BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biskuit Biskuit
merupakan
salah
satu
produk
pangan
olahan
yang
berbahan dasar tepung terigu. Menurut Wijaya (2010) biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Syarat mutu biskuit adalah air maksimum 5%; protein minimum 9%; lemak minimum 9,5%; karbohidrat minimum 70%; abu maksimum 1,5%; logam berbahaya negatif; serat kasar maksimum 0,5%; kalori minimum 400 kal/ 100 gram; jenis tepung adalah terigu; bau dan rasa normal, tidak
tengik;
dan
warnanya
normal
(SNI
01-2973-1992).
Kandungan glukosa biskuit diet diabetes maksimal 1% dan protein minimal 4% (SNI, 1995). Biskuit adalah kue kering yang tipis, keras, dan renyah yang dibuat tanpa peragian dan kandungan air yang rendah. Biskuit dapat digolongkan menjadi dua,berdasarkan cara pencampurannya dan resep yang dipakai, yaitu jenis adonan dan jenis busa yang dapat disemprotkan atau dicetak, sedangkan kue busa terdiri dari kue “sponge”. Menurut SNI Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu yang melalui proses
pemanasan
dan pencetakan. Dalam syarat mutu biskuit, gizi yang
terkandung dalam biskuit adalah air maks 5%, protein min 9%, Karbohidrat min 70%, Abu maks 1,6 %, serat maks 0,5 %, Kalori min 40 kkl/ 100 gr, logam berbahaya tidak ada, bau, rasa, warna normal, bahan – bahan biskuit perlu persyaratan tertentu seperti aromannya sedap, mampu menghasilkan tekstur yang baik serta tidak menghasilkan reaksi pencoklatan yang tidak diinginkan (Kartika, 2014). B. Bahan Pembuatan Biskuit
1. Tepung Terigu Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum (T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak. Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk viscoelastik. Tepung yang digunakan pada pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang mempunyai kandungan protein yang rendah (Fitasari, 2009). Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004), berdasarkan kandungan protein pada tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a.
Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Tepung tesebut mempunyai gluten yang kuat, kandungan proteinnya 12-13%, sifat elastisitasnya baik, dan tidak mudah putus. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie yang berkualitas tinggi. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang cakra kembar.
b.
Medium hard flour, terigu jenis ini mempunyai sifat gluten sedang dan kandungan protein 9-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan keperluan rumah tangga. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang segitiga biru.
c. Soft flour, tepung jenis ini mempunyai sifat gluten yang lemah, kandungan protein sebesar 7-8,5%. Sifat elastisitasnya kurang dan mudah putus. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang kunci biru.
Tabel 2.2. Persyaratan tepung terigu menurut SNI 01-3751-2009 No Jenis uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan a. Bentuk Serbuk b. Bau Normal (bebas dari bau asing) c. Warna Putih, khas terigu 2 Benda asing Tidak ada 3 Serangga dalam semua bentuk stadium dan Tidak ada potonganpotongannya yang tampak 4. Kehalusan, lolos ayakan 212 µm % Minimal 95 (mesh N0.70) (b/b) 5. Kadar air (b/b) % Maksimal 14,5 6 Kadar abu (b/b) % Maksimal 0,7 7. Kadar protein (b/b) % Minimal 7,0 8. Keasaman MgKOH/100g Maksimal 50 9. Falling number (atas detik Minimal 300 dasar kadar air 14%) 10. Besi (Fe) mg/kg Minimal 50 11. Seng (Zn) mg/kg Minimal 30 12. Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Minimal 2,5 13. Vitamin B2 mg/kg Minimal 4 (riboflavin) 14. Asam folat mg/kg Minimal 2 15. Cemaran logam a. Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,00 b. Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,05 c. Kadmium (Kd) mg/kg Maksimal 0,1 16. Cemaran Arsen mg/kg Maksimal 0,1 17. Cemaran mikrobia a. Angka Lempeng Koloni/g Maksimal 1x106 Total b. Kapang APM/g Maksimal 1x104 c. E. coli Koloni/g Maksimal 10 d. Bacillus ceretus Koloni/g Maksimal 1x104 Sumber: Badan Standarisasi Nasional, (2009).
2. Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain (Koswara, 2009). Penambahan telur dalam
pembuatan biskuit
berfungsi
untuk
memperbesar volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat memperbaiki
kualitas
pada
biskuit. Penggunaan
kuning
telur akan
menghasilkan biskuit yang lebih empuk daripada memakai seluruh telur. Hal
ini
disebabkan
pengemulsi. Adanya
lesitin zat
pada
pengemulsi
kuning ini
telur
mempunyai daya
menjadikan
telur
dapat
memperbaiki tekstur, memperbesar volume serta menambah kandungan protein. Peran sifat fungsional protein pada telur tergantung pada jenis produk yang akan dibuat. Sifat fungsional protein pada telur berperan menentukan kualitas produk akhir dalam industri pangan (Claudia, 2015). Telur mempunyai dua unsur yaitu, kuning telur dan putih telur. Kuning telur mengandung 50% air, sedangkan putih telur kadar airnya mencapai 87%. Dalam kuning telur terdapat lechitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak. Pada waktu dikocok, telur dengan gula akan mengikat udara sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist) pada waktu digigit. Pada waktu pemanggangan, udara yang terperangkap tersebut akan memuai dan membuat rongga-rongga pada kue tergantung dari seberapa banyak udara yang terperangkap selama proses pengocokan telur. Kuning telur juga berfungsi sebagai pengawet alami, makin banyak kuning telur yang dipakai, kue akan terasa lebih legit dan padat, sebaliknya makin banyak putih telur yang dipakai kue akan lembek dan lekat di langit-langit mulut (Tarwotjo, 1998).
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuning telurnya. Macam-macam jenis telur antara lain telur ayam, telur bebek, puyuh, dan lain-lain (Gardjito, 2009).
3. Labu Kuning (Cucurbita maxima) Buah labu kuning (Cucurbita maxima) merupakan salah satu buah yang memiliki potensi sebagai sumber provitamin A nabati berupa β-karoten. Kandungan provitamin A dalam labu kuning sebesar 767 µg/g bahan. Buah labu kuning memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di Indonesia dan produksinya meningkat dari tahun ke tahun ( Gardjito, 2005 Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan Buah labu kuning mempunyai kulit sangat tebal dan keras, sehingga dapat berfungsi sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui penguapan, maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal ini yang menyebabkan labu kuning menjadi awet atau tahan lama dibanding buahbuahan lainnya. Daya awet dapat mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya. Daging buah labu kuning banyak mengandung karbohidrat dan daging buahnya berwarna kuning. Pada bagian tengah buah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing dan rasanya manis. Labu kuning
(Cucurbita Moschata) dikenal dengan sebutan labu
parang (Jawa Barat), Waluh (Jawa Tengah), Pumpkin (Inggris) (Suprapti, 2005). Puree merupakan
produk
olahan
dari
penghancuran
bahan
makanan. Puree labu kuning diperoleh dari proses penghancuran atau
pureeing yang dikukus terlebih dahulu. Langkah awal dalam pembuatan puree labu kuning adalah pencucian labu kuning, pengupasan labu kuning, pemotongan labu kuning, pengukusan labu kuning. Tahap kedua dengan menumbuk atau menghaluskan labu kuning. Pencucian labu kuning sebaiknya dilakukan sebelum pengupasan dan pemotongan labu kuning. Apabila terpaksa dicuci sesudah pengupasan sebaiknya pencucian jangan terlalu
lama
atau direndam
dengan
air
mengalir
saja.
Hal
ini
menghindari kurangnya kandungan gizi labu kuning terutama kandungan vitamin C (Damayanti, 2000). Mengingat beberapa kelebihan yang dimilikinya dan harganya yang relatif murah, labu kuning dapat dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi makanan yang baik. Dengan kandungan gizi yang dimilikinya, terutama beta karoten (provitamin A) nya yang tinggi labu kuning sangat aik untuk fortifikasi. Labu kuning berpotensi sebagai pendamping tepung terigu dalam berbagai produk olahan makanan. Produk yang ditambah labu kuning mempunyai warna dan rasa yang menarik (Kamsiati, 2010). 4. Gula Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan sumber yang baik untuk energi yang dapat segera diasimilasi (Buckle, 2009). Gula memberikan efek melunakan gluten sehingga cake yang dihasilkan lebih empuk. Gula yang digunakan untuk semua jenis cake adalah gula yang memiliki butiran halus agar susunan cake rata. Untuk pengkreman gula dengan lemak perbandingan maksimal yang baik adalah dua bagian gula dan satu bagian lemak. Gula akan mematangkan dan mengempukan susunan sel. Bila presentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake akan kurang baik, cenderung jatuh dibagian tengahnya. Pemakaian gula dalam
adonan mempunyai peran yaitu, memberi makanan pada ragi selama proses peragian berlangsung, memberi rasa dan aroma, memberi kemampuan adonan untuk mengembang, kulit roti menjadi bagus, dan mengontrol waktu pembongkaran (Faridah, 2008). Gula digunakan sebagai pemberi rasa manis dan pengawet yaitu dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan. Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Dengan penggulaan, cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan pangan akan terganggu (Ayustaningwarno, 2014). Syarat mutu dari gula pasir dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Syarat Mutu Gula Pasir (SNI Nomor 01-3140-2010) No. 1. 1.1 1.2 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 7. 7.1 7.2
Kriteria Uji Warna Warna Kristal Warna larutan Berat jenis butir Susut pengeringan (b/b) Polarisasi (0Z, 200C) Abu konduktiviti (b/b) Bahan tambahan pangan Belerang dioksida (SO2) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu)
Satuan CT IU Mm
Persyaratan Mutu I Mutu II 4,0-7,5 81-200 0,8-1,2 Maks. 0,1
7,6-10,0 201-300 0,8-1,2 Maks. 0,1
Min. 99,6 Maks. 0,10
Min. 99,5 Maks. 0,15
mg/kg
Maks. 30
Maks. 30
mg/kg mg/kg
Maks. 2 Maks. 2
Maks. 2 Maks. 2
% “Z” %
7.3
Arsen mg/kg Maks. 1 Sumber : Badan Standarisasi Nasional, (2010).
Maks. 1
5. Margarin (lemak) Lemak yang digunakan dalam jurnal ini adalah mentega (lemak hewani) dan margarine (lemak nabati). Mentega dalam bahasa inggris disebut butter dan oleh awam sering kali disebut roombutter, terbuat dari susu sedangkan margarine terbuat dari kelapa sawit. Untuk rasa yang lebih lezat digunakan mentega namun karena harganya lebih mahal dari margarin, pilihan margarin dengan cita rasa gurih mirip mentega. Margarin semacam ini sudah tersedia dari pasaran (Ananto, 2013). Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Karena minyak nabati umumnya dalam bentuk cair, maka
harus
dihidrogenisasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut (Winarno, 2004) Fungsi margarin adalah untuk menjaga kue agar tahan lama, menambah nilai gizi, memberi aroma pada cake, dan membuat cake terasa empuk. Tentu juga menimbulkan rasa enak. Margarin juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi (Iriyanti, 2012). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, (Hermanto, 2009). 6. Vanili Vanili (Vanilla planifolia) merupakan tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan
dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili diperkenalkan pertama kali oleh suku indian di Meksiko (Sindo, 2011). Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (kandungan ± 98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanili yang merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari buah vanili mempunyai rumus molekul C8H8O3 dengan nama IUPAC 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid. Vanili
merupakan
salah
satu
flavoring agent yang penggunaannya cukup luas. Penggunaan vanili saat ini sebesar 60% sebagai bahan aditif industri makanan dan minuman, sebesar
20-25%
5-10%
dalam
dalam industri parfum dan kosmetik, serta sebesar industri
obat-obatan
dan
farmasi
Dalam industri makanan vanili digunakan dalam pembuatan es krim, gulagula, cokelat, kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008) Aini (2013) menyatakan ada 4 jenis vanili yang beredar di pasaran yaitu: -
Vanili ekstrak. Dibuat dari vanili kering yang direndam dalam alkohol. Vanili jenis ini termasuk yang paling banyak digunakan karena dapat meningkatkan rasa dan aroma kue.
-
Vanili esens (artifical vanili extract). Produk ini terbentuk dari senyawa kimia, oleh karena itu hanya dapat memberikan aroma. Penggunaan vanili ini dengan konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit pada makanan.
-
Vanili bubuk merupakan produk sintetis yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan vanili esens.
-
Vanili batang merupakan biji vanili asli yang dikeringkan. Cara penggunaannya biasanya biji vanili utuh dibelah memanjang lalu diambil isinya kemudian dicampur ke dalam makanan.
7. Kayu manis Produk kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis, produk ini berupa potongan kulit yang dikeringkan. Menghasilkan produk kayu manis
sangat sederhana, yaitu cukup dengan penjemuran. Sebelum dijemur, kulit dikikis atau dibersihkan dari kulit luar, lalu dibelah–belah menjadi berukuran lebar 3–4 cm. Selanjutnya kuli t yang sudah bersih ini dijemur dibawah terik matahari selama 2–3 hari, kulit dinyatakan kering kalau bobotnya sudah susut sekitar 50% artinya, kalau bobot sebelum dijemur sekitar 1 kg maka kayu manis kering harus berbobot 0,5 kg. Kulit bermutu rendah karena kadar airnya masih tinggi, kadar air tinggi diakibatkan oleh kurangnya waktu penjemuran selain kadar air masih tinggi, mutu kulit dipengaruhi oleh kebersihan tempat penjemuran (Rimunandar dan Paimin, 2001). Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak. Agar dapat menghasilkan mutu kulit yang baik, penjemuran sebaiknya dilakukan
dibawah sinar matahari penuh
(Hariana, 2007) C. Proses Pembuatan Proses pencampuran
pembuatan
biskuit secara
(mixing), pembentukan
garis besar terdiri
(forming) dan
dari
pemanggangan
(bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahanbahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus (Mutiara, 2012). Bahan baku biskuit yang digunakan dalam persiapan bahan harus bebas dari kotoran, batu, komponen mikroba, serangga, dan tikus. Setelah bahan siap, dilakukan pencampuran dilanjutkan dengan pengadukan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pencampuran adalah jumlah adonan, lama pencampuran, dan kecepatan pengadukan. Pengadukan yang berlebihan
akan
menyebabkan
retak
pada
permukaan
biskuit
saat
pemanggangan.. Ukuran biskuit yang telah dicetak harus sama, agar ketika dioven biskuit matang secara merata dan tidak hangus
(Claudia, 2015).
C. β-karoten Karoten
merupakan
salah
satu
pigmen karotenoid. Kandungan
karotenoid di dalam sayur-sayuran berhubungan dengan vitamin A di dalamnya.
Sebagai contoh β-karoten yang banyak terdapat di dalam labu
kuning adalah precursor vitamin A (provitamin A) yang penting karena setiap molekul β-karoten di dalam tubuh manusia akan di proses menjadi dua molekul vitamin A (Rahmi, 2012). Karotenoid
merupakan
ketidakjenuhannya sangat
tinggi
senyawa sehingga
alami sangat
yang
tingkat
mudah terdegradasi
akibat oksidasi dan proses pemanasan. Pemanasan yang lama pada suhu 180°C (pada kondisi tanpa oksigen) hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul ini, namun pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, dan lain-lain) serta dikombinasikan dengan pencampuran secara mekanis akan memberi kesempatan masuknya O2 dan menyebabkan kerusakan molekul karoten all trans ini lebih besar hingga jauh lebih besar lagi. Pemanasan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dalam waktu singkat dapat menyebabkan isomerisasi beberapa ikatan trans menjadi cis dan penurunan kadar karoten yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi (Ranonto, 2015). Vitamin A dapat diperoleh dari buah -buahan berwarna kuning dan jingga sampai merah seperti pepaya, mangga, tomat, jeruk, jambu biji, alpukat dan cabe serta sayur-sayuran hijau. Beta karoten sebagai provitamin A merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A. Karena ß-karoten merupakan sumber vitamin A maka ketersediaan karoten perlu diketahui (Octaviani, 2014).
D. Analisis Ekonomi
Analisis kelayakan finansial untuk melihat apakah usaha yang akan dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak dan layak secara ekonomi. Pengkajian aspek finansial meliputi berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan usaha, penentuan jumlah modal yang diperlukan dan alokasi penggunaannya secara efisien dengan harapan keuntungan yang optimal. Analisis kelayakan finansial untuk mengetahui gambaran usaha ke depan dan menjaga profit yang bisa diperoleh (Kusuma, 2012). Layaknya sebuah usaha sebelum didirikan harus melalui proses uji kelayakan terlebih dahulu agar pemilik dapat mengetahui prospek dan risiko dari usaha yang akan dijalankan. Sehingga perlu dikaji kelayakan dari aspek finansial dan nonfinansial. Aspek finansial meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan PP, sedangkan aspek nonfinansial meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, sosial, dan lingkungan. Setelah diketahui dari kedua aspek dinilai apakah layak
atau
tidak
maka
kemudian
ditentukan
keputusannya
(Mahardika dan Farida, 2014). Kusuma dan Nur (2014) menjelaskan bahwa perhitungan biaya yang dilakukan untuk analisa kelayakan usaha meliputi biaya investasi, biaya variabel-semi variabel, biaya tetap, dan biaya lainnya. Biaya investasi adalah sejumlah modal atau biaya yang digunakan untuk memulai usaha atau mengembangkan usaha. Biaya variabel merupakan biaya yang rutin dikeluarkan setiap dilakukan usaha produksi dimana besarnya tergantung pada jumlah produk yang ingin diproduksi. Biaya tetap adalah jenis biaya yang lain yang rutin dikeluarkan oleh perusahaan selama perusahaan melakukan kegiatan produksi, akan tetapi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada kapasitas produksi. Menurut Mahardhika dan Farida (2014), Return On Investment (ROI) adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan. Rumus yang digunakan adalah:
ROI =
x 100%
Titik impas (Break Even Point) adalah suatu keadaan dimana total penghasilan yang didapatkan sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Rumus yang digunakan dalam menghitung BEP adalah sebagai berikut: BEP produksi = BEP nilai = Mahardhika dan Farida (2014) juga menerangkan bahwa Net Benefit Cost Ratio atau Net B/C Ratio merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif atau dalam arti lain merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran B/C ratio adalah memilih semua proyek yang dinilai B/C ratio sebesar satu atau lebih jika arus biaya dan manfaat dapat didiskontokan pada tingkat biaya oportunitas capital. Rumus yang digunakan dalam perhitungan B/C ratio adalah sebagai berikut:
Dimana Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t, Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t, i = suku bunga, t = 1, 2,3 ........, n, dan n = umur ekonomis. Dengan kriteria: Net B/C ≥ 1, maka proyek layak dan menguntungkan; Net B/C < 1, maka proyek tidak layak dan tidak menguntungkan.