BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENCEMARAN LINGKUNGAN
2.1 Pengertian Lingkungan Hidup Istilah lingkungan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu environment. Lingkungan diartikan sebagai daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk di dalamnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari), lingkaran, sekalian yang terlingkungi dalam suatu daerah atau alam sekitarnya, bekerja sebagaimana mestinya yang dapat mempengaruhi penghidupan dan kehidupan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan ataupun makhluk hidup lainnya.32 Adapun beberapa pendapat dari para sarjana mengenai pengertian lingkungan hidup, antara lain: 1. Emil Salim mengartikan lingkungan hidup sebagai segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.33 2. Michael Allaby, environment : the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism. 34 3. Anjali Bagad, the environment is defined as the whole physical and biological system in which man and other organisms live. Environmental studies involves every issue that affect living organisms”.35
32 Harun M Husein, 1993, Lingkungan Hidup, Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, PT Bumi Aksara, Jakarta, h. 6. 33 Aburahman, op.cit, h. 7. 34 Michael Allaby, 1979, Dictionary of the Environment, The Mac Millian Press Ltd, London, h. 183.
25
26 4. Munadjat Danusuputra lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. 36 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Lingkungan
hidup
memiliki
beberapa
unsur-unsur
yang
selalu
melingkupinya. Unsur-unsur lingkungan hidup antara lain mencakup:37 a. Semua benda berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin dan lain-lain. Keseluruhan ini digolongkan sebagai materi, sedangkan satuan-satuannya disebut komponen; b. Daya disebut dengan energi; c. Keadaan disebut juga kondisi atau situasi; d. Prilaku atau tabiat; e. Ruang yaitu wadah berbagai komponen berada; dan f. Proses interaksi disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan. Lingkungan hidup mempunyai sifat yang selalu berubah-berubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan tersebut dapat terjadi secara mutlak maupun relatif. Perubahan dan perbedaan tersebut terjadi akibat faktor-faktor lingkungan
35 Anjali Bagad, 2009, Environmenyal Science and Engineering, Techincal Publication Pune, India, h. 1. 36 Abdurahman, loc.cit. 37 Harun M. Husein, op.cit, h. 8.
27 terhadap makhluk hidup yang berbeda menurut tempat, waktu dan keadaan makhluk hidup itu sendiri. L.L Bernard dalam bukunya yang berjudul “Introduction to Social Psychology” membagi lingkungan atas empat macam, yaitu:38 a) Lingkungan fisik atau anorganik Lingkungan fisik atau anorganik adalah lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak dan sebagainya. b) Lingkungan biologi atau organik Lingkungan biologi atau organik yaitu segala sesuatu yang bersifat biotis berupa mikroorganisme, parasit, hewan, tumbuh-tumbuhan. c) Lingkungan sosial Lingkungan sosial dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Lingkungan fisiososial, yaitu yang meliputi kebudayaan materil, peralatan, senjata, mesin, gedung dan lain sebagainya. 2) Lingkungan biososial manusia dan bukan manusia, yaitu manusia dan interaksinya terhadap sesamanya dan tumbuhan beserta hewan domestik dan semua bahan yang dugunakan manusia yang berasal dari sumber organik. 3) Lingkungan psikososial, yaitu yang berhubungan dengan habitat batin manusia seperti sikap, pandangan, keinginan, kenyakinan. d) Lingkungan komposit Lingkungan komposit adalah lingkungan yang diatur secara institusional berupa lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat di daerah kota maupun desa.
2.2 Pengaturan Tentang Lingkungan Hidup di Indonesia Dalam perspektif teoritis, lingkungan hidup dipandang sebagai bagian mutlak dari kehidupan manusia yang mana hal tersebut tidak terlepas dari kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Munadjat Danusuputro :39 Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan lingkungan hidup agar dapat terselenggara secara teratur dan pasti serta dapat diikuti dan ditaati oleh semua pihak. Perlindungan dan pengamanan perlu dituangkan dalam bentuk peraturan hukum, sehingga akan lahir hukum yang 38
N.H.T Siahaan, op.cit, h. 18. Syamsuharya Bethan, 2008, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional, PT. Alumni, Bandung, h.105. 39
28 memperhatikan kepentingan alam atau hukum yang berorientasi kepada kepentingan alam. Perkembangan pengaturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup terjadi setelah diadakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm, Swedia tahun 1972.40 Deklarasi Stockholm terdiri atas Preambule dan memuat 26 prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang mana Deklarasi Stokholm mengesahkan hasil berupa:41 a. Deklarasi tentang lingkungan hidup manusia yang terdiri atas Preambule dan 26 asas yang lazim disebut Stockholm Declaration. b. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plain) yang terdiri atas 109 rekomendasi. Action Plan ini bertugas mengidentifikasi program dan kegiatan internasional yang bersifat lintas batas dan antar masalah. Program atau kegiatan ini terdiri atas tiga bagian, yakni: 1) Penilaian masalah lingkungan (Environmental Assement); 2) Pengelolaan lingkungan (Environmental Management); dan 3) Perangkat pendukung (Supporting Measures) yang meliputi antara lain pendidikan dan latihan, informasi, kelembagaan, keuangan, bantuan teknis dan hukum. c. Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan Rencana Aksi tersebut, yang terdiri dari: 1) Dewan pengurus (Governing Council) program lingkungan hidup (UN Environment Programme (UNEP)); 2) Sekretariat yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif; 3) Dana lingkungan hidup (Environment Fund), dan 4) Badan koordinasi lingkungan hidup. Konferensi Stockholm juga menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day) yang diperingati setiap tahun. Dengan adanya Deklarasi Stockholm ini, perkembangan hukum lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat, baik dalam taraf nasional, regional maupun internasional.
40
Sukanda Husein, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cetakan ke II, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1. 41 Syamsuharya Bethan, op.cit, h.108.
29 Sebagai tindak lanjut dari Konferensi Stockholm 1972, PBB membentuk Komisi Dunia untuk lingkungan dan pembangunan (World Commision on Environment and Develompment (WCED)). Tugas utama WCED yaitu:42 1) Mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya; 2) Mengajukan cara-cara agar keprihatinan lingkungan dituangkan dalam kerjasama antarnegara untuk mencapai keserasian serta kependudukan, sumber daya alam, lingkungan dan pembangunan; 3) Mengajukan cara-cara agar masyarakat internasional dapat menanggapi secara lebih efektif pola pembangunan berwawasan lingkungan; 4) Mengajukan cara-cara masalah lingkungan jangka panjang untuk ditanggapi dalam agenda-agenda aksi untuk dasawarsa pembangunan. Berdasarkan tugasnya tersebut, WCED dalam laporannya berjudul “Our Common Future” tahun 1987 memunculkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Batasan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menurut WCED yaitu “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) secara teoritis atau praktis menjadi tujuan dalam berbagai pernyataan kebijakan lingkungan nasional dan internasional. Earth Summit di Rio de Janeiro pada Juni 1992 telah menghasilkan agenda 21, yaitu kesepakatan yang memuat daftar rencana tindakan penting dunia. Dalam paragraf pembukaan agenda 21 dinyatakan bahwa “untuk menghadapi tantangan dari lingkungan dan pembangunan, negara-negara memutuskan untuk membangun suatu kerja sama baru secara global. Kerja sama ini menarik komitmen semua negara untuk melakukan dialog yang konstruktif 42 Koesnadi Hardjasoemantri, 1997, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke VI, Cetakan keXIII, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 12.
30 secara berkesinambungan. Kerja sama ini diilhami oleh kebutuhan untuk mencapai ekonomi dunia yang lebih efisien dan adil dengan memperhatikan peningkatan kerjasama antar komunitas, dan bahwa pembangunan berkelanjutan harus menjadi prioritas dalam agenda komunitas internasional”. 43 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro 1992 yang menghasilkan agenda 21 dihadiri oleh berbagai negara di dunia. Semua negara bertekad untuk bekerja sama dan menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah realitas dalam kehidupan bernegara. Konferensi ini melahirkan pula sebuah deklarasi yang diberi nama ”The Rio de Janeiro Declaration on Emvironment and Development” (Deklarasi Rio) yang menggariskan prinsipprinsip fundamental tentang lingkungan dan pembangunan. Konferensi Stockholm merupakan ujung tombak pengaturan hukum lingkungan internasional. Hal tersebut dikarena konferensi ini telah mendorong negara-negara di dunia sadar akan pentingnya perhatian terhadap lingkungan maupun masalah-masalah lingkungan termasuk membentuk suatu pengaturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Indonesia sebagai salah satu negara peserta Konferensi Stockholm telah membuktikan komitmennya untuk menghasilkan produk perundang-undangan nasional yang menjadi dasar pengaturan hukum lingkungan di Indonesia. Sebelum diadakannya Konferensi Stockholm tahun 1972, dalam sejarah peraturan perundang-undangan di Indonesia telah dikenal adanya Ordonasi Gangguan (Hinder Ordonantie) tahun 1926 dimana Ordonasi Gangguan (Hinder
43
Syamsuharya Bethan , op.cit, h. 79.
31 Ordonantie) ini dimaksudkan untuk melindungi tempat tinggal orang di kota dari kegiatan industri atau kegiatan perusahaan yang memerlukan izin usaha seperti Mijn Politie Reglement (MPR) dibidang pertambangan pada tahun 1930, Ordonasi Perlindungan Alam tahun 1941, Ordonasi Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan Penanggulangan Pencemaran Laut dalam Peraturan Pelabuhan tahun 1925.44 Setelah diadakannya Konferensi Stockholm tahun 1972, Indonesia menghasilkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup diantaranya :45 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria; 2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom; 3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan; 4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Penguasaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan; dan 6) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Walaupun Indonesia menghasilkan beberapa peraturan perundangundangan yang berkaitan di bidang lingkungan seperti yang telah dikemukakan diatas, nyatanya peraturan perundang-undangan tersebut tidak sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena kondisi yang tidak memungkinkan dilaksanakannya aturan dan peraturan-peraturan diatas dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup yang berkembang pada saat itu. Sehingga pada tahun 1982, Indonesia membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang diharapkan dapat berjalan dengan baik di bidang 44 Daud Silalahi, 2001, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, h. 24. 45 Siti Sundari Rangkuti, op.cit, h. 177.
32 lingkungan hidup yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH). Terbentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH) ini dipandang sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah pengaturan hukum lingkungan di Indonesia karena undang-undang ini merupakan “payung hukum” bagi semua peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup. Namun UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKPPLH) tidak bertahan lama, karena Undang-undang tersebut memiliki banyak kendala dalam penegakan hukumnya. Diantara kendala tersebut adalah kendala regulatif, kendala institusional dan kendala politis46. Banyaknya kendala dalam undang-undang tersebut menyebabkan diperlukannya lagi penyempurnaan dalam Undang-undang tersebut. Pada akhirnya, undang-undang tersebut dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Salah satu pertimbangan yang melandasi berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tersebut bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang, sehingga pokok-pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
46
Sukanda Husin, op.cit, h. 4.
33 Namun pada tahun 2009, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dicabut dan digantikan lagi dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) . Hal ini dikarenakan perlunya penyempurnaan terhadap UUPLH yang berkaitan dengan:47 1. Sejak awal diundangankannya UUPLH, disadari bahwa adanya berbagai kelemahan dalam UUPLH disamping adanya beberapa hal yang bersifat positif seperti aspek pemberdayaan masyarakat yang sangat menonjol dalam UUPLH tersebut; 2. Perkembangan pengelolaan urusan-urusan publik yang dilakukan pemerintah, yang dulunya bersifat sentralistik kini berubah kearah desentralistik sejalan dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diganti dengan UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3. Adanya keinginan komunitas lingkungan hidup di DPR RI, pemerintah, perguruan tinggi, LSM untuk mengundangkan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (UUPSDA). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menganut prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan insrtumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek partisipasi, transparansi dan keadilan. Sehingga dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini diharapkan dapat menekan permasalahan lingkungan hidup sehingga dapat terwujudnya lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.
47
Ibid, h. 14.
34 Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, terdapat beberapa pengaturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yang diantaranya: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; 4) Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; dan 5) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 2.3 Pengertian Pencemaran Lingkungan Jika kehadiran unsur asing (makhluk hidup, zat, energi atau komponen lainnya) masuk ke dalam lingkungan dan menyebabkan perubahan terhadap ekosistem yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan sehingga lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan tersebut telah tercemar. Menurut Otto Soemarwoto48, jika dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur, diantaranya: (1) kalau suatu zat, organisme atau unsur lainnya seperti gas, cahaya, energi telah tercanpur ke dalam sumber daya/lingkungan tertentu; (2) dan karenanya menghalangi/menggangu fungsi atau peruntukkan daripada sumber daya/lingkungan tersebut. Secara mendasar di dalam pencemaran terkandung pengertian pengotoran (contamination) dan pemburukan (deterioration). Pengotoran dan pemburukan
48
Harun M. Husein, op.cit, h.175.
35 terhadap sesuatu semakin lama akan dapat menghancurkan apa yang dikotori atau diburukkan sehingga akhirnya memusnahkan setiap sasaran yang dikotorinya.49 Munadjat Danusuputra merumuskan pencemaran lingkungan sebagai suatu keadaan dalam mana suatu materi, energi dan atau informasi masuk atau dimasukkan di dalam lingkungan oleh kegiatan manusia dan/atau secara alami dalam batas-batas dasar hingga mengakibatkan terjadinya gangguan kerusakan dan atau penurunan mutu lingkungan.50 Sedangkan menurut Sastra Wijaya, pencemaran lingkungan terjadi apabila ada penyimpangan dari lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran dan berakibat buruk terhadap lingkungan.51 Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah “masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”. Dari beberapa pengertian pencemaran lingkungan diatas, dapat dilihat bahwa ada dua hal yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yakni pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh alam. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia terjadi karena tidak terkontrolnya aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam, sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Sedangkan
49
Abdurahman, op.cit, h. 96. Ibid, h.98. 51 Nunung Nurhayati, 2013, Pencemaran Lingkungan, Yrama Widya, Bandung, h. 5. 50
36 pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh alam, disebabkan karena terjadinya aktivitas alam yang tidak dapat diduga-duga, contohnya gunung meletus.
2.4 Macam-macam Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan dapat dibedakan berdasarkan tempat terjadinya dan berdasarkan tingkat pencemarannya. Berdasarkan tempat terjadinya, pencemaran lingkungan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a) Pencemaran Udara Udara merupakan campuran dari berbagai macam gas, yang mana salah satunya adalah oksigen. Oksigen merupakan komponen yang sangat penting untuk menunjang kehidupan semua makhluk hidup yang ada dibumi baik itu manusia, tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Udara yang bersih adalah udara yang segar dan nyaman bagi makhluk hidup, cukup kandungan oksigennya, tidak berwarna dan berbau. Sebaliknya jika terjadi perubahan terhadap bau dan warna dari udara tersebut dapat dipastikan bahwa telah terjadi suatu pencemaran. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Terdapat dua sumber penyebab terjadinya pencemaran udara, yakni pencemaran udara yang bersumber dari alam dan pencemaran udara yang
37 bersumber dari kegiatan manusia.52 Pencemaran udara yang bersumber dari alam terjadi karena adanya aktivitas alam seperti gunung meletus, sedangkan pencemaran udara yang bersumber dari manusia terjadi karena adanya campur tangan dari manusia seperti transportasi, industri, pembakaran lahan dan lain sebagainya. Pengaturan secara khusus untuk mengendalikan pencemaran udara diatur di dalam: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; 2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor; 3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Suber Tidak Bergerak; 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan; 5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran; 6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan; 7. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. b) Pencemaran Air Air merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Berlimpahnya air di muka bumi, menyebabkan masyarakat tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Masyarakat lebih menyalahgunakan kelebihan air tersebut dengan cara mencemarinya.
52
Ibid, h. 20.
38 Menurut Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Sumber pencemaran air diakibatkan oleh aktivitas manusia yang berlebihan seperti pengerukan pasir, limbah rumah tangga, industri, pertanian, pelebaran sungai, pertambangan minyak lepas pantai, serta kebocoran kapal tanker pengangkut minyak. Limbah rumah tangga seperti deterjen, sampah organik, dan anorganik memberikan andil cukup besar dalam pencemaran air sungai, terutama di daerah perkotaan. Sungai yang tercemar dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, terutama bagi masyarakat yang menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, pencemaran air dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:53 1) Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik; 2) Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi tersuspensi; 3) Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba pathogen, lumut dan tumbuhan air.
53
Ibid, h. 32.
39 Untuk menghindari adanya perluasan pencemaran air, maka diperlukan suatu pengaturan untuk mengendalikan pencemaran air. Pengaturan secara khusus untuk mengendalikan pencemaran air diatur di dalam: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara; 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air. c) Pencemaran Tanah Tanah merupakan bagian dari kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah berperan sangat penting terhadap kelangsungan mahkluk hidup karena tanah dapat menyediakan unsur hara, air dan sebagai tempat tinggal. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, yang dimaksud dengan tanah adalah “salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya”. Apabila adanya unsur asing (makhluk hidup, zat, energi atau komponen lainnya) yang masuk ke dalam lingkungan tanah dan menyebabkan perubahan yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan tanah sehingga tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan tanah tersebut telah tercemar.
40 Pencemaran tanah biasanya terjadi dikarenakan adanya kobocoran limbah cair atau bahan kimia industri, penggunaan peptisida yang berlebihan, atau air limbah dari tempat penimbunan sampah yang masuk ke dalam lapisan sub permukaan dan lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa kriteria pencemaran tanah yang digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dan tingkat pencemaran yang meliputi:54 1) Kriteria Fisik Kriteria fisik meliputi pengukuran tentang warna, bau, suhu dan radioaktif. 2) Kriteria Kimia Kriteria kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar logam dan logam berat. 3) Kriteria Biologi Kriteria biologi melibatkan organisme untuk menentukan tercemar atau tidaknya suatu lingkungan. d) Pencemaran Suara Pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup disekitarnya.55 Pencemaran suara diakibatkan oleh adanya suara-suara yang bervolume tinggi yang membuat daerah disekitarnya menjadi bising dan tidak menyenangkan sehingga dapat merusak fungsi pendengaran masyarakat. Kawasan industri, lapangan udara, jalur kereta api dan area sekitar jalan raya merupakan penyebab terjadinya pencemaran suara. Sumber pencemaran suara adalah bunyi atau suara yang melebihi nilai ambang batas (NAB). Adapun beberapa sumber pencemaran suara yaitu:56
54
Ibid, h. 60. Nyoman Wijana, 2014, Biologi dan Lingkungan, Plantaxia, Yogyakarta, h. 150. 56 Nunung haryati, op.cit, h. 86. 55
41 1) Orang yang bercakap-cakap memiliki tingkat intensitas kebisingan sebesar 40 dB; 2) Orang yang adu mulut memiliki tingkat intensitas kebisingan sebesar 80 dB; 3) Suara kereta api memiliki tingkat intensitas kebisingan sebesar 95 dB; 4) Suara yang dihasilkan dari mesin kendaraan memiliki tingkat intensitas kebisingan mencapai 104 dB; 5) Suara petir memiliki tingkat intensitas kebisingan sebesar 120 dB; dan 6) Suara pesawat jet yang sedang tinggal landas memiliki tingkat intensitas kebisingan sebesar 150 dB. Dampak pencemaran suara sendiri terhadap kesehatan yaitu menimbulkan gangguan emosional pada orang-orang yang berada ditempat kebisingan dan gangguan pada pendengaran. Sedangkan berdasarkan tingkat pencemarannya, pencemaran dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:57 a) Pencemaran Ringan Pencemaran ringan adalah pencemaran yang dimulai dengan timbulnya gangguan pada ekosistem lain, misalnya pencemaran gas yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. b) Pencemaran Kronis Pencemaran kronis adalah pencemaran yang mengakibatkan terjadinya penyakit kronis. Hal ini terjadi karena secara terus menerus tubuh terpapar oleh polutan dalam konsentrasi kecil tetapi terakumulasi di dalam tubuh. c) Pencemaran Akut Pencemaran akut adalah pencemaran yang akibatnya dapat mematikan seketika setelah makhluk hidup terpapar oleh polutan tersebut. Contohnya pencemaran radioaktif. Secara umum, pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang begitu besar terhadap keberlangsungan hidup setiap makhluk hidup. Dampak tersebut antara lain mengakibatkan punahnya jenis-jenis makhluk hidup, berkurangnya kesuburan tanah, terganggunya keseimbangan lingkungan dan menimbulkan berbagai macam penyakit.
57
Ibid, h. 7.
42 2.5 Macam-macam Limbah Pencemar Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan dan lain sebagainya.58 Bentuk limbah sendiri dapat berupa gas, cair ataupun padat. Limbah padat lebih dikenal dengan nama sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:59 1) Sampah organik (degradable), yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, daun-daunan, sayuran dan lain sebagainya; dan 2) Sampah anorganik (undergradable) yaitu sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastic, kertas, mainan, botol, kaleng dan lain sebagainya. Sedangkan berdasarkan bentuknya, sampah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:60 1) Sampah padat yaitu segala bahan buangan selain kotoran manusia, urin dan sampah cair. Sampah padat dapat berupa sampah rumah tangga misalnya sampah kebun, sampah dapur, plastik dan lain sebagainya; dan 2) Sampah cair yaitu bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ketempat penampungan sampah. Sampah cair dapat berupa limbah rumah tangga, limbah industri dan lain sebagainya. Beberapa macam limbah dapat dikategorikan ke dalam limbah berbahaya. Limbah dikatakan berbahaya apabila di dalam komponen limbah terdapat bahan yang sangat berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya dan beracun ini lebih dikenal dengan nama B3. Menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3
58
Nyoman Wijana, op.cit, h. 146. Nunung Haryati, op.cit, h. 66. 60 Ibid, h. 68. 59
43 adalah “zat, energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara lansgung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain”. Berdasarkan hal tersebut, limbah yang dihasilkan oleh bahan berbahaya dan beracun dikenal dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Yang termasuk limbah B3 sendiri antara lain bahan baku berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, sisa proses dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Karakteristik limbah B3 sendiri yaitu mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif dan lain sebagainya.61
61
Nyoman Wijana, op.cit, h. 147.