang mengaturnya. Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambah oleh para pihak, atau dengan kata lain merupakan ketentuan – ketentuan yang dibuat para pihak untuk mempermudah pelaksanaan kontrak walaupun bukan merupakan syarat utama. 22
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
22
B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian Suatu perjanjian agar dapat dikatakan mempunyai kekuatan yang mengikat sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya, harus dibuat berdasarkan syarat – syarat sahnya perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ada 4 (empat) syarat yang harus ada pada setiap perjanjian agar perjanjian tersebut dapat berlaku secara sah. Adapun keempat syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Penjelasan mengenai syarat – syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, kemudian diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lain. 23 Jadi, yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara
23
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
23
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahuai orang lain. 24 Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran, yaitu : 25 a. Teori Pernyataan (verklarings theorie), mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. b. Teori Pengiriman (verzendings theorie), mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. c. Teori Pengetahuan (vernemings theorie), mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun penerimaan itu belum diterimannya dan tidak diketahui secara langsung). d. Teori Penerimaan (ontvangs theorie), mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Sehubungan dengan adanya persesuaian antara pernyataan dengan kehendak seperti yang telah disebutkan diatas, adakalanya pernyataan yang timbul tidak sesuai dengan kehendak yang ada dalam batin. Mengenai hal ini terdapat beberapa teori yang dijadikan pemecahannya, yaitu : 26 a. Teori Kehendak (wils theorie), menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak. b. Teori Pernyataan (verklarings theorie), menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi. c. Teori Kepercayaan (vertouwens theorie), menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya.
24
Salim H.S (II), Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 33. Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 47 – 48. 26 Ibid., hal. 49. 25
Universitas Sumatera Utara
24
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian, berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.27 Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata ada terdapat 3 (tiga) unsur cacat kehendak, yaitu : a. Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata) Seseorang dikatakan telah membuat kontrak secara silap manakala dia ketika membuat kontak tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang ternyata tidak benar. Jadi, kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru. Yang merupakan objek dari kesilapan, sehingga kontrak tersebut dapat dibatalkan, adalah sebagai berikut : 28 1) Kesilapan terhadap hakikat barang (error in subtansia), dalam hal ini yang menjadi objek dari kesilapan adalah hakikat barangnya yang diperjanjikan dalam kontrak. Misalnya kontrak jual beli suatu lukisan yang disangka lukisan ciptaan pelukis Affandi, ternyata lukisan tersebut bukan lukisan dari pelukis Affandi. 27 28
Ahmadi Miru, OpCit., hal. 17. Munir Fuady (I), Op.Cit., hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
25
2) Kesilapan terhadap diri orang (error in persona), objek kesilapan dapat juga terhadap diri orang yang melakukan kontrak. Terhadap kesilapan mengenai orang tersebut tidaklah dapat membatalkan kontrak, kecuali jika kontrak yang bersangkutan semata – mata dibuat mengingat tentang diri orang tersebut. Misalnya kontrak pertunjukan penyanyi terkenal yang disangka Madonna ternyata kemudian bukan Madonna. b. Paksaan/dwang (Pasal 1323 – 1327 KUHPerdata) Yang dimaksud dengan paksaan menurut KUHPerdata adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, di mana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. 29 Jadi, suatu paksaan dapat menyebabkan dibatalkannya suatu kontrak dalam hal paksaan tersebut menimbulkan ketakutan terhadap diri orang tersebut dan ketakutan terhadap kerugian yang nyata dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan. Menurut
KUHPerdata, agar suatu paksaan dapat
mengakibatkan
pembatalan suatu kontrak, paksaan tersebut haruslah memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :30 1) Paksaan dilakukan terhadap orang yang membuat kontrak, atau suami atau istri dari orang yang membuat kontrak, atau sanak keluarga dalam dalam garis ke atas atau ke bawah. 29 30
Ibid., hal. 36. Ibid., hal 36 – 37.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Paksaan dilakukan oleh salah satu pihak dalam kontrak, atau pihak ketiga untuk kepentingan siapa kontrak tersebut dibuat. 3) Paksaan tersebut menakutkan seseorang. 4) Orang yang takut tersebut harus berpikiran sehat. 5) Ketakutan karena paksaan tersebut berupa ketakutan terhadap diri orang tersebut, atau ketakutan terhadap kerugian yang nyata dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan. 6) Timbulnya
ketakutan
karena
paksaan
haruslah
dengan
mempertimbangkan keadaan dari yang dipaksakan berupa usia, kelamin, kedudukan. 7) Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau sanak keluarga tanpa paksaan. 8) Setelah terjadi paksaan kontrak tersebut tidak telah dikuatkan (dengan tegas atau diam - diam). 9) Tidak telah lewat waktu kadaluarsa setelah dilakukan paksaan. c. Penipuan/bedraq (Pasal 1328 KUHPerdata) Yang dimaksud dengan penipuan suatu kontrak adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam kontrak tersebut telah menandatangani kontrak tersebut, padahal tanpa tipu muslihat tersebut pihak lain tidak akan menandatangani kontrak yang bersangkutan. 31
31
Ibid., hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
27
Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue influence (KUHPerdata tidak mengenal). Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada dua hal, yaitu penyalahgunaan keunggulan ekonomi dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk
tentang
psikologi,
pengetahuan,
dan
pengalaman. 32
Jadi,
penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarannya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal – hal yang memberatkan baginya. 33 2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan Kecakapan adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbutan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Orang – orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang – orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang – undang. Orang yang cakap mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran dewasa adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Sementara itu Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak dinyatakan tak cakap”. Mengenai orang yang dianggap tidak cakap diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, di dalamnya ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : a. Orang – orang yang belum dewasa 32 33
Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 51 Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
28
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan c. Orang – orang perempuan dalam hal – hal yang ditetapkan oleh undang – undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang – undang telah melarang membuat perjanjian – perjanjian tertentu. Khusus huruf c di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang – undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki – laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang – orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang membuat perjanjian tertentu.34 3. Suatu Hal Tertentu Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. 35 Beberapa dari hal di atas, dalam KUHPerdata dan pada umumnya sarjana hukum berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa : 36 a. Menyerahkan/memberikan sesuatu b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti : menghitung, menimbang, mengukur, dan 34
Ibid., hal. 29 – 30. Ibid., hal. 30. 36 Ibid. 35
Universitas Sumatera Utara
29
menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.” 37 4. Suatu Sebab Yang Halal Sebab yang dimaksud adalah isi dari perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian. Halal adalah tidak bertentangan dengan Undang – Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jadi, yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi dari perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Syarat sahnya perjanjian yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian. Jika syarat subjektif dari perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian tersebut dibatalkan, sehingga perjanjian yang telah dibuat tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif dari perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum, karenanya tujuan dari para pihak untuk membuat suatu perjanjian menjadi batal.
37
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
30
C. Jenis – Jenis Perjanjian Sebelum membahas mengenai jenis – jenis perjanjian, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai bentuk perjanjian. Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Jika perjanjian dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, perjanjian dapat dibagi menjadi : a. Perjanjian untuk memberikan sesuatu b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu Selain menurut Pasal 1234 KUHPerdata perjanjian dapat juga dibedakan menurut berbagai cara, yaitu : 38 1. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi : a. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 (dua) macam, yaitu : timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. b. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak. 2. Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi : a. Perjanjian cuma – cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak.
38
Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 60 – 68.
Universitas Sumatera Utara
31
b. Perjanjian atas bebas, adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. 3. Perjanjian menurut namanya, dapat dibagi menjadi : a. Perjanjian khusus/bernama/nominaat, adalah perjanjian yang memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata. Contoh, perjanjian – perjanjian yang terdapat dalam buku III Bab V – XVIII KUHPerdata, antara lain perjanjian jual – beli, perjanjian tukar – menukar, perjanjian sewa – menyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan, perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam – meminjam, perjanjian bunga tetap atau bunga abadi, perjanjian untung – untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan perjanjian perdamaian. b. Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat, adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat karena asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUHPerdata diundangkan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur – unsur dari perjanjian innominaat, yaitu : 1) Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata 2) Perjanjian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat 3) Berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Contohnya leasing, kontrak karya, perjanjian sewa beli dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
32
4. Perjanjian menurut bentuknya ada 2 macam, yaitu perjanjian lisan/tidak tertulis dan perjanjian tertulis. Termasuk perjanjian lisan adalah : a. Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan. b. Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersama dengan penyerahan barangnya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai. Sedangkan yang termasuk dalam perjanjian tertulis, yaitu : a. Perjanjian standar atau baku, adalah perjanjian yang berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. b. Perjanjian formal, adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu. 5. Perjanjian – perjanjian yang istimewa sifatnya, terdiri dari : a. Perjanjian liberatoir, adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka. c. Perjanjian untung – untungan, misalnya perjanjian asuransi.
Universitas Sumatera Utara
33
d. Perjanjian publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah). 6. Perjanjian campuran/contractus sui generis (Pasal 1601 c KUHPerdata) Di dalam perjanjian ini terdapat unsur – unsur dari beberapa perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisah – pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri – sendiri. Contoh, perjanjian antara pemilik hotel dengan tamu. 7. Perjanjian penanggungan (borgtocht) Perjanjian penanggungan adalah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya. 8. Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUHPerdata) dan Derden Beding (Pasal 1317 KUHPerdata) a. Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian di mana seorang menjamin pihak lain (lawan janjinya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar perjanjian (buka pihak dalam perjanjian yang bersangkutan) akan melakukan sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai terjadi pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya, maka ia bertanggung jawab untuk itu. Dengan kata lain, perjanjian garansi adalah perjanjian di mana seseorang (A) berjanji kepada pihak (B) bahwa orang lain (C) akan melaksanakan/memenuhi prestasi.
Universitas Sumatera Utara
34
b. Derden Beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri dan para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga. 9. Perjanjian menurut sifatnya dibedakan menjadi : a. Perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang utama. b. Perjanjian accessoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama/pokok, misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia. D. Asas – Asas Perjanjian Dalam hukum perjanjian dikenal 5 (lima) asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik, dan asas kepribadian. Penjelasan mengenai kelima asas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Asas Kebebasan Berkontrak (Beginsel der Contracts Vrijheid) Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang – undang, maupun yang belum diatur dalam undang – undang. Tapi kebebasan ini tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas – batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum, sesusilaan dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.”
Universitas Sumatera Utara
35
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 39 a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 2. Asas Konsensualisme (Concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. 40 Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat ketika kata sepakat dinyatakan dan diucapkan. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. 41 Namun terdapat pengecualian dalam hal undang – undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalnya syarat harus tertulis, contohnya jual beli tanah yang merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris. 3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda 39
Salim HS (II), Op.Cit., hal. 9. Ibid., hal. 10. 41 Ibid. 40
Universitas Sumatera Utara
36
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang – undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. 42 Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji – janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang – undang. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUPerdata, yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang”. 4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw) Asas iktikad baik dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma – norma yang objektif. 43
42 43
Ibid. Ibid., hal 11.
Universitas Sumatera Utara
37
5. Asas Kepribadian (Personalitas) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang – orang yang memperoleh hak dari padanya. 44 Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga. Sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang – orang
44
Ibid., hal. 12 – 13.
Universitas Sumatera Utara
38
yang memperoleh hak dari padanya. Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata, ruang lingkupnya yang luas. Disamping kelima asas yang di atas, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, yaitu : 45 1. Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka di belakang hari. 2. Asas Persamaan Hukum Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda – bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras. 3. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan
45
Ibid., hal 13 – 14.
Universitas Sumatera Utara
39
prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik. 4. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang – undang bagi yang membuatnya. 5. Asas Moral Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. 6. Asas Kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. 7. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal – hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. 8. Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.
Universitas Sumatera Utara
40
E. Berakhirnya Perjanjian Menurut Pasal 1381 KUHPerdata hapusnya perjanjian karena sebagai berikut : 1. Pembayaran Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah pembayaran yang dipergunakan dalam percakapan sehari – hari karena pembayaran dalam pengertian sehari – sehari harus dilakukan dengan menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain uang tidak disebut sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran adalah segala bentuk pemenuhan prestasi. 46 Pembayaran pada umumnya dilakukan oleh debitur/si berhutang, namun dalam KUHPerdata pembayaran boleh juga dilakukan oleh orang lain yang berkepentingan bahkan yang tidak berkepentingan, orang lain yang dimaksud adalah : 47 a. orang yang turut berutang (tanggung menanggung) b. penanggung utang c. pihak ketiga yang tidak berkepentingan. Pada bagian a dan b di atas adalah termasuk orang lain atau pihak ketiga yang berkepentingan karena orang yang turut berutang dalam utang tanggung menanggung memang berkepentingan untuk membayar utang mereka, karena dalam perjanjian yang sifatnya tanggung menanggung, semua pihak yang turut berutang tersebut berkewajiban membayar utang tersebut, hanya saja siapa pun di 46 47
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 87 – 88. Ibid., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
41
antara si berutang tersebut yang melunasi utang mereka, si berutang lainnya sudah ikut bebas dalam pembayaran terhadap kreditor. Sama halnya dengan penanggung utang, juga berkepentingan untuk membayar utang dari si debitur karena sejak semula dia sudah terikat untuk membayar utang debitur manakala si debitur sendiri tidak mampu membayar utangnya. 48 Berbeda dari orang yang turut berutang dan penanggung utang yang memang berkepentingan untuk membayar utang debitur, pihak ketiga yang tidak berkepentingan juga dimungkinkan untuk membayar utang debitur, hanya saja pihak ketiga yang tidak berkepentingan tersebut dalam membayar utang debitur bertindak atas nama debitur, tetapi seandainya pun dalam pembayaran utang debitur tersebut dia bertindak atas nama sendiri, pembayaran tersebut juga tetap sah, asal saja dia tidak menggantikan hak – hak si kreditor. 49 Walaupun ada beberapa pihak yang dapat melakukan pembayaran terhadap kreditor, untuk sahnya pembayaran tersebut, harus memenuhi syarat sebagai berikut. a. Orang yang membayar adalah pemilik mutlak barang yang digunakan untuk membayar. b. Orang yang membayar juga harus berkuasa memindahtangankan barang yang digunakan untuk membayar tersebut.
48 49
Ibid. Ibid., hal. 88 – 89.
Universitas Sumatera Utara
42
Seperti halnya dengan orang yang berhak membayar suatu utang, dalam hal orang yang berhak menerima pembayaran pun dapat terdiri atas beberapa kemungkinan. Orang yang berhak menerima pembayaran adalah : 50 a. si kreditor sendiri b. orang yang dikuasakan oleh si kreditor c. orang yang dikuasakan oleh hakim d. orang yang ditunjuk oleh undang – undang. 2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti dengan Penyimpanan atau Penitipan (Konsignasi) Apabila seorang kreditor menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditor masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan. 51 Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran asal penawaran itu dilakukan berdasarkan undang – undang, dan apa yang dititipkan itu merupakan atas tanggungan si kreditor. 52 Agar penawaran pembayaran yang dilakukan oleh debitur tersebut sah, maka harus memenuhi syarat antara lain : 53 a. dilakukan kepada kreditor atau kuasanya. b. dilakukan oleh debitur atau yang berkuasa membayar. c. yang ditawarkan adalah utang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan maupun yang belum ditetapkan, tetapi ditetapkan kemudian. 50
Ibid., hal. 90. Ibid., hal. 96. 52 Ibid. 53 Ibid., hal. 96 – 97. 51
Universitas Sumatera Utara
43
d. telah jatuh tempo (kalau dibuat untuk kepentingan kreditor). e. syarat dengan nama utang dibuat telah terpenuhi. f. dilakukan di tempat yang diperjanjikan, kalau tidak diperjanjikan, kepada kreditor pribadi atau di tempat tinggal sesungguhnya atau tempat tinggal yang dipilihnya. g. dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, yang disertai dua orang saksi. Untuk sahnya suatu penyimpanan atau penitipan, tidak harus barang yang dititipkan tersebut betul – betul dikuasai oleh hakim, tetapi sudah cukup jika sebagai berikut : 54 a. Peyimpanan itu didahului oleh keterangan yang diberitahukan kepada kreditor tentang penentuan hari, jam, dan tempat di mana barang yang ditawarkan tersebut akan disimpan. b. Debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pengadilan, yang disertai bunga sampai pada hari penitipan. c. Oleh notaris atau juru sita yang disertai dua orang saksi dibuat suatu berita acara yang menerangkan wujud mata uang yang ditawarkan, penolakan kreditor atau bahwa kreditor tidak datang menerimanya, dan tentang dilakukannya penyimpanan itu sendiri. d. Jika kreditor tidak datang menerimanya, berita acara penitipan tersebut disampaikan kepadanya dengan peringatan untuk mengambil apa yang telah dititipkan itu. 3. Pembaharuan Hutang (Novasi) Novasi diatur dalam Pasal 1413 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1424 KUHPerdata. Novasi adalah suatu perjanjian antara debitur dengan kreditur, di mana perjanjian lama dan subjeknya yang ada dihapuskan dan timbul sebuah objek dan subjek perjanjian yang baru. Di dalam Pasal 1413 KUHPerdata, novasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 55
54 55
Ibid., hal. 97. Salim HS (II), Op.Cit., hal 169.
Universitas Sumatera Utara
44
a. Novasi Objektif Novasi objektif yaitu suatu perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur, di mana perjanjian lama dihapuskan. Ini berkaitan dengan objek perjanjian. b. Novasi Subjektif yang Pasif Novasi subjektif yang pasif yaitu perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, namun debiturnya diganti oleh debitur yang baru, sehingga debitur lama dibebaskan. Inti dari novasi subjektif yang pasif adalah penggantian debitur lama dengan debitur baru. c. Novasi Subjektif yang Aktif Novasi subjektif yang aktif yaitu penggantian kreditur, di mana kreditur lama dibebaskan dari kontrak, dan kemudian muncul kreditur baru dengan debitur lama. Inti novasi ini adalah penggantian kreditur. 4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1435 KUHPerdata. Yang diartikan dengan kompensasi, adalah penghapusan masing – masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Tujuan utama kompensasi adalah penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak kreditur dan debitur, dimungkinkan terjadinya pembayaran sebagian, memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit. 56 Adapun syarat terjadinya kompensasi adalah sebagai berikut : 57 a. kedua – duanya berpokok pada sejumlah uang; atau b. berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama; atau c. kedua – duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika.
56 57
Ibid., hal. 170. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
45
5. Percampuran Utang Percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1437 KUHPerdata. Percampuran utang adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. 6. Pembebasan Utang Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 KUHPerdata sampai dengan 1443 KUHPerdata. Pembebasan utang adalah suatu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perutangan. 58 Jika debitur menerima pernyataan kreditur tersebut maka berakhirlah perjanjian utang piutang diantara mereka. Namun pembebasan utang bagi kreditur tidak dapat dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan karena jangan sampai utang tersebut sudah cukup lama tidak ditagih, debitur menyangka bahwa terjadi pembebasan utang. Hanya saja pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur. Maka, hal itu sudah merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya bahkan terhadap orang lain yang turut berutang secara tanggung menanggung. 59 7. Musnahnya Barang yang Terutang Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal tersebut terjadi karena kesalahan debitur atau debitur telah lalai menyerahkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 60
58
Ibid., hal. 172. Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 104. 60 Ibid., hal. 105. 59
Universitas Sumatera Utara
46
8. Kebatalan atau Pembatalan Kebatalan atau batal demi hukum suatu kontrak terjadi jika perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya kontrak yaitu “suatu hal tertentu” dan “sebab yang halal.” Jadi kalau kontrak itu objeknya tidak jelas atau bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum atau kesusilaan, kontrak tersebut batal demi hukum. 61 Pembatalan kontrak sangat terkait dengan pihak yang melakukan kontrak, dalam arti apabila pihak yang melakukan kontrak tersebut tidak cakap menurut hukum, baik itu karena belum cukup umur 21 tahun atau karena di bawah pengampuan, kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang tidak cakap tersebut apakah diwakili oleh wali atau pengampunya atau setelah dia sudah berumur 21 tahun atau sudah tidak di bawah pengampuan. 62 Disamping karena belum dewasa atau karena di bawah pengampuan, pihak yang melakukan perjanjian juga dapat meminta pembatalan perjanjian atau kontraknya jika kontrak tersebut dibuat karena adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan. 63 9. Berlakunya Syarat Batal Hapusnya perjanjian yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal terjadi jika kontrak yang dibuat oleh para pihak adalah kontrak dengan syarat batal, dan apabila syarat itu terpenuhi, maka kontrak dengan sendirinya batal, yang berarti mengakibatkan hapusnya kontrak tersebut. 64
61
Ibid., hal. 107. Ibid. 63 Ibid., hal. 108. 64 Ibid., hal. 109. 62
Universitas Sumatera Utara
47
10. Daluarsa atau Lewat waktu Lewatnya waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat – syarat yang ditentukan oleh undang – undang (Pasal 1946 KUHPerdata).65
65
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 73.
Universitas Sumatera Utara