BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Cumi-cumi (Anonim, 2005) Klasifikasi Ilmiah Kerajaan
: Animalia
Filum
: Mollusca
Kelas
: Cephalopoda
Subkelas
: Coleoidea
Ordo
: Teuthoidea
Famili
: Loliginidae
Genus
: Loligo
Spesies
: Loligo pealii
Nama Daerah
: Cumi-cumi
Bentuk cumi-cumi umumnya memanjang dan ditutupi oleh mantel yang mempunyai dua sirip segitiga, dapat tetap bergerak dalam satu tempat atau bergerak mundur atau maju hanya dengan mengubah arah sifon. Hewan ini memiliki delapan lengan dan dua tentakel panjang yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan mangkuk penghisap yang bertangkai. Alat ini dapat dengan cepat mengarah ke mangsa untuk dapat ditangkap. Hewan ini pada umumnya memakan ikan-ikan kecil. Pada bagian bawah kulitnya terdapat sebuah cangkang yang ringan dan transparan berbentuk pena yang terbuat dari kitin (Castro, 2005). Ukuran cumi-cumi dewasa bervariasi dari ukuran kecil yaitu sekitar 13 cm panjangnya, atau yang lebih panjang lagi sekitar 0,5 hingga 1 meter, hingga ukuran invertebrata terbesar yang pernah ada, yaitu cumi-cumi terbesar yaitu
Universitas Sumatera Utara
Architeuthis. Hewan ini dapat mencapai panjang hingga 18 m dan berat hingga 4,4 ton. Sedangkan tentakelnya dapat mencapai panjang hingga 10 meter dan diameter tubuhnya kira-kira 3,5 meter. Biasanya hewan ini hidup pada laut dengan kedalaman 300-600 meter (Webber, 1991). 2.2 Pencemaran laut Salah satu kontaminan kimia dari lautan di dunia ini adalah logam, terutama yang diklasifikasikan sebagai logam berat. Sangat sedikit dari beberapa logam yang diperlukan sebagai nutrisi penting bagi tubuh makhluk hidup, dan apabila kelebihan justru dapat bersifat racun (Castro, 2005). Salah satu logam berat yang sangat mengganggu yang dibawa ke laut sebagai polutan beracun adalah logam timbal. Timbal adalah salah satu logam yang paling luas tersebar. Timbal adalah racun bagi manusia, menyebabkan gangguan saraf dan bahkan kematian. Sumber utama pencemaran
laut yang
menghasilkan timbal adalah sisa pembuangan dari kendaraan laut berbahan bakar timbal. Logam ini dapat sampai ke air melalui hujan dan debu. Timbal juga dapat ditemukan dari berbagai macam produk, seperti cat dan keramik, yang akhirnya terbawa ke laut (Castro, 2005). 2.3 Timbal (Pb) Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat, memiliki titik lebur rendah dan mudah dibentuk. Logam ini dapat digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal meleleh pada suhu 328o C dan mendidih pada suhu 1740o C (Widowati, 2008). Timbal larut dalam HNO3 pekat, sedikit larut dalam HCl dan H2SO4 encer (Vogel, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, dan sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Widowati,2008). Timbal bersifat toksik pada manusia, intoksikasi terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, lewat kulit, lewat mata, dan lewat parenteral. Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15 % dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5 %. Toksisitas Pb berpengaruh terhadap biosintesa hem, sistem kardiovaskuler, respirasi, syaraf, gastrointestinal, urinaria, endokrin, reproduksi, dan berperan sebagai kofaktor dalam proses karsinogenesis (Widowati, 2008). Sebagian kecil Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein. Sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Tingkat ekskresi Pb melalui sistem urinaria adalah sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan rambut, kuku, serta keringat sebesar 8% (Widowati, 2008). 2.4 Uraian Jeruk Nipis (Adina, 2008) Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Universitas Sumatera Utara
Spesies
: Citrus aurantiifolia Swingle
Sinonim
: Limonia aurantifolia Christm., Limon spinosum Mill., Citrus limonia Osbeck, Citrus lima Luman, Citrus spinosissima G.F.W. Meyer, Citrus acida Roxb., Citrus aurantium
Sekuesteran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Sekuesteran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Ligan atau sekuesteran dapat berupa senyawa organik seperti asam sitrat (Meronda, 2008). Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat (Anonim, 2010). 2.5 Asam Cuka Upaya menghilangkan atau menurunkan kadar logam berat dalam biota laut yaitu dengan menggunakan chelating agent. Salah satu penelitian membuktikan bahwa penggunaan chelating agent yaitu asam asetat mampu menurunkan kadar Pb pada biota laut (Agustini, 2008). Larutan asam cuka merupakan larutan yang yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan yaitu sebagai pengasam, pengawet, dan juga penyedap makanan yang mempunyai kemampuan mengikat logam sehingga dapat menurunkan kadar logam berat pada biota laut sebelum pengolahan menjadi makanan (Imanuddin, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Asam Jawa (Anonim, 2009) Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (Leguminosae)
Genus
: Tamarindus
Spesies
: Tamarindus indica Linn
Buah polong asam jawa mengandung senyawa kimia antara lain asam appel, asam sitrat, asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert (Anonim, 2009). Kegunaan buah asam jawa antara lain digunakan dalam aneka bahan masakan atau bumbu, memberikan rasa asam atau untuk menghilangkan bau amis ikan, sebagai bahan sirup, selai, gula-gula, dan jamu. Sedangkan khasiat dari asam jawa ialah dapat mengobati penyakit seperti asma, batuk, demam, sakit panas, reumatik, sakit perut, alergi/biduran, sariawan, luka, eksim, bisul, bengkak disengat lipan/lebah, serta gigitan ular berbisa (Anonim, 2009). 2.7 Pengikatan Logam Logam-logam pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahanbahan organik alam maupun bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus karboksilat seperti misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain. Di samping itu, logam dapat berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam senyawa organik sehinnga terbentuk kompleks (Palar, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Senyawa kimia tertentu yang mampu membentuk
ikatan koordinasi
dengan logam melalui dua atau lebih atom disebut chelating agent (chelator). Senyawa yang dibentuk oleh chelator dan logam disebut khelat (Anonim, 2009). 2.8 Metode destruksi Untuk menentukan kandungan mineral bahan harus dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan (Apriantono, 1989). 2.8.1 Destruksi Basah Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, dan HClO4 atau campuran dari ketiga asam tersebut (Anderson, 1987). Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Destruksi Kering Destruksi basah merupakan sebuah prosedur dimana sampel yang telah diketahui beratnya diletakkan pada sebuah krus, lalu ke sebuah tanur yang dipanaskan pada suhu tertentu. Krus umumya terbuat dari platinum dan juga tersedia krus yang terbuat dari perselen, silika, besi, dan nikel (Chapple, 1991). Perhatian harus diberikan pada saat melakukan destruksi kering karena ada tiga kemungkinan sumber kehilangan unsur tertentu seperti: - Kehilangan mekanis pada saat pengeringan sampel, misalnya jika sampel dikeringkan dengan sangat cepat, tejadi kehilangan zat dari krus. Dengan demikian untuk mencegah hal ini terjadi, diperlukan proses pengeringan yang relatif lambat - Kehilangan zat pada saat penguapan sampel dalam tanur. Logam yang memiliki titik uap yang rendah seperti Sb, Cr, Mo, Fe, Mg, Al, dll yang mana akan mudah lepas saat pengabuan pada suhu 550o C. - Penyerapan zat ke dalam krus dapat saja terjadi, kecuali pada wadah platinum. Hal terburuk dapat terjadi apabila sampel mengandung logam halida atau senyawa fospat (Chapple, 1991). 2.9 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri Serapan Atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi, pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi energi cahaya oleh atom- netral pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memeperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1990). Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970. Secara umum alat ini memiliki tingkat kesensitivan yang tinggi karena seluruh sampel diatomisasi dalam periode yang singkat. Sensitivitas dan batas deteksinya ialah 20 hingga 1000 kali lebih baik dibandingkan dengan metode flame emission spectrophotometry (Berg, 1985). Selain itu volume sampel yang dibutuhkan relatif sedikit, yaitu biasanya ± 0,5-10 μL. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan pada analisis elektrotermal ini adalah sama dengan peralatan pada metode absorpsi nyala. Sebagian besar instrumen didesain secara modern sehingga perubahan tipe atomisasi ke tipe lain merupakan persoalan yang relatif mudah (Skoog, 1988). Keuntungan dari penggunaan grafit furnis ini yaitu (Chapple, 1991): - Sensitivitas yang tinggi - Hanya membutuhkan volume sampel yang sedikit - Penggunaan sampel yang efisien (tanpa pembuangan) - Mencapai batas deteksi yang rendah - Sebagian besar sampel dapat dianalisis dengan atau tanpa perlakuan. Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal didasari oleh prinsip yang sama dengan Spektrofotometri Serapan Atom dengan nyala tetapi dilengkapi alat pengatomisasi elektrik panas atau grafit furnis yang diletakkan pada standard
Universitas Sumatera Utara
burner. Penetapan kadar yaitu dengan cara pemanasan sampel terbagi dalam tiga tahap, yaitu (Berg, 1985): - pertama, pemanasan dengan suhu rendah pada tube untuk mengeringkan sampel - kedua, atau disebut dengan tahap pengarangan, menghancurkan bahan organik dan menguapkan komponen matriks lainnya pada suhu medium - terakhir, pemanasan dengan suhu tinggi pada tube atau pemijaran dengan menggunakan gas inert sehingga terjadi atomisasi. 2.10 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini: 2.10.1 Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus berikut (Harmita, 2004):
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Cr = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku Ca = konssentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku C
= konsentrasi larutan baku yg ditambahkan
2.10.2 Keseksamaan (precision) Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). 2.10.3 Batas Deteksi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004): Batas deteksi = Keterangan: SB = simpangan baku 2.10.4 Batas Kuantitasi Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004): Batas kuantitasi = Keterangan: SB = simpangan baku
Universitas Sumatera Utara