BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERUPAAN PEREMPUAN DALAM KARYA KERAMIK
2.1 Perupaan Perempuan dalam Karya Seni Rupa Perupaan dalam sebuah karya seni yang bertema perempuan, umumnya menonjolkan keindahan-keindahan tubuh perempuan itu sendiri. Keindahan tubuh tetap saja simbolik, seperti dikatakan Gilbert: “Yang terkait dengan penampilan tubuh yang anugrahnya dapat terlihat di dalam kecantikannya yang berlimpah-limpah; karena wajah eksterior dapat menyegarkan roh mereka yang memandangnya, dan melimpahi kita dengan anugrah batiniah yang menjadikan saksinya” (Gilbert, 1986 : 10). Tubuh dalam pandangan ini, digambarkan lebih lemah dibandingkan jiwa yang abadi, namun tetap saja tubuh dan wajah merefleksikan cahaya, anugrah, dan keindahan. Keyakinan bahwa keindahan fisik disebabkan oleh keindahan spiritual adalah khas pemikiran Renaissans; namun Castiglione berpendapat bahwa mencintai keindahan fisik dapat berkembang menjadi mencintai keindahan intelektual dan spiritual, dan dapat tumbuh dari cinta atas keindahan-keindahan khusus menuju cinta keindahan universal. Konsensus dalam sejarah budaya Eropa sangat mengesankan. Keindahan menjadi bersifat objektif, terkait dengan kebaikan, di mana kecantikan moral dan fisik dihubungkan; utamanya hal ini terletak di wajah, yang juga merefleksikan karakter serta jiwa dan mungkin masa depan. Keindahan sebagai sesuatu yang menarik secara fisik tidak hanya merefleksikan keindahan Illahi, dan keindahan batiniah, namun juga menginspirasikan keinginan fisik. Meskipun begitu, beberapa orang merasa keberatan dengan hal ini, dan melihat keindahan sebagai sesuatu yang relatif saja. Montaigne, seorang pemuja mistik kecantikan, juga menjadi orang yang pertama kali menawarkan antropologi kecantikan :
11
“Kita membayangkan bentuknya cocok dengan khayalan kita,........... Orang-orang India melukisnya dalam warna hitam dan kehitam-hitaman, dengan bibir tebal yang besar dan sebuah hidung datar yang lebar. Dan mereka menggantungi tulang rawan di antara cuping hidung dengan cincin emas besar, membuatnya bergantung di depan mulut... Di Peru, ditemukan telinga terbesar dan mereka terus menariknya sejauh mereka mampu... Di tempat lain, terdapat bangsa-bangsa yang menghitamkan gigi mereka dengan gembira dan mencemooh mereka yang bergigi putih ; di tempat lain lagi, mereka mengecatnya dengan warna merah” (Montaigne,1965 : 355-356). Karya patung A Queen Mother (1500) dari Nigeria
menggambarkan bahwa
perempuan yang cantik secara fisik adalah perempuan yang memiliki kulit hitam, mata besar, hidung yang agak datar dan bibir yang tebal. Definisi kecantikan tersebut tidak sama dengan definisi kecantikan di daerah atau negara lain, karena kecantikan perempuan relatif penilaiannya.
Gb.2.1 A Queen Mother, 1500. Bronze ( Sumber : A WORLD HISTORY OF ART )
Usaha-usaha untuk mendefinisikan ulang arti keindahan dan usaha untuk mengembalikan kepemilikan tubuh perempuan kepada perempuan sendiri perlu dilakukan dari tahap dini perkembangan perempuan sendiri. Jika tidak, maka di tengah trend pasar bebas dunia, maka posisi tubuh perempuan akan semakin ditentukan oleh pasar, bukan oleh perempuannya sendiri.
12
Dalam lukisan-lukisan dan patung-patung klasik abad pertengahan sering dijumpai figur-figur perempuan yang bertubuh subur, dengan perut, lengan serta wajah yang berdaging dan berisi. Sebelum awal abad ini, bentuk tubuh perempuan yang ideal adalah yang gemuk, gembrot dan berlekuk-lekuk layaknya perempuan rumahan.
Gb.2.2 The Three Graces Raphael (1500) ( Sumber : Art As Image and Idea)
13
Gb.2.3 Venus Anadyomene J.A.D.Ingres (1848) ( Sumber : Art As Image and Idea)
Gb.2.4 Venus Felix (1500). Bronze ( Sumber : Art As Image and Idea)
14
Dari banyak gambaran yang didapat tentang perempuan baik dari lukisan maupun foto, bisa ditangkap kesan bahwa bentuk tubuh perempuan yang ideal adalah yang mampu mewakili citra kesuburan. Tidak diketahui sejak kapan bentuk tubuh perempuan yang gemuk ini menjadi sosok yang ideal. Hal ini diperkuat oleh banyak penemuan para ahli purbakala dalam bentuk figur-figur patung atau relief yang menggambarkan sosok-sosok perempuan bertubuh gemuk dan subur.
Gb.2.5 Relief "Mother Goddess from Laussel" . stone ( Sumber : A WORLD HISTORY OF ART )
Pada 1908, arkeolog Josef Szombathy menemukan sebuah patung yang cukup terkenal bernama "Venus of Willendorf", di luar kota Willendorf, Austria. Secara visual memiliki buah dada besar yang menggantung, alat kelamin yang diekspos, dan pantat yang besar. Seksualitas terang-terangan yang diumbar oleh patung ini
15
melahirkan konflik yang sengit di kalangan para arkeolog. Ada yang beranggapan bahwa patung tersebut kesenian yang pornografik, dan ada pula yang beranggapan bahwa patung tersebut, mencitrakan bahwa Dewi Venus yang banyak dipuja sebagai simbol kecantikan, itupun bertubuh sangat gemuk.
Gb.2.6 Patung "Venus of Willendorf" . Limestone ( Sumber : A WORLD HISTORY OF ART )
Banyak pemerhati masalah tubuh sepakat bahwa citra ideal perempuan bertubuh subur mulai tergusur seiring dengan munculnya industri media dan periklanan. Media massa, terutama tahun 1960-an banyak memunculkan figur-figur langsing macam Marilyn Monroe atau Jacqueline Onasis. Entah proses apa yang mengawali terpilihnya figur-figur langsing ini untuk tampil ke muka. Pada akhir tahun 60-an muncul seorang artis bernama Twiggy yang bertolak belakang dengan citra perempuan yang subur. Ia tidak punya buah dada, kurus, dan memotong pendek rambutnya seperti laki-laki. Ia terlalu kurus untuk ukuran perempuan normal dengan berat hanya 41 kg, seukuran dengan gadis usia belasan tahun. Twiggy mampu mengubah citra bentuk tubuh perempuan, hal ini terlihat perempuan di
16
berbagai belahan dunia yang terhubung dengan industri media telah menjadikannya idealisasi akan suatu bentuk tubuh perempuan.
Gb.2.7 Twiggy ( Sumber : Microsoft ® Encarta ® 2007 )
Sepanjang sejarah terlihat bahwa pendefinisian perempuan lewat tubuhnya melegitimasi perannya, seperti pendefinisian biologis dimana perempuan mempunyai kemampuan untuk mengandung, dan oleh sebab itu perempuan sensitif dan emosional. Pendefinisian tubuh perempuan secara biologis maka perempuan ditetapkan sebagai mahluk yang tidak berdaya sehingga peran publiknya tidak mendapatkan posisi yang setara. Apabila tubuh perempuan yang didefinisikan secara material lengkap dengan atribut-atributnya sebagai mahluk keibuan, perawat dan lemah lembut menampilkan suatu sosok perempuan yang diterima oleh masyarakat patriarkal. Namun apabila sosok perempuan yang bertolak belakang dari hal tersebut, seperti yang menampilkan seksualitas, sensualitas, mendapat kecaman dari kelompok moralis sekaligus dijadikan objek budaya dan ekonomi oleh masyarakat patriarkal.
17
Perempuan dan tubuhnya adalah suatu topik yang terus menerus menjadi bahasan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Seperti hadirnya kosakata yang berupa suatu pujian atau kritikan terhadap tubuh, misalnya kata kegemukan atau kekurusan. Mencapai tubuh dan rupa yang sempurna adalah keinginan hampir setiap perempuan dan merupakan isu terbesar dalam hidup perempuan, hal ini berdampak pada industri bisnis kecantikan yang jeli melihat peluang ini dan menjadikan perempuan terus-menerus sebagai targetnya. Tubuh perempuan juga telah menjadi kepentingan bagi mereka yang bergerak di bidang grafis dengan tujuan mengeksploitasi seksualitas perempuan lewat gambargambar yang menimbulkan birahi. Catharine Mackinnoo menjelaskan bahwa pornografi
adalah
grafis-grafis
yang
secara
eksplisit
memiliki
tujuan
mensubordinasikan perempuan. Grafis yang menunjukkan subordinasi seksual secara eksplisit dari perempuan melalui gambar atau kata-kata dan termasuk dehumanisasi perempuan sebagai objek seksual, benda-benda, komoditi, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan atau pemerkosaan. Sedangkan Gloria Steinem mencoba membedakan pornografi dan erotika, yaitu yang berasal dari kata eros yang berarti cinta yang berkobar-kobar. Sedangkan pornografi memiliki akar kata porno atau prostitusi yang menggadaikan dominasi seksual laki-laki terhadap perempuan. Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an definisi pornografi diperketat, yakni hanya dihubungkan dengan segala sesuatu yang menyangkut tindakan seksual yang menyinggung standar masyarakat serta merendahkan nilai dan martabat masyarakat tersebut. Selain itu ada pula kelompok yang menerima pornografi berdasarkan argumen mereka pada hak seseorang untuk mengekspresikan kebebasan mereka atas gerakan tubuh perempuan termasuk hasrat seksualnya. Gerakan tubuh perempuan ini dibatasi oleh kekuatan yang tampak seperti institusi negara dan masyarakat, dan dibatasi oleh kekuatan yang abstrak seperti norma agama, norma kesusilaan, dan norma sosial lainnya.
18
2.2 Perupaan Perempuan dalam Karya Patung Keramik Dunia
Istilah keramik sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu sesungguhnya banyak barang-barang keramik sekarang ini, bahkan mungkin masing-masing memiliki dan menggunakannya. Beraneka ragam bentuk, bahan dan fungsinya. Apabila melacak sejarah perkembangan seni keramik sama dengan melacak sejarah peradaban manusia, sebab penggunaan barang-barang keramik tak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Sejak dari peradaban sederhana sampai dengan teknologi modern sekarang ini, penggunaannya tak lepas dari teknologi modern itu sendiri. Sekalipun usia keramik hampir bersamaan dengan hidupnya manusia di muka bumi ini, namun tidak semua orang mampu menjelaskan apakah keramik itu, sebab penjelasan
tersebut
harus
merupakan
hasil
penelitian
yang
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa batasan tentang istilah keramik. Kata keramik berasal dari kata Yunani, “keramos” yang berarti tanah liat (Myers, 1969 : 429). Dictionary of Art tulisan Mills J.F.M menyebutkan bahwa kata keramik berasal dari bahasa Gerika yaitu kata “keramikos” yang berarti barangbarang dari tanah liat yang dibakar serta mengeras oleh api (Mills,1965:39). Pada Encyclopedia of The Art dijelaskan bahwa kata “keramos” dalam mitologi Yunani merupakan putra Dewi Ariaduc (Ariadne) dengan Dewa Baccus, yang merupakan dewa pelindung para pembuat keramik (Runes, 1946:151). Pada
umumnya,
mendengar
istilah
keramik,
masyarakat
akan
langsung
mengartikannya pada barang-barang gerabah seperti periuk, kendi, atau barangbarang porselin seperti: guci, piring dan sebagainya yang berglasir. Padahal, yang dimaksud keramik tidak sesempit itu, karena pengertian tersebut hanya sebagian dari pengertian keramik tradisional. Sekalipun kata atau istilah keramik bukan
19
istilah baru namun perlu diketahui bahwa istilah tersebut tidak lagi ditafsirkan secara keliru. Daniel Rhodes memberi batasan pengertian keramik sebagai : “Ceramic may be defined as the art of making permanent objects of usefullnes and/or beauty bay heart treatment of earthy raw materials” (Rhodes, 1968 ; 2). Keramik dapat definisikan sebagai seni membuat barang-barang permanen yang bernilai guna atau indah dengan cara memanasi bahan-bahan mentah yang berasal dari bumi. Definisi keramik dalam pengertian luas dan umum adalah segala benda dari bahan tanah yang melalui proses pembakaran. Karena hal itu sebutan keramik bervariasi seperti gerabah, tembikar, mayolika, keramik putih, terracota, porselin, keramik batu (stoneware) dan lain sebagainya. Pengertian keramik secara khusus dikaitkan dengan bidang seni rupa yang ditinjau dari bentuk visualnya, dan biasa disebut sebagai “seni keramik” atau “keramik seni”. Sejalan dengan perkembangan budaya manusia, seni keramik mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya. Benda-benda keramik memiliki kandungan makna dan filosofis serta konsep penciptaan, yang mencakup segi-segi material, teknologi, ilmu pengetahuan, spiritual, fungsi-fungsi religi, ekspresi pribadi dan lain-lain. Penciptaan bentuk keramik ada hubungannya dengan penyusunan dari unsur-unsur visual dan latar belakang atau tujuan dari pembuatan yang tertuang dalam kegiatan perancangan, disamping menyangkut kreativitas juga bisa berupa ungkapan pribadi. Keramik dengan media tanah liat, secara sadar lebih diarahkan kepada pembuatan yang bersifat estetik dan artistik. Dengan demikian keramik meningkat menjadi seni keramik, baik itu barang yang dikategorikan kriya, seperti contohnya keramik yang dihasilkan bentuk-bentuk fungsional seperti mangkuk yang dipakai sehari-hari, bisa saja memiliki kualitas estetis disamping kualitas fungsional. Dapat pula merupakan benda seni sebagai seni murni yang berbentuk ekspresi pribadi dimana pengertian keramik tertuju pada idea atau konsep yang baru.
20
Seni keramik dengan konsepsi atau pemahaman yang baru terhadap tanah liat mulai menggema di Amerika sekitar tahun 50-an, dimana ada gerakan ‘seni keramik murni’ atau seni keramik sebagai bagian dari seni murni, yang sebelumnya keramik adalah suatu hasil atau aktifitas dari dunia kerajinan dan seni dekoratif mencoba merambah daerah baru yaitu dunia seni murni. Tokoh yang memimpin gerakan itu adalah Peter Voulkos, yang dianggap sebagai orang yang pertamakali berhasil menjembatani jarak antar seni keramik dengan seni patung dan seni lukis moden. Pemahaman baru terhadap pengertian seni keramik tumbuh dari pengaruh-pengaruh sebelumnya, pengaruh-pengaruh itu sebagian datang dari negara
lain, seperti
pemahaman yang datang dari seniman keramik Inggris, seniman dan barang keramik Jepang, keramik-keramik buatan Picasso, Miro, Chagall dan pengaruhpengaruh lainnya. Sehingga hal ini memberikan sifat universal dari seni keramik modern. Ketika aktifitas seni keramik modern telah makin meluas, sebagian kritikus dan senimannya sendiri menganggap bahwa seni keramik modern termasuk dalam lingkup kerajinan, sedangkan lainnya menganggap seni keramik modern termasuk dalam lingkup seni murni. Karena pertentangan itu akhirnya ada pula yang menempatkan seni keramik modern itu terletak di antara dunia seni murni dan dunia kerajinan. Seni keramik modern masih dianggap lebih dekat dengan dunia kerajinan, hal ini terlihat dari buku-buku seni rupa modern yang kebanyakan hanya berisi pembahasan mengenai seni lukis, seni patung dan terkadang seni grafis. Pembahasan tentang seni keramik banyak dijumpai pada majalah-majalah kerajinan terbitan Inggris atau Amerika. Sedangkan yang menganggap karya keramik masuk dalam seni murni, menempatkan pembuat karya sebagai ‘pematung’ atau ‘seniman’. Dan karya-karya yang dihasilkan sebagai keramik patung atau patung keramik. Yang jelas seni
21
keramik sebagai ungkapan paling pribadi dari pembuatnya telah berkembang dengan pesat dan telah menghasilkan berbagai bentuk ungkapan dengan media tanah liat. Keramik sebagai seni murni dibuat oleh individu atau pribadi yang bebas tidak terikat oleh kegunaan atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu sendiri. Pembuatan keramik ini mempunyai maksud untuk mengkomunikasikan pemikiran atau penyampaian ekspresi melalui bahasa rupa, tekstur, warna, bentuk, simbol dan lain sebagainya. Ekspresi atau ungkapan serta emosi, secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri. Keramik merupakan kebudayaan yang universal oleh karena benda-benda peninggalannya dapat ditemukan di mana-mana hampir diseluruh belahan dunia dan merupakan kebudayaan yang sangat tua yaitu sejak manusia mengenal api, dapat dikatakan bahwa penggunaan produk-produk keramik sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Keberadaan penggunaan keramik pertama kali, sampai sekarang belum terungkap secara pasti, hanya berdasarkan perkiraan yang dilandasi data dari hasil-hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh para ahli purbakala, yang memperkirakan keramik mulai dibuat dan digunakan sejak tahun 15000 SM yaitu sejak manusia mengenal api. Ada pula yang memperkirakan dimulai 10.000 SM dan 5000 SM (Vincent A. Roy, 1969) Dalam Encyklopedia of Britanica dinyatakan bahwa kegiatan manusia dalam bidang ini tidak hanya terbatas pada suatu daerah tertentu saja, melainkan di seluruh dunia, karena bahan keramik itu sendiri, yaitu tanah liat, terdapat di seluruh dunia. Tanah liat sebagai bahan baku keramik selain menjadi mengekspresikan seni, juga digunakan dalam pembuatan peralatan rumah tangga sepanjang sejarah peradaban manusia. Selama beribu-ribu tahun tanah liat dibentuk menjadi berbagai bentuk barang seperti wadah, patung, mainan dan sebagainya. Di masa prasejarah, kepercayaan dan mitos memainkan peranan yang penting dalam pembuatan benda-
22
benda tembikar, seperti kebutuhan akan benda-benda upacara, keramik difungsikan untuk bekal kubur maupun tempat menyimpan mayat. Benda-benda upacara yang terbuat dari tanah liat ini banyak mengambil tema perempuan. Perempuan dalam perjalanan peradaban manusia selalu menjadi objek menarik untuk ditampilkan. Tema perempuan yang ditampilkan oleh karya keramik yang ditemukan di berbagai Negara mempunyai makna yang beragam sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. Seperti karya patung keramik yaitu patung “ Mother Goddess”, yang ditemukan di Mesopotamia di mana suatu lokasi ini dikenal sebagai Çatal Hüyük adalah salah satu dari kota-kota dunia yang paling awal. Dalam beberapa agama dan mitologi tertentu patung ini dipandang sebagai para ibu. Banyak arca kecil perempuan zaman batu bertahan hidup dan lebih dari satu, yang ditafsirkan sebagai dewi kesuburan atau ibu. Beberapa dari arca kecil perempuan ditemukan di çatal Huyuk, arca-arca ini menunjukkan dewi dalam berbagai tipe, seperti adanya aspek muda, tua, hamil atau dalam keadaan sedang melahirkan.
Gb. 2.8 Patung “ Mother Goddess from Catal Huyuk” Sumber : A WORLD HISTORY OF ART )
23
Patung keramik yang ditemukan di pulau Kreta, pulau di selatan Yunani, yaitu patung “Snake Goddess” (Gb. 2.9), merupakan salah satu patung keramik dengan figur perempuan yang sangat terkenal dari daerah itu. Pada patung ini, terlihat adanya ekspresi dari masyarakat pulau Kreta yang riang, ekspresi ini tampak lebih jelas pada hasil keramiknya yang memiliki sifat representatif dengan bentuk patung yang dinamis.
Daerah ini di masa lampau adalah suatu pusat dari peradaban
Minoan, masyarakatnya trampil dalam arsitektur dan berkembang pula kesenian keramik yang banyak menghasilkan patung-patung keramik disamping karya potternya.
Gb. 2.9 Patung “Snake Goddess” ( Sumber : A WORLD HISTORY OF ART )
Masyarakat Kreta termasuk masyarakat yang religius, masyarakat ini menganut kepercayaan kepada dewa-dewa, dewa pemimpinnya adalah perempuan berupa ibu atau dewi kesuburan. Melalui peradaban manusia di seluruh dunia dari masa ke masa keramik mengalami perubahan baik dari bentuk maupun kualitasnya, dari yang sederhana menjadi lebih baik. Bentuknya di seluruh belahan dunia mempunyai kemiripan, hal ini terbukti dengan ditemukannya kesamaan antara penemuan yang satu dengan yang lainnya, membawa pada sebuah kesimpulan bahwa ras-ras primitif tidaklah menemukan
24
atau mengerjakan proses pembuatan keramik secara individu, melainkan saling mempengaruhi satu sama lain, misalnya karya keramik yang ditemukan dan diperkirakan dibuat di Babilonia, Assyria, Mesir, dan Cina antara 4000-1500 SM telah menunjukan derajat kehalusan yang cukup baik. Sedangkan di Mesir pada masa yang sama ditemukan sejumlah benda tembikar merah didekorasi dengan motif-motif kelautan dan abstraksi-abstraksi berwarna hitam, merah dan putih. Periode ini juga merupakan periode kreatif. Namun tanpa diragukan lagi, dari seluruh negara-negara tersebut, Cina merupakan negara yang memberikan sumbangan terbesar bagi seni keramik. Peradaban tertua pada masa Neolitikum (± 15000 – 1000 SM) di Asia Timur adalah peradaban Yomon di Jepang. Karya-karya keramik yang dihasilkan pada masa itu kebanyakan berupa
figur-figur manusia, diantaranya patung perempuan yang
mempunyai bentuk tubuh yang menonjolkan bentuk alat kelamin, buah dada yang besar dan lain-lain. Patung keramik berbentuk perempuan ini diduga mengandung nilai-nilai simbolis yang ditujukan sebagai pemujaan pada dewi kesuburan (Gb. 2.10) .
Gb. 2.10
Gb. 2.11
Human Figure
Haniwa
(Sumber : www. casazen.com)
(Sumber : www. casazen.com)
25
Keramik masa prasejarah di Jepang yaitu Haniwa. Banyak bentuk keramik Haniwa yang berupa manusia, diantaranya patung keramik Haniwa dengan bentuk perempuan (Gb. 2.11). Seni yang berkembang di zaman Neolitikum di dataran Cina antara tahun 2500 SM1500 SM adalah seni keramik prasejarah. Pada dinasti Shang tahun 1500-1000 SM yang berkedudukan di lembah sungai kuning seni keramik tumbuh berdampingan dengan seni perunggu khas Cina. Zaman dinasti Han (206 SM–220 SM) merupakan periode kreatif pertama di Cina. Awal periode ini produk keramik yang dihasilkan belum berglasir, baru pada akhir periode ini ditemukan benda-benda keramik yang berglasir. Pada masa dinasti Tang (61–906 M), keramik berglasir dibuat dengan berbagai macam warna. Seni keramik kemudian berkembang pesat sepanjang masa pemerintahan dinasti Shung (960– 1279 M), dinasti Yuan Kang His (1662–1722 M). Benda keramik yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi baik dari pewarnaan, tekstur maupun bentuk. Karya keramik pada masa itu apabila dibandingkan dengan produk keramik Amerika dan Eropa saat ini, kualitas produk dan kemampuan pengrajin keramik Cina di abad 16 belum bisa dikalahkan. (Helen Marie Evans dan Carla Davis Dumesnil. An Invitation To Design : 166)
Gb. 2.12 Lady China, T’ang Dinasti (Sumber : wikimedia.org)
26
Gb.2.13 Tomb figure of a Lady (Sumber : World Ceramics)
Gb.2.14 Model of a tomb dignitary (Sumber : World Ceramics )
Tomb figure of a Lady (Gb. 2.13), tembikar warna abu-abu dengan detil goresan yang tadinya dilukis, ditemukan di arah utara Wei periode (abad ke-6). Dengan gaya dan hiasan kepala tinggi yang menjadi khas dari periode ini. Model of a tomb dignitary (Gb.2.14), merupakan tembikar yang dicat berasal dari T'ang dinasti, abad ke 7-8, terdapat di dalam pusara-pusara. Figur-figur seperti itu dipercaya terkait dengan kesejahteraan atau kesehatan di masa depan bagi orang yang telah meninggal.
Gb.2.15 Group of musicians and dancers (Sumber : World Ceramics)
27
Group of musicians and dancers (Gb.2.15). Merupakan tembikar yang dicat. Dari dinasti T'ang, pada abad ke 7, patung-patung keramik ini memperlihatkan rombongan dari musisi dan penari pada waktu itu.
Gb.2.16 Quan Am (Sumber : Ceramics of Bien hoa. Art of Asia)
Gb.2.17 Mother & child (Sumber : Ceramics of Bien hoa. Art of Asia)
Quan Am (Gb.2.16) berupa patung perempuan dengan wajah dan karakteristik Cina, berdiri di atas bunga teratai dan mendekap seoarang anak kecil, tampil mempesona dan memiliki aura seorang tokoh suci, digambarkan sebagai dewi. Tingginya 548 cm, tahun 1930. Tema Mother & child dalam karya keramik banyak digunakan oleh seniman-seniman keramik, Mother & child (Gb.2.17 dan 2.18), berupa patung seorang perempuan dengan pakaian penuh yang dikenal sebagai Maria, sedang mengangkat anak kecil yang dikenal sebagai Nabi Isa, penampilan fisik patung tersebut penuh pesona dan memiliki aura sebagai orang suci.
28
Gb.2.18 Mother & child .1906 (Sumber : wikipedia.org/wiki/Ceramics) Kehidupan perempuan masih tetap digunakan sebagai tema karya seni patung keramik sampai sekarang, seperti pada gambar 2.19, terlihat perempuan dengan posisi tidur sambil mengangkat kepalanya dengan sebelah tangan.
Gb.2.19 Doctor’s lady 19th (Sumber : wikipedia.org/wiki/Ceramics)
29
Pada gambar 2.20, yang menjadi tema karya tersebut, terlihat aktifitas perempuan sehari-hari, seperti ; perempuan yang sedang mengangkat dua buah keranjang atau sedang berjualan.
Gb.2.20 Korean Girl .19 th (Sumber : wikipedia.org/wiki/Image) Menjelang abad 20, tema perempuan pada karya patung keramik masih tetap digunakan, tetapi dari segi bentuk ada beberapa seniman yang menerapkan berbagai bentuk perempuan yang lebih bebas dan ekspresif pada karyanya .
Gb.221 Reclining Figure. HenryMoore.1951 (Sumber : wikipedia.org/wiki/Image)
30
Pada karya yang berjudul Negresses (Gb.2.22), tampak tiga orang perempuan dengan menggunakan gaun panjang, tetapi sosok perempuan pada karya ini tidak diperlihatkan secara detail seperti perempuan pada umumnya, misalnya pada bagian wajah yang polos dengan kepala tanpa rambut. Sedangkan karya yang berjudul Vessel Figure and Shadow (Gb.2.23), memperlihatkan seorang perempuan dengan pose berdiri dan bayangannya.
Gb.2.22 Negresses (Sumber : New Design in Ceramic )
Gb.2.23 Vessel Figure and Shadow (Sumber : Ceramic Art)
31
Karya yang berjudul Slab Figure of Swiden (Gb.2.24), nampak figur dengan lekuklekuk tubuh seperti payudara, karya ini memperlihatkan figur perempuan. Sedangkan karya yang berjul Daughters of the Finnish (Gb.2.25), tahun 1983 dan Gewmini Vwessdwel (Gb.2.26). tahun 1984 memperlihatkan gaya baru dalam bentuk karya seni keramik tetapi masih menggunakan perempuan sebagai temanya.
Gb.2.24 Slab Figure of Swiden (Sumber : New Design in Ceramic)
Gb.2.16 Gb.2.25 Daughters of Daughters ofthe theFinnish. Finnish.1983 1983 (Sumber : The New (Sumber : The NewCeramics) Ceramics)
32
Gb.2.26 Gemini Vessel. 1984 (Sumber : The New Ceramics)
Perempuan dengan berbagai macam gaya dan aktifitasnya masih terlihat pada karya-karya seni patung keramik Figure Female (Gb.2.27) dengan bahan porcelain.
Gb.2.27 Figure Female (Sumber : sanlixing.en.alibaba.com)
33
2.3
Perkembangan Perupaan Perempuan dalam Karya Patung Keramik di Indonesia
2.3.1
Keramik Masa Pra – Sejarah
Hasil penyelidikan dari peninggalan sejarah ternyata menunjukkan bahwa keramik telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak zaman pra-sejarah, kira-kira 3000 SM, pada saat itu manusia sudah mulai hidup menetap dan bercocok tanam serta membentuk kelompokkelompok masyarakat. Kehidupan sebagai masyarakat yang menetap memerlukan peralatan untuk kebutuhan sehari-hari, jadi jenis-jenis barang keramik yang dibuat pada masa ini antara lain gerabah kasar, yang berfungsi untuk menyimpan makanan dan air. Tentu saja teknik pembuatannya masih sangat sederhana, yaitu dengan cara meletakkan segumpal tanah liat pada sebuah batu bulat sebagai cetakan, kemudian memukul-mukulnya sampai kepadatan dan ketebalannya sama, dengan cara begini dapat diperoleh benda berbentuk cekung yang dapat menampung air. Teknik ini sampai sekarang masih dapat ditemukan di beberapa daerah pedesaan yang penduduknya melakukan usaha kerajinan gerabah. Jejak-jejak keramik kuno dari zaman Neolithicum ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, seperti dikemukakam oleh Sumarah A : “Pembuatan gerabah Indonesia sudah dikenal sejak dini, sisa-sisa gerabah dari masa bercocok tanam telah ditemukan di kandang lembu Banyuwangi (Jawa Timur), Kelapa Dua Bogor (Jawa Barat), Kalimpang dan Minanga Sipakka (Sulawesi), dan di sekitar danau Bandung (Jawa Barat), teknik pembuatan gerabah dari masa tersebut masih sangat sederhana, ialah dengan teknik tatap batu dengan teknik tangan , baru kemudian berkembang penggunaan roda sederhana. Pembakaran yang tradisional adalah pembakaran secara terbuka, dalam lubang dangkal beralas tanah liat dengan api rerumputan menyala” (Sumarah A, 1987 : 4) . Lain hal dengan apa yang diungkapkan oleh Subrata sebagai berikut : “Di Indonesia keramik telah dikenal pada masa peralihan zaman Paleolithicum, di zaman Neolithicum saat manusia sudah mulai tinggal menetap, hidup berkumpul dan bermasyarakat. Peninggalannya berupa alat-alat kerja pertanian dan perabotan rumah tangga, misalnya cangkul, kapak, alat untuk meratakan tanah dan benda
34
keramik seperti periuk, tempayan, cerek dan sebagainya. Ini ditemukan berupa pecahan-pecahan dalam ukuran kecil berkumpul dengan posil sisa-sisa makanan dan kulit kerang pada bagian lapisan teratas sepanjang pantai timur laut Sumatra. Pecahan-pecahan benda keramik tersebut ada yang polos dan ada pula yang sudah memakai hiasan garis-garis sinar “ (Subrata, 1996 : 59). Penemuan produk-produk keramik zaman prasejarah umumnya berupa pecahan-pecahan yang sulit dikenali bentuk aslinya. Temuan dari zaman yang lebih muda adalah tempayan yang berisi tulang belulang manusia. Ini menunjukkan bahwa tempayan tersebut adalah wadah penguburan jenazah. Pada zaman pra sejarah, benda keramik sangat berkaitan dengan religi, ini terlihat pada hiasan maupun bentuknya dibuat dengan pertimbangan estetis yang lebih besar serta mempergunakan material halus dan tipis, hal tersebut dilakukan sebagai wujud penghormatan terhadap kepercayaan yang dianutnya. Disamping keinginan untuk mengungkapkan rasa keindahan yang telah menjadi bagian naluriah manusia untuk menciptakan karya-karya keramik yang inovatif yang menjadi salah satu pendorongnya yaitu adanya konsep religio magis atau kepercayaan terhadap arwah leluhur. Peninggalan lain dari zaman prasejarah adalah kendi, yakni tempat air minum seperti yang diungkapkan oleh Sumarah A. sebagai berikut : “Masa prasejarah Indonesia berakhir pada abad ke – 4, ketika ditemukan batu prasasti paling kuno dari kerajaan Tarumanegara dan seorang raja Kutai dari Kalimantan. Musium Nasional Jakarta memiliki beberapa kendi gerabah dari masa prasejarah. Kendi botol dengan hiasan goresan halus ditemukan di tebing tinggi, palembang.dan kendi bercorot pendek sekali di Melolo, Sumba. Kendi-kendi dari Melolo dibuat dengan bagus sekali dalam warna hitam dan merah. Hiasannya sering berupa hiasan wajah pada leher kendi. Nyata sekali bahwa kendi-kendi kuno ini dibuat lebih baik dari pada yang dibuat sekarang. Selain hiasannya lebih halus dan tipis, mungkin karena dibuat untuk benda kubur, maka pembuatannya lebih dikhususkan” (Sumarah, 1987 : 29 ).
35
2.3.2
Keramik Zaman Kerajaan Hindu - Budha
Pada masa berikutnya diperkirakan jauh berumur lebih muda, yaitu zaman permulaan agama Hindu di Indonesia, masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia yaitu dengan cara baik secara langsung maupun tidak langsung yang dibawa oleh para pedagang dari India. Unsur-unsur budaya India yang datang ke Nusantara tidak begitu saja
diambil oleh bangsa Indonesia. Unsur
tersebut diterima setelah
disesuaikan lebih dahulu dengan keadaan di Indonesia, sehingga menghasilkan kebudayaan yang khas. Kebudayaan Hindu yang dibawa ke Indonesia, menurut Koentjaraningrat memiliki paling tidak enam unsur penting, diantaranya adalah bahasa, teknologi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, agama dan kesenian yang meliputi seni sastra, seni bangunan, seni patung, dan seni ragam hias. Melaui proses akulturasi, unsur-unsur kebudayaan itu berkembang dengan baik dan mampu memperkaya kebudayaan asli Indonesia. Dalam bidang keramik proses akulturasi tersebut dapat dilihat dari penggunaan material tanah liat secara teknis dan fungsi benda keramik serta konsep yang mendasarinya. Dalam hal ini ditemukan benda-benda gerabah di halaman Candi Prambanan, memakai hiasan motif garis menyerupai duri-duri ikan sebagai suatu kekhasan. Di Bali pada periode masa Hindu, di daerah Bedahulu Gianyar ditemukan beberapa materai-materai dari tanah liat, di desa Singa Kerta Ubud Gianyar ditemukan benda-benda periuk yang di dalamnya terdapat serpihan-serpihan perunggu dan besi, batu-batu permata serta tulang-tulang manusia yang tersimpan dalam sarkopagus. Dan banyak lagi penemuan-penemuan di daerah lain dengan bentuk, pola hias dan fungsi yang hampir sama. Seni keramik Indonesia pernah mencapai zaman kejayaan pada masa Majapahit di abad ke 13-15 (seni terakota) namun keramik Indonesia tersebut masih tetap merupakan gerabah tanah tak berglasir, kalaupun di Indonesia ditemukan porselen
36
kuno adalah barang impor, yang sebagian besar berasal dari daratan Cina. Teracota yang ditemukan, secara umum karya-karya itu mengekspresikan masyarakat Majapahit yang mencintai hidup. Itu tampak pada patung-patung figur perempuan yang tampil modis ramping dan cantik. Pada patung-patung ini ditemukan pula bentuk-bentuk aksesoris seperti anting, kalung dan gelang.
Gb. 2.28
Gb.2.29
Figur terakota zaman Majapahit, abad ke-13. (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
37
Gb.2.30 Terakota Majapahit (Sumber : Katalog Ukelan, 1995) Terakota zaman Majapahit ini, sering pula menghadirkan figur ibu yang sedang menyusui, menggendong, atau memeluk anaknya. Ada pula figur dayang-dayang pembantu serta perempuan yang sedang mebuat jamu.
Gb. 2.31
Gb.2.32
Figure perempuan (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
38
Terakota Majapahit bermula dengan teknik Cina, ini dikarenakan di abad itu kehidupan di Jawa memang terpengaruh kontak dengan Cina di bawah dinasti Yuan dan kekaisaran Mongol. Ini terbukti dari penggalian arkeologis di Trowulan yang juga menemukan bukti adanya terakota kecil asli dinasti Yuan berupa patung dewa penjaga rumah Kuan Ti dan miniatur rumah China di lapisan yang sama dengan penemuan terokota-terakota Majapahit. Pengaruh ini juga bisa dilihat pada dekorasi potongan sabuk-sabuk awan bergaya China di relief-relief candi peninggalan Majapahit.
Gb.2.33 Beberapa bagian kepala dari figure terakota Majapahit (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005) 2.3.3
Keramik Masa Islam
Kebudayaan Islam masuk ke Indonesia diperkirakan sekitar abad ke-10, penyebaran agama Islam di Indonesia yang dilakukan secara damai membuat masyarakat memeluk agama Islam tanpa ada unsur keterpaksaan. Hubungan antara agama dan seni yang erat menjadikan tiap karya seni yang dihasilkan dapat mencerminkan keadaan zamannya, terutama budaya yang mempengaruhinya. Dalam seni keramik, kebudayaan Islam telah memberikan warna lain bagi perkembangan keramik di Indonesia. Adanya larangan untuk penggambaran mahluk hidup dan konsep tauhid dalam Islam, mengakibatkan keramik-keramik
39
yang mempunyai bentuk mahluk hidup, yang diantaranya bentuk perempuan, tidak diminati pada masa itu. Kenyataan ini tidak menjadi hambatan atau hal yang membatasi ruang gerak seniman dalam berkarya, tetapi hal tersebut justru memicu kreatifitas para seniman untuk lebih inovatif dalam menciptakan karya tanpa harus melanggar aturan tersebut. Para seniman pada masa ini menghasilkan bentukbentuk baru, yaitu dengan cara menstilasi bentuk-bentuk mahluk hidup dan mengembangkan motif-motif tumbuhan yang dekoratif. Perkembangan seni keramik yang telah ada pada masa sebelumnya tetap berlangsung, seperti pembuatan keramik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seharihari, dan untuk kebutuhan religi yang merupakan perlengkapan keagamaan.
2.3.4
Keramik Masa Penjajahan
Bangsa Belanda menguasai Jakarta setelah merebutnya dari kerajaan Banten sekitar tahun 1619, kemudian mendirikan kota Batavia. Pada permulaan abad ke-17 bangsa Eropa baru mengenal keramik jenis porselin, pada waktu itu Belanda dengan pasukan dagangnya Verenigde Oost-Indiche Compagnie atau V.O.C membawa beberapa keramik negri Timur ke beberapa negara di Eropa. Kompeni Belanda dengan V.O.C menerapkan sistem monopoli yang terkenal di kepulauan Indonesia setelah mengusir partner dagangnya, bangsa Portugis. Perdagangannya dengan dataran Cina membuat lalu lintas dagang maritim yang ramai melalui Indonesia. Porselin Cina menjadi komoditi dagang yang populer di Barat, orang-orang Belanda membawa keramik jenis porselin yang halus ke Eropa sedangkan yang kasar ke Indonesia. Batavia sebagai pusat perdagangan di Asia, menyebabkan keramik-keramik dari berbagai negara selain dari Cina masuk ke Indonesia, seperti Jepang dan Persia. Benda-benda keramik atau porselin merupakan bukti sejarah yang mengungkap jaringan politik dan perdagangan di masa penjajahan Belanda.
40
Pada masa penjajahan Belanda, industri yang ada hanya industri rumah tangga seperti produksi bata, genteng, pembuatan gerabah. Pasda tahun 1922 pemerintah Hindia Belanda mendirikan instansi penelitian dengan nama ”Keramish Laboratorium” yang berfungsi mengembangkan industri bata dan genteng, menyangkut masalah pengujian, konsultasi dan latihan operator serta penetapan lokasi bahan mentah. Masuknya penjajah Jepang ke Indonesia memerikan pengetahuan tentang keramik bakaran tinggi seperti stoneware dan porselin yang merupakan suatu ilmu yang baru dan tidak tumbuh dari akar budaya sendiri atau keramik tradisional Indonesia. Tahun 1937-an Belanda memperhatikan usaha pengembangan gerabah, bata, genteng dan mendirikan Balai Penelitian Keramik di Plered Jawa Barat, dimana penduduknya banyak membuat gerabah. Bersamaan dengan itu pabrik gelas swasta mulai didirikan di Jakarta dan Surabaya dengan menggunakan alat dan mesin dari Jerman.
2.3.5
Keramik Masa Modern
Perkembangan keramik setelah memasuki masa kemerdekaan tumbuh dari sektor industri baik besar dan kecil, maupun dari kreator perorangan yang kebanyakan dari kalangan seniman dan akademisi. Perguruan tinggi seni rupa banyak melahirkan keramikus-keramikus muda yang mengangkat citra keramik tradisional menjadi keramik modern. Seni keramik Indonesia modern berkembang karena pengaruh luar yang sangat banyak. Perkembangan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari segi teknis dan segi konsep. -
Segi Teknis ; dilatarbelakangi oleh berdirinya Labotarium keramik yang memperkenalkan teknologi bakaran tinggi.
-
Segi konsep ; dilatarbelakangi dengan dibukanya studio keramik di beberapa perguruan tinggi seni.
41
”Titik awal seni keramik modern Indonesia dimulai ketika studio seni keramik di Jurusan Seni Rupa ITB Bandung pada tahun 1963, di bawah asuhan Edie Kartasubarna. Awal dibuka studio keramik di seni rupa ITB, kecenderungan yang berlaku adalah kecenderungan ke arah keramik bejana. Kemudian berlanjut ke bentuk-bentuk yang lebih eksperimental yang dihasilkan oleh studio keramik ITB. Perkembangan keramik dari segi teknis mendorong munculnya industri keramik di beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan melalui perkembangan teknik, mengakibatkan industri keramik yang sangat berorientasi pada komersialisme, maka dari sudut pandang konseptual justru mendorong munculnya keramik eksperimental, kreatif, dan inovatif” (Irianto A, 1990:194). Seni keramik sebagai bagian dari seni murni. Dari lingkup seni rupa modern, maka keramik diperlakukan sebagi media ekspresi pribadi yang melepaskan dari unsur fungsi, baik fungsi fisik maupun fungsi religi. Karya keramik di sini yaitu sebagai hasil dari ungkapan pribadi untuk kepentingan artistik, estetik, pelepasan emosi, inspirasi dan dorongan-dorongan intuitif. Selain itu sebagian ada yang beranggapan seni keramik sebagai hasil kerajinan yang ditujukan untuk kebutuhan pakai dan lainnya. Penekanan bahwa dunia seni keramik sebagai bagian dari seni murni bukan membandingkan bahwa yang satu lebih bernilai daripada yang lain. Pada masyarakat seni rupa Indonesia saat ini ada penggunaan istilah seni rupa kontemporer, ada dua pengertian, yakni modern atau alternatif. Begitu pula ada penggunaan istilah Kriya Kontemporer, dimana kriya kontemporer ini
telah
berkembang dan menembus batas-batasnya sendiri. Wacana kriya kontemporer di Indonesia terbentuk oleh imbas dari wacana Contemporary Craft yang berkembang di dunia Barat, bukan merupakan perkembangan dari kriya tradisi yang ada. Menurut Asmudjo J. Irianto dalam
wacana Kriya Kontemporer Indonesia,
menyebutkan : ”Saya hanya bisa menawarkan wilayah kriya kontemporer secara asumtif dan dalam konteks tertentu. Dalam konteks medan seni rupa modern dan/atau kontemporer Indonesia, maka kriya dianggap bersentuhan dengan dunia seni adalah kriya dengan orientasi seni, atau kriya seni” (Irianto A, Kriya Kontemporer Indonesia, Visual Art, 2005 Vol.005)
42
Sebenarnya penggunaan istilah kriya kontemporer masih menyisakan kontroversi, karena di dalamnya mengandung paradoks. Di satu sisi kriya mengandung pemikiran modernis yang melihat kriya sebagai entitas yang bersebrangan dengan seni murni. Sedangkan di sisi lain, sebutan kontemporer seolah mengacu pada paradigma seni masa kini yang dilandasi oleh pemikiran post modern. Jadi penggunaan istilah kontemporer diduga untuk membedakan praktek kriya tradisi yang secara mendasar berbeda. Ini terlihat bahwa kriya tradisi lebih merupakan ekspresi komunal, sedangkan kriya kontemporer adalah ungkapan ekspresi individu. Terjadi krisis standar dan batasan, di mana ukuran-ukuran seni rupa modern diragukan, sementara batasan seni rupa kontemporer masih belum nyata. Keraguan ini muncul akibat kesadaran pluralistik, bahwa seni rupa modern yang berkembang di arus utama, yang perkembangannya tercermin di art history, bukan satu-satunya seni rupa modern. Ada banyak seni rupa modern lain di berbagai pelosok dunia, yang ternyata memperlihatkan aneka corak perkembangan. Betapapun tajamnya pertentangan seni rupa modern dan seni rupa kontemporer, masih kuat tertanam pada masyarakat bahwa seni rupa kontemporer berkembang dari seni rupa modern, dikarenakan keduanya dianggap memiliki dasar yang sama, juga hubungannya dengan seni rupa tradisional. Kedudukan seni rupa kontemporer, sementara ini memeng belum jelas, namun prinsip seni rupa moden cukup nyata; menentang tradisi seni rupa mana pun. Avant- gardism yang mendasari seni rupa modern selalu berusaha meninggalkan semua ukuran yang mentradisi, dianggap membangun kemapanan yang menghambat kemajuan dan berusaha membuat terobosan-terobosan. Dalam keramik kontemporer Indonesia, studio perorangan sangat mempengaruhi kemampuan teknis seniman Indonesia dan menghasilkan beragam penjelajahan bentuk serta warna.
43
Para perupa keramik yang konsisten untuk tetap mempergunakan keramik sebagai media berekspresi masih sangat sedikit, para perupa tersebut antara lain Hildawati, Lengganu, Suhaemi, Girindra, F.Widayanto, Bonzan Edi, Hendrawan Riyanto, Suyatna, Asmudjo, Lidya Poetri.
Karya keramik yang berbentuk wadah yang diolah sedemikian rupa sehingga nilai ekspresi seninya lebih tinggi dibanding nilai fungsionalnya, contohnya karya Suyatna (Gb.2.34 ), dan karya Lydia Poetrie (Gb.2.35).
Gb.2.34 Suyatna “Nude in Coffeé Break” (Sumber : Indonesian Heritage Visual Art)
Gb.2.35 Lydia Poetrie “Piece of Shell” (Sumber : Indonesian Heritage Visual Art)
Kemudian keramik karya Hilda Soemantri (Gb.2.36), merupakan karya yang dipengaruhi oleh seni keramik yang hidup dari keramikus Amerika Peter Voulkos, dan pada suasana kerohanian yang dalam keramik Jepang. Sedangkan karya Titarubi (Gb.2.37), Asmudjo Jono Irianto (Gb.2.38), Noor Sudiati (Gb.2.39) memperlakukan keramik sebagai media ekspresi pribadi tanpa harus mengacu pada nilai fungsional, Hendrawan pada karyanya (Gb.2.40) menampilkan unsur budaya tradisi, mencoba mengangkat mitos seputar gunungan yang diinterpretasikan lewat media keramik yang digabungkan dengan media lain, dan Endang Lestari (Gb.2.41)
44
Gb.2.36 Hilda Soemantri “Jendela di Victoria II” (Sumber : Indonesian Heritage Visual Art)
Gb.2.38 Asmudjo Jono Irianto “Untitled” (Sumber : Indonesian Heritage Visual Art)
45
Gb.2.37 Titarubi (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
Gb.2.39 Noor Sudiati “Intropection III” (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
Gb.2.40 Gb.2.41 Hendrawan Endang Lestari “Javanese Spirit II” “Find the Way Home” (Sumber : Indonesian Heritage Visual Art) (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
Fenomena di awal tahun 90-an dalam perkembangan keramik modern Indonesia, yaitu muculnya karya keramik F. Widayanto yang memperlihatkan nilainilai kekriyaan dalam karya-karyanya baik produk fungsional maupun yang berupa produk non-fungsional. Nilai-nilai ini dapat dilihat dari penggunaan teknik yang tinggi serta kecenderungan dekoratif tanpa menghilangkan ekspresi pribadinya, yang banyak menampilkan karya-karya keramik seni dengan tema-tema perempuan. Tema perempuan dalam seni keramik bukan merupakan hal yang baru, tetapi dalam kenyataannya masih tetap dijadikan inspirasi bagi sebagian seniman, misalnya pada karya-karya keramik F.Widayanto, Lydia Poetrie (Gb.2.42), Lelyana (Gb.2.43) dan para keramikus muda seperti Dina Lestari (Gb.2.44), Ika W Burhan dan Ira Suryandari (Gb.2.45) di tengah kegundahan, kegelisahan dan keprihatinan akan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan terhadap perempuan, mereka merepresentasikan masalah yang dihadapi perempuan lewat karyanya.
46
Gb.2.42 Lydia Poetrie “Meliuk” (Sumber : Katalog Ceramic Sculpture & Vessel )
Gb.2.43 Lelyana “I Still Haven’t Found What I’m Looking For” (Sumber : Visual Art, 2005 vol. 005)
47
Gb.2.44 Dina Lestari “Mbok Ramu” (Sumber : Katalog Pameran Seniman Keramik Muda Indonesia)
Gb.2.45 Ika W Burhan dan Ira Suryandari “Di Mall” (Sumber : Visual art , 2007 edisi 19)
Gb.2.46 Ika W Burhan dan Ira Suryandari “Antri di Spa” (Sumber : Visual art , 2007 edisi 19) Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan seni keramik Indonesia modern atau biasa disebut kriya kontemporer adalah karya keramik yang tujuan pembuatannya bernilai ungkap (dicirikan dengan identitas dan emosi penciptanya yang menonjol), yang dibuat oleh individu atau pribadi yang bebas tidak terikat,
48
serta tidak diproduksi secara massal. Keramik jenis ini tersirat adanya suasana hati atau perasaan, hasrat dan ekspresi yang secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri. Karya-karya keramik ini tidak terikat oleh kegunaan atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu sendiri. Sedangkan patung keramik bisa diartikan sebagai karyakarya keramik yang dihasilkan berupa figur-figur manusia, diantaranya patung laki-laki atau perempuan dengan berbagai macam bentuk, gaya, ekspresi dan makna.
49