BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Vena Cava Inferior (VCI) Vena Cava inferior (VCI) merupakan pembuluh vena paling besar pada sistem pembuluh darah manusia. Pembuluh vena ini menghantarkan darah balik dari bagian ekstrimitas inferior, pelvis dan abdomen ke bagian atrium kanan jantung. VCI memiliki diameter yang besar, sehingga resistensi terhadap aliran rendah (Proctor dkk, 1998; Sherwood dkk, 2001). VCI memiliki tunika intima yang berkembang baik, namun tunika medianya lebih tipis, dengan beberapa lapisan sel otot polos dan sejumlah besar jaringan ikat. Tunika adventisia adalah lapisan yang paling tebal dan paling berkembang dari ketiga lapisan tunika pada VCI. Lapisan tersebut sering mengandung berkas otot polos yang memanjang. (Junqueira dkk, 2007) VCI memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan pembuluh darah yang lain, yaitu sebagai berikut : (Sherwood dkk, 2001; Ganong dkk, 2008 ) 1. Ketebalan dinding
: 1,5 mm
2. Jari – jari internal
: 30 mm
3. Luas potongan melintang : 180 mm2 4. Persentasi volume darah : + 50 % 5. Sifat khusus
: diameter besar, dinding tipis, mudah teregang, tidak ada katup
Dikarenakan resistensi VCI terhadap aliran darah rendah, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi diameter serta cepat lambatnya aliran darah di VCI. Beberapa faktor tersebut antara lain : (Sherwood dkk, 2001) 1. Siklus respirasi
3. Pompa otot – otot rangka
2. Efek kontraksi jantung
4. Aktivitas saraf simpatis
Diameter VCI normal adalah sekitar 15-25 mm. Diameter VCI dapat bervariasi, bergantung dari volume intravaskular, fase respirasi pasien dan fungsi jantung. Rata-rata diameter VCI berkisar antara 19- 20 mm, tetapi pada sekitar 3% 6
Universitas Sumatera Utara
pasien mengalami keadaan megacava dengan diameter VCI lebih besar dari 28 mm. Teknik pencitraan seperti ultrasonografi (USG, CT scan dan MRI) dan cavography biasa digunakan untuk menggambarkan diameter, konfigurasi, dan variasi anatomi dari VCI (Aidinian dkk,2009). Diameter VCI dengan ukuran yang kurang dari 10 mm terutama bila disertai dengan adanya trauma berhubungan erat dengan keadaan hipovolume dalam tubuh. Diameter VCI yang kurang dari 15 mm mengindikasikan adanya deplesi cairan tubuh. Diameter VCI yang ukurannya lebih dari 25 mm menandakan adanya overload cairan (Sridhar dkk, 2012). Untuk mengukur tekanan vena sentral (Central Vein Pressure / CVP) dan status volume hemodinamik, dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran diameter VCI dan presentasi kolapsnya VCI saat fase inspirasi. Dilatasi dari diameter VCI atau penurunan presentasi kolapsnya VCI pada fase inspirasi mengindikasikan adanya peningkatan CVP dan kemungkinan overload dari cairan (Kircher dkk,1990; Kosiak dkk, 2008). Diameter VCI < 2,1 cm dengan kolaps > 50% ketika menarik nafas spontan memberi kesan normal dengan tekanan atrium kanan sekitar 3 mmHg (deviasi sekitar 0 – 5 mmHg). Sedangkan diameter VCI > 2,1 cm dengan kolaps < 50% ketika menarik nafas spontan memberi kesan adanya tekanan yang tinggi pada atrium kanan, sekitar 15 mmHg (deviasi sekitar 10 – 20 mmHg). Pada kasus yang tidak terdeterminasi dimana diameter VCI dan persentasi kolaps tidak sesuai dengan pola yang sudah dijelaskan, nilai pertengahan sekitar 8 mmHg (deviasi sekitar 5 – 10 mmHg) mungkin dapat digunakan (Lawrence dkk, 2010).
(Ario,2008)
7
Universitas Sumatera Utara
II. 2. N-Terminal Pro-BNP Natriuretic Peptide (NT-proBNP) Gauer tahun 1950an menunjukkan adanya hubungan humoral antara jantung dan ginjal dimana dilatasi atrium kanan jantung menimbulkan natriuresis dan diuresis. Hal ini dibuktikan oleh Flynn dkk, dimana senyawa aktifnya adalah Atrial Natriuretic Peptide (ANP). Kemudian pada tahun 1988, Sudoh dkk, mendapatkan Brain Natriuretic Peptide (BNP) dari otak babi yang ditemukan pula pada miosit ventrikel jantung (Suryaatmadja, 2004). ANP didapatkan pada jaringan ventrikel janin dan neonatus,sedangkan pada orang dewasa terutama pada atrial. BNP terutama dihasilkan dari miosit ventrikel tetapi dapat juga dijumpai dari fibroblas jantung. Semua senyawa peptida natriuretik tersebut mempunyai kesamaan struktur yaitu adanya cincin residu 17 asam amino yang dibentuk dengan jembatan disulfida antara 2 residu sistein, disertai 2 rantai cabang masing-masing dengan ujung amino dan karboksil (Suryaatmadja 2004; de Lemos dkk; 2003, Hall 2004; Kragelund dkk, 2005).
II.2.1. Sekresi Dalam keadaan normal, hormon pre-proBNP disimpan dalam jumlah sedikit di granula atrium. Setelah ada stimulus, terjadi pergeseran produksinya dari atrium ke ventrikel yang dibentuk dengan cepat dan dikeluarkan sebagai pancaran (burst). Stimulus utama sintesis dan sekresi hormon pre-proBNP adalah adanya stres dinding jantung berupa regangan dinding ventrikel (cardiac wall stretching) dan peningkatan tekanan pengisiannya (filling pressure). Misalnya seperti pada gagal jantung kronik dimana terjadi regangan kronis miosit ventrikel terutama ventrikel kiri (Colucci dkk, 2001; de Lemos dkk, 2003; Suryaatmadja 2004; Clerico 2004). Semua anggota peptide natriuretik dikeluarkan dalam bentuk prohormon. Adanya stres pada dinding jantung menyebabkan miosit mengeluarkan hormon pre-proBNP yang mengandung asam amino rantai 134 termasuk sinyal rantai peptida dari 26 asam amino pada ujung terminal NH2. Selanjutnya, pre-proBNP diubah melalui pemecahan peptida sinyalnya menjadi hormon proBNP yang 8
Universitas Sumatera Utara
mengandung asam amino rantai 108. Di sirkulasi, enzim proteolitik furin memecah proBNP menjadi hormon aktif BNP yang mempunyai 32 asam amino (asam amino 77-108), terpisah dari NT-proBNP (fragmen terminal NH dari proBNP) dengan 76 asam amino (asam amino 1-76) yang merupakan metabolit tidak aktif (de Lemos dkk, 2003; Clerico dkk, 2004; Apple dkk, 2005). Peningkatan kadar peptida natriuretik khususnya NT-proBNP juga dijumpai pada pasca infark miokard yang mungkin disebabkan oleh regangan daerah sekitar infark dan berkaitan dengan aktivasi sistem neurohormonal. Reganganmekanik dapat mengaktifkan jalur JAK/STAT (Jannus Kinase/Signal Transducer and Activators of Transcription), menstimulasi sekresi BNP, dan memperbesar ekspresi gen IL-6 dan cardiotrophin-1.Kemungkinan lain Cardiotrophin-1 sendiri dapat secara langsung meningkatkan transkripsi gen miokardial dari BNP (Talwar dkk, 2000; Choi dkk, 2004). Peningkatan kadar BNP danNT-proBNP tidak hanya mencerminkan stres dinding ventrikel kiri yang meningkat tetapi dapat juga akibat langsung dari iskemia miokard walaupun mekanismenya masih belum jelas. Diduga iskemia dapatmeningkatkan regangan dinding ventrikel regional (Goetze dkk, 2003; Kragelund dkk, 2005).
II.2.2. Degradasi Mekanisme utama bersihan peptida natriuretik
dari sirkulasi adalah
melalui pengikatan terhadap Natriuretic Peptide Receptors-C (NPR-C) lewat proses endositosis. Neutral Endopeptidases (NEPs), suatu enzim metallopeptidase yang mengandung zink, juga berpengaruh dalam degradasi peptida natriuretik yaitu melalui hidrolisis. BNP relatif lebih resisten terhadap NEPS dibandingkan dengan ANP. Tetapi NT-proBNP secara biologi tidak aktif dan tidak terikat dengan NPRs dan juga tidak mengalami degradasi oleh NEPs. Mekanisme bersihan NT-proBNP belum diketahui tetapi diduga sebagian besar sepertinya melalui ekskresi ginjal yaitu filtrasi glomerulus. Fungsi ginjal mempengaruhi nilai NT-proBNP pada gagal jantung akut. Peningkatan nyata NT-proBNP pada pasien gagal ginjal menunjukkan ginjal mungkin berperan penting untuk bersihan NT9
Universitas Sumatera Utara
proBNP (Pemberton dkk, 1998, Hall 2004, Apple dkk, 2005). Pasien dengan insufisiensi ginjal sedang dan berat memerlukan penyesuaian nilai NT-proBNP yaitu 1200 ng/ml (Anwaruddin dkk, 2006; McCullough dkk, 2003).
II.2.3. Fisiologi dalam tubuh manusia Peptida natriuretik mempunyai reseptor untuk berinteraksi terhadap sel target yakni NPR-A, NPR-B dan NPR-C yang merupakan keluarga reseptor guanylyl cyclase. Reseptor ini memediasi aktifitas biologik peptida natriuretik melalui sintesa dan akumulasi intraseluler dari cyclic guanosine monophosphate (GMP). Efek biologis yang ditimbulkan adalah diuresis dan natriuresis, vasodilatasi, inhibisi sistem nervus simpatis dan sistem renin-angiotensinaldosteron, serta inhibisi pertumbuhan miosit kardiak dan vaskular (Levin dkk, 1998; de Lemos dkk, 2003; Clerico dkk, 2004). NT-proBNP sendiri secara biologi tidak aktif dan tidak terikat terhadap reseptor NPRs sehingga tidak memiliki efek fisiologis (Apple dkk, 2005). Nilai normal NT-proBNP masih belum dapat ditetapkan sepenuhnya namun konsentrasinya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan penggunaan obat-obatan seperti diuretik dan penghambat beta. Berbagai kondisi klinis juga dapat mempengaruhi konsentrasi peptida natriuretik jantung diantaranya miokard infark akut dan gagal ginjal (Redfield dkk, 2002; Cowie dkk,2003; Clerico dkk, 2004; Wiviott dkk,2004).
II. 3. Gagal Jantung II.3.1. Definisi Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel (Colucci dkk, 2001).
10
Universitas Sumatera Utara
II.3.1. Patofisiologi Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan/kerusakan fungsi miokard ventrikel kiri di samping adanya penyakit pada perikardium, miokardium, endokardium, ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. (Jackson dkk, 2000). Aktivasi sistem simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasi pun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi) (Jackson dkk, 2000).
II.3.3. Gejala klinis Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel akan membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat memompa darah lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk membantu meningkatkan kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan semakin banyak suplai darah dari arteri koronaria yang menyebabkan jantung juga akan berdenyut lebih cepat untuk memompa lebih sering lagi. Pada keadaan ini, kadar hormon yang menstimulasi jantung akan meningkat (Hunt dkk,2009). Manifestasi klinis yang timbul menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan jantung kongestif yaitu dispnu dan fatique yang dapat menghambat toleransi latihan dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup (Hunt dkk,2009). 11
Universitas Sumatera Utara
II.3.4. Klasifikasi gagal jantung New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul, yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II), gejala muncul pada aktifitas berat (kelas III), dan gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan, dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur (Hunt dkk,2009). American
College
of
Cardiology/
American
Heart
Association
(ACC/AHA) membagi klasifikasi untuk perkembangan dan progresifitas penyakit gagal jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah berisiko tinggi untuk menjadi gagal jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung, stadium B adalah adanya disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya disfungsi jantung dengan gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan refrakter terhadap terapi maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan factor resiko dan abnormalitas struktural jantung, pengenalan progresifitasnya, dan strategi pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium A, hal yang mana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA (Hunt dkk,2009).
II.3.5. Diagnosis Diagnosis
dibuat
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler, kateterisasi jantung dan uji latih. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
12
Universitas Sumatera Utara
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut: (Francis dkk, 2005) •
•
•
Kriteria mayor : -
Paroksismal nokturnal dispnu
-
Edema paru akut
-
Distensi vena leher
-
Gallop S3
-
Ronki paru
-
Peninggian tekanan vena jugularis
-
Kardiomegali
-
Refluks hepatojugular
Kriteria minor : -
Edema ekstremitas
-
Efusi pleura
-
Batuk malam hari
-
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
-
Dispnea d’effort
-
Hepatomegali
normal -
Takikardia (>120 x/menit)
Kriteria mayor atau minor : Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Gagal jantung dapat disertai spektrum abnormalitas fungsi ventrikel yang
luas, mulai dari ukuran ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang normal sampai dengan dilatasi berat dan/atau fraksi ejeksi yang sangat rendah (Francis dkk,2005).
II.4. Hubungan Vena Cava Inferior dengan Gagal Jantung Gagal jantung merupakan masalah yang umum dijumpai dan terus berkembang. Prognosis penyakit ini tetap buruk meskipun dengan identifikasi pengobatan yang efektif. Kurangnya pengukuran objektif yang dapat digunakan dalam menilai disfungsi jantung selain LVEF memiliki hambatan tersendiri dan hal ini terus menghambat penelitian klinis pada pasien dengan gagal jantung yang tidak memiliki LVSD. Namun, data sekarang menunjukkan bahwa pasien dengan diagnosis klinis disfungsi jantung (seperti dilatasi atrium kiri atau adanya peningkatan konsentrasi plasma peptida natriuretik) memiliki prognosis yang buruk, baik dengan ataupun tanpa nilai LVEF yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi peningkatan tekanan pengisian jantung dibandingkan dengan pengurangan kontraktilitas ventrikel kiri yang merupakan penentu utama prognosis (Pellicori dkk,2013). 13
Universitas Sumatera Utara
Fungsi ventrikel kanan sangat memperngaruhi prognosis pasien dengan gagal jantung. Pengukuran tekanan vena jugular merupakan salah satu cara untuk mengukur tekanan atrium kanan, tetapi evaluasi ini dilakukan melalui pemeriksaan fisik sehingga kurang akurat untuk dijadikan suatu parameter. Penilaian ekokardiografi terhadap VCI mudah dilakukan dan bersifat objektif untuk mengukur tekanan atrium kanan (Pellicori dkk,2013). Diagnosis klinis gagal jantung pada dasarnya menunjukkan bukti objektif disfungsi jantung dalam gejala yang timbul seperti sesak napas, dan tanda-tanda, seperti edema perifer. Penilaian ekokardiografi yang berfokus hanya pada fungsi ventrikel kiri, mungkin dapat menimbulkan banyak kesalahan. Banyak pasien dengan tanda-tanda gagal jantung dan dengan NT-proBNP yang meningkat tidak memiliki kelainan yang signifikan pada fungsi ventrikel kiri dan fungsi sistolik, namun pasien sering merespon secara simptomatis dengan diuretik, memiliki riwayat dirawat inap berulang untuk gagal jantung, dan memiliki prognosis buruk. diperlukan sebuah pandangan lebih luas tentang disfungsi jantung yang menyebabkan gagal jantung (Pellicori dkk,2013). Kongesti merupakan pertanda utama dari gagal jantung, sehingga distensi dari pembuluh vena besar merupakan pengukuran yang paling baik. Diameter VCI merupakan salah satu parameter distensi vena besar yang mudah dilakukan dan memiliki variasi pemeriksaan yang kecil. Dari beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara diameter VCI dengan pemburukan prognosis (Pellicori dkk,2013). Diameter VCI dapat juga digunakan untuk menilai fungsi jantung, seperti halnya pada penanda kongesti vena. Gangguan ventrikel kiri, baik sistol maupun diastol menyebabkan hipertensi atrium kiri. Tekanan pada atrium kiri akan disalurkan balik ke sirkulasi pulmonal sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal yang menyebabkan gangguan di ventrikel kanan. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan dan distensi VCI (Pellicori dkk,2013). Sebuah penelitian mendapatkan bahwa median diameter VCI pada penderita gagal jantung memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan VCI pada orang normal. Pada penderita gagal jantung median diameter VCI yaitu 14
Universitas Sumatera Utara
19 mm, sedangkan median VCI pada orang normal hanya sekitar 15 mm (Pellicori dkk,2013). Penelitian lain mendapatkan bahwa pengukuran VCI dapat dilakukan untuk mengetahui tekanan cardiac filling pada pasien dengan gagal jantung. Caval index (persentasi penurunan diameter VCI saat proses respirasi berlangsung) pada pasien gagal jantung berkisar kurang dari 40% - 50% yang mengindikasikan adanya peninggian tekanan atrium kanan. Pada pasien dengan gejala sesak napas, pengukuran VCI dapat memprediksi gagal jantung akut dengan sensitivitas 92% dan spesifisitas 84% (Miller dkk,2011). Pada suatu penelitian, diameter VCI memiliki korelasi yang signifikan dengan tekanan atrium kanan pada pasien gagal jantung. Diameter VCI yang lebih dari 2 cm mengindikasikan adanya peningkatan tekanan atrium kanan lebih dari 10 mmHg. Hal ini menandakan peningkatan diameter VCI dapat menjadi parameter yang akurat untuk menilai adanya gagal jantung kanan (Ayan dkk, 2010).
II. 5. Hubungan NT-proBNP dengan Gagal Jantung NT-proBNP sebagai biomarker neurohormonal jantung telah diketahui sebagai alat untuk diagnostik, prognostik dan sekaligus terapi pasien dengan gagal jantung. Secara biologis, neurohormon ini mempengaruhi homeostasis cairan tubuh (natriuresis, diuresis) dan tonus vaskular (penurunan angiotensin II, sintesis norepinefrin). Keduanya merupakan komponen yang penting pada patofisiologi gagal jantung (Pemberton dkk,1998). NT-proBNP diindikasikan sebagai alat bantu menegakkan diagnosis gagal jantung atau bentuk ringan disfungsi jantung, membantu
dalam menilai
keparahan gagal jantung yang ditandai dengan kelas NYHA dan juga menilai keberhasilan terapi pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. NT-proBNP juga bermanfaat dalam menyingkirkan gejala dengan penyebab kardiak atau non kardiak pada sesak nafas. Nilai NT-proBNP akan meningkat sebanding dengan peningkatan kelas NYHA dan menggambarkan tingkat keparahan dari gangguan jantung. Sensitifitas yang tinggi dari NT-proBNP juga memungkinkan untuk 15
Universitas Sumatera Utara
mendeteksi bentuk ringan dari disfungsi jantung pada pasien asimptomatis (Januzzi dkk,2006; Hebl dkk,2012). Sebuah penelitian mendapatkan bahwa median konsentrasi NT-proBNP pada gambaran klinis menurut kelas NYHA II,III dan IV berturut-turut adalah 3512 pg/ml, 5610 pg/ml, dan 6195 pg/ml. Sedangkan median konsentrasi NTproBNP pada eksaserbasi gagal jantung akut adalah 4639 pg/ml dibandingkan 109 pg/m tanpa gagal jantung akut (Januzzi dkk,2006). Konsentrasi dari NT-proBNP dalam serum dan plasma berhubungan dengan prognosis dari disfungsi ventrikel kiri. Ada penelitian mendapatkan hubungan antara NT-proBNP dan Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) pada pasien gagal jantung akut dengan fungsi sistolik masih baik adalah 3070 pg/mL dibandingkan pada pasien dengan penurunan fungsi sistolik yaitu 6536 pg/mL (Januzzi dkk,2006). Sebuah penelitian melaporkan bahwa nilai NT-proBNP 5 kali di atas normal mempunyai sensitifitas dan nilai prediksi negatif > 90% untuk mendeteksi LVEF<40%.Selain itu juga ditetapkan batasan normal NT-proBNP untuk mendeteksi gagal jantung adalah 68-112 pg/ml (8,2-13,3 pmol/l) (Richard dkk, 1998). Konsentrasi cut point NT-proBNP yang direkomendasikan di Eropa untuk mendeteksi gagal jantung adalah 100 pg/ml untuk laki-laki dan 150 pg/ml untuk perempuan. Sementara di Amerika Serikat untuk kedua jenis kelamin ditetapkan 125 pg/ml (de Denus dkk, 2004).
II. 6. Hubungan Vena Cava Inferior dengan NT-proBNP NT-proBNP merupakan indikator yang baik untuk mendiagnosis dan memberikan informasi prognostik pada pasien gagal jantung. NT-proBNP juga bermanfaat dalam menyingkirkan gejala dengan penyebab kardiak atau nonkardiak pada sesak napas. Nilai NT-proBNP akan meningkat sebanding dengan peningkatan kelas NYHA dan menggambarkan tingkat keparahan dari gangguan jantung. Sensitifitas yang tinggi dari NT-proBNP juga memungkinkan untuk mendeteksi bentuk ringan dari disfungsi jantung pada pasien yang asimtomatis (Januzzi dkk,2006; Hebl dkk,2012). 16
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan normal, hormon pre-proBNP disimpan dalam jumlah sedikit di granula atrium. Jika ada stimulus, maka akan terjadi pula pergeseran produksinya dari atrium ke ventrikel yang dibentuk dengan cepat dan dikeluarkan sebagai pancaran (burst). Stimulus utama sintesis dan sekresi hormon pre-proBNP adalah adanya stres dinding jantung berupa regangan dinding ventrikel dan peningkatan filling pressure (Colucci dkk,2005; Clerico dkk,2004; Kragelund dkk,2005). Diameter VCI dapat dijadikan indikator adanya peningkatan tekanan atrium kanan dan volume overload. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif dan dapat dilakukan segera pada pasien di instalasi gawat darurat. Kongesti adalah ciri khas dari gagal jantung, maka distensi vena-vena besar merupakan penanda terbaik pada pencitraan. Diameter VCI mudah untuk diukur pada pasien dengan gagal jantung dan memiliki variasi antar pengamat yang rendah (Hebl dkk,2012; Pellicori dkk,2013). Evaluasi diameter VCI dengan menggunakan perangkat ultrasonografi dapat menggambarkan keadaan tekanan dari atrium kanan. Selain itu, diameter VCI juga dapat menggambarkan keadaan hipervolemik pada pasien dengan gagal jantung. Dengan begitu pengukuran diameter VCI dapat dijadikan alternatif pemeriksaan non-invasif pada pasien dengan gangguan jantung. Karena biaya yang tidak begitu tinggi dan juga mudah untuk dilakukan makan pengukuran diameter VCI dapat dilakukan pada hampir semua tingkatan pelayanan medik (Sascha dkk,2008). NT-proBNP dan ekokardiografi sering digunakan pada praktik klinis untuk menilai pasien dengan gagal jantung. NT-proBNP dilepaskan sebagai respon stress otot jantung dan berhubungan dengan tekanan kapiler pulmonal. Pemeriksaan ekokardiografi dapat memberikan informasi tentang fungsi sistol dan diastol, filling pressure dan cardiac output (Laincbhury dkk,2003; Maisel dkk, 2003; Kirkpatrick dkk,2007). Sebuah penelitian pada pasien dengan gagal jantung sistolik, BNP berkorelasi kuat dengan ukuran VCI. Pada pasien dengan gagal jantung memiliki median diameter VCI 1,85 + 0,5 cm, median BNP 274 pg/mL, dan median NT17
Universitas Sumatera Utara
proBNP 1994 pg/mL. Hasil dari studi ini menggambarkan bahwa tekanan atrium kanan (ukuran VCI) dan tekanan end-diastolic ventrikel kiri (peptida natriuretik) saling melengkapi satu sama lain dalam menyediakan informasi tentang tekanan pengisian pada kedua kamar jantung (Hebl dkk,2012). Penelitian lain menemukan bahwa diameter VCI dapat memprediksi prognosis pasien gagal jantung, sama baiknya dengan nilai NT-proBNP dalam darah. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan timbal balik antara diameter VCI dengan nilai NT-proBNP, mungkin karena keduanya menggambarkan keadaan fungsi jantung dan ginjal. Peningkatan tekanan plasma darah dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal sehingga menyebabkan gangguan pada ventrikel kanan. Ketika pemeriksaan ekokardiografi tidak tersedia, pemeriksaan darah (NT-proBNP) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. Jika pemeriksaan ekokardiografi tersedia, pengukuran diameter VCI dapat digunakan sebagai alternatif yang memiliki keakuratan yang sama baiknya dengan pemeriksaan NT-proBNP (Pellicori dkk,2013).
18
Universitas Sumatera Utara