BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1. Supply and Demand Di dalam melakukan kegiatan ekonomi, manusia harus berinteraksi dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia hidup dengan manusia lain yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang seseorang nelayan memerlukan beras hari ini karena dia hanya mampu mencari ikan, bukan menanam padi. Di sisi lain seorang petani memerlukan ikan sebagai menu lauk pauk hari ini, karena dia hanya mampu menanam padi di sawah. Di masa ekonomi tradisional, orang-orang saling bertukar kebutuhan dengan cara barter (saling menukar barang). Di dalam hal ini seseorang yang memiliki kelebihan barang untuk ditawarkan disebut supplier sedangkan seseorang yang memerlukan barang tersebut adalah demander. Tempat proses terjadinya interaksi ini disebut pasar, yaitu tempat dimana orang yang memiliki kelebihan barang (supplier) bertemu dengan orang yang memerlukan barang (demander) untuk melakukan transaksi atas harga yang telah disepakati. Pada kurva permintaan dan penawaran (supply and demand), garis permintaan dan penawaran akan bertemu pada suatu titik. Titik ini disebut titik keseimbangan harga (equilibrium). Apabila jumlah penawaran lebih besar dari pada jumlah permintaan, maka harga akan turun. Begitu pula sebaliknya, apabila jumlah permintaan lebih besar dari pada jumlah barang yang ditawarkan maka
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
harga akan naik. Hal ini disebut mekanisme pasar. Pada kondisi kelebihan jumlah barang yang ditawarkan biasanya pedagang menurunkan harganya, sedangkan pada keadaan kelebihan jumlah permintaan pedagang cenderung untuk menaikan harga dengan motif mencari keuntungan. Kondisi ini tidak hanya ditemukan pada pasar barang, namun juga dapat terjadi di pasar modal. Kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar
2.1.2 Supply and Demand Saham di Pasar Modal Sama halnya seperti penjelasan di atas, investor merupakan pihak yang memiliki kelebihan dana. Investor ingin melakukan investasi agar dana yang dimiliki investor dapat menghasilkan keuntungan atas investasinya. Maka investor ingin membeli saham suatu perusahaan (demander). Di sisi lain perusahaan memiliki masalah liquiditas untuk memperluas usahanya. Maka perusahaan ingin
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
menerbitkan beberapa lembar saham perusahaannya untuk memperoleh dana segar yang dapat digunakan untuk ekspansi (supplier). Dalam situasi ini investor dan pemilik perusahaan bertemu di pasar modal untuk melakukan transaksi saham. Pada pasar modal, komoditas yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga termasuk saham. Pada pasar modal garis penawaran menggambarkan jumlah saham yang ditawarkan kepada investor, sedangkan garis permintaan menggambarkan jumlah permintaan terhadap saham tertentu. Sedangkan harga saham terbentuk akibat dari bertemunya garis penawaran dan garis permintaan di pasar modal. Pada saat permintaan akan saham meningkat maka harga saham akan naik, sedangkan ketika terjadi kelebihan jumlah saham yang ditawarkan maka nilai saham akan turun. Pasar modal sering juga dijadikan sebagai tempat untuk berspekulasi, biasanya investor membeli saham perusahaan tertentu pada saat harga murah, kemudian melakukan penjualan saham pada saat harga naik untuk melakukan profit taking. Hal ini dinamakan short seller, pada kondisi ini biasanya investor tidak memperhitungkan nilai perusahaan karena biasanya saham yang dipegang tidak sampai setahun. Pada dasarnya mekanisme pasar di dalam pasar modal diartikan bahwa harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika penawaran lebih besar daripada permintaan, maka harga akan menurun. Sedangkan ketika jumlah permintaan saham lebih tinggi sementara penawaran terbatas, maka harga akan mengalami peningkatan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hukum pasar tersebut secara teori begitu kuat. Tetapi pada kenyataanya kita tidak tahu apakah harga yang terbentuk secara wajar sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi saat itu, bebas dari intervensi kelompok tertentu atau kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi pasar seperti kartel dan sebagainya.
2.1.3 Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri (Fakhruddin
& Hadianto, 2001). Pasar modal adalah
tempat dimana instrumen keuangan diperjualbelikan seperti, saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan seperti opsi (put atau call). Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian lebih spesifik tentang Pasar Modal yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”(UU/ No.8/1995 dalam Fakhruddin dan Hadianto, 2001). Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian. Bagi negaranegara penganut sistem ekonomi pasar bebas, pasar modal menjadi salah satu sarana yang sangat penting, sebab pasar modal menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan. Perusahaan itu sendiri akan menciptakan output yang berjasa dalam meningkatkan gross domestic product (GDP). Sehingga dapat disimpulkan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
perkembangan pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara (Sawidji, 2009). Pasar
modal
juga
dapat
berfungsi
sebagai
lembaga
perantara
(intermediaries). Fungsi ini menunjukan peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal, maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatf investasi
yang memberikan return yang paling optimal
(Tandelilin, 2001:13). Namun demikian, jika tidak waspada, pasar modal justru akan mengakibatkan kehancuran bagi perekonomian. Melihat kasus-kasus yang terjadi di pasar modal dua dekade belakangan, tampaknya telah terlahir paradigma baru (sawidji, 2002). Pasar modal dalam hal ini bukan dimanfaatkan sebagai tempat untuk menghimpun modal, tetapi dijadikan tempat untuk menghimpun uang bagi pemilik perusahaan, dengan melakukan praktik-praktik tidak terpuji. Hal yang terjadi belakangan adalah krisis ekonomi dunia tahun 2009, krisis ini dipicu oleh krisis pasar keuangan di Amerika Serikat. Menurut Sawidji (2009) “Pemicu bangkrutnya perusahaan-perusahaan pialang terbesar di dunia, seperti Lehman Brothers, Merill Lynch, Goldman Sach, dan yang lainnya telah melakukan malpraktik Investasi”.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.1.4 Analisis Fundamental Dalam melakukan analisis dan memilih saham, ada dua aspek atau pendekatan yang sering digunakan, yaitu aspek fundamental dan aspek teknikal. Aspek fundamental merupakan faktor-faktor yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor tersebut di antaranya (Fakhruddin dan Hadianto, 2001) : 1. Penjualan 2. Pertumbuhan penjualan 3. Kebijakan dividen 4. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 5. Manajemen 6. Kinerja 7. “Statement” yang dikeluarkan emiten dan sebagainya. Menurut Tandelilin (2001), dalam melakukan analisis secara fundamental, analisis bisa dilakukan secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan investor.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.1.4.1 Analisis Ekonomi dan Pasar Modal Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan investor dalam penentuan investasinya. Analisis Ekonomi perlu dilakukan karena kecendrungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang diisyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2001). Sedangkan untuk melakukan analisis ekonomi diperlukan beberapa tahapan analisis, yaitu (Fakhruddin dan Hadianto, 2001): a. Memperkirakan perubahan di dalam perekonomian. b. Penggunaan indikator moneter untuk memperkirakan kondisi pasar. c. Kondisi ekonomi dan kondisi pasar. d. Penggunaan model-model valuasi untuk memperkirakan kondisi pasar.
2.1.4.2 Analisis Industri Menurut Tandelilin (2001), dalam analisis industri, investor mencoba memperbandingkan
kinerja
dari
berbagai
industri,
investor
mencoba
memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai masukan untuk mempertimbangkan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam portofolio yang akan dibentuknya. Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan analisis industri adalah (Fakhruddin dan Hadianto, (2001): a. Arti dan kinerja industri. b. Menganalisis industri. c. Siklus kehidupan industri. d. Analisis siklus bisnis. e. Aspek kualitatif dalam analisis industri. f. Menilai prospek industri di masa yang akan datang.
2.1.4.3 Analisis Perusahaan Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu: earning per share (EPS) dan price earning ratio (PER) perusahaan. Ada tiga alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan nilai intrinsik saham perusahaan. Dalam kaitan tersebut, nilai intrinsik suatu saham bisa dihitung dengan mengalikan kedua komponen tersebut. Selanjutnya, nilai intrinsik saham yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan dari earning. Ketiga, adanya hubungan antara perubahan earning price dengan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
perubahan saham. Beberapa penelitian empiris telah membuktikan adanya hubungan tersebut (Elton dan Grauber, 1995 dalam Tandelilin, 2001). Sedangkan menurut Fakhruddin dan hadianto (2001), beberapa tahapan dalam menganalisis perusahaan adalah: a. Memahami laba yang diperoleh perusahaan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laba. c. Penggunaan PER (Price Earning Ratio). d. Faktor-faktor yang mempengaruhi PER. e. Analisis dengan menggunakan faktor-faktor yang dipandang relevan mempengaruhi harga saham.
2.1.5 Nilai Perusahaan Berdasarkan teori yang berlaku secara umum, besarnya nilai perusahaan biasanya bergantung pada keuntungan yang mampu dihasilkan suatu perusahaan di masa mendatang, serta memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan tersebut. Nilai dari suatu perusahaan tergantung dari perhitungan keuntungan yang akan diperoleh di masa mendatang, dan keuntungan tersebut didiskontokan menjadi suatu nilai sekarang. Maka pendekatan dalam penilaian suatu perusahaan adalah dengan cara memproyeksikan beberapa keuntungan yang akan datang dari suatu kepemilikan perusahaan. Kemudian keuntungan yang akan datang diestimasi menjadi suatu nilai sekarang dengan mendiskontokannya berdasarkan nilai waktu dan berdasarkan nilai waktu atas uang dengan mempertimbangkan unsur inflasi serta resiko yang timbul atas kepemilikan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.1.5.1 Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Nilai Ada beberapa faktor internal yang merupakan fungsi dari suatu kinerja perusahaan itu sendiri serta beberapa faktor eksternal yang merupakan fungsi dari kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut didirikan. Keuntungan keuangan yang diperoleh atas kepemilikan suatu perusahaan dapat berasal dari berbagai sumber seperti berikut (Prawoto, 2004): a) Pendapatan atau arus kas yang berasal dari operasi atau non operasi seperti investasi, bunga ataupun dividen. b) Pendapatan dari penjualan aset. c) Pendapatan dari penjualan kepentingan atas kepemilikan perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, suatu penilaian perusahaan yang dilakukan dari sudut keuangan harus memfokuskan kepada penghitungan kinerja perusahaan dalam kemampuan menghasilkan keuntungan atau manfaat kepada pemilik perusahaan tersebut, atau merupakan suatu kombinasi dari keuntungan dan manfaat yang diperoleh.
2.1.5.2 Pengaruh Resiko Terhadap Nilai Penilaian suatu perusahaan harus memperhitungkan tingkat ekspektasi pengembalian pemilik perusahaan dari dua aspek, yaitu besarnya tingkat ekspektasi pengembalian serta resiko yang timbul yang dapat menyebabkan ekspektaksi pengembalian tersebut terwujud atau tidak. Dalam hal ini resiko dartikan sebagai suatu kepastian atau ketidakpastian atas perwujudan tingkat pengembalian yang diharapkan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pada suatu ekspektasi terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan di masa mendatang, harga pasar saham lebih tinggi apabila resiko atas saham tersebut kecil, sedangkan untuk saham dengan resiko yang besar maka harga pasarnya akan rendah. Dengan kata lain, pada suatu tingkat ekspektasi pendapatan di masa yang akan datang, maka semakin kecil resiko dari suatu perusahaan maka akan semakin tinggi nilai sekarang perusahaan tersebut, sebaliknya apabila resiko akan perusahaan semakin tinggi maka nilai sekarangnya akan semakin rendah.
2.1.5.3 Value Drivers Value Drivers merupakan suatu istilah yang digunakan untuk faktor internal perusahaan yang menyebabkan bertambahnya nilai saham atau perusahaan sehingga true economic income capacity dari suatu perusahaan dapat diperoleh dan agar terhindar dari terjadinya kesalahan terhadap presentasi nilai. Darmodaran dalam Prawoto (2004) menyatakan adanya tiga faktor utama yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, yaitu keputusan investasi, keputusan keuangan dan keputusan pembayaran dividen. Sedangkan menurut Helfert dan EA dalam Prawoto (2004) menyatakan bahwa manajemen perusahaan harus dapat menciptakan nilai pemegang saham (shareholder value) melalui tiga macam keputusan: 1) Keputusan investasi baik melalui modal kerja maupun pengeluaran kapital yang bersama-sama dengan keputusan operasional melalui penetapan biaya/ harga atau volume produksi serta efektifitas biaya akan menentukan arus kas bersih (free cash flow/ FCF) baik di masa sekarang maupun akan datang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
beserta tingkat diskontonya. Dari dua macam keputusan inilah akan dihasilkan shareholder value yang akan dialokasikan menjadi dividen untuk pemegang saham perusahaan atapun capital gain bagi investor saham di pasar modal. 2) Keputusan pembiayaan (financing) untuk menentukan apakah investasi harus dibiayai dengan ekuitas saja atau juga dengan utang dan menentukan tingkat leverage-nya. Biaya kapital ini akan kontribusi dalam penciptaan shareholder value melalui keputusan investasi yang dijalankan manajemen perusahaan dengan persetujuan pemegang saham.
2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan Di dalam melakukan penilaian perusahaan dengan menggunakan pendekatan pendapatan, dilakukan berdasarkan prinsip antisipasi dengan konsep dasar penilaian finansial. Dimana nilai suatu perusahaan yang diperoleh merupakan suatu keuntungan yang akan didapat di masa mendatang Proses penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan pendapatan memerlukan suatu estimasi yang berkaitan dengan arus tingkat pendapatan yang diharapkan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dipersyaratkan. Nilai dari investasi atau perusahaan merupakan nilai sekarang dari pendapatan yang akan diperoleh di masa mendatang. Penilaian dengan pendekatan pendapatan dapat dibedakan ke dalam dua metode, yaitu metode diskonto (Discounted Cash Flow Method) dan metode kapitalisasi langsung (Direct Capitalization Method). Dalam metode diskonto,
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dilakukan proyeksi terhadap semua pendapatan yang diharapkan di masa mendatang seperti laba bersih atau bentuk pendapatan lain dan mendiskontokan setiap keuntungan yang diharapkan tersebut kedalam nilai sekarang dengan suatu tingkat diskonto atau mengalikannya dengan discount factor yang mencerminkan biaya kapital jenis investasi tersebut. Estimasi nilai adalah jumlah keseluruhan dari nilai sekarang tersebut. Formula dasar yang digunakan dalam metode Discounted Cash Flow adalah:
E
Di mana:
i PV = ∑𝑛𝑖=1 (1+𝑘) 𝑖
PV = present value Ei = pendapatan ekonomis yang diharapkan pada periode i
k = tingkat diskonto/ biaya kapital i
= periode di masa yang akan datang di mana pendapatan ekonomis yang prospektif akan diterima.
Sedangkan penilaian dengan pendekatan pendapatan dalam metode kapitalisasi langsung membagi suatu manfaat ekonomis tunggal perusahaan baik secara historis ataupun secara proyeksi seperti laba bersih atau bentuk pendapatan lain yang menggambarkan kemampuan investasi dalam menghasilkan pendapatan di masa mendatang dengan suatu tingkat kapitalisasi yang menggambarkan tingkat diskonto pendapatan tersebut dikurangi tingkat pertumbuhan jangka panjang variabel tersebut bila masih ada pertumbuhan. Formula dasar yang digunakan dalam metode Direct Capitalization Method adalah:
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
𝐸
PV = 𝑐 Di mana: PV = Present value
E = Pendapatan ekonomis yang diharapkan (konstan) c
= Tingkat kapitalisasi
Beda tingkat diskonto dengan tingkat kapitalisasi langsung adalah bahwa tingkat diskonto adalah biaya modal yang diterapkan atas semua pendapatan yang prospektif sedang tingkat kapitalisasi langsung adalah metode yang lebih komprehensif di mana suatu tingkat kapitalisasi hanya mengubah satu/sebuah arus pendapatan tunggal menjadi nilai sekarang.
2.1.6.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Model CAPM merupakan bagian dari teori ekonomi yang dikenal sebagai capital market theory (CMT). CMT merupakan teori sekuritas dan teori portofolioyang biasa digunakan investor untuk memilih saham biasa menjadi suatu portofolio berdasarkan asumsi yang digunakan. Sedangkan CAPM merupakan model yang dikembangkan berdasarkan analisis transaksi minoritas pada pasar sekuritas publik yang tingkat pemasarannya sangat tinggi. CAPM relevan dengan penilaian usaha karena bisnis dan kepentingan bisnis merupakan bagian dari kesempatan investasi yang tersedia di dalam pasar modal. CAPM juga menjelaskan hubungan timbal-balik pasar yang akan terjadi apabila mengikuti teori portofolio. Formula dasar dari CAPM adalah:
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
E (𝑅𝑖 ) = 𝑅ƒ + β (R𝑃𝑚 ) Di mana: E (𝑅𝑖 ) = Tingkat pengembalian yang diharapkan dari individu sekuritas 𝑅ƒ
= Tingkat pengembalian pada sekuritas bebas resiko pada tanggal
𝛽
= Beta individual sekuritas, dimana beta mengukur risiko sistematik, yaitu
penilaian.
kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas resiko bagi sekuritas yang dihitung, dalam kaitan ini yaitu sekuritas i.
(R𝑃𝑚 ) = Premi ekuitas resiko pasar secara keseluruhan atau berdasarkan definisi adalah sekuritas dengan beta = 1. Resiko ini merupakan premi resiko pasar yang di observasi.
2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar Penilaian
dengan
pendekatan
pasar
adalah
pendekatan
dengan
menggunakan data transaksi riil di bursa efek yang menyediakan bukti empiris mengenai nilai. Pada pendekatan pasar, maka nilai perusahaan ditentukan berdasarkan atas transaksi yang pernah dilakukan oleh perusahaan yang sejenis. Pendekatan pasar ini didasarkan atas prinsip substitusi dan asumsi bahwa transaksi yang bersifat arm’s length dari perusahaan yang sepadan dan sebanding yang dapat menyajikan bukti empiris yang kuat tentang nilai pasar dari perusahaan tersebut. Penilaian dengan pendekatan pasar dapat dibagi ke dalam tiga metode (Prawoto, 2004):
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a) Metode
guideline
publicly
traded
company,
suatu
metode
yang
menghubungkan multipel nilai pasar saham perusahaan publik dengan variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai seperti multipel price/earning misalnya. Diaplikasikan key valuation measures atau market multiple perusahaan
publik
seperti P/E
kepada
variabel
keuangan
fundamental perusahaan yang dinilai. b) Metode
guideline
merger
and
acquisition,
yaitu
metode
yang
menghubungkan multipl nilai dari penjualan seluruh saham atau kepentingan pengendali (pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan) dengan variabel financial fundamental perusahaan yang dinilai seperti multipel price/earning. Di sini diaplikasikan multipel transaksi saham pengendali dengan variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai. c) Metode prior transaction, offers and buy-sell agreements, yaitu suatu metode untuk mendapatkan estimasi nilai penyertaan/kepentingan pada suatu perusahaan berdasarkan kepada data yang ada saat itu bagi perusahaan yang dinilai.Dilakukan sebelumnya,
estimasi
nilai
berdasarkan
ataupun kesepakatan mengenai
transaksi, pengalihan
penawaran kepemilikan
perusahaan yang dinilai.
2.1.8 Penilaian Dengan Menggunakan Pendekatan Aset Penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan aset merupakan suatu revaluasi atas semua kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan untuk mendapatkan nilai aset bersih perusahaan tersebut. Dalam penilaian dengan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pendekatan aset dilakukan penilaian ulang atas semua aset dan kekayaan yang dimiliki, kemudian dikurangi terhadap kewajiban untuk mendapatkan nilai wajar atas perusahaan. Penilaian ini dilakukan biasanya dikarenakan pemilik saham minoritas tidak memiliki wewenang atas perusahaan, sehingga untuk mendapatkan estimasi atas nilai saham pengendali dilakukan penilaian ini. Pemegang saham minoritas tidak mempunyai klaim langsung atas kekayaan perusahaan dan tidak dapat memaksakan penggunaannya. Jika digunakan untuk menilai saham minoritas maka diaplikasikan diskon, baik untuk lack of control maupun lack of marketability. Selain nilai pasar wajar, dapat juga diperoleh nilai standar yang lain dengan penerapan diskon ataupun premi yang sesuai. Ada dua macam metode penilaian yang dikenal luas, yaitu (Prawoto, 2004): a) Adjusted Net Assets Method (ANAM, NAV): Metode ini adalah melakukan revaluasi atas semua aset berwujud dan tidak berwujud serta kewajiban (termasuk yang off balance sheet, intangibles dan contingencies) ke dalam nilai pasar wajar (fair market value) dan menghitung nilai aset neto yang disesuaikan. Nilai kekayaan neto yang telah disesuaikan dikurangi dengan nilai kewajiban adalah merupakan indikasi nilai ekuitas. ANAM biasanya diaplikasikan pada trouble companies, holding company atau nonoperating company serta perusahaan yang mayoritas asetnya berupa aktiva tetap (fixed assets). b) Excess Earning Method (EEM): Metode penilaian melalui revaluasi secara kolektif semua intangibles assets sebagai suatu kesatuan “goodwill” yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
menurut Big Pot Theory of Goodwill disebut sebagai going concern value, dengan cara mengkapitalisasi seluruh pengembalian yang melebihi dan diatas tingkat pengembalian yang wajar suatu kekayaan, dan menambahkan nilai tangibles assets. Nilai ekuitas adalah nilai aktiva tetap bersih (Net tangibles asset value, NTAV), yaitu nilai revaluasi aktiva tetap dikurangi dengan nilai kewajiban ditambah dengan nilai revaluasi Aktiva Tak Berwujud (ATB) atau going concern value (GCV).
2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO) Present Value of Growth Opportunity (PVGO) merupakan suatu konsep yang pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam Richard A. Wall (2007). PVGO adalah suatu nilai pertumbuhan yang diharapkan investor karena adanya penginvestasian kembali laba yang diterima pada periode tertentu untuk meningkatkan laba yang lebih besar dari tingkat return yang diharapkan investor di masa mendatang. Nilai suatu perusahaan dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu nilai aset di tempat saat ini ditambah dengan nilai proyek yang menghasilkan pertumbuhan di masa depan. Sehingga pertumbuhan di masa depan akan dihitung menjadi nilai sekarang apabila proyek yang dikerjakan di masa depan akan menghasilkan laba. Maka apabila proyek yang dikerjakan di masa depan tidak menghasilkan laba, nilai saham tersebut hanya merupakan rasio laba terhadap modal saja (Richard A. Wall, 2007). Konsep ini secara umum diterima oleh literatur penilaian saham, namun belum mendapatkan popularitas dan jarang sekali digunakan oleh kalangan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
investor profesional. Tetapi, dengan pengukuran yang tepat, PVGO dapat menjadi alat yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang baik dan penelitian akademis yang bertujuan untuk mengevaluasi secara fundamental yang mendasari penciptaan nilai (Richard A. Wall, 2007). Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan PVGO adalah Chung dan Charoenwong (1991), mereka menemukan hubungan positif antara resiko dengan PVGO. Selain itu, pengukuran PVGO juga sangat penting dalam perhitungan nilai model pertumbuhan seperti yang dinyatakan oleh O’brien (2003), Danielson (1998), serta Liebowitz (1998) dalam Richard A. Wall (2007) “PVGO measurement is critical to estimation of the key parameters of multistage and finite growth valuation models, and models that incorporate decay of profit to a competitive norm”. Mereka berpendapat bahwa pengukuran PVGO sangat penting dalam penilaian dari parameter kunci yang bertingkat-tingkat, dan membatasi model penilaian yang menggabungkan keuntungan yang telah berkurang menjadi sebuah norma yang bersaing.
2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO 2.1.9.1.1 Return On Asset (ROA) Return On Asset (ROA) adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap aset keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka semakin besar pula tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba. Menurut Riyadi dalam
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Nurmalasari, (2009), Return on assets adalah perbandingan antara keuntungan sebelum biaya bunga dan pajak (EBIT = Earning before interest and taxes) dengan seluruh aktiva atau kekayaan perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk menghasilkan keuntungan, dengan menggunakan data yang ada pada Neraca dan Perhitungan Laba Rugi pada perusahaan tersebut. Rumus untuk mencari ROA adalah:
ROA =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
x 100%
Tingkat ROA yang tinggi menggambarkan bahwa suatu perusahaan dapat mengelola asetnya dengan baik untuk menghasilkan laba, sehingga ROA dapat menjadi indikator pertumbuhan perusahaan dalam menghasilkan laba. Investor melihat ini sebagai salah satu syarat yang baik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan laba dinilai merupakan suatu bentuk kinerja manajemen perusahaan yang baik dan kompeten untuk mengelola modal investor.
2.1.9.1.2 Plowback Ratio Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar laba ditahan perusahaan. Laba ditahan adalah laba yang tidak dibagikan sebagai dividen. Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh Rapat Umum
Pemegang
Saham
(RUPS).
Laba
ditahan
dimaksudkan
untuk
diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam bentuk bisnis baru atau
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
perluasan usaha. Beberapa perusahaan membayar sedikit kas (dividen) karena manajemen optimis tentang masa depan perusahaan dan berharap dapat menahan laba untuk ekspansi. Terdapat beberapa pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan, pertama adalah dimana dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini investor menginginkan pembayaran dividen yang tinggi, para investor menganggap dividen merupakan salah satu sumber pendapatan yang mereka butuhkan untuk keperluan sehari-hari. Pada dasarnya uang tunai bisa saja diperoleh investor dengan menjual sebagian kecil saham mereka sewaktu waktu, tetapi hal itu merugikan investor karena akan menimbulkan biaya transaksi yang besar. Dalam hal ini dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan, atau sebaliknya plowback ratio dapat mengurangi nilai perusahaan. Kedua, dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kasus ini perusahaan membayarkan dividen kepada investor dengan menerbitkan saham baru, bukan dari cadangan kas yang tersedia, sehingga nilai perusahaan tetap sama. Pada saat perusahaan menerbitkan saham baru maka nilai saham akan berkurang sebesar nilai saham yang diterbitkan, sebab jumlah saham bertambah sedangkan dana yang diperoleh dipergunakan bukan untuk diinvestasikan kembali. Sehingga jumlah dividen yang diterima oleh investor lama hanya menutupi kerugian nilai saham yang mereka pegang akibat penerbitan saham baru. Hal ini menurut Miller dan Modigliani (1961) dalam Brealey dan Myers (2007) bahwa dalam kondisi ideal, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen. Dalam hal ini kebijakan pembayaran adalah trade-off antara
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dividen tunai dan penerbitan atau pembelian kembali saham biasa. Dalam pasar modal yang sempurna, keputusan pembayaran tidak akan berdampak pada nilai perusahaan. Kesimpulan ini dikenal sebagai proposisi ketidakrelevanan dividen MM. Sehingga Dividen atau plowback ratio tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Ketiga, adalah dividen bisa mengurangi nilai perusahaan. Perusahaan memiliki opsi untuk memberikan return melalui dua cara, yaitu melalui mengubah dividen menjadi keuntungan modal (capital gain) atau dengan melakukan pebayaran dividen. Namun dalam kebijakan pembayaran dividen dikenakan pajak lebih besar oleh pemerintah daripada capital gain. Di Amerika Serikat kasus penetapan pajak atas dividen yang paling signifikan pernah terjadi pada era sebelum 1986. Pada saat itu tingkat pajak atas dividen adalah 50 persen, sementara capital gain yang terealisasi dikenai pajak 20 persen. Selain itu pajak dividen harus segera dibayar, sedangkan pajak atas capital gain dapat ditunda sampai saham terjual
dan keuntungan direalisasikan. Hal ini menyebabkan
investor lebih tertarik untuk membeli saham perusahaan dengan tingkat dividen yang rendah namun menawarkan capital gain. Sedangkan perusahaan yang menawarkan dividen yang lebih tinggi harus menjual sahamnya dengan harga yang lebih rendah untuk menarik minat investor dan menutupi kerugian investor atas pajak yang dikenakan terhadap dividen. Sehingga dalam hal ini dividen dapat mengurangi nilai perusahaan atau plowback ratio dapat meningkatkan nilai perusahaan. Untuk mencari Plowback Ratio dapat digunakan rumus:
Plowback Ratio = 100 – Dividen
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan suatu rasio kemampuan perusahaan untuk membayar hutang dengan modal sendiri. Semakin kecil tingkat DER suatu perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk menutup hutang dengan modal sendiri dan semakin baik buat perusahaan. Untuk mencari tingkat DER dapat menggunakan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 DER erat kaitanya dengan struktur modal dimana struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Ada beberapa teori yang membahas tentang penggunaan utang
dalam meningkatkan nilai
perusahaan, beberapa teori tersebut adalah (http://jurnal-sdm.blogspot.com):
2.1.9.1.3.1 Modigliani-Miller (MM) Theory 1 ). Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston, 2001 MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (http://jurnalsdm.blogspot.com):
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a) tidak terdapat agency cost. b) tidak ada pajak. c) Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan. d) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek. e) perusahaan di masa depan. f) Tidak ada biaya kebangkrutan. g) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. h) Para investor adalah price-takers. i) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value). Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Maksud dari preposisi I ini adalah bahwa struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama dan tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan menggabungkan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk). Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Dengan demikian teory MM beranggapan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan tersebut, sehingga suatu perusahaan tidak dapat meningkatkan nilainya dengan mengubah proporsi DER perusahaan tersebut.
2 ). Teori MM dengan pajak. Teori MM tanpa pajak tersebut dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Maksud dari preposisi I ini adalah bahwa pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. maksud dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat tidak logis. Maksud dari teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang memiliki hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang
suatu
perusahaan,
akan
semakin
tinggi
juga
kemungkinan
kebangkrutannya. Pada teori tersebut MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan.
2.1.9.1.3.2 Trade-off Theory Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan atau reputasi yang memburuk. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan, tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaanperusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan, namun hanya pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan biaya financial distress dan agency cost.
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan PVGO belum banyak dilakukan, penelitian yang pernah dilakukan kebanyakan berasal dari luar negeri dan penelitian lebih banyak membahas tentang pengukuran formula PVGO karena
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
PVGO merupakan analisis fundamental yang belum mendapatkan popularitas sebagai alat analisis di kalangan investor professional. Namun PVGO erat kaitannya terhadap penilaian perusahaan, hal ini dikarenakan nilai perusahaan adalah hasil diskonto dari arus kas perusahaan di masa depan. Sebelumnya Chung dan Charoenwong (1991) meneliti tentang Investment Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks. Penelitian ini memandang peluang investasi perusahaan di masa depan sebagai suatu opsi operasional dan menguji pengaruh PVGO terhadap risiko sistematis pada perusahaan dengan menggunakan analisis klaim kontingen. Hasilnya mereka menemukan terdapat hubungan secara positif antara PVGO dengan resiko saham. Kemudian Chung dan Kim (1997) meneliti tentang peluang pertumbuhan dan keputusan investasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya persepsi baru bahwa option feature yang menjadi penghambat keputusan investasi tidak menjadi acuan dalam menentukan kebijakan pertumbuhan perusahaan. Richard E.Wall (2007) meneliti pengukuran PVGO terhadap 24 perusahaan Global Industry Classification Standard (GICS) dengan PVGO sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya adalah EPS periode sebelumnya, EPS yang diharapkan, adjusted beta, raw beta, dan harga saham. Hasil penelitian menunjukan biaya riil atas modal berbeda dengan biaya nominal atas modal dan menghasilkan pola konsisten PVGO yang lebih realistis pada fase yang matang dan industri yang kompetitif. Priyo Dermawan dan Rina Y. Asmara (2008) meneliti tentang kinerja keuangan perusahaan terhadap kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan dengan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
variabel independen EVA, MVA, ROE, ROA, TSR, PER, EPS, sedangkan dependen variabelnya adalah kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan. Hasilnya MVA, TSR, ROA, dan PER berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Setelah itu Diah Ayu Pertiwi (2010) meneliti pengaruh Earning management terhadap nilai perusahaan dengan earning management sebagai variabel independen, Corporate Governance sebagai variabel moderating, dan nilai perusahaan sebagai variabel independen. Hasilnya earning management berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Kemudian Rika Susanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan variabel independennya yaitu board size, board intensity, board independence (corporate governance), cash holding, struktur kepemilikan, tingkat profitabilitas, kebijakan dividen, investment opportunity, dan risiko finansial sedangkan variabel dependennya adalah nilai perusahaan. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh antara variabel corporate governance terhadap nilai perusahaan. Secara ringkas, penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu NO 1.
TAHUN 1991
PENELITI Chung dan Charoenwong
JUDUL
HASIL
Investment Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks
Dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan secara positif antara PVGO dengan resiko saham.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.
1997
Chung dan Kim
Growth Opportunities and Investment Decisions: A New Perspective On The Cost of Capital
Menyatakan bahwa kebijaksanaan umum atas resiko yang menghambat keputusan investasi perusahaan, tidak menjadi acuan yang sebelumnya telah dikenal sebagai option feature dari peluang pertumbuhan perusahaan.
3.
2007
Richard E, Wall
Measuring the Present Value of Growth Opportunity
Menemukan metode pengukuran tidak langsung dari PVGO sebagai selisih antara harga saham dan rasio laba saat ini untuk biaya riil dari ekuitas.
4.
2008
Priyo Dermawan dan Rina Y. Asmara
Menyatakan MVA, TSR, ROA, dan PER berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
5.
2010
Diah Ayu Pertiwi
Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap Kapitalisasi Pasar dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Retail di BEI Analisis Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Peranan Praktik Corporate Governance Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Menyatakan earning management berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Periode 2008 6.
2010
Rika Susanti
2005
Analisis FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan
Menyatakan terdapat pengaruh antara variabel corporate governance terhadap nilai perusahaan.
2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian teori-teori di atas, maka di dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO, variabel-variabel tersebut adalah ROA, Plowback Ratio, dan DER. Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap PVGO, dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.3.1 Pengaruh ROA Terhadap PVGO Di dalam memprediksi harga saham diperlukan rasio-rasio keuangan perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa mendatang. Salah satu rasio keuangan yang bisa digunakan adalah ROA. Tingkat ROA menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas aset yang dimilikinya. Hal ini merupakan salah satu indikator PVGO yang diyakini investor dalam menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang. Semakin tinggi ROA suatu perusahaan maka kemungkinan perusahaan untuk menciptakan laba di masa depan semakin baik, hal ini menimbulkan harapan terhadap pertumbuhan perusahaan bagi investor di masa mendatang, dengan indikator PVGO kemudian semakin banyak investor yang ingin
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
menananamkan modalnya pada perusahaan sekarang, sehingga nilai saham tersebut meningkat akibat terbentuk dari nilai intrinsik saham saat ini ditambah dengan PVGO yang dipengaruhi oleh ROA. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dirumuskan suatu hipotesis seperti berikut. H1: Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45.
2.3.2 Pengaruh Plowback Ratio Terhadap PVGO Di dalam membagikan labanya kepada pemegang saham, perusahaan sebelumnya melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan pemegang saham mayoritas. Di dalam RUPS tersebut diputuskan besarnya Dividen Payout Ratio (DPR) dan Plowback Ratio (kebijakan dividen). DPR merupakan hak yang diberikan kepada pemegang saham atas jasa dalam menanamkan modal diperusahaan. Plowback Ratio merupakan rasio laba ditahan untuk diinvestasikan kembali kedalam bisnis perusahaan. Dividen dapat menambah nilai perusahaan jika investor beranggapan bahwa dividen sangat penting bagi biaya pengeluaran investor, selain itu pada kondisi ideal berdasarkan teori ketidakrelevanan dividen Miller & Modigliani kebijakan dividen tidak mempengaruhi
perusahaan.
Sedangkan
dividen
dapat
mengurangi
nilai
perusahaan jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak keuntungan atas modal sehingga investor lebih memilih untuk menginvestasikan kembali dividen dengan mengharapkan return dari capital gain yang lebih besar. Penginvestasian kembali ini diharapkan dapat menciptakan laba pada perusahaan di masa mendatang.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Sehingga investor menganggap ini sebagai indikator PVGO yang dapat menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian PlowbackRatio memiliki pengaruh terhadap PVGO. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dirumuskan suatu hipotesis seperti berikut. H2 : Plowback Ratio memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45.
2.3.3 Pengaruh DER Terhadap PVGO Menurut teori MM, pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Namun sayangnya MM tidak memperhitungkan financial distress dan agency cost. Teori tersebut di bantah oleh Myers (2001) yang menyatakan “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). berdasarkan teori Myers dan MM maka dapat disimpulkan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan pada titik tertentu, dan kemudian nilai perusahaan akan menurun akibat resiko kebangkrutan. Dalam hal ini penggunaan utang (DER) menjadi indikasi PVGO dalam menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang. Penggunaan utang (DER) yang tepat menggambarkan kinerja manajemen yang baik dalam menciptakan pertumbuhan perusahaan yang dibiayai oleh utang. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dirumuskan suatu hipotesis seperti berikut.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
H3 : Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45. Kerangka konseptual di atas dapat dilihat dalam bentuk diagram skematis di bawah ini:
Independent Variabel H1
ROA Dependent Variabel H2
PVGO
Plowback Ratio H3
DER
Gambar 2.2 Diagram Skematis Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang,
perumusan masalah, tinjauan pustaka,
kerangka konseptual serta penjelasan secara logis (Jogiyanto, 2010), maka dalam penelitian ini hipotesis dikembangkan untuk digunakan di dalam
menguji
variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat seperti berikut: 1. H1: Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2. H2: Plowback Ratio memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45. 3. H3:
Debt Equity to Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar di Indeks LQ45.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA