BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI 2.1.1
Penjadwalan (Scheduling) Penjadwalan merupakan suatu proses pengaturan sumber daya
untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan melibatkan pekerjaan, sumber daya, dan waktu. Pekerjaan diproses pada setiap sumber daya dengan urutan tertentu selama waktu
tertentu.
Tujuan
dari
penjadwalan
produksi
adalah
melakukan
pengalokasian fasilitas produksi dalam hal ini mesin untuk melakukan suatu pekerjaan dengan menentukan urutan proses produksi suatu produk yang tepat agar dapat meminimalkan waku pengerjaan produk (makespan) dan keterlambatan proses. Berbagai pengertian maupun definisi telah dikemukakan oleh peneliti untuk menjelaskan penjadwalan. Menurut Baker dan Trietsch (2009) penjadwalan adalah
alokasi
sumber-sumber
untuk
melaksanakan
sekumpulan
tugas
berdasarkan waktu. Pentingnya penjadwalan bagi perusahaan adalah (Render. 2013): a. Dengan penjadwalan secara efektif perusahaan menggunakan asetnya dengan efektif dan menghasilkan kapasitas uang yang diinvestasikan menjadi lebih besar dan dapat mengurangi biaya. b. Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait, memberikan waktu pengiriman yang lebih cepat dan demikian pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih baik. c. Keuntungan ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan kompetitif dengan pengiriman yang dapat diandalkan.
2.1.2
Jenis Penjadwalan Produksi Penjadwalan secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu flow shop
scheduling dan job shop scheduling (Baker dan Trietsch, 2009). 2.1.2.1 Flow shop scheduling Pada proses produksi banyak operasi yang membutuhkan jenis mesin yang berbeda pada tiap operasinya. Jika rute atau alur yang harus dilewati untuk setiap job sama maka akan disebut flow shop scheduling. Mesin-mesin pada model ini disusun secara seri, sehingga ketika suatu job telah selesai diproses pada satu mesin maka job tersebut akan langsung masuk antrian mesin selanjutnya, sehingga dapat dikatakan operator job hanya bergerak satu arah dari proses awal sampai akhir. 2.1.2.2 Job Shop Scheduling Job Shop Scheduling lebih rumit dan kompleks dari flow shop scheduling. Pada Job Shop Scheduling, operasi yang dilakukan setiap job seringkali berbeda rute/alur. Penjadwalan pada proses produksi tipe job shop lebih sulit dibandingkan penjadwalan flow shop. Hal ini disebabkan oleh 3 alasan, yaitu: a. Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang berbeda-beda melalui work center. b. Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh bermacammacam order dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop digunakan khususnya hanya untuk satu jenis produk. c. Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula, hal ini mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order tersebut ditugaskan pada suatu work center. Sedangkan pada flow shop tidak terjadi permasalahan seperti diatas karena keseragaman output yang
diproduksi untuk persediaan. Prioritas order pada flow shop dipengaruhi terutama pada pengirimannya dibandingkan tanggal pemerosesan. 2.1.3
Tujuan Penjadwalan Bedworth
(1987)
mengidentifikasikan beberapa tujuan dari aktivitas
penjadwalan adalah sebagai berikut:
Meningkatkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang dan produktivitas dapat meningkat
Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi
Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalty cost (biaya kelambatan).
Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindari.
2.1.4
Notasi dalam Penjadwalan Notasi yang diketahui di awal sebagai input dari proses penjadwalan
biasanya menggunakan lowercase letter sebagai cirinya (Baker dan Trietsch, 2009). Notasi-notasi yang umum digunakan dalam penjadwalan terdapat pada penjelasan sebagai berikut (Bedworth dan Bailey, 1987): a. j : subcript for jobs, j = 1,…,n. b. i : subcript for mesin, i = 1,…,m. c. Processing time atau waktu proses (tj) Waktu proses merupakan estimasi waktu penyelesaian pengerjaan suatu job/task.
d. Setup time atau waktu setup (sji) Waktu setup merupakan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan persiapan sebelum pemrosesan job dilaksanakan di suatu mesin. e. Flow time atau waktu tinggal (Fj) Waktu tinggal merupakan waktu antara saat pekerjaan siap diproses hingga saat pekerjaan tersebut selesai dikerjakan. d. Arrive time atau saat datang (aj) Saat datang adalah saat job mulai berada di shop floor (production line). f. Delivery date atau saat kirim (delj) Saat kirim adalah saat pengiriman job yang sudah selesai dikerjakan dari shop floor ke konsumen. g. Ready/release time atau saat siap (rj) Saat siap adalah saat sebuah job sampai di lantai produksi dan siap untuk diproses. h. Due date atau batas waktu (dj) Batas waktu adalah saat batas atau deadline untuk penyelesaian suatu job. Job yang selesai setelah batas tersebut dinyatakan terlambat. i. Makespan Makespan adalah interval waktu total untuk penyelesaian seluruh job. j. Completion Time (Cj) Completion Time (Cj) merupakan rentang waktu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh job yang dijadwalkan. Completion Time merupakan ukuran kuantitatif dalam mengevaluasi penjadwalan dengan Persamaan 2.1. 𝑪 𝒋 = 𝑭𝒋 − 𝒓 𝒋
(2. 1)
Keterangan : Cj = Completion Time job j 𝐹𝑗 = Flowtime job j 𝑟𝑗 = waktu job j siap diproduksi Setelah itu dapat dicari nilai Persamaan 2.2.
Maximum Completion Time dengan nilai
𝑪𝒎𝒂𝒙 =
2.1.5
𝒎𝒂𝒙 𝟏≤𝒋≤𝒏
𝑪𝒋
(2. 2)
Aturan Prioritas (Dispatching Rules) Dispatching rules merupakan metode yang digunakan baik untuk kasus job
shop scheduling static maupun dinamik (Nguyen, 2013). Aturan
prioritas
memberikan panduan untuk urut-urutan pekerjaan yang harus dilaksanakan (Render dan Heizer, 2001). Aturannya secara khusus bisa diterapkan untuk fasilitas yang berfokus pada proses. Aturan prioritas diterapkan untuk mengurangi waktu penyelesaian, jumlah job yang diproses dalam satu satuan waktu, dan keterlambatan proses karena ketersediaan sumber daya. Jenis priority rules yang dapat dipakai antara lain (Bedworth, 1987): a. First Come First Serve (FCFS) Urutan pengerjaan job ditetapka berdasarkan urutan kedatangan b. Shortest Processing Time (SPT) Urutkan job berdasarkan waktu proses yang terkecil pada urutan pertama. (aturan ini akan menghasilkan WIP, Flow Time dan lateness yang terkecil) c. Longest Processing Time (SPT) Urutkan job berdasarkan waktu proses yang terkecil pada urutan pertama. (aturan ini akan menghasilkan WIP, Flow Time dan Lateness yang terkecil d. Earliest Due Date (EDD) Urutkan job berdasarkan due date terkecil / paling cepat. (aturan ini akan mengurangi lateness dan tardiness) 2.1.6
Kriteria Evaluasi Kinerja Job Shop Scheduling Kriteria kinerja penjadwalan Job Scheduling Proses memiliki beberapa
kriteria untuk menentukan baik buruknya hasil penjadwalan tersebut (Baker, 2009) diantaranya adalah: a.
Flow Time (Fj) Flow Time (Fj) merupakan rentang waktu antara saat pekerjaan siap diproses hingga saat pekerjaan tersebut selesai dikerjakan. Dengan begitu maka Flow
Time adalah processing time ditambah dengan waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses seperti pada Persamaan 2.3. (2. 3)
𝑭𝒋 = 𝑪 𝒋 − 𝒓 𝒋 Keterangan : 𝐹𝑗 = Flowtime job j Cj = Completion Time job j 𝑟𝑗 = waktu job j siap diproduksi
Selain Flow Time, banyak yang melakukan evaluasi kinerja menggunakan mean Flow Time seperti pada Persamaan 2.4. 𝟏
𝑴𝒆𝒂𝒏 𝑭 = 𝒏 ∑𝒏𝒋=𝟏 𝑭𝒋
(2. 4)
Keterangan : 𝐹𝑗 = Flowtime job j n = banyaknya job Untuk lebih memahami flowtime dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Gökce,2008).
Gambar 2. 1 Simulasi Flow Time dan Mean Flow Time b. Makespan (M) Makespan (M) merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua pekerjaan. Dengan meminimalisasi nilai Makespan maka akan dihasilkan lead time yang lebih singkat, efisiensi mesin yang lebih
tinggi, serta persediaan barang setengah jadi yang lebih kecil. Pencarian makespan dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Gökce, 2008).
Gambar 2. 2 Simulasi Make span
c. Lateness (Li) Lateness (Li) merupakan waktu antara saat selesai dengan batas waktu penyelesaiannya (due dates). Lateness dapat bernilai negatif (Earliness) maupun positif (Tardiness). Apabila Lateness bernilai negatif, maka terjadi Earliness (Ei) yang berarti bahwa pekerjaan selesai sebelum waktunya. Apabila Lateness bernilai positif, maka terjadi Tardiness (Ti) yang
berarti bahwa pekerjaan selesai melebihi waktu yang ditentukan,
perhitungan dapat menggunakan Persamaan 2.5. Lj = Cj - dj ≤ 0, Earliness (Ei)
(2. 5)
Lj = Cj - dj ≥ 0, Tardiness (Ti) Keterangan : Lj = Lateness job j Cj = Completion Time job j dj = daedline job j Pada Gambar 2.3 menerangkan tentang Earliness dan Tardiness (Gökce, 2008).
Gambar 2. 3 Simulasi Lateness (Tardiness & Earliness) Sehingga dapat dikatakan bahwa positive Lateness menunjukkan sistem penjadwalan yang baik dan negative Lateness menunjukkan sistem penjadwalan yang kurang efektif. Positive leteness juga disebut Tardiness. d. Maximum Lateness Maximum Lateness merupakan besarnya simpangan maksimum, atau selisih waktu penyelesaian seluruh penyelesaian job-job
job yang dijadwalkan terhadap batas waktu
tersebut (due date). Lateness bernilai negatif jika
waktu penyelesaian job lebih awal dari due date, dan bernilai positif jika job diselesaikan detelah due
date yang ditentukan untuk job tersebut, Max
Lateness didapat dengan Persamaan 2.6. Lmax = max {Lj}
(2. 6)
e. Mean tardiness Mean tardiness merupakan rata-rata keterlambatan seluruh job yang dijadwalkan. Tardiness adalah Lateness yang bernilai positif. Jika Lateness bernilai negatif maka
besarnya
Tardiness adalah nol. Mean tardiness
dihitung dengan Persamaan 2.7. 𝑴𝒆𝒂𝒏 𝑻 =
𝟏 𝒏
∑𝒏𝒋=𝟏 𝑻𝒋
Keterangan : Tj = tardiness job j n = banyaknya job
(2. 7)
f. Number of Tardy Job Number of Tardy Job Menunjukkan kuantitas job atau jumlah job yang mengalami keterlambatan. Jumlah job yang terlambat dapat dihitung dengan Persamaan 2.8. 𝑵𝒕 = ∑𝒏𝒋=𝟏 𝑵𝒋
(2. 8)
Dimana n = banyaknya job Nt = 1 jika Cj ≥ dj Nt = 0 jika Cj ≤ dj 2.1.7
Petri Net Petri Net merupakan perangkat untuk pemodelan dan menganalisis sistem
sehingga dapat diperoleh informasi tentang struktur, perilaku dinamik dari sistem dan media-media yang di modelkan (Peterson, 1981).
Petri Net dapat
mendeskripsikan dengan jelas distribusi dan redistribusi yang terjadi pada sistem. Hasil analisis kemudian untuk memperbaiki sistem yang ada. Notasi matematis Petri Net dimana (P/T net) terdiri dari triple N = (P, T, F) dikatakan P/T net jika : (i)
P terbatas, place bukan merupakan himpunan kosong
(ii)
T terbatas, transition bukan merupakan himpunan kosong, P ∩ T = Ø
(iii)
F C (P x T) U (T x P), merupakan himpunan yang diarahkan arcs Petri Net dikembangkan Carl Adam Petri sejak tahun 1962 dimulai
dengan disertasinya. Petri Net merupakan model bipartipe graph yang memiliki dua tipe node yaitu place dan transition yang dipergunakan untuk menganalisa informasi penting mengenai struktur dan perilaku dinamis dari sistem yang dimodelkan. Struktur Petri Net sendiri terdiri seperti berikut : 1. Place (activity) Merepresentasikan aktivtas (aktif/pasif) atau kondisi/status (pre/cost). Simbol place dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Simbol place dalam Petri Net 2. Transition (event) Merepresentasikan kejadian atau saat perubahan/transisi kondisi. Simbol transisi dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Simbol transition dalam Petri Net 3. Arc (flow relation) Merepresentasikan relasi urutan antar node yang menunjukkan bahwa node pendahulu berlanjut menjadi node berikutnya. Simbol arc dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Simbol arc dalam Petri Net 4. Token (marking) Merepresentasikan pergerakan location atau perubahan kondisi yang dialami entitas. Simbol token dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7 Simbol token dalam Petri Net Petri Net memiliki arah, bobot, dan merupakan graph bipartite dengan dua bentuk node yaitu place dan transisi. arc (Panah) terkoneksi antara place dan transisi atau transisi dan place dan tidak akan bisa terkoneksi antar place atau antar transisi. 2.1.7.1 Timed Petri Net Pada
sistem nyata kadang penting untuk menggambarkan perilaku
temporal sistem (temporal behavior),contohnya diperlukan pemodelan durasi dan
penundaan (delay/idle). Karena Petri Net klasik tidak mampu menangani waktu kuantitatif, maka ditambahkan konsep waktu. Ada banyak cara untuk mengaitkan waktu kedalam Petri Net klasik, salah satunya adalah di mana waktu dikaitkan dengan token, dan transisi menentukan penundaan. Sebuah Timed Petri Net terdiri dari TPN = (P, T, I, O, TS, D) yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (Aalst, 1996).:
P adalah himpunan terbatas place
T adalah himpunan transisi.
I ∈ T → P (P) adalah fungsi yang mendefinisikan set input place dari masing-masing transisi.
O ∈ T → P (P) adalah fungsi yang mendefinisikan set output place dari setiap transisi.
TS adalah waktu yang ditetapkan.
D ∈ T → TS adalah fungsi yang mendefinisikan firing delay masingmasing transisi
2.1.7.2 Analisis Petri Net Analisis digunakan untuk untuk mengetahui seberapa baik struktur pemodelan yang telah dibuat. Analisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis struktural model dan analisis behavior properti. 2.1.7.2.1
Struktural analisis
Dalam structural analysis, akan dicek beberapa kondisi kesalahan yang sering tejadi selama pembuatan proses seperti di bawah. (Aalst & Hee, 2002) 1.
Transition tanpa input dan atau kondisi output.
2.
Dead task: terdapat transition yang tidak akan pernah dieksekusi.
3.
Deadlock: suatu keadaan dimana eksekusi suatu transition tertahan karena terjadi antrian sebelum kondisi akhir tercapai.
4.
Livelock: kasus terjebak dalam
perulangan tak berujung, terdapat
routing yang berulang tanpa ada kesempatan untuk lolos. 5.
Transition masih dieksekusi setelah kondisi akhir tercapai.
6.
Token yang tetap berada dalam place setelah proses selesai dieksekusi.
2.1.7.2.1 a.
Behavior analysis
Boundedness Sebuah Petri Net ((P, T, F), 𝑀0 ) dikatakan bounded jika dan hanya jika Ɐ
M ϵ B(P), 𝑀0 M Ɐ 𝑀1 ϵ B(P), M 𝑀1 : -(M < 𝑀1 ). Petri Net bounded jika terdapat limit pada tiap token dalam setiap place. Jumlah token pada setiap place tidak mungkin melebihi jumlah token maksimum pada source place. Bounded sangat sering terjadi pada pemodelan, sehingga jumlah token melebihi kapasitas atau overflow. Keadaan bounded terjadi karena kesalahan pemodelan. b.
Liveness Sebuah Petri Net memenuhi kriteria liveness jika setiap transition
dapat dicapai (reachable) atau dieksekusi. Untuk setiap marking (distribusi token pada setiap place), terdapat setidaknya satu transition yang dapat digunakan untuk marking (Brink, 1996). c.
coverability (reachability )tree Sebuah marking M didalam Petri Net (N,M0) dikatakan coverable jika M’
ada pada R(M0) sehingga M’(p) ≥ M(p) untuk setiap p net. M diperluka untuk mengaktifkan transisi t. sehingga t akan dead jika dan hanya jika M tidak coverable. d.
Soundness Soundness adalah kriteria correctness untuk workflow net yang
memastikan setiap marking dapat mencapai final marking dan tidak ada dead transition (Aalst, 2011). Kriteria yang akan dianalisis adalah (Aalst & Hee, 2002) 1.
Untuk setiap token yang dimasukkan ke dalam source place (state awal/initial state), satu (dan hanya satu) token yang akan muncul pada sink place (final state/ state akhir).
2.
Ketika token berada pada sink place, semua place yang lain akan kosong.
3.
Untuk setiap transition atau task sangat mungkin untuk bergerak dari initial state ke state lain dimana terdapat transition enable.
2.1.8
Petri Net Untuk Penjadwalan Dalam penelitian ini untuk memodelkan sistem penjadwalan dengan
menggunakan Petri Net, interpretasi untuk place, transisi, dan token adalah sebagai berikut: a.
Place merepresentasikan status resources atau operasi.
b.
Jika place merepresentasikan status resources, satu atau lebih token pada place mengartikan bahwa resources tersedia, dan jika tidak ada token mengartikan tidak tersedia. Jika place merepresentasikan operasi, maka token didalamnya menunjukkan operasi yang dilakukan atau dapat disebut job, dan jika tidak ada token mengartikan operasi tidak sedang dilakukan.
c.
Transisi merepresentasikan mulai atau selesainya suatu event atau penyelesaian suatu proses operasi. Terdapat beberapa pemodelan pada mesin antara lain pada mesin yang
hanya dapat digunakan satu proses job pada satu waktu dan mesin yang dapat digunakan untuk beberapa proses job pada satu waktu (Aalst ,1996). a. Pemodelan mesin 1 job 1 mesin Ketika token berada pada place free maka token yang berada pada place in dapat masuk atau ditransisikan, ketika token dari place in sudah msuk maka transisi start akan otomatis tidak dapat dilewati dan token akan berganti pada posisi busy. Transisi akan aktif kembali ketika token proses sudah melewati transisi finish. Petri Net pada model ini seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2. 8 Contoh Pemodelan Petri Net 1 job 1 mesin
Pada pemodelan diatas terdapat empat place dan dua transisi, place free dengan token mengindikasikan status mesin. Ketika token berada pada place free maka token
yang berada pada place in dapat masuk atau
ditransisikan, ketika token dari place in sudah msuk maka transisi start akan otomatis tidak dapat dilewati dan token akan berganti pada posisi busy. Transisi akan aktif kembali ketika token proses sudah melewati transisi finish seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Simulasi Token 1 job 1 mesin b. Pemodelan mesin n job 1 mesin Pada
pemodelan
diatas
place
free
terdapat
3
token,
ini
merepresentasikan batas maksimal banyaknya proses job yang mampu ditangani mesin tersebut pada satu waktu yaitu 3 proses. Ketika token dari place in sudah masuk maka token pada place free akan berkurang dan pada place busy akan terisi. Transisi akan terus aktif selama kapasitas mesin masih memenuhi. Petri Net pada model ini seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2. 10 Contoh Pemodelan Petri Net n job 1 mesin Pada
pemodelan
diatas
place
free
terdapat
3
token,
ini
merepresentasikan batas maksimal banyaknya proses job yang mampu ditangani mesin tersebut pada satu waktu yaitu 3 proses. Ketika token dari place in sudah masuk maka token pada place free akan berkurang dan pada place busy akan terisi. Transisi akan terus aktif selama kapasitas mesin masih memenuhi seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2. 11 Simulasi Token n job 1 mesin
2.2
Penelitian Terkait Job Shop Scheduling merupakan salah satu jenis kasus NP-hard problem
karena merupakan permasalahan optimalisasi waktu yang sulit diselesaikan.
Berbagai penelitian untuk menyelesaikan job shop scheduling telah banyak dilakukan. Penilitian-penelitian tentang job shop scheduling menggunakan yang berfokus pada algoritma dianggap kurang mampu menangani masalah FMS (Fleksible Manufactur System). Menurut beberapa penelitian yang dilakukan Petri Net dianggap mampu mengatasi isu fleksibilitas tersebut. Penggunaan Petri Net dari saat pertama diperkenalkan telah mengalami perkembangan pesat. Topik-topik penelitian seperti pemanfaatan sumber daya, kemacetan/kepadatan, siklus waktu dan estimasi kapasitas. Petri Net dimanfaatkan pada sistem manufaktur menggunakan metode yang berbeda-beda seperti simulasi, teori antrian, probabilitas dan stokastic Petri Net. (Anand, 2013). Pada tahun 2013 Anand melakukan penelitian dengan menggunakan timed Petri Net untuk melakukan simulasi penjadwalan. Dari hasil simulasi tersebut didapatkan hasil penjadwalan yang cukup bagus. Pelitian lainnya yaitu penelitian Mowafak Hassan Abdul-Hussin tahun 2014 dengan mengembangkan Petri Net untuk mengatasi masalah – masalah yang dihadapi pada FMS (flexsibel Manufacture system) seperti deadlock ataupun looping terus menerus. Pada Dejan Gradisar
tahun 2010, menggunakan contoh kasus data
produksi furniture untuk selanjutnya diimplementasikan kedalam Petri Net untuk dilakukan simulasi, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Petri Net mampu menangani model matematika sistem produksi, penggunaan timed Petri Net mampu menangani permasalahan waktu. Pada penelitian Vinod Das dan Bindu Vinod pada tahun 2013 terfokus pada pengusulan model Petri Net untuk memaksimalkan workflow agar dapat mengoptimalkan pembagian resources agar dapat digunakan untuk multiple task secara efektif. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa model yang diusulkan cukup baik dan dapat meningkatkan fleksibilitas. Pada tahun 2007 W.M. Zuberek melakukan sebuah penelitian mengenai konsep dasar Petri Net, timed Petri Net dan penerapannya pada sistem manufaktur. Selanjutnya Gonzalo Mejía Delgadillo dan Sebastián Poensgen Llano (2013) berhasil pengimplentasian model timed Petri Net yang menerapkan
prioritas pengiriman pada penjadwalan sebuah perusahaan percetakan di Colombia untuk menghindari terjadinya konflik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini akan dilakukan proses pemodelan kasus job shop scheduling dengan studi kasus sebuah pabrik roti,
kedalam
bentuk
Petri
Net
tervalidasi
untuk
selanjutnya
dapat
diimplementasikan menjadi suatu aplikasi penjadwalan. Tabel 1 menunjukkan data seluruh penelitian terkait yang digunakan. Tabel 2. 1 Penelitian Terkait Penelitian
Judul
Keterangan
Sumber
Mullya Satish
Modeling and
Menggunakan pemodelan
International
Anand, Santosh
Simulation of Job
timed Petri Net untuk
Journal of
Krishnaji Sindhe
Shop Scheduling
membuat penjadwalan
Engineering
(2013)
Using Petri-Nets
produksi
Research and Applications (IJERA)
Mowafak Hassan
Petri Nets approach
Menggunakan Petri Net
International
Abdul-Hussin
to simulate and
untuk mengontrol FMS (
Journal on Software
(2014)
control of Flexible
Flexsible Manufactur
Engineering.
Manufacturing
System) dengan melakukan
Systems
analisis deadlock.
Dejan Gradisar,
Production-process
Mendiskripsikan
International
Gasp er Music
modelling based on
pengaplikasian Petri Net
Journal of
(2010)
production-
dan data produksi yang
Computer
management data: a
tersedia untuk memodelkan
Integrated
Petri net approach
sistem produksi, contoh
Manufacturing
kasus pada furnitur. Vinod Das,
Workflow balancing
Menyeimbangkan workflow
International
Bindu Vinod
in a manufacturing
untuk mengoptimalkan
Journal of
(2013)
unit using Petri Nets
alokasi resources sehingga
Engineering
dapat mengerjakan multiple
Research &
task secara efektif dengan
Technology (IJERT)
menggunakan Petri Net .
W.M. Zuberek
Timed Petri Netss in
Membahas konsep dasar
International
(2007)
Modeling and
Petri Net , timed Petri Net
Society for
Analysis of
dan penerapannya pada
Advanced Research.
Manufacturing
sistem manufaktur.
Systems Gonzalo Mejía
Scheduling
pengimplentasian Petri Net
The International
Delgadillo ,
Application Using
dengan menerapkan
Journal of Advanced
Sebastián
Petri Nets : A Case
prioritas pengiriman untuk
Manufacturing
Poensgen Llano
Study: Intergráficas
menghindari terjadinya
Technology
(2013)
S.A.
konflik pada penjadwalan
2.3
Fokus Penelitian Penelitian yang dilakukan yaitu memodelkan sistem produksi roti kedalam
sebuah model bisnis Petri Net berdasarkan data-data yang diperoleh. Karena pemodelan sistem yang dibuat adalah pemodelan penjadwalan maka Petri Net dapat ditambahkan waktu menjadi timed Petri Net seperti yang dilakukan Aalst (1996) dan Anand (2013). Selanjutnya proses simulasi dilakukan dengan priority rule yang berbeda (SPT, LPT, FCFS, EDD) yang nantinya akan didapatkan hasil penjadwalan yang berbeda (Gradisar, 2006). Penjadwalan akan menampilkan visualisasi sederhana dari proses produksi yang dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan produk pada waktu yang ditentukan (deadline). Jadwal yang didapat akan dianalisis berdasarkan kriteria evaluasi job shop scheduling untuk membandingkan kesesuaian priority rule terhadap penjadwalan yang diharapkan. Hasil evaluasi penjadwalan akan digunakan untuk analisis akhir serta kesimpulan.