BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad
hidup,
bentuk
wilayah
dan
lamanya
waktu
pembentukan.
(Yulipriyanto,2010) Tanah tersusun atas mineral primer dan mineral sekunder serta bahan organik. Mineral primer berasal dari batuan beku yang secara kimia belum mengalami perubahan. Ini merupakan bahan sumber mineral utama sekaligus sumber bahan organik. Pembebasan unsur haranya untuk tanaman sangat lambat karena tergatung pada proses pelapukan sehingga tidak cukup membantu bagi tanaman. Sedangkan mineral sekunder dan bahan organik terutama yang koloida menyusun fraksi tanah aktif. Secara umum tanah tersusun atas lima komponen yaitu, partikel mineral yang merupakan hasil perombakan batuan dipermukaan bumi dan ini merupakan bagian terbesar tanah, bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran binatang serta bangkainya, air ,udara dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan hal itu maka dapat dibedakan menjadi dua jenis
Universitas Sumatera Utara
tanah yaitu tanah mineral, yang meliputi tanah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 20% atau tanah yang mempunyai lapisan organik dengan ketebalan kurang dari 30 cm. Sedangkan tanah organik adalah tanah yang mengandung bahan organik 65% atau mempunyai lapisan bahan organik jika belum diolah sedalam 1 meter. (Isnaini,2006) 2.2. Sifat Fisik Tanah Ditinjau dari sifat fisiknya, tanah adalah benda alami yang bersifat komplek, heterogen, tersusun dari tiga fase yaitu fase padat (butir-butir bahan anorganik dan lapukan bahan organik), fase gas (udara), dan fase cair (air tanah). 2.2.1. Tekstur Tanah Tektur tanah adalah perbandingan kandungan partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu dan pasir dalam suatu masa tanah. Sifat fisik ini berorientasi pada besarnya butir-butir mineral, terutama pada perbandingan relatif berbagai golongan dari tanah tertentu. Fraksi pasir mempunyai diameter 0,2 - 0,02 mm, fraksi debu 0,02 - 0,002 mm dan fraksi liat lebih kecil dari 0,002 mm. 2.2.2 Struktur Tanah Struktur tanah adalah susunan butir-butir tanah primer dan agregat primer tanah yang secara alami menjadi bentuk tertentu yang dibatasi oleh bidang-bidang yang disebut agregat. Agregat adalah butiran tanah yang banyak terikat menjadi satu masa tanah atau bongkah tanah tunggal seperti gumpal kersai, kubus atau prisma. Struktur tanah dibentuk dengan penggabungan butir-butir primer tanah oleh koloid tanah yaitu koloid liat dan humus menjadi agregat primer.
Universitas Sumatera Utara
Penggabungan agregat-agregat primer ini disusun lagi menjadi bentukan-bentukan yang masing-masing dibatasi oleh permukaan tertentu. Agregat primer dengan struktur mikro (0,25 – 0,50 mm) , sedangkan agregat sekunder yang merupakan struktur pada tanah olah disebut struktur makro (0,50 – 10 mm). 2.3 Sifat kimia Tanah Sifat kimia tanah yang perlu diketahui adalah koloid tanah, susunan kimia unsur tanah, dan pH tanah. 2.3.1. Koloid Tanah Koloid tanah adalah butir – butir individu yang ukuranya sangat halus, luas permukaanya setiap kesatuan luas sangat besar, dan pada permukaanya terdapat muatan- muatan yang dapat menarik ion- ion dan air. Di dalam tanah ada koloid liat lempung dan koloid humus. Koloid ini berperan sebagai pusat kegiatan tanah yang disekitarnya terjadi persenyawaan-persenyawaan kimia. Oleh sebab itu sifat fisik dan kimia tanah dipengaruhi oleh lempung dan humus. 2.3.2. Susunan Kimia Tanah Unsur hara dalam tanah yang tersedia bagi tanaman terdapat dalam dua keadaan yaitu dalam bentuk garam-garam yang terlarut menjadi ion dalam larutan tanah, dalam bentuk unsur terikat pada permukaan koloid kompleks liat dan humus atau kompleks abrasi. Koloid liat permukaanya bermuatan negatif atau anion atau beberapa kation terdapat dalam larutan tanah atau pada permukaan koloid tanah. Ion-ion yang terdapat dalam larutan tanah atau pada permukaan koloid tanah adalah karbon, hidrogen, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium ,magnesium, belerang, ferum, molibdat, mangan, tembaga, seng, boron, dan khlor. (Yulipriyanto,2010)
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. pH Tanah Serenson (1909) mendefenisikan pH sebagai negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen dengan rumus : pH = -log aH+ di mana : aH+ = aktivitas ion hidrogen. Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi
tentang sifat-sifat tanah yang lain seperti,
ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, dan unsur racun. Kebanyakan tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8. Tanah yang lebih asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi kandungan aluminium atau belerang. Sementara tanah yang basa ditemukan pada tanah yang tinggi kapur dan tanah yang berada didaerah arid dan di kawasan pantai. pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir. (Mukhlis,2007) 2.4 Penetapan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini dapat didefenisikan sebagai ukuran kualitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan yang menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukuran jumlah total muatan negatif per unit berat bahan.
Universitas Sumatera Utara
Kapasitas tukar kation (KTK) dinyatakan dalam satuan miliequivalen per 100 g tanah (me/100 g) atau centimol per kg tanah (cmol(+)/kg). Satuan yang terakhir digunakan secara resmi di internasional. Istilah 1 me adalah 1 mg atau H+ yang teradsorbsi atau dipertukarkan, atau jumlah lainnya yang dapat menggantikan atom H+. Besarnya KTK tergantung kepada tekstur tanah, tipe mineral liat, dan kandungan bahan organik . Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian juga pada kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik maka KTK tanah akan semakin tinggi. Jenis mineral liat sangat mempengaruhi KTK tanah, karena besarnya KTK dan masing- masing mineral liat juga berbeda. Beberapa metode pengukuran KTK yang sering dipakai adalah: a. Jumlah kation yang dapat dipertukarkan (KTK -8,2) b. Penjumlahan kompleks pertukaran denagn kation indeks (penggantian setelah pencucian). Biasanya digunakan amonium dalam NH4OAC netral sebagai kation indeks (KTK-7) c. Penjumlahan basa yang dapat dipertukarkan ditambah dengan aluminium yang dapat dipertukarkan dengan ekstrak KCL (KTK Efektif) KTK -8,2 merupakan KTK total tanah atau KTK dari muatan parmanen dan variabel, sedangkan KTK -7 merupakan KTK dari muatan parmanen. Sehingga KTK dari muatan variabel dapat diperoeh dengan mempengaruhi KTK 8,2 dengan KTK -7. (Yulipriyanto,2010)
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kandungan Unsur Hara Tanaman memerlukan sejumlah anasir hara dalam takaran cukup, seimbang dan sinambung untuk terus tumbuh dan berkembang , menyelesaikan daur hidupnya. Anasir hara tanaman ini diambil dari atmosfir dan sistem tanah. Paling sedikit 13 macam anasir hara yang diperlukan secara teratur untuk pertumbuhan vaskular tanaman. Takaran dan jenis anasir hara yang dibutuhkan setiap jenis tanaman adalah berbeda. Anasir hara yang dibutuhkan dalam takaran banyak disebut anasir hara makro yaitu : N, P, K, S, Ca, dan Mg, sedangkan yang dibutuhkan dalam takaran sedikit disebut anasir hara mikro yaitu : Mn, Fe, B, Zn, Cu, Mo, dan Cl. (Poerwowidodo,2010) Timbal (Pb) Timbal (Pb) merupakan logam berat golongan IV-A dengan nomor atom 82 ,massa atom 207,2 dan massa jenis 11,34. Logam ini sangat populer dan banyak dikenal disebabkan banyaknya timbal yang digunakan dipabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Sifat-sifat dan kegunaan logam ini adalah: 1.Mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah digunakan dan murah biaya operainya 2.Mudah dibentuk karena logam ini lunak 3.Mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan
Universitas Sumatera Utara
4.Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran ang lebih bagus dari pada logam murninya 5.Kepadatannya melebihi logam lain Timbal adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini membentuk sulfida logam (PbS) yang sering disebut gelena. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timah hitam ini adalah sering menyebabkan keracunan. Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan ini dapat dibagi tiga golongan, yaitu udara, tanah dan air. Pencemaran udara oleh logam berat sangat erat hubunganya dengan sifat-sifat logam itu sendiri, sedangkan pencemaran tanah atau air erat hubungannya dengan penggunaan logam itu sendiri. Pencemaran tanah dan air biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari industri penggunaan logam yang bersangkutan secara tidak terkontrol (pabrik aki/baterai) atau penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (pestisida,insektisida)
2.6 Keracunan Timbal (Pb) Keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama (pestisida), pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang menggunakan logam.
Universitas Sumatera Utara
Keracunan timbal dalam bentuk larutan diabsorpsi sekitar 1-10% melalui dinding saluran pencernaan. Sistem darah porta hepatis( dalam hati) membawa timbal tersebut dan dideposisi dan sebagian lagi dibawa darah dan didistribusikan kedalam jaringan. Timbal kemudian diekskresikan melalui urine
dan feses.
Kebanyakan ekskresi terjadi melalui cairan empedu kedalam intestinum dan ginjal melalui dinding intestinum dan ginjal melalui air susu, keringat, dan rambut. Timbal mungkin berpengaruh negatif pada semua organ yaitu dengan mengganggu enzim oksidase sebagai akibatnya menghambat sistem metabolisme sel, salah satu diantaranya adalah menghambat sistem Hb dalam sumsum tulang. Timbal menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta-aminolevulinik asid (ALA) menjadi porpobilinogen, serta protoforfirin-9 menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan adanya besofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari keracunan Pb. Baofilik stipling terjadi karena retensi dari DNA ribosoma dalam sitoplasma eritrosit sehingga mengganggu sintesis protein. (Darmong,1995)
2.7 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2.7.1 Prinsip dasar analisa SSA Peristiwa serapan atom ini pertama kali diamati oleh fraunhofer, ketika mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1995 oleh walsh. Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral , dan sinar
Universitas Sumatera Utara
yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spekroskopi serapan atom
sama dengan spektrofotometri sinar tampak dan
ultraviolet . Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya. Metode spektrofotometer serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi. Misalkan, suatu unsur Na mempunyai konfigurasi elektron 1s2,2s2, 2p6,dan 3s1. Tingkat dasar untuk elektron valensi 3s1 ini dapat mengalami eksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2 e.V atau ketingkat 4p dengan energi 3,6 e.V yang masing –masing bersesuaian dengan panjang gelombang 589,3 nm dan 330,2 nm. 2.7.2. Sketsa intrumentasi SSA a
c
b
d
A=0,213
e
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : a = sumber sinar b = tempat sampel c = monokromator d = detektor e = rekorder A. Sumber Sinar Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda . Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon dan argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. B. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
asas. Alat yang digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless). 1. Nyala (flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ketingkat yang lebih tinggi. Suhu yang dicapai nyala tergantung pada gas – gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara , suhunya kira-kira sebesar 18000C , gas alam-udara suhunya 17000C, asetilen-udara suhunya 22000C, dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sesar 30000C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi. Propana-udara dipilih untuk logam-logam alkali karena suhu nyala yang lebih rendah akan mengurangi banyaknya ionisasi. Nyala hidrogen-udara lebih jernih dari pada nyala asetilen – udara dalam daerah UV (dibawah 220 nm), dan juga karena sifatnya yang mereduksi maka nyala ini sesuai untuk penetapan arsenik dan selenium. 2. Tanpa Nyala (flameless) Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk kedalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna, oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh masmann. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu ; pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah, pengabuan
Universitas Sumatera Utara
(ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis, dan pengatoman (atomising). C. Monokomator Monokomator digunakan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper D. Detektor Detetor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton. Ada2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi kontinyu, dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi. Pada cara pertama, output yang dihasilkan dari radiasi resonan dan radiasi kontinyu disalurkan pada sistem galvanometer dan setiap perubahan yang disebabkan oleh radiasi resonan akan menyebabkan perubahan output. Pada cara kedua , output berasal dari radiasi resonan dan radiasi kontinyu yang dipisahkan. Dalam hal ini sistem penguat harus cukup selektif untuk dapat membedakan radiasi. Cara tebaik adalah dengan menggunakan detektor yang hanya peka terhadap radiasi resonan yang termodulasi. 5. Rekorder Rekorder merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
Universitas Sumatera Utara
terkalibrasi untuk pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi. (Sudjadi,2007)
Universitas Sumatera Utara