BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi dan Nalar Konsep 2.1.1Rational
Decision
Making(Pengambilan
Keputusan
Rasional) Menurut Siagian (1993) pengambilan keputusan rasional sebagai usaha sadar untuk menentukan satu alternatif dari berbagai alternatif
untuk
memecahkan
masalah.
Salusu
(1996)
mendefinisikan pengambilan keputusan yang rasional sebagai proses memilih suatu alternatif cara bertindak secara rasional dengan metode yang efisien sesuai situasi untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi terutama dalam masalahmasalah strategik pengembangan organisasi.Stoner & Winkel (2003) memandang rational decision making atau pengambilan keputusan rasional sebagai proses pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu. Selain itu,pengambilan keputusan rasional adalah suatu proses dimana beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan, yang hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu alternatif kemungkinan yang ada (De Janasz, Wood, Gottschalk, Dowd, & Schneider, 2002).Di sisi lain, Handoko (2001) melihat pengambilan
keputusan
rasional
11
sebagai
proses
di
mana
serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. Facione & Facione (2007) mengemukakan bahwa dalam konteks organisasi, pengambilan keputusan rasional dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental (kognitif)dan rasionalitas yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan rasional selalu menghasilkan satu pilihanfinal. Hasil akhirnya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.Rasionalitas pengambilan keputusan biasanya dilakukan
oleh
seorang
manajer
atau
pemimpin
meliputi
pengindentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi daripada alternatif-alternatif yang ada, dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik.Dengan demikian, kegiatan pengambilan keputusan rasional oleh seorang pemimpin dalam sebuah organisasi dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat roda organisasi dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai suatu tujuan organisasi. Terry (dalam Hasan, 2002) memaparkan dasar-dasar pengambilan keputusan adalah : a)Intuisi.Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari pengambil keputusan,sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti dan faktor kejiwaan;gegabah dan tanpa perhitungan.
12
b) Rasional. Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis, transparan dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang; c) Berdasarkan Fakta. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan yang diambil dapat lebih sehat, solid dan baik; d)Wewenang.
Pengambilan
keputusan
ini
didasarkan
pada
wewenang dari manajer yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari bawahannya; e) Pengalaman. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengalaman seorang manajer. Menurut Penelitian Penolazzi et al (2013) Individu yang impulsif
atau intuitif cenderung membuat keputusan yang
merugikan sedangkan individu yang peka dan rasional cenderung membuat keputusan yang menguntungkan. Rehman & Waheed (2012) dalam penelitiannyamenjelaskan bahwa
kepimimpinan
yang transformasional cenderung rasional dalam pengambilan keputusan sedangkan kepemimpinan yang transaksional cenderung intuitif dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan pemimpin yang bersifat rasional cenderung obyektif sebaliknya pengambilan keputusan pemimpin yang bersifat intutitif cenderung subyektif (Terry & Hasan, 2002; Penolazzi et al, 2013; Rehman & Waheed, 2012, Aloka & Bojuwoye, 2013). 13
Argumen yang sama dipaparkan Staw& Koput (1997) bahwa pada umumnya individu optimis percaya dapat mengalami kegagalan, sering mengalami kerugian, dan kurang hati-hati dalam mengambil keputusan. Tetapi individu rasional lebih memiliki keyakinan untuk mampu mengontrol atas hasil dan lebih menikmati hasil dari keuntungan dibandingkan individu pesimis yang terlalu menekan pada kerugian. Dalam penelitian ini, pengertian pengambilan keputusan (decision making)
rasional yang dirujuk adalah menurut Terry
(dalam Hasan, 2002). Indikator penilaian decision making atau pengambilan keputusan secara rasional menurut Terry (dalam Hasan, 2002) meliputi objektif, logis, transparan dan konsisten. 2.1.2Personality (Kepribadian) Sujanto (2004), mengungkapkan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik dan membedakannya dengan orang lain. Jung berpendapat bahwa ciri kepribadian dibagi menjadi empat dimensi diantaranya: introversion/exraversion; perceiving/judging; sensing/intuition; dan thinking/feeling (Jung dalam Murray, 1990). Myers-Briggs Type indikator memaparkan secara jelas indikator dari empat dimensi kepribadian individu yang dipaparkan Jung.Kepribadian ekstrover cenderung terbuka dan pemikir sedangkan
kepribadian
introver
cenderung
pendiam
dan
reflekif.Kepribadian judging cenderung terstruktur dan tegas 14
sedangkan kepribadian perceiving cenderung fleksibel dan terbuka. Kepribadian sensing cenderung praktis dan detail sedangkan kepribadian intuiting cenderung teoritis, abstrak, umum dan memakai kemungkinan. Kepribadian thinking cenderung analitis, lebih mengandalkan otak, aturan dan keadilan sedangkan kepribadian feeling cenderung subyektif, memakai perasaan, tergantung lingkungan dan belas kasihan. Dari empat dimensi kepribadian yang dipaparkan Jung dan Myers-Briggs, fokus penelitian ini adalah pada kepribadian thinking atauself controldan intuiting atau illusion of control (Murray, 1990). 2.1.2.1Self Control Delisi & Berg (2006), mengungkapkan bahwa self-control berkaitan dengan tindakan seseorang untuk mengendalikan atau menghambat secara otomatis kebiasaan, dorongan, emosi atau keinginan dengan tujuan untuk mengarahkan perilakunya. Menurut Chaplin(2002), self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.Adanya
self
control
menjadikan
seseorang
dapat
memandu, mengarahkan, dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada akhirnya menuju pada konsekuensi positif (Goldfried & Marbaum dalam Lazarus, 1976).Di sisi lain, Hirschi & Gottfredson (1993) dan Michael et al. (2007) berpendapat bahwa self controlmerupakan melakukan
kesediaan
kegiatan
menunda
meskipun 15
tidak
kepuasan, segera
kesediaan
menghasilkan
kepuasan, kesediaan untuk berhati-hati dan berani menghadapi resiko serta melihat sisi positif dari kegagalan. Murray (1990), memaparkan bahwa self control merupakan tindakan untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak teratur. Self control merupakan salah satu dari dimensi kepribadian individu seperti yang dipaparkan Myers-Briggs Type Indikator yang dijelaskan Jung yaitu kepribadian thinkingyang cenderung analitis, lebih mengandalkan otak,
sesuai aturan dan bertindak
demi keadilan. Lebih lanjut, dalam bidang keuangan, self control biasanya melibatkan upaya untuk menghindari preferensi jangka pendek agar mencapai preferensi jangka panjang (Karlsson, 1998). Mempertegas hal ini, Nofsinger (2005) mengatakan bahwa seseorang mengontrol tindakannya dengan melawan keinginan atau dorongan untuk membelanjakan uang secara berlebihan atau dengan kata lain membelanjakan uang berdasarkan keinginan bukan kebutuhan, sehingga self control berhubungan dengan mengelola keuangan secara lebih baik (Baumeister, 2002).Dengan demikian, self controldalam pengelolaan keuangan merupakan strategi untuk mencegah pemborosan. Self-control menggambarkan kemampuan individu yang dengan aktif mengendalikan respon mereka terhadap rangsangan eksternal, pemikiran, perasaan, dan perilaku-perilaku lainnya menurut tujuannya (Baumeister, 2002). Dengan demikian, self-
16
control dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Dalam penelitian ini, konsep self-control yang diacu adalah konsep self-control berdasarkan pendapat yang dikemukakan Hirschi & Gottfredson (1993) dan Michael et al. (2007). Indikator self control menurut Hirschi & Gottfredson (1993) dan Michael et al. (2007) : kesediaan menunda kepuasan, kesediaan melakukan kegiatan meskipun tidak segera menghasilkan kepuasan, kesediaan untuk berhati-hati dan berani menghadapi resiko serta melihat sisi positif dari kegagalan. 2.1.2.2 Illusion of control Taylor & Brow (1998) dalam jurnal yang ditulis oleh Grou & Tabak (2008) mengungkapkan bahwa illusion of control sebagai persepsi yang tidak nyata dari sebuah kejadian. Oleh karena itu, Illusion of control pada umumnya terjadi pada orang yang merasa mampu mengendalikan hasil dari keputusan yang diambilnya dan tidak memperhitungkan resiko yang akan dihadapi. Murray (1990) menjelaskan bahwa Illusion of control merupakan persepsi intuitif seseorang yang terkesan abstrak terhadap sebuah peristiwa atau masalah.Illusion of control merupakan salah satu dimensi kepribadian individu seperti yang dipaparkan Myers-Briggs Type Indicator yang dijelaskan Jung yaitu kepribadian memakai
intuitingyang cenderung berpikir umum,
kemungkinan-kemungkinan
keputusan, teoritis dan abstrak. 17
dalam
pengambilan
Seseorang yang mengalami illusion of control akan beranggapan segala sesuatu dapat dikerjakan dengan baik dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemungkinan muncul resiko dari apa yang mereka kerjakan (Dittrich, Guth & Maciejovsky, 2001). Oleh sebab itu, beberapa peneliti seringkali mengaitkan illusion of control dengan sikap optimis seseorang dan tingkat kepercayaan diri yang berlebihan atau overconfidence (Michael & Wohl, 2009). Seseorang yang memiliki keyakinan dan rasa percaya diri berlebihan akan cenderung menilai segala sesuatu mudah untuk dilakukan.Demikian halnya dengan illusion of controldalam pengambilan keputusan keuangan membuat individu merasa memiliki kendali terhadap hasil keputusan, padahal kenyataannya tidak demikian, sebagian besar hasil keputusan akan mendatangkan
keuntungan
atau
kerugian
di
luar
kendali
pengambilan keputusan (Supramono dkk, 2010). Menurut Nofsinger (2005) illusion of control adalah kepercayaan seseorang(investor) bahwa dapat memiliki pengaruh terhadap hasil sehingga orang tersebut menaksir terlalu tinggi kontrol yang mereka miliki terhadap hasil yang akan diperoleh nantinya. Lebih lanjut, menurut Nofsinger terdapat enam hal yang dapat memicu terjadinya perkembangan illusion of control antara lain choice (pilihan), outcome sequence (urutan hasil), task familiarity
(kefamiliaran),
information
(informasi),
active
involvement (keterlibatan aktif), dan past successes (kesuksesan di masa lalu). Ketika seseorang mengalami illusion of control, maka cenderung merasa mampu membuat pilihan dan acapkali dalam 18
membuat pilihan orang tersebut mengabaikan bantuan orang lain. Selain itu orang yang mengalami illusion of control beranggapan segala sesuatu dapat dikerjakan dengan baik dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemungkinan munculnya resiko.Oleh sebab itu beberapa peneliti seringkali mengaitkan illusion of control dengan sikap optimis seseorang dan tingkat kepercayaan diri yang berlebihan atau overconfidence. Seseorang yang memiliki keyakinan dan rasa percaya diri berlebihan akan cenderung menilai segala sesuatu akan mudah untuk dilakukan. Penelitian ini mengacu pada pendapat Nofsinger(2005). Indikator illusion of control menurut Nofsinger (2005) :percaya diri berlebihan, mampu membuat pilihan, menghilangkan kemungkinan resiko, optimis, menganggap segala sesuatu mudah dilakukan. 2.1.3 Dukungan Teknologi Informasi 2.1.3.1 Pengertian Teknologi Informasi Teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai perpaduan antara ketersediaan teknologi komputer dan telekomunikasi dengan teknologi lainnya seperti perangkat keras, perangkat lunak, database, teknologi jaringan, dan peralatan telekomunikasi lainnya di tempat di mana individu bekerja. Selanjutnya, teknologi informasi dipakai dalam sistem informasi organisasi untuk menyediakan
informasi
bagi
para
pemakai
dalam
rangka
pengambilan keputusan (Oswari, Susy & Ati 2008). Teknologi informasi menurut kamus Oxford adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer, untuk menyimpan, 19
menganalisa, dan mendistribusikan apa saja, terutama kata-kata, bilangan dan gambar. Teknologi informasi berbasis komputer dalam berbagai aspek kegiatan organisasi dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer, komputer dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam organisasi dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan dan akurat (Nasution, Natigor & Fahmi, 2004). Penerapan komputer bagi organisasi mempunyai peranan penting dan dapat menjadi pusat strategi organisasi untuk memperoleh keunggulan bersaing.Selain itu saat ini komputer sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap organisasi terutama dalam menjalankan segala aspek aktivitas organisasi.Keberhasilan penggunaan teknologi informasi berbasis komputer bagi suatu organisasi ditentukan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah karakteristik pengguna komputer.Banyak impelementasi teknologi informasi yang gagal disebabkan bukan karena faktor teknis namun lebih pada faktor sumber daya manusia (Wijono, Djamaludin & Jogiyanto, 2008).
2.1.3.2 Manfaat Dukungan Teknologi Informasi Pemanfaatan atau implementasi teknologi informasi dalam kegiatan operasional organisasi akan memberikan dampak yang 20
cukup signifikan bukan hanya dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap sikap dalam pengambilan keputusan dan budaya kerja baik
secara
personal,
antar
unit,
maupun
keseluruhan
institusi.Untuk itu, pelatihan penggunaan teknologi informasi perlu diberikan baik melalui internet maupun sarana lain kepada para pemimpin atau decision maker sehingga para pemimpin atau decision maker dalam organisasi dapat mengikuti proses belajar atau pelatihan kapan saja dan dimana saja, sehingga pada akhirnya mereka memperoleh kemampuan yang mendalam mengenai teknologi informasi yang ada . Hal ini jelas membuktikan bahwa dengan penguasaan dan pengetahuan pribadi para pemimpin atau decision maker mengenai teknologi informasi dapatmembantu dalam hal pengambilan keputusan yang rasional dan berdampak positif pada keputusan strategik dan demi masa depan organisasi (Orbit, 2012). Indikasi para pemimpin atau decision maker memiliki kemampuan pribadi dalam penguasaan teknologi informasi seperti komputer, internet dan sarana komunikasi lainnya adalah para pemimpin tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan keputusan yang diambil bersifat rasional. Artinya sebelum sampai pada sebuah kesimpulan dari sebuah masalah, para pemimpin terlebih dahulu mencari tahu apa yang menjadi penyebab masalah, menganalisis dan mencari alternatif pemecahan dengan bantuan teknologi informasi seperti komputer, internet dan sarana komunikasi lainnya. Selain itu adanya penguasaan pribadi pemimpin terhadap teknologi informasi membuat keputusan bisa 21
diambil kapan saja dan dimana saja, dalam artian karena adanya sarana pendukung berupa teknologi informasi, pemimpin tidak perlu menunggu sampai hari kerja untuk mengambil keputusan dan bisa jadi keputusan bisa diambil di rumah, dalam perjalanan dan dimana saja yang memungkinkan pemimpin untuk melakukannya (Terry, 1999). Selain itu, teknologi informasi yang digunakan dalam organisasi bisa maksimal, apabilapemimpin mampu baik secara skill maupun kekuatannya, memberi arahan yang jelas tentang cara kerja teknologi tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh bawahan dengan teknologi tesebut serta manajer harus memilih teknologi
yang
tepat
guna
untuk
memproduksi
produksinya. Akhirnyatujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan harapan dengan penguasaan teknologi informasi, pemimpin dengan ketelitian dapat menentukan visi dan strategi organisasi, mengomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis, merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis dan meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Thomson dalam Orbit, 2012). Penelitian (2008).Menurutnya meliputiketersediaan
ini
mengacu
indikator
pada
dukungan
teknologi
pendapat teknologi
komputer,
Oswari informasi
telekomunikasi,
perangkat keras, perangkat lunak, database, danteknologi jaringan. 2.1.4 Performance Individu 2.1.4.1 Pengertian Performance Individu 22
Wijono (2010) menjelaskan bahwa kinerja adalah suatu yang berkenaan dengan apa yang dihasilkan individu melalui tingkah laku dalam pekerjaannya. Sejalan dengan definisi itu, Porter dan Lawler (Wijono, 2010) mendefinisikan kinerja sebagai hasil yang dicapai oleh seorang individu untuk ukuran yang telah ditetapkan dalam suatu pekerjaan, demikian juga oleh Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt dan Osborn (2001) yang menyatakan bahwa kinerja adalah pencapaian prestasi secara kuantitas maupun kualitas baik secara individu, kelompok maupun organisasi. Pernyataan tersebut hampir sama dengan pernyataan yang menjelaskan bahwa kinerja adalah suatu konsep dari sejumlah tindakan dan perilaku individu dan merupakan kontribusi pada tujuan organisasi. Hal ini dipertegas oleh Wood, dkk (2001), Rutundo dan Sackett (Bartram, 2005), yang menyatakan bahwa Job Performance is conceptualized as those actions and behaviors that are under the control of the individual and contribute to the goals of the organization. Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishment (Rue& Byars, 1981 dalam Keban 1995). Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan peranan individu sebagai aktor penggeraknya.
23
Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.Kinerja individu adalah adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Pencapaian hasil tersebut dapat diukur dengan melihat kualitas kerja, ketepatan waktu, efektifitas, kepuasan, ketenangan dalam bekerja, karier yang meningkat dan kuantitas kerja dari individu tersebut dimana di dalamnya terlibat individu-individu yang merupakan bagian dari sebuah organisasi (Simanjuntak, 2005). Fashami & Moghadam (2013) menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara kejelasan misi organisasi
dan
pengambilan
keputusan
pemimpin
dalam
mendorong peningkatan kinerja kerja karyawan dan performance organisasi.Han-Loo & See-Beh (2013) mengungkapkan bahwa decision making dengan komunikasi yang jelas dan perencanaan yang terpogram berpengaruh terhadap performance sebuah organisasi atau perusahaan.Dengan demikian, terdapat kesesuaian antara keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau sumber daya manusia (Keban, 1995). Dalam penelitian ini, performance individu yang dirujuk adalah pengertian yang dijelaskan oleh Simanjuntak (2005). Menurutnya indicator performance individumeliputi :kualitas kerja, ketepatan waktu, efektifitas, kepuasan, ketenangan dalam bekerja, karier yang meningkat dan kuantitas kerja. 2.2Teori-teori terkait
24
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan alternatif yang tersedia.Ada beberapa teori menurut Mulyono (2011) yang paling sering digunakan dalam mengambil kebijakan yaitu : 2.2.1Teori Rasional Komprehensif Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat
dari
pilihan
alternatif
yang
ada,
serta
memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan. Hal ini ada hubungannya dengan sikap illusion of control yang hendak dibahas dalam penelitian ini. Pengambil
keputusan
sering
kali
memiliki
konflik
kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan mudah, akan
tetapi
kenyataannya
sulit
membedakan
antara
fakta
dilapangan dengan nilai-nilai yang ada. Ada masalahdalam menerapkan teori rasional komprehensif ini
yaitu Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap
sehingga tidak bisa dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat. 25
2.2.2 Teori Inkremental Teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambail keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran diantaranya pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapanya merupakan hal yang saling terkait; Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marjinal; Setiap alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenai sebab dan akibatnya; Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redefinisikan secara teratur dan memberikan
kemungkinan
untuk
mempertimbangkan
dan
menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi. 2.2.3Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory) Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu pengamatan terpadu (Mixid Scaning) sebagai suatu pendektan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat fundamental
maupun
inkremental.
Keputusan-keputusan
inkremental memberikan arahan dasar dan melapangkan jalan bagi 26
keputusan-keputusan fundamental sesudah keputusan-keputusan itu tercapai. Model
pengamatan
terpadu
menurut
Etzioni
akan
memungkinkan para pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori inkremental pada situasi yang berbeda-beda. Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan
pendekatan
kompromi
yang
menggabungkan
pemanfaatan model rasional komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan. Teori-teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dalam penelitian mereka mau menunjukkan bahwa faktor kepribadian, gaya memimpin dan emosi sangat mempengaruhi individu dalam pengabilan keputusan. Namun acapkali keputusan diambil tidak efisien karena tidak adanya dukungan informasi dan dukungan organisasi yang memadai dan efektif demi mencapai performance organisasi yang lebih baik.
27
2.3.Studi-Studi Terdahulu Tabel 2.1. Studi-Studi Terdahulu NO
Judul Penelitian
Permasalahan
Metode
Responden
& Author 1.
Teknik
Lokasi
analisis
penelitian
Gender, Age and
Mengeksplorasi
Analisis
78 Orang
Teaching
pengaruh
jenis
kuntitatif
(45
Experiences
kelamin,
usia
perempuan
tergantungjenis
dan pengalaman
& 33 laki-
usiadan
Differences
in
laki)
Kenya
Perilakupengambilan keputusanbervariasi kelamin,
pengalaman
Decision Making
mengajar
Behaviours
of
pengambilan
pengalaman dan usia yang
Members
of
keputusan.
lebih
selected
pada
Regresi
Hasil penelitian
Kenyan
individu. Individu dengan
tua
berhati-hati
cenderung dalam
Secondary School
mengambil keputusan jika
Disciplinary
dibandingkan
Panels
individu yang usia lebih
28
dengan
(Peter J. O. Aloka &
muda.
Olaniyi
Bojuwoye, 2013)
2.
Individual
Apakah
Differences
and
Kuesioner
meningkatnya
450 Karyawan
Eropa
Individu dan
yang
impulsif
mencari
sensasi
Decision Making:
konflik
When
Lure
disebabkan
pilihan merugikan dalam
Effect of Gain Is a
keuntungan
IGT sedangkan individu
Matter of Size
jangka panjang
yang
dan pendek di
penghargaan dan hukuman
IGT
cenderung
the
(Barbara Penolazzi,
Luigi
Leone,
Paolo
Maria
Russo,
2013)
yang
Regresi
cenderung
dapat
mempengaruhi
peka
membuat
terhadap
membuat
pilihan menguntungkan..
kepribadian individu dalam
29
pengambilan keputusan.
3.
Individual’s Leadership
Mencari apakah and
gaya
Kuesioner
1762 karyawan
Regresi
Pakistan
Gaya
kepemimpinan
transformasional
secara
Decision Making
kepemimpinan
signifikan adalah rasional,
Styles: A Study of
berpengaruh
intuitif,
dependen
dan
Banking Sector of
terhadap
spontan
namun
tidak
Pakistan
keputusan yang
avoidant
diambil
kepemimpinan
(Rana
Rashid
Rehman* Ajmal
transaksional
and
intuitif.
Waheed,
Ph.D, 2012)
30
sedangkan
cenderung
4.
Studying
the
Bagaimana
Relation Between
hubungan
Organizational Mission
as
an
Encouraging Factor
and
Performance Improvement
misi
120
Regresi
Iran
Ada
hubungan
signifikan
organisasi
dipilih
antara
dalam
secara
organisasi
mendorong
berurutan
mendorong
peningkatan
(45%
kinerja kerja karyawan dan
atau
performance
Human
sumber
Resources.
manusia
laki-
laki & 55% perempuan).
daya
(Vajiheh Aghamohseni Fashami, Mohammad Mahdi Moghadam, 2013)
31
dan
yang
karyawan
kinerja of
Kuesioner
kejelasan
organisasi.
positif misi dalam
peningkatan
5.
The Effectiveness
Bagaimana
of
Strategic
hubungan antara
Human Resources
praktek SHRM
perencanaan
Management
dalam
terpogram mempengaruhi
Practices on Firm
decision making
Performance
dan
The
in
Malaysian
Insurance Industry
Kuesioner
312 karyawan
hal
Regresi
Malaysia
Decision making dengan komunikasi yang jelas dan yang
performance organisasi.
Performance Organisasi
(Leap-
Han Loo & Loo See Beh, 2013)
32
2.3.1 Interpretasi Terhadap Studi-studi Terdahulu Dari beberapa jurnal yang dijelaskan di atas, dapat diperoleh informasi bahwa peran personality atau kepribadian individu sangat penting dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya berdampak pada performance sebuah organisasi. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian dalam jurnal-jurnal tersebut sebagai berikut : Penolazzi et al (2013) dalam penelitian di Eropa mengenai Individual Differences and Decision Making, menegaskan bahwa kepribadian individu sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa individu yang impulsif cenderung membuat keputusan yang merugikan sedangkan individu yang peka dan rasional cenderung membuat keputusan yang menguntungkan. Rehman & Waheed (2012) dalam penelitian di
Pakistan mengenai
Individual
Leadership and Decision Making Styles, menjelaskan bahwa kepimimpinan yang transformasional cenderung rasional dalam pengambilan
keputusan
sedangkan
kepemimpinan
yang
transaksional cenderung intuitif dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain Aloka & Bojuwoye (2013) dalam penelitian di Kenya
mengenai
Gender,
Age
and
Teaching
Experience
Differences In Decision Making Behavior menegaskan bahwa perbedaan kepribadian laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan. Dalam hal tertentu, laki-laki cenderung lebih berani mengambil resiko dalam pengambilan sedangkan perempuan cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan. Fashami 33
&Moghadam (2013) dalam penelitian di Iran mengenai Studying the Relation Between Organizational Mission as an Encouraging Factor and Performance Improvement of Human Resources menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara kejelasan misi organisasi dan pengambilan keputusan pemimpin dalam mendorong peningkatan kinerja kerja karyawan. Han-Loo & See-Beh (2013) dalam penelitian di Malaysia mengenai The Effectiveness of Strategic Human Resources Management Practices on Firm Performance in the Malaysian Insurance Industry
mengungkapkan
komunikasi
yang
jelas
berpengaruh
terhadap
bahwa dan
decision
perencanaan
performance
sebuah
making yang
dengan
terpogram
organisasi
atau
perusahaan. Dari beberapa penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa belum ada penelitian mengenai pengaruh kepribadian terhadap pengambilan keputusan dengan dukungan teknologi informasi yang dilakukan di Asia Tenggara khususnya di Timor Leste namun sudah ada penelitian mengenai pengaruh decision making terhadap performance individu yang dilakukan di Asia Tenggara yang nampaknya baru dilakukan di Malaysia saja dan belum menyebar ke negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Timor Leste. Atas dasar inilah pemaparan mengenai pengaruh kepribadian khususnya
self
control
dan
illusion
of
control
terhadap
pengambilan keputusan pimpinan pada Universitas di Timor Leste
34
dan dampaknya pada performance organisasi dengan dukungan teknologi informasi dirasa penting. 2.4. Hubungan Antar Variabel Yang Diteliti 2.4.1
Pengaruh self-control terhadap decision making yang rasional dari pemimpin Penolazzi et al (2013) dalam penelitian di Eropa mengenai
Individual Differences and Decision Making, menegaskan bahwa kepribadian individu sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa individu yang impulsif cenderung membuat keputusan yang merugikan sedangkan individu yang peka dan rasional cenderung membuat keputusan yang menguntungkan. Self-control dalam pengambilan keputusan yang rasional, seperti yang dikemukakan Chaplin (2002) adalah kemampuan membimbing tingkah laku sendiri, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menekan dan merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Self control berkaitan dengan tindakan seseorang untuk mengendalikan atau menghambat secara otomatis kebiasaan, dorongan, emosi, atau keinginan dengan tujuan untuk mengarahkan perilakunya (Delisi & Berg, 2006). Self-control menggambarkan
kemampuan
individu
yang
dengan
aktif
mengendalikan respon mereka terhadap rangsangan eksternal, pemikiran, perasaan, dan perilaku-perilaku lainnya menurut tujuannya (Baumeister, 2002). Dengan demikian, self-control dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. 35
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengemukakan bahwa orang dengan self control yang tinggi mampu mengambil keputusan lebih baik dan tepat dari orang lain, lebih teliti dan berhati-hati atau dengan kata lain orang dengan selfcontrol berkorelasi positif dengan sikap kehati-hatian dalam pengambilan keputusan (Romal & Kaplan, 1995). Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 :
Self-control berpengaruh positif terhadap decisionmaking yang rasional dari pemimpin
2.4.2
Pengaruh illusion of control terhadap decision making yang rasional dari pemimpin Facione & Facione (2007) mengemukakan bahwa dalam
konteks organisasi, pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Dengan demikian setiap pengambilan keputusan yang diambil seorang pemimpin adalah keputusan yang telah melalui proses panjang sebelum akhirnya mencapai kesepakatan akhir sebagai sebuah keputusan. Keputusan yang diambil tidak semata-mata berdasarkan perasaan atau insting pemimpin. Rehman & Waheed (2012) dalam penelitian di Pakistan mengenai Individual Leadership and Decision Making Styles, menjelaskan
bahwa
kepimimpinan 36
yang
transformasional
cenderung
rasional
dalam
pengambilan
keputusan
artinya
memperhitungkan segala kemungkinan yang ada dan cenderung memakai
otak
sebelum
memutuskan
sesuatu
sedangkan
kepemimpinan yang transaksional cenderung intuitif dalam pengambilan keputusan artinya cenderung abstrak dan gegabah. Dittrich, Guth & Maciejovsky (2001) mengatakan bahwa Seseorang yang mengalami illusion of control akan beranggapan segala sesuatu dapat dikerjakan dengan baik dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemungkinan muncul resiko dari apa yang mereka kerjakan. Oleh sebab itu, beberapa peneliti seringkali mengaitkan illusion of control dengan sikap optimis seseorang dan tingkat kepercayaan diri yang berlebihan atau overconfidence (Michael & Wohl, 2009). Seseorang yang memiliki keyakinan dan rasa percaya diri berlebihan akan cenderung menilai segala sesuatu mudah untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya (Joseph, 2011) mengenai illusionof control dalam keputusan keuangan, menemukan bahwa illusion of control merupakan sikap percaya diri yang berlebihan yang berakibat pada salah perhitungan dalam pengambilan keputusan keuangan. Berdasarkan uraian di atas, dapatdirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Illusion of control berpengaruh negatif
terhadap
decision making yang rasional dari pemimpin 2.4.3
Pengaruh decision making yang rasional terhadap performance individu
37
Performance biasanya dihitung sebagai indeks, yakni rasio output (keluaran) dibanding input (masukan) dan dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) maupun ukuran finansial (financial productivity). Rasio antara output dengan input tersebut menunjukkan jumlah keluaran yang diperoleh dari sejumlah masukan. Makin besar nilai tersebut, berarti produktivitas makin tinggi (Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, 1992). Dengan demikian, konsepsi mengenai performance tidak hanya mengacu pada jumlah keluaran, tetapi juga pada berbagai faktor
yang
dapat
mempengaruhi
proses
pencapaian
performanceitu sendiri, antara lain pengambilan keputusan, kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efisiensi dan efektivitas merupakan kesatuan hubungan yang tidak dapat saling dipisahkan. Fashami & Moghadam (2013) dalam penelitian di Iran mengenai Studying the Relation Between Organizational Mission as an Encouraging Factor and Performance Improvement of Human Resources menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara kejelasan misi organisasi dan pengambilan keputusan pemimpin dalam mendorong peningkatan kinerja kerja karyawan. Han-Loo & See-Beh (2013) dalam penelitian di Malaysia mengenai The Effectiveness of Strategic Human Resources Management Practices on Firm Performance in the Malaysian Insurance Industry mengungkapkan bahwa decision making dengan kejelasan komunikasi dan perencanaan yang terpogram berpengaruh terhadap performance individu. Penelitian38
penelitian ini mau menegaskan bahwa decision making seorang pemimpin sangat menentukan maju tidaknya sebuah organisasi dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Tentu saja, dengan tetap konsisten menujukkan performance individu yang stabil dan peka terhadap tuntutan zaman dalam mengembangkan dan memajukan organisasi dimana individu tersebut bekerja. Salusu (1996)
mendefinisikan pengambilan keputusan
sebagai tindakan pemimpin untuk menyelesaikan masalah-masalah strategik pengembangan organisasi yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan. Pengambilan keputusan ditanggung dan diputuskan oleh pemimpin organisasi dan untuk menghasilkan keputusan yang baik
dibutuhkan informasi yang
lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan konsekuensi dari keputusan yang diambil bagi pengembangan performance individu yang bekerja di perusahaan atau organisasi yang dipimpin oleh pimpinan tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Decision making yang rasional berpengaruh positif terhadap performance individu 2.4.4
Peranan
dukungan
teknologi
informasi
sebagai
pemoderasi terhadap hubungan self control dan decision making yang rasional dari pemimpin
39
Teknologi Informasi yang digunakan pada suatu organisasi mempunyai hubungan yang erat terhadap berbagai karakteristik organisasi seperti kualifikasi karyawan, sikap pengambilan keputusan pemimpin, struktur organisasi dan pola organisasi. Pemanfaatan atau implementasi teknologi informasi dalam kegiatan operasional organisasi akan memberikan dampak yang cukup signifikan bukan hanya dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap budaya kerja baik secara personal, antar unit, maupun keseluruhan institusi serta keputusan rasional yang diambil oleh pemimpin karena dengan pengetahuan dan penguasaan teknologi informasi yang baik, seorang pemimpin akan secara rasional memikiran berbagai alternatif pilihan sebelum sampai pada keputusan final dalam memecahkan sebuah persoalan (Orbit, 2012). Self-control menggambarkan kemampuan individu yang dengan aktif mengendalikan respon mereka terhadap rangsangan eksternal, pemikiran, perasaan, dan perilaku-perilaku lainnya menurut tujuannya (Baumeister,2002). Indikasi para pemimpin atau decision maker memiliki kemampuan pribadi dalam penguasaan teknologi informasi seperti komputer, internet dan sarana komunikasi lainnya adalah para pemimpin tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Artinya sebelum sampai pada sebuah kesimpulan dari sebuah masalah, para pemimpin terlebih dahulu mencari tahu apa yang menjadi penyebab masalah, menganalisis dan mencari alternatif pemecahan dengan bantuan teknologi seperti internet dan sarana komunikasi lainnya. 40
Selain itu adanya penguasaan pribadi pemimpin terhadap teknologi informasi membuat keputusan bisa diambil kapan saja dan dimana saja, dalam artian karena adanya sarana pendukung berupa teknologi informasi, pemimpin tidak perlu menunggu sampai hari kerja untuk mengambil keputusan dan bisa jadi keputusan bisa diambil di rumah, dalam perjalanan dan dimana saja yang memungkinkan pemimpin untuk melakukannya (Terry, 1999) Berhadapan dengan teknologi informasi yang serba canggih dan tak terkendali, diperlukan sikap self-control agar dapat menyeleksi berbagai teknologi informasi yang ada sehingga dalam pengambilan keputusan pemimpin dapat memilih alternatif yang tepat dan rasional untuk kemajuan sebuah organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4.1
:Dukungan teknologi informasi memperkuat pengaruh self control terhadap decision making yang rasional dari pemimpin
2.4.5
Peranan
dukungan
teknologi
informasi
sebagai
pemoderasi terhadap hubungan illusion of control dan decision making yang rasional dari pemimpin Pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu organisasi berkaitan dengan keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kualitas informasi, pengawasan kinerja organisasi atau perusahaan menggunakan teknologi informasi baik sebagai alat bantu maupun
41
strategi yang tangguh untuk mengintegrasikan dan mengolah data dengan cepat dan akurat serta untuk penciptaan produk layanan baru sebagai daya saing untuk menghadapi kompetisi. Untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan baik maka sikap individu sangat menentukan dalam hal menanggapi teknologi yang ada (Orbit, 2012). Beberapa peneliti memaparkan illusion of control dengan sikap optimis seseorang dan tingkat kepercayaan diri yang berlebihan atau overconfidence (Michael & Wohl, 2009). Seseorang yang memiliki keyakinan dan rasa percaya diri berlebihan akan cenderung menilai segala sesuatu mudah untuk dilakukan. Sikap illusion of control acapkali membuat individu gegabah dalam mengambil keputusan, namun adanya teknologi informasi sebagai sarana dapat membantu individu dalam mengambil keputusan yang pada akhirnya dapat menghasilkan keputusan yang berdaya guna dalam konteks organisasi. Teknologi informasi yang digunakan dalam organisasi bisa maksimal, apabila pemimpin mampu baik secara skill maupun kekuatannya, memberi arahan yang jelas tentang cara kerja teknologi informasi tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh bawahan dengan teknologi informasi tesebut serta manajer harus memilih teknologi informasi yang tepat guna untuk memproduksi produksinya. Akhirnya tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan harapan dengan penguasaan teknologi informasi, pemimpin dengan ketelitian dan rasionalitasnya dapat menentukan visi dan 42
strategi organisasi, mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis, merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis dan meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Thomson dalam Orbit, 2012). Berdasarkan argumen di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4.2 :
Dukungan teknologi informasi memperlemah pengaruh illusion of control terhadap decision making yang rasional dari pemimpin.
2.5. Model Penelitian Berdasarkan definisi dan penjelasan teoritis di atas, maka dapat dikembangkan model penelitian sebagai berikut : Gambar 2.1 Model Penelitian Duk Tek Info
Self Control
H4.1
H4.2 H1
Perform individu
Decision Making H3
H2 Illusion of Control
43