BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah liat 2.1.1
Pengertian Tanah Liat Bowles (1991) dalam Endriani (2012) mendefinisikan tanah liat
(lempung) sebagai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm, dimana tanah lempung tersebut terdiri dari tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan submikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Sedangkan menurut Terzaghi (1987) Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Lempung adalah suatu silikat hidraaluminium yang kompleks dengan rumus kimia : Al2O3.nSiO2.kH2O dimana n dan k merupakan nilai numerik molekul yang terikat dan bervariasi untuk masa yang sama. Mineral lempung mempunyai daya tarik menarik individual yang mampu menyerap 100 kali volume partikelnya. Ada atau tidaknya air (selama pengeringan) dapat menghasilkan perubahan volume dan kekuatan yang besar. Partikel-pertikel lempung juga mempunyai gaya tarik antar partikel yang sangat kuat yang untuk sebagian menyebabkan kekuatan yang sangat tinggi pada suatu bongkahan kering (batu lempung). Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung Hardiyatmo (1999) dalam Derry Endriani (2012) adalah sebagai berikut : 1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah 3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif 5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat 6
7
Menurut wikepidia.org (2013) lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida silikon dan satu oksida aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon dan satu lapis oksida aluminium. Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan membesar saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutankerutan atau “pecah-pecah” bila kering. Seorang geolog mengungkapkan bahwa tanah liat dibedakan dari kehalusan tanah oleh perbedaan dalam ukuran dan mineralogi. Silts , yang tanah halus yang tidak termasuk mineral lempung, cenderung memiliki ukuran partikel lebih besar dari tanah liat, tetapi ada beberapa tumpang tindih di kedua ukuran partikel dan sifat fisik lainnya, dan ada banyak yang meliputi silts dan juga tanah liat. Perbedaan antara lumpur dan tanah liat bervariasi. Geolog dan ilmuwan tanah biasanya mempertimbangkan pemisahan terjadi pada ukuran partikel dari 2 pm (tanah liat halus yang dari silts), sedimentologists sering menggunakan pM 4-5, dan koloid kimia menggunakan 1 pM. insinyur Geoteknik membedakan antara silts dan tanah liat berdasarkan sifat plastisitas tanah, yang diukur dengan tanah „ Batas Atterberg . ISO 14688 partikel tanah liat sebagai nilai lebih kecil dari 2 pM dan silts lebih besar. Clay adalah istilah umum termasuk banyak kombinasi satu atau lebih mineral lempung dengan jejak oksida logam dan bahan organik. liat geologi sebagian besar terdiri dari mineral phyllosilicate mengandung sejumlah
8
variabel air terperangkap dalam struktur mineral. Tanah liat dihasilkan oleh alam, yang bersal dari pelapukan kerak bumi yang sebagian besar tersusun oleh batuan feldspatik, terdiri dari batuan granit dan batuan beku. Kerak bumi tersebut terdiri dari unsur unsur seperti silikon, oksigen, dan aluminium. Aktivitas panas bumi membuat pelapukan batuan silika oleh asam karbonat. kemudian membentuk terjadinya tanah liat (Sappie, 2006).
Menurut Sappie (2006) tanah liat atau tanah lempung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian.
2.
Tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan kuat menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya.
3.
Dalam keadaan kering, butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.
4.
Merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan lainnya yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas 10000C.
Gambar 2.1 ciri-ciri tanah liat Sumber : Ebook (Sappie,2006)
9
2.1.2
Jenis-Jenis Tanah Liat
1. Tanah liat Primer (Wahyu, dkk. 2009) menyebutkan tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk (batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah tempat sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Selain tenaga air, tenaga uap panas yang keluar dari dalam bumi mempunyai andil dalam pembentukan tanah liat primer. Karena tidak terbawa arus air dan tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting, atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Suhu matang berkisar antara 13000C–1400 0C, bahkan ada yang mencapai 17500C. Yang termasuk tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspatik, kwarsa dan dolomite, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Pada umumnya batuan keras basalt dan andesit akan memberikan lempung merah sedangkan granit akan memberikan lempung putih. Mineral kwarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit (Sappie, 2006) .
Gambar 2.2 Tanah liat Primer Sumber : Ebook (Sappie, 2006)
10
Menurut Sappie (2006) dalam ebooknya mengatakan bahwa tanah liat primer memiliki ciri-ciri: -
Berwarna putih sampai putih kusam
-
Cenderung berbutir kasar
-
Bersifat tidak plastis
-
Daya lebur tinggi
-
Daya susut kecil
-
Bersifat tahan api Dalam keadaan kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga
mudah ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan partikelnya yang terbentuk tidak simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang berupa lempengan sejajar. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui gambar penampang irisan partikel kwarsa yang telah dibesarkan beberapa ribu kali. Dalam gambar di bawah ini tampak kedua partikel dilapisi lapisan air (water film), tetapi karena bentuknya tidak datar/asimetris, lapisan air tidak saling bersambungan, akibatnya partikelpartikel tidak saling menggelincir (Sappie, 2006).
2. Tanah liat Sekunder Tanah liat sekunder atau sedimen (endapan) adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya (Wahyu, dkk, 2009).
Gambar 2.3 Tanah liat Sekunder Sumber : Ebook (Sappie,2006)
11
Perpindahan
jauh
ini
dikarenakan
tenaga
eksogen
yang
menyebabkan butiran-butiran tanah liat lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa, tanah marine, tanah danau. Dalam perjalanan karena air dan angin, tanah liat bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah sifatsifat kimia maupun fisika tanah liat menjadi partikel-partikel yang menghasilkan tanah liat sekunder yang lebih halus dan lebih plastis (Sappie, 2006). Jumlah tanah liat sekunder lebih lebih banyak dari tanah liat primer. Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang, seperti di danau atau di laut, partikel – partikel yang halus akan mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan bisaanya terbentuk dari beberapa macam jenis tanah liat dan berasal dari beberapa sumber. Dalam setiap sungai, endapan tanah liat dari beberapa situs cenderung bercampur bersama. Kehadiran berbagai oksida logam seperti besi, nikel, titan, mangan dan sebagainya, dari sudut ilmu keramik dianggap sebagai bahan pengotor. Bahan organik seperti humus dan daun busuk juga merupakan bahan pengotor tanah liat (Sappie, 2006). Karena pembentukannya melalui proses panjang dan bercampur dengan bahan pengotor, maka tanah liat mempunyai sifat: berbutir halus, berwarna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, suhu matang antara 9000C-14000C. Pada umumnya tanah liat sekunder lebih plastis dan mempunyai daya susut yang lebih besar daripada tanah liat primer (Sappie, 2006). . Semakin tinggi suhu bakarnya semakin keras dan semakin kecil porositasnya, sehingga menjadi kedap air. Dibanding dengan tanah liat primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih
12
gelap, berbutir lebih halus dan mempunyai titik lebur yang relatif lebih rendah. Setelah dibakar tanah liat sekunder biasanya berwarna krem, abuabu muda sampai coklat muda ke tua (Sappie, 2006).. Tanah liat sekunder menurut Sappie (2006) memiliki ciri-ciri: -
Kurang murni.
-
Cenderung berbutir halus.
-
Bersifat plastis.
-
Berwarna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, kuning muda, kuning kecoklatan, kemerahan, kehitaman.
-
Daya susut tinggi.
-
Suhu bakar 12000C–13000C, ada yang sampai 14000C (fireclay, stoneware, ballclay).
-
Suhu bakar rendah 9000C–11800C, ada yang sampai 12000C (earthenware). Warna tanah tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi
dan unsur organis, yang biasanya akan berwama bakar kuning kecoklatan, coklat, merah, wama karat, atau coklat tua, tergantung dan jumlah oksida besi dan kotoran-kotoran yang terkandung. Biasanya kandungan oksida besi sekitar 2%-5%, dengan adanya unsur tersebut tanah cenderung berwarna Iebih gelap, biasanya matang pada suhu yang lebih rendah, kebalikannya adalah tanah berwama lebih terang atau pun putih akan matang pada suhu yang lebih tinggi (Sappie,2006). Menurut Ro Sulistya (2012) berdasarkan titik leburnya, tanah liat sekunder dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, yaitu : 1. Tanah Liat Tahan Api (Fireclay). Kebanyakan tanah liat tahan api berwarna terang (putih) ke abuabu gelap menuju ke hitam dan ditemukan di alam dalam bentuk bongkahan padat, beberapa diantaranya berkadar alumina tinggi dan berkadar alkali rendah. Titik leburnya mencapai suhu ± 1500 ºC. Yang tergolong tanah liat tahan api ialah tanah liat yang tahan dibakar pada suhu tinggi tanpa mengubah bentuk, misalnya kaolin dan mineral tahan
13
api seperti alumina dan silika. Bahan ini sering digunakan untuk bahan campuran pembuatan massa badan siap pakai, untuk produk stoneware maupun porselin. Karena beberapa sifatnya yang menguntungkan, antara lain berwarna putih, mempunyai daya lentur dan sebagainya, maka Kaolin juga dipakai sebagai bahan pengisi untuk produk kertas dan kosmetik. 2. Tanah Liat Stoneware. Tanah liat stoneware ialah tanah liat yang dalam pembakaran gerabah (earthenware) tanpa diserta perubahan bentuk. Titik lebur tanah liat stoneware bisa mencapai suhu 1400 ºC. Bisaanya berwarna abu-abu, plastis, mempunyai sifat tahan api dan ukuran butir tidak terlalu halus. Jumlah deposit di alam tidak sebanyak deposit kaolin atau mineral tahan api. Tanah liat stoneware dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan benda keramik alat rumah tangga tanpa atau menggunakan campuran bahan lain. Setelah suhu pembakaran mencapai ± 1250 ºC, sifat fisikanya berubah menjadi keras seperti batu, padat, kedap air dan bila diketuk bersuara nyaring. 3. Ballclay. Disebut juga sebagai tanah liat sendimen. Ballclay berbutir halus, mempunyai tingkat plastisitas sangat tinggi, daya susutnya besar dan bisaanya berwarna abu-abu. Tanah liat ini mempunyai titik lebur antara 1250 ºC s/d 1350 ºC. Karena sangat plastis, ballclay hanya dapat dipakai sebagai bahan campuran pembuatan massa tanah liat siap pakai. 4. Tanah Liat Earthenware. Bahan ini sangat banyak terdapat di alam. Tanah liat ini memiliki tingkat plastisitas yang cukup, sehingga mudah dibentuk, warna bakar merah coklat dan titik leburnya sekitar 1100 ºC s/d 1200 ºC. tanah liat merah banyak digunakan di industri genteng dan gerabah kasar dan halus. Warna alaminya tidak merah terang tetapi merah karat, karena kandungan besinya mencapai 8%. Bila diglasir warnanya akan lebih kaya, khususnya dengan menggunakan glasir timbal.
14
5. Tanah Liat Lainnya. Yang termasuk kelompok ini adalah jenis tanah liat monmorilinit. contohnya bentonit yang sangat halus dan rekat sekali. Tanah liat ini hanya digunakan sebagai bahan campuran massa badan kaolinit dalam jumlah yang relatif kecil.
2.1.3
Proses terbentuknya tanah liat Primer dan Sekunder Tanah liat merupakan mineral murni yang terdapat pada batuan panas dan padat, karena terjadi pelapukan maka terbentuk partikelpartikel halus dan sebagian besar dipindahkan oleh tenaga air, angin dan gletser ke suatu tempat yang lebih rendah dan jauh dari batuan induk dengan ukuran partikel yang hampir sama, sedangkan sebagian lagi tetap tinggal dilokasi dimana batuan induk berada. Selama berpindah tanah liat menjadi tidak murni, kehilangan mineral-mineral pengikatnya. Hasilnya berupa jenis tanah liat mulai dari yang kasar sampai yang halus dengan kemungkinan terjadi perubahan warna dan komposisinya. Dari peristiwa alam tersebut, maka terdapat tanah liat yang tidak berpindah tempat atau terdapat didaerah asalnya, tanah liat ini disebut tanah liat primer yang merupakan hasil akhir dari serangkaian proses yang juga disebut residu. Contoh tanah liat ini yang umum adalah china clay atau kaolin. Sedangkan tanah liat yang berpindah dari daerah asalnya dan mengendap didaerah rendah disebut tanah liat sekunder atau tanah liat sedimen, seperti ballclay, redmals (campuran tanah liat, pasir, dan kapur), stoneware dan lain-lain.(Sappie, 2006)
Gambar 2.4. Proses pembentukan tanah liat primer dan sekunder Sumber : Ebook (Sappie,2006)
15
Tanah liat merupakan suatu mineral yang terbentuk dari struktur partikel-partikel yang sangat kecil, terutama dari mineral-mineral yang disebut kaolinit, yaitu persenyawaan dari Oksida Alumina (Al2O3), dengan Oksida Silika (SiO2) dan air (H2O) (Ambar, 2008). Bentuk partikel-partikelnya seperti lempengan kecil-kecil hampir terbentuk segi enam (hexagonal) dengan permukaan yang datar yang tidak dapat dilihat dengan mata secara langsung, dengan bentuk partikel seperti ini menyebabkan tanah liat mempunyai sifat liat (plastis) dan mudah dibentuk bila dicampur dengan air, hal ini karena partikel-partikel tersebut saling terjadi perubahan secara alamiah (Norton, 2000).
Gambar 2.5 Bentuk Partikel tanah liat Sumber : F.H Norton (2000)
Menurut Frank and Janet Hamer (1997) Perubahan alamiah yang berlangsung terus menerus menyebabkan terbentuknya tanah liat primer dan sekunder, yang juga menyebabkan perbedaan tempat ditemukan (pengendapan) tanah liat tersebut.
16
Secara sederhana asal usul tanah liat dapat digambarkan seperti gambar berikut ini.
Gambar 2.6. Asal Usul tanah liat secara sederhana (sumber : Frank Hammer and Janet Hammer)
2.1.4
Pembentukan Mineral Lempung Menurut Prihatin Tri Setyobudi (2010) dalam buku berjudul sifat-
sifat fisik mineral „Mineralogy” mengatakan bahwa mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron). Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan kecil yang terdiri dari lembaran-lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang berulang (Sappie,2006). lembaran-lembaran kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah: 1. Tetrahedron / Silica sheet Merupakan gabungan dari Silica Tetrahedron
Gambar 2.6: a. Tetrahedron; b. Silica Sheet Sumber : Ebook (Sappie,2006)
17
2. Octahedron / Alumina sheet Merupakan gabungan dari Alumina Octahedron.
Gambar 2.7: c. Octahedron; d. Alumina Sheet Sumber : Ebook (Sappie,2006)
Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain (sappie, 2006). Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan mineral yang terkandung dalam batuan itu. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung dan diantaranya: -
Kaolinit
-
Halloysite
-
momtmorillonite (bentonites)
-
illite
-
smectite
-
vermiculite
-
chlorite
-
attapulgite
-
allophone
18
Dalam dunia perdangan kita mengenal beberapa tipe mineral lempung, diantaranya adalah:
2.1.5
-
Ball clay
-
Bentonite
-
Common clay
-
Fire clay
-
Fuller’s earth
-
Kaolin.
Manfaat Tanah Lempung Tanah liat lebih dikenal sebagai bahan utama pembuatan keramik atau pun porselen sebagai hiasan rumah. Selain daripada bahab utama tersebut, tanah liat juga memiliki manfaat lain. Dari penelitian, tanah liat juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan kecantikan kulit. Hal ini terbukti karena tanah liat memiliki 67 mineral penting yang berguna buat tubuh. Ke 67 mineral tersebut antara lain, kalsium, zat besi, magnesium, mangan, potasium, silika,dan elemen-elemen trace lainnya (Jimmy,2011). Berdasarkan data survei menurut Jimmy (2011), penggunaan tanah liat untuk kesehatan telah dilakukan oleh Bangsa Indian di pegunungan Andes, Suku asli Meksiko, Suku Aborigin di Australia, dan Suku di Afrika Tengah. Perlu diketahui juga kalau sejak 4.000 tahun yang lalu, orang-orang Indonesia telah memakan tanah liat untuk menghilangkan sakit perut, Buruli Ulcer (mirip seperti Lepra) dan Tuberculosis Mycobacterium (penyakit yang memakan daging).
Manfaat tanah liat menurut Jimmy (2011) antara lain sebagai berikut: 1. Sebagai obat untuk sakit perut, karena tanah liat memiliki zat seperti sponge yang berfungsi menyerap racun di tubuh.
19
2. Sebagai pengurang rasa sakit di luka, hal ini dikarena oleh sifat tanah liat yang adem dan memiliki kandunga Zink dan Zat besi yang membantu penyembuhan luka. 3. Sebagai detox tubuh. Tanah liat yang bersifat seperti sponge ini dapat digunakan untuk menyerap racun-racun ditubuh kita seperti bakteri, zat logam berbahaya, dll. 4. Untuk kecantikan, tanah liat bermanfaat untuk mengencangkan kulit dan memuluskan kulit Anda jika digunakan sebagai masker atau lulur tubuh.
2.1.6
Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989) dalam Endriani (2012), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat: a. Hidrasi Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisanlapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000oC dan akan mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja. b. Aktivitas. Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm. d. Flokulasi dan Dispersi. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa
20
penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali
akan mempercepat
flokulasi. Untuk
menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. e.
Pengaruh Zat cair Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.
f. Sifat kembang susut (swelling potensial) Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta bergantung pada jarak antar permukaan partikel.
2.2 Semen 2.2.1
Pengertian Semen Semen merupakan material perekat untuk kerikil (agrerat kasar), pasir,
batubata, dan material sejenis lainnya. Material semen telah banyak digunakan sejak zaman Yunani, Romawi, dan Mesir Kuno. Sebagian monumen dan bangunan peninggalan sejarah yang saat ini masih bisa kita saksikan, merupakan bukti bahwa material semen sudah digunakan sejak zaman dulu. Orang Mesir sudah menggunakan semenuntuk konstruksi pyramid mereka. Orang Yunani dan orang Roma menggunakan turf vulkanik yang dicampur
21
dengan gamping sebagai semen, dan beberapa diantara bangunan ini masih berdiri sekarang (Syarif Hidayat,2009) . pada abad ke-18 (1700 M) seorang insinyur Sipil, John Smeaton berkebangsaan Inggris telah mebuat campuran semen, yaitu merupakan campuran antara batu kapur dan tanah liat yang kemudian dia pakai untuk membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Comwall, Inggris. Namun, bukan Smeaton yang mempatenkan semen ini tapi seorang insinyur yang berkebangsaan sama dengannya yaitu Josep Aspdin yang mematenkan semen pada tahun 1824, yang kemudian di sebut dengan Semen Portland. Dinamai Portland karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat yang ada di Pulau Portland, Inggris (Syarif Hidayat,2009) . Hasil rekayassa Aspdin inilah yang sekarang banyak dijumpai di tokotoko bangunan. Sebenarnya, ramuan Aspdin tidak jauh berbeda dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, yaitu batu kapur sebagai sumber kalsium karbonat dan tanah lempung yang banyak menggandung silica, alumina, serta oksidasi besi. Kemudian, tahun 1845 Issac Johnson melakukan penelitian lanjutan mengenai semen dan hasilnya sangat berperan dalam pengembangan industri semen modern (Syarif Hidayat,2009). Menurut SNI 15-2049-2004, Semen Portland adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak (klinker) semen portland terutama yang terdiri atas Kalsium Silikat yang bersifat hidrolisis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Semen merupakan bahan yang digunakan untuk berbagai keperluan terutama dalam pembagunan. Bahan mentah yang dibutuhkan dalam pembuatan semen antara lain batu kapur (Limestone), tanah liat (clay) , pasir silica dan pasir besi. Adapun bahan-bahan tersebut setidaknya mengandung Limestone (+/- 82%), Clay (+/- 13,5%), Pasir Silika (+/- 3%), dan Pasir besi (+/- 1,5%).
22
2.2.2
Bahan baku dan produksi semen
Bahan baku utama yang digunakan yaitu batu kapur (Lime Stone) dan tanah liat (Clay). 1.
Batu kapur (Lime Stone) Kalsium karbonat (CaCO3) di alam sangat banyak terdapat di berbagai
tempat. Kalsium karbonat berasal dari pembentukan geologis yang pada umumnya dapat dipakai untuk pembuatan semen Portland sebagai sumber utama senyawa Ca. Kekerasan batu kapur antara 1,8 – 3,0 skala mesh, warna pada batu kapur dipengaruhi oleh tingkat kandungan unsur – unsur besi, clay (tanah liat), dan MgO. Batu kapur ini memberikan kandungan CaO dan sedikit mengandung MgO. 2.
Tanah liat (Clay) Tanah liat merupakan bahan baku semen yang mempunyai sumber
utama senyawa silikat dan aluminat dan sedikit senyawa besi. Tanah liat memiliki berat molekul 796,40 g/gmol dan secara umum mempunyai warna cokelat kemerah – merahan serta tidak larut dalam air. Tabel 2.1 Sifat – Sifat Fisika dan Kimia Bahan Baku Utama No 1 2 3 4 5 6
Sifat – Sifat Bahan Rumus kimia Berat molekul Densitas Titik leleh Warna Kelarutan
Sumber: Perry, R. H, tahun 1998
Komponen Bahan Baku Batu Kapur Tanah Liat CaCO3 Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O 100,09 g/gmol 796,40 g/gmol 2,71 g/ml 2,9 g/ml 1339 oC Terurai pada 1450 oC Putih keabu – Coklat kemerah – abuan merahan Larut dalam air, Tidak larut dalam air, asam NH4Cl asam, pelarut lain
23
Bahan Baku Penunjang (Korektif) Bahan baku korektif adalah bahan tambahan pada bahan baku utama apabila pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida – oksidanya belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand) dan pasir besi (iron sand). 1.
Pasir silika (silica sand) Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang rendah.
2.
Pasir besi (iron sand) Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya dalam bahan baku utama masih kurang. Tabel 2.2 Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Penunjang No
Sifat – Sifat Bahan
1 2 3 4 5 6 7
Rumus kimia Berat molekul Densitas Titik leleh Titik didih Warna Kelarutan
Komponen Bahan Baku Pasir Silika Pasir Besi SiO2 Fe2O3 60,06 g/gmol 159,70 1,32 g/ml g/gmol 1710 oC 5,12 g/ml 2230 oC Terurai pada Coklat keputihan 1560 oC Tidak larut dalam air, alkali tetapi larut dalam Hitam HF Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam HCl
Sumber: Perry, R. H, tahun 1989
Bahan Baku Tambahan Bahan baku tambahan adalah bahan baku yang ditambahkan pada terak atau klinker untuk memperbaiki sifat – sifat tertentu dari semen yang
24
dihasilkan. Bahan baku tambahan yang biasa digunakan untuk mengatur waktu pengikatan semen adalah Gypsum. Tabel 2.3 Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Tambahan No 1 2 3 4 5 6 7
Sifat – Sifat Bahan Rumus kimia Berat molekul Densitas Titik leleh Titik didih Warna Kelarutan
Gypsum CaSO4. 2H2O 172,17 g/gmol 2,32 g/ml 128 oC 163 oC Putih Larut dalam air, gliseril, Na2S2O3 dan garam NH4
Sumber: Perry, R. H, tahun 1989
Pada dasarnya tiap-tiap industri semen memiliki proses produksi yang hamper sama, perbedaannya terdapat pada tata letak dan peralatan yang digunakan. Secara umum ada dua jenis proses produksi semen, yaitu dry process dan wet process. Pada dry process, tahapan penggilingan (grinding) dan pencampuran (blending) bahan baku dilakukan dalam kondisi kering. Namun pada wet process, campuran bahan bakunya dilakukan pada kondisi basah.
2.3 Pengisi Karet (Rubber Filler) Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor (Micky, 2012).
25
Sumber utama karet
adalah
pohon karet
Hevea brasiliensis
(Euphorbiaceae). Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon tanaman karet hingga dihasilkan getah kekuningkuningan yang disebut dengan lateks. Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet. Pada tanaman karet, lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, seperti pada bagian batang dan daun. Penyadapan lateks dapat dilakukan dengan mengiris sebagian dari kulit batang. Penyadapan ini harus dilakukan secara hati-hati karena kesalahan dalam penyadapan dapat membahayakan bahkan mematikan pohon karet (Micky, 2012). Produk
dari
penggumpalan
lateks
selanjutnya
diolah
untuk
menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber) dan produk turunannya seperti ban, komponen dan sebagainya. Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber (Karet Remah), yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang dan lainnya (Micky,2012). Industri lateks karet alam merupakan industri yang sudah lama berada di Negara kita Indonesia. dan merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyakmenunjang perekonomian Negara. Indonesia merupakan sebuah negara penghasil produk latekskaret alam dunia seperti sarung tangan. Adapun produk-produk yang dihasilkan dari lateks karet alam antara lain pita berpelekat, balon, pembalut luka elastis, tiub stateskop, pakaian dalam, busa spring bed, dan lain – lain (Ekonopita,2000). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Free University, Belanda, diproyeksikan bahwa konsumsi karet sampai dengan tahun 2020 akan tetap meningkat baik untuk karet alam maupun sintetik. Proyeksi konsumsi karet
26
dunia pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 13,472 juta ton dan proyeksi produksi sebesar 7,8 juta ton. Dengan demikan terjadi kekurangan pasokan karet sebesar 5,654 juta ton yang merupakan peluang bagi pasar di Indonesia. Bahan pengisi karet sangat memegang peranan penting dalam industri ban dan polimer, karena fungsi bahan pengisi untuk menurunkan biaya produksi dan menguatkan kekuatan mekanik. Menurut prayitno (1983), bahan pengisi karet sangat berpengaruh pada sifat-sifat karet vulkanisasi yang dihasilkan, baik jenisnya maupun jumlahnya. Pada beberapa pencampuran komponen, arang hitam (black carbon) merupakan bahan pengisi aktif karena selain sebagai pengisi bahan ini juga berfungsi sebagai pewarna (warna hitam) dan penguat. Karet alam tidak memiliki regangan , kekerasan, dan modulus yang sesuai dengan keperluan pabrik karet.Maka diperlukan untuk menambahkan material yang bertujuan untuk meningkatkan karakteristik karet alam pada tingkatan yang diinginkan (Studebaker, 1957). Untuk menghasilkan barang jadi karet yang tahan terhadap pengusangan perlu penyesuaian sistem vulkanisasi dan ditambahkan anti oksidan, anti ozon, dan sebagainya. Untuk memperkuat sifat fisik dan menekan biaya pengolahan dengan memperbesar volume dapat ditambahkan bahan pengisi.Processing aid digunakan untuk mempermudah pengolahan sehingga terjadi pencampuran yang baik, dispersi bahan pengisi yang baik, akan menghasilkan kompon yang baik sehingga dihasilkan barang jadi yang baik (www.industrikaret.com). Salah satu material yang digunakan dalam pencampuran karet alam adalah bahan pengisi (filler). Bahan pengisi ini membantu dalam mencapai karakteristik yang diinginkan dan merupakan material paling besar kedua dalam hal kuantitas didalam suatu campuran karet setelah karet itu sendiri (Brennan and Jermyn, 1965). Bahan pengisi digunakan untuk memperkuat karet dengan tujuan untuk mengurangi
biaya
produksi,pewarnaan,
meningkatkan
kepadatan
dan
meningkatkan sifat pemrosesan. Umumnya penguatan karet merupakan bidang yang penting dalam teknologi pemrosesan karet. Dimana penguatan karet dapat
27
meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer,yang bertujuan untuk kesesuaian terhadap kegunaannya (Morton, 1987). Dalam hal ini Morton juga mengungkapkan bahwa tanah liat dapat digunakan sebagai bahan pengisi karet dengan di tambahkan carbon black. Perbandingan hasil olahan pebgisi karet dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Hard Clay in SBR (50 Volumes)
ML 1+4 (100OC) 300% modulus, Mpa pTensile Strength, Mpa Elongation, % Hardness Compression set (B), b % Die C tear, kN/m Abrasion Index
Hard Clay 130 phr 72 1.9 14.2 590 70 60 16 27
N-990 Black 100 phr 57 5.3 10.0 610 70 28 14 23
N-650 20 phr (Black) Hard clay (104 phr) 71 7.0 18.6 620 78 45 17.9 27
Sumber : Morton, 1987
Banyak pengisi mineral yang digunakan secara meluas oleh industri karet alam dan lateks karet alam, adapun pengisi tersebut seperti karbon black, kaolin, dan kalsium karbonat. Kalsium karbonat adalah bahan yang paling diminati
pada tahun terakhir ini
karena
ketersediannya
dan
biaya
pengolahannya rendah (Danneberg, 1981). Penambahan bahan pengisi diterapkan dengan fungsi untuk mengurangi pemakaian kardkk.am dan menambah tingkat kekuatan dari produk yang dihasilkan serta mengurangi biaya produksi. Adapun untuk bahan pengisinya yaitu berupa non-black fillers for elastomer yang diantaranya adalah kalsium karbonat, tanah liat kaolin, silika yang diendapkan, bedak, barit, silika amorf, diatomite (Adnan dkk., 2009). Maurice Morton dalam buku Rubber Technology ( 1987) dan H.H. Muray dalam buku Aplied Clay Mineralogy (2006) menengungkapkan bahwa tanah liat dapat digunakan untuk berbagai aplikasi karena sifat teknis yang baik dan karena rasio biaya dan kinerja yang sangat menguntungkan.
28
Tanah liat banyak digunakan sebagai untuk senyawa karet dari semua jenis, termasuk komponen ban seperti senyawa serat perekat, dan seluruh rentang non-ban. Aplikasi karet digunakan karena memiliki daya penguatan baik, biaya moderat dan processability baik yang diinginkan. Tanah liat memiliki sifat semi-memperkuat yang sangat baik dan dapat digunakan sebagai pengisi utama dalam karet atau untuk mengganti sebagian atau memperpanjang lebih tinggi memperkuat karbon hitam. Senyawa karet mengandung rata-rata kurang dari 5 lbs. Bahan kimia tambahan per 100 lbs elastomer , sedangkan filler biasanya 10-15 kali lebih tinggi . Bahan yang digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat produk karet , bahan pengisi sering memainkan peran penting . Sebagian besar pengisi karet yang digunakan saat ini menawarkan beberapa manfaat fungsional yang memberikan kontribusi untuk processability atau kegunaan produk karet . Butadiene rubber stirena misalnya , memiliki hampir tidak ada penggunaan komersial sebagai senyawa terisi (Ebook Non Black Filler for Rubber hlm 2). Tanah liat juga digunakan sebagai agen semi-penguat untuk karet, dan sekitar £ 900.000.000 digunakan per tahun di Amerika Serikat Paling adalah tanah liat keras ditambang di Georgia dan Carolina Selatan. Hal ini digunakan dalam bangkai ban, dinding samping, dan isolasi manik. Liat menawarkan beberapa penguatan terhadap senyawa karet tetapi kurang dari memperkuat nilai karbon hitam. Biaya tanah liat biasanya $ 0,03 sampai $ 0,05 per pon. Silan lempung putih yang dimodifikasi digunakan dalam dinding samping putih (CWC 1997). Tanah liat kaolin biasanya digunakan untuk mengurangi biaya penggunaan senyawa karet serta meningkatkan sifat fisik atau saat operasi. Tanah liat kaolin adalah aluminosilikat platy. Tanah liat yang digunakan untuk pengisi karet di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu tanah liat keras dan tanah liat lunak yang memiliki ukuran partikel yang berbeda dan juga mempengaruhi stuktur kekerasan karet. Tanah liat keras memiliki ukuran partikel rata-rata sekitar 250 sampai 500 nm, dan mempunyai modulus kekuatan tarik tinggi, kekakuan, dan ketahanan abrasi yang baik untuk
29
senyawa karet. Tanah liat lunak memiliki ukuran partikel rata-rata sekitar 1000-2000 nm dan digunakan untuk beban ekonom tinggi dan tingkat ekstrusi lebih cepat lebih penting daripada kekuatan. Dalam anisometry (bentuk planar) dan perhitungan ukuran partikel tanah liat mempengaruhi pada modulus dan kekerasan. Tanah liat keras lebih banyak digunakan dari tanah liat lunak atau lembut karena dalam pencampurannya karet menghasilkan efek semimemperkuat dan biaya utilitas yang rendah sebagai pelengkap pengisi lainnya. Tanah liat digunakan untuk menggantikan sebagian dari karbon silika hitam atau endapan silika yang harganya lebih mahal dalam senyawa tertentu tanpa mengurangi sifat fisik produk yang dihasilkan nantinya. Berikut adalah gambar struktur dari tanah liat kaolin (Ebook Non Black Filler for Rubber).
Gambar 2.8 struktur tanah liat kaolin Sumber : (Ebook Non Black Filler for Rubber)
Beberapa tanah liat dicuci dengan menggunakan air guna meningkatkan pembersihan kotoran pada tanah liat supaya warna tanah liat cerah. Penambahan Aminosilan dan mercaptosilane pada tanah liat keras memberikan penguatan yang lebih baik dan dalam beberapa aplikasi dapat mengurangi penggunaan silika carbon hitam. Berikut adalah beberapa gambar dari tanah liat kaolin yang digunakan sebagai pengisi karet.
A
B
C
Gambar 2.9 varius types of kaolin clay fillers Sumber : (Adnan, dkk, 2009)
D
30
Menurut Adnan.dkk (2009) terdapat proses dasar untuk memproduksi kaolin clay untuk penguatan karet dari hasil tambang: -
bijih tanah liat digiling untuk memecah gumpalan. Proses Ini adalah bentuk paling mahal karena tanah liat keras memiliki penguatan moderat yang tinggi.
-
tanah liat dicuci dengan air akan melibatkan pemisahan secara gravitasi, kemudian pemutihan dan pemisahan magnetik untuk meningkatkan warna tanah liat dan rotary untuk menghasilkan berbagai ukuran partikel yang diinginkan. Pencucian tanah liat dengan air guna menghasilkan penguatan yang lebih tinggi dengan kemampuan untuk mengontrol pH, warna dan ukuran partikel.
-
delaminated kaolin dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau dengan cara memecahkan struktur trombosit dari tanah liat, yang selanjutnya meningkatkan penguatan properti.
-
Dikalsinasi
yaitu
dengan
dipanaskan
sampai
1.0000C,
yang
menghasilkan warna putih dengan permukaan timggi mineral serta daerah permukaan inert.
Adapun menurut (Bunga Prameswari, 2008) komposisi kimia tanah liat yang di analisa dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 2.5 komposisi Tanah Liat Elemen Nama Elemen C Carbon O Oksigen Al Aluminium Si Silika S Sulfur Ca Kalium Fe Besi Sumber : (Bunga Prameswari, 2008)
Konsentrasi (%) 0,33 46,91 22,05 13,42 0,23 0,21 14,78
31
Bahan pengisi adalah merupakan bagian yang sangat penting pada komposit. Bahan pengisi dapat berupa logam,keramik ,dan polimer.Sifatsifat komposit adalah fungsi dari sifat-sifat zatnya ,jumlah zat yang sesuai dan geometri fasa tersebar. Yang diamksud dengan geometri fasa tersebar adalah bentuk partikel,ukuran partikel ,taburan orientasinya. Interaksi antara
matrik
polimer
dan
pengisi
dipengaruhi
oleh
ukuran
partikel,aktivitas permukaan ,muatan serta jenis polimer dalam campuran. Interaksi tersebut memberi kesan yang tampak pada sifat mekanik, kandungan gel ,persentase serbuk yang terjerap dan sifat termal campuran pengisi (Callister,2000). Bahan
pengisi
pada
komposit
akan
memodifikasi
atau
memperbaiki sifat-sifat bahan atau menggantikan kandungan matrik dengan bahan yang lebih murah .Secara umum bahan pengisi bersifat sebagai penguat . (Callister,2000).Tingkat penguatan campuran polimer bergantung pada kekuatan interaksi antara polimer dan pengisi .Kekuatan interaksi didominasi oleh penjerapan fisika polimer (Bound Polimer) (Hanafi,2000). Penjerapan polimer ke atas permukaan pengisi dipengaruhi oleh luas permukaan ,aktivasi permukaan dan kekutupan polimer. Pada proses pengolahan karet ada dua macam bahan pengisi yaitu : 1. Bahan pengisi tidak aktif. Bahan pengisi ini menambah kekerasan dan kekuatan pada bahan jadi yang dihasilkan, tetapi sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi yang tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karena bahan ini harganya lebih murah contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat. 2. Bahan pengisi yang menguatkan (Aktif). Bahan pengisi aktif atau penguat, contohnya karbon hitam, silica, aluminium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan ,ketahanan sobek, ketahanan kikisan, serta tegangan putus pada barang yang dihasilkan.
32
Kadang – kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan dalam campuran sebagai alternatif penghematan biaya. Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan benang karet adalah titanium dioksida (TiO2) yang berbentuk tepung dan bewarna putih bersih (Callister, 2000).
2.4 Scanning Electron Microscopy (SEM) 2.4.1
Sejarah Electron Microscopy (SEM) Konsep awal yang melibatkan teori pemindaian mikroskop elektron
pertama kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep standar dari SEM moderen dibangun oleh von Ardenne pada tahun 1938 yang menambahkan kumparan scan untuk mikroskop elektron transmisi. Desain SEM telah diubah cukup dengan Zworykin et al. pada tahun 1942 saat bekerja untuk RCA Laboratorium di Amerika Serikat. Desain itu lagi kembali di rancang oleh CW Oatley pada tahun 1948 seorang profesor di Universitas Cambridge. Sejak itu ada banyak kontribusi penting lainnya yang telah sangat ditingkatkan dan dioptimalkan kerja dari scanning mikroskop elektron moderen. Cara kerja SEM yaitu dengan memindai sinar halus fokus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan komposisi molekul sampel. Energi dari elektron berinteraksi ke sampel secara langsung sebanding dengan jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron yang terukur dapat dianalisis oleh mikroprosesor canggih yang menciptakan pseudo gambar tiga dimensi atau spektrum elemen unik dari sampel yang dianalisis (Marantha,2008). Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastic. Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan
33
diuji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder. SEM memiliki kemampuan untuk menganalisis sampel tertentu dengan memanfaatkan salah satu metode yang disebutkan di atas. Sayangnya, setiap jenis analisis dianggap merupakan aksesori perangkat tambahan untuk SEM. Aksesori yang paling umum dilengkapi dengan SEM adalah dispersif energi detektor x-ray atau EDX (kadang-kadang dirujuk sebagai EDS) (Marantha,2008) . Jenis
detektor
memungkinkan
pengguna
untuk
menganalisis
komposisi molekul sampel. deteksi pertama yang dikenal dengan sinar-x ditemukan secara tidak sengaja oleh fisikawan Jerman Wilhelm Conrad Roeentgen pada tahun 1895 saat mempelajari sinar katoda dalam tegangan tinggi, tabung debit gas (Hal itu diketahui bahwa ketika katoda dari sebuah sirkuit listrik dipanaskan dalam ruang hampa dengan beda potensial yang besar diterapkan antara katoda dan anoda, kemudian ada gelombang bergerak antara dua elektroda. Awalnya ini dianggap gelombang elektromagnetik, sehingga mereka disebut sinar katoda, JJ Thompson (1856-1940) menciptakan sinar katoda tabung-CRT dasar untuk monitor komputer dan televisi). Karena alasan tersebut, Wilhelm Conrad Roeentgen menciptakan istilah "x-radiasi". Panjang gelombang elektromagnetik sinar-x sekitar 01-100 angstrom (disingkat Å) adalah salah satu dari sepuluh-miliar (1/10000000000) meter. Sebuah langkah atom hidrogen sekitar 1 Å di. Jenis elektron yang akan dibahas adalah elektron energi tingkat rendah yang dikenal sebagai efek Auger. Efek Auger pertama kali diamati pada tahun 1925 oleh Fisikawan Perancis Pierre-Victor Auger. Fenomena ini terjadi ketika sebuah elektron dilepaskan dari salah satu inti orbit dalam sehingga menghasilkan dua bagian elektron dari atom residu dan kemudian diulang untuk menghasilkan bagian yang baru atau x-ray yang untuk di pancarkan. Perlu dicatat bahwa spesifikasi deteksi Auger elektron atau yield Auger
34
yaitu untuk elemen tertentu dengan nomor atom menurun. Sebagai contoh, emisi sinar-x dan Auger elektron dari seng (nomor atom 30) adalah sama. Jenis analisis dikembangkan di late1960 dan disebut Auger Spektroskopi atau AES. Teknik ini berguna dalam mempelajari komposisi lapisan permukaan secara kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa, elemen atau partikel sub-atomik yang dikenal sebagai muon (Marantha,2008).
2.4.2 Klasifikasi Scanning Electronic Microscopy (SEM) Untuk mengetahui morfologi senyawa padatan dan komposisi unsur yang terdapat dalam suatu senyawa dapat digunakan alat scanning electron microscope (SEM). Scanning Electron Microscope adalah suatu tipe mikroskop electron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster. Electron berinteraksi dengan atom – atom yang membuat sampel menghasilkan sinyal yang memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan sifat – sifat lainnya seperti konduktivitas listrik (Anita, 2012). SEM dapat mengamati struktur maupun bentuk permukaan yang berskalah lebih halus, Dilengkapi Dengan EDS (Electron Dispersive X ray Spectroscopy) dan Dapat mendeteksi unsur-unsur dalam material. Juga Permukaan yang diamati harus penghantar electron. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm (Anita,2012). Dibawah ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron.
35
Gambar 2.10 perbesaran sem Sumber : http://anita-widynugroho.blogspot.com
Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis.
Pantulan sinar SEM tersebut seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.11 pantulan sinar pada sem Sumber : http://anita-widynugroho.blogspot.com
36
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara lain: 1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten. 2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet. 3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar
oleh
tumbukan
sebelum
mengenai
sasaran
sehingga
menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting.
SEM mempunyai depth of field yang besar, yang dapat memfokus jumlah sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi. Kombinasinya adalah perbesaran yang lebih tinggi, dark field, resolusi yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi. Sem terdiri dari electron optic columb dan electron console. sampel sem ditempatkan pada specimen chamber di dalam electron optic colomb dengan tingkat kevakuman yang tinggi yaitu sekitar 2 x 10-6 Trorr. Sinar electron yang dihasilkan dari electron gun akan dialirkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar electron ini akan melewati optic columb yang berfungsi untuk memfokuskan sinar electron hingga mengenai sampel tersebut (Yudi Prasetyo,2011). Pada pengambilan data dengan alat SEM-EDX, sampel bubuk yang telah diletakkan di atas specimen holder dimasukkan kedalam specimen chamber, kemudian dimasukkan dalam alat SEM-EDX dan alat siap untuk dioperasikan. Dalam pengukuran SEM–EDX untuk setiap sampel dianalisis dengan menggunakan analisis area. Sinar electron yang di hasilkan dari area gun dialirkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar electron ini selanjutnya di fokuskan menggunakan electron optic columb sebelum sinar electron
37
tersebut membentuk atau mengenai sampel. Setelah sinar electron membentuk sampel, akan terjadi beberapa interaksi – interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi – interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan di ubah ke dalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk grafik oleh analisis EDX (Yudi Prasetyo,2011).. Pada pengukuran SEM –EDX untuk setiap sampel dilakukan Pada kondisi yang sama yaitu dengan menggunakan alat SEM – EDX tipe JEOL JSM-6360LA yang memiliki beda tegangan sebesar 20 kv dan arus sebesar 30 mA.
Pada pengukuran SEM-EDX setiap sampel digunakan dengan
menggunakan analisis area. Sinar Electron yang dihasilkan dari electron gun dialirkan hingga mengenai specimen sampel aliran sinar electron ini selanjutnya difokuskan menggunakan electron optic colum, sebelum sinar electron mengenai sampel. Setelah sinar electron mengenai sampel maka akan terjadi interaksi pada sampel yang disinari. Interksi – interaksi yang terjadi tersebut slanjutnya akan dideteksi dan diubah kedalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk Grafik oleh Analisis EDX (Yudi Prasetyo,2011).. Hasil analisa atau keluaran dari analisis SEM-EDX yaitu berupa gambar struktur permukaan dari setiap sampel dengan karakeristik gambar 3D serta grafik hubungan antara energi( keV) pada sumbu horizontal dengan cecahan pada sumbu pertikal dari keluran ini dapat diketahui unsur – unsur atau mineral yang terkandung di dalam sampel tersebut, yang mana keberadaan unsur atau mineral tersebut dapat ditentukan atau diketahui berdasarkan nilai energi yang dihasilkan pada saat penembakan sinar electron primer pada sampel (Yudi Prasetyo,2011). .
2.4.2
Prinsip dan Proses Kerja Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan
pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan
38
kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM, pemakaiannya sangat terbatas tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001). SEM memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri (Yudi Prasetyo, 2011). Menurut Yudi Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai: -
Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).
-
Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya).
-
Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).
-
Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya).
Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh sebuah filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk
39
gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda.Kemudian electron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm. Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada layar CRT (Yudi Prasetyo,2011). SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda (Yudi Prasetyo,2011). Detektor-detektor tersebut antara lain: -
Detektor EDX, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai komposisi sampel pada skala mikro.
-
Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.
-
Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi.
Pada SEM (Yudi Prasetyo,2011) terdapat sistem vakum pada electron-optical column dan sample chamber yang bertujuan antara lain: -
Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan intensitas dan stabilitas.
-
Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat gelap detail pada gambar.
Semua sumber elektron membutuhkan lingkungan yang vakum untuk beroperasi.
40
Prinsip scanning electron microscopy (Maranatha,2008) yaitu : 1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel. 3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. 4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor.
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
gambar 2.12 prinsip kerja sem (sumber: (http://www.purdue.edu/rem/rs/sem.html)
Menurut Maranatha ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron.
41
Sinyal -sinyal tersebut dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.13 signal backscattered (sumber : iastate.edu)
Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa dan permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom yang menyusun permukaan atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah (Munawirul,2011). Contoh perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.14 perbadingan backscattered dan secondary electrons Sumber : http://anita-widynugroho.blogspot.com
42
Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan gambar dibawah ini. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar (Munawirul,2011).
Gambar 2.15 mekanisme kontras secondary electrons Sumber : Munawirul, Scanning Electron Microscope & Energy dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS) 2011
Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron dijelaskan dengan gambar dibawah ini yang secara prinsip atom – atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk membedakan jenis atom (Munawirul,2011).
Gambar 2.16 mekanisme kontras backscattered Sumber : Munawirul, Scanning Electron Microscope & Energy dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS) 2011
43
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energi Dispersive Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dari persentasi masing – masing elemen (Munawirul,2011).
Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada diagram dibawah ini.
Gambar 2.17 aplikasi EDS (sumber: umich.edu)
44
Gambar 2.18 perbesaran apliaksi EDS (Sumber: http//www.material cerdas Indonesia.com )
Cara kerja SEM yaitu sebuah elektron diemisikan dari katoda tungsten dan diarahkan ke suatu anoda. Tungsten digunakan karena mempunyai titik lebur yang paling tinggi dan tekanan uap paling rendah dari semua jenis logam, sehingga dapat dipanaskan untuk keperluan pemancaran elektron. Berkas elektron yang memiliki beberapa ratus eV dipusatkan oleh satu atau dua lensa kondeser kedalam suatu berkas cahaya dengan spot 1 nm sampai 5 nm. Berkas cahaya dipancarkan melalui sepasang coil scan pada lensa obyektif yang dapat membelokkan berkas cahaya secara horizontal dan vertikal
sehingga
membentuk
daerah
permukaan
sampel
persegi
empat.(Bambang,2011). Ketika berkas elektron utama saling berinteraksi dengan sampel, maka elektron kehilangan energi oleh penyebaran berulang dan penyerapan dengan setetes volume spesimen yang dikenal sebagai volume interaksi yang meluas kurang dari 100 nm sampai sekitar 5 nm pada permukaan. Ukuran dari volume interaksi tergantung pada berkas cahaya yang mempercepat tegangan, nomor atom spesimen dan kepadata spesimen. Energi berubah diantara berkas elektron dan hasil sampel hasil pada emisi elektron dan sampel hasil pada emisi elektron dan radiasi elektromagnet yang dapat dideteksi untuk menghasilkan suatu gambar (Bambang,2011).
45
Untuk Persiapan material yang akan dianalisa cukup sederhana. Khususnya untuk bahan – bahan yang bersifat konduktor maka hanya perlu dilekatkan pada sample holder yang terbuat dari logam. Biasanya pemegang sampel ini dapat dipakai untuk menempatkan 4 sampel berbeda sekaligus sehingga ketika menganalisa tidak perlu setiap akan ganti sampel membukatutup SEM.. Biasanya sampel dilekatkan dengan bantuan selotip karbon.
Contoh dari selotip karbon adalah seperti pada gambar 2.19 dibawah ini.
Gambar 2.19 isolatip carbon Sumber: Laboratorium Teknik Kimia (POLSRI) 2015
Adapun Gambar dari sampel holder yang telah ditempel selotip dan diberi serbuk yang akan dianalisa dapat dilihat pada Gambar 2.20.
Gambar2.20 Sampel holder + isolatip+sampel Sumber: Laboratorium Teknik Kimia (POLSRI) 2015
46
Untuk sampel berupa serbuk. Setelah ditempel selotip karbon maka serbuk ditebarkan pada permukaan selotip dan sisa serbuk yang tidak dapat menempel harus dibersihkan sehingga tidak menganggu alat vakum (dush off) dalam SEM ketika analisa. Disamping ini adalah gambar dari sampel holder yang telah ditempel selotip dan diberi serbuk yang akan dianalisa. SEM mempunyai depth of field yang besar, yang dapat memfokus jumlah sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi. Kombinasi perbesaran yang lebih tinggi, dark field, resolusi yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R&D industri khususnya industri semiconductor (Bambang,2011).
keunggulan SEM (Bambang,2011) adalah sebagai berikut: 1. Daya pisah tinggi Dapat Ditinjau dari jalannya berkas media, SEM dapat digolongkan dengan optik metalurgi yang menggunakan prinsip refleksi, yang diarti sebagai permukaan spesimen yang memantulkan berkas media.
2. Menampilkan data permukaan spesimen Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 mikro meter dari permukaan. Sinyal lain yang penting adalah back scattered elektron yang intensitasnya bergantung pada nomor atom, yang unsurnya menyatakn permukaan spesimen. Dengan cara ini diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia yang lebih tinggi pada nomor atomnya. Kemampuannya yang beragam membuat SEM popular dan luas penggunaannya, tidak hanya dibidang material melainkn juga dibidang biologi, pertanian, kedokteran, elektronika, mikroelektronika dan lain-lain.
47
3. Kemudahan penyiapan sampel Spesimen untuk SEM dapat berupa material yang cukup tebal, oleh karena itu penyiapannya sangat mudah. Untuk pemeriksaan permukaan patahan (fraktografi), permukaan diusahakan tetap seperti apa adanya, namun bersih dari kotoran, misalnya debu dan minyak. Permukaan spesimen harus bersifat konduktif. Oleh karena itu permukaan spesimen harus bersih dari kotoran dan tidak terkontaminasi oleh keringat.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain: a. Memerlukan kondisi vakum. b. Hanya menganalisa permukaan. c. Resolusi lebih rendah dari TEM. d. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas.
2.4.3
Komponen Utama SEM
SEM memiliki beberapa peralatan utama (Anita,2012) , antara lain: 1. Penembak elektron (electron gun) Ada tiga jenis atau tipe dari electron gun yaitu : a) Termal Pada jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan dalam bentuk energi panas. Energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang diterima bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energi kinetik yang terjadi pada electron. Pada situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan sebagai sumber elektron disebut sebagai emiter atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan bahan yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate.
48
Dalam proses emisi termal dikenal dua macam jenis katoda yaitu : 1) Katoda panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC) 2) Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC) b) Tungsten Filamen Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk membuatkatode. Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitumemiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 oC), sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000 V dan suhu tinggi. Akan tetapiuntuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana tegangankerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material yang ideal,hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi (4,52 eV) danjuga temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 oC). c) Field emission Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialahadanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yangdigunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besarsehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda.Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tubeselain emisi thermionic. Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah : - Cold Field Emission - Schottky Field Emission Gun 2. Lensa Magnetik Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan electron dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm.
49
3. Detektor SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara lain: -
Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.
-
Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi (Prasetyo, 2011).
4. Sample Holder Untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis dengan SEM. 5. Monitor CRT (Cathode Ray Tube) Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat. a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya). b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya). c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya). d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya). (Prasetyo, 2011).
Jenis sampel yang dapat dianalisa: sampel biologi atau material padat. Aplikasi (analisa sampel): 1. Sampel Padat: logam, bubuk kimia, kristal, polymers, plastik, keramik, fosil, butiran, karbon, campuran partikel logam, sampel Arkeologi. 2. Sampel Biologi: sel darah, produk bakteri, fungal, ganggang, benalu dan cacing. Jaringan binatang, manusia dan tumbuhan. 3. Sampel Padatan Biologi: contoh profesi dokter gigi, tulang, fosil dan sampel arkeologi (Sudarman dkk., 2011).