BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Lingkungan Manusia sebagai makhluk hidup tertinggi di dunia ini, hidupnya tergantung pada sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitarnya. Sebagai kebutuhan dasar manusia membutuhkan udara untuk bernafas, air untuk minum, mandi, mencuci, dll. Selama hidupnya manusia juga perlu membuang kotoran yang tidak diperlukannya kembali ke lingkungan. Limbah udara kembali ke udara, limbah cair kembali ke hidrosfir, dan limbah padat kembali ke tanah / litosfer. Pada akhirnya buangan yang bertambah banyak akan membuat lingkungan tidak mampu membersihkan dirinya sendiri dan menyebabkan pencemaran pada lingkungan tersebut (Juli Soemirat, 2005). Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 4 Th 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup atau UULH pada bab I, pasal I ayat 7 disebutkan bahwa “pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukinya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen baik kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Anonimus, 1989).
5
6
Penanggulangan pencemaran air oleh buangan tubuh manusia (tinja dan urin) sulit dilakukan dan membutuhkan biaya yang besar. Pengelolaan lumpur tinja yang ada di IPLT Keputih Surabaya, menggunakan energi listrik yang besar, dan memerlukan pemeliharaan dan pemeriksaan alat secara berkala. Alternatif tindakan untuk mencegah terjadinya kesulitan operasional dan pemeliharaan instalasi pengolahan serta untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat buangan tubuh manusia adalah dengan menggunakan kembali (reuse) limbah buangan tubuh manusia tersebut setelah dilakukan pengolahan sederhana untuk keamanan penggunaannya. Urin dan tinja dalam pertanian organik dapat digunakan sebagai penyubur tanaman (karena mempunyai kandungan unsur N, P, dan K yang tinggi) yang merupakan bagian dari suatu sistem sanitasi yang ekologis (Ecological Sanitation atau Ecosan) (http://www.pusdakota.org/abstract.html). Selain faeces, buangan tubuh manusia yang juga sering menimbulkan pencemaran lingkungan adalah urin. Menurut Menurut Bykov (1960), urine terbentuk dalam ginjal dan dibuang dari tubuh melalui saluran perkemihan. Urine terdiri dari 98% air dan lainnya terdiri dari pembentukan metabolisme nitrogen (urea, uric acid, creatinin dan produk lain dari metabolisme protein). Menurut Kimber (1949) urine biasanya bersifat kurang asam dengan pH antara 5 - 7. Urine yang sehat berat jenisnya
berkisar 1.010 - 1.030,
tergantung perbandingan larutan dengan air. Banyaknya urine yang dikeluarkan dalam 1 hari dari 1.200 - 1.500 cc (40 - 50 oz) (Ganong, 2001).
7
Salah satu permasalahan yang ditimbulkan oleh urin adalah kandungan amonia yang cukup tinggi. Hal ini dapat mencemari badan air jika langsung dibuang tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Amonia secara alami ada pada air permukaan dan air tanah serta air limbah. Sebagian besar terjadi dari peruraian zat organik yang mengandung nitrogen oleh mikroorganisme dan dari hidrolisa urea. Secara alami merupakan hasil reduksi nitrat pada kondisi anaerob. Maka adanya ammonium merupakan satu petunjuk adanya pencemaran zat organik pada badan air (Taras M.J. 1971). B. Amonium [NH4+] 1. Pengertian Amonium [NH4+] Amonium adalah ion NH4+ yang bersifat tidak berwarna, berbau menyengat dan berbahaya bagi kesehatan dan merupakan suatu ion hasil hidrolisis amonia yang merupakan hasil hidrolisis dari urea yang ada dalam urin menjadi CO(NH2)2 dan H2 kemudian menghasilkan senyawa NH4OH dan CO2. Amonia adalah senyawa gas dengan formula NH3 dan bersifat tidak berwarna, berbau sengit, larut dalam air dan menghasilkan larutan alkali yang mengandung amonium hidroksida (NH4) OH. Amonia disintesa dari nitrogen dan hidrogen dengan menggunakan proses Haber. Larutan amonia digunakan sebagai larutan pendingin. Gas amonia digunakan sebagai bahan pemula dalam pembuatan asam nitrat dan senyawa nitrit (Basri S, 2005).
8
2. Sifat Amonium [ NH4+ ] Amonium bersifat basa sebagai “substansi bergabung dengan ion hidrogen
(protons)”.
Amonium
dalam
larutan
berada
dalam
kesetimbangan seperti berikut :
amonia
amonium
Amonium bereaksi sebagai basa karena adanya pasangan bebas yang aktif dari nitrogen. Nitrogen lebih elektronegatif dari hidrogen sehingga menarik ikatan elekton pada molekul amonia kearahnya. Atau dengan kata lain dengan adanya pasangan bebas terjadi muatan negatif sekitar atom nitrogen. Kombinasi dari negatifitas ekstra tersebut dan daya tarik pasangan bebas, menarik hidrogen dari air. Amonium dalam urine bersifat basa bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat. Bau amonia tersebut berasal dari peruraian urea sebagai komponen bahan organik terbanyak dalam urin oleh jasad renik menjadi energi dan gas NH3. Urin mengandung amonium sianat (NH4CNO), dan jika terkena sinar atau panas akan menjadi urea [CO(NH2)2]. Urea tersebut terhidrolisis menjadi dua fraksi yaitu karbondioksida (CO2) dan amonia (NH3). Selanjutnya amonia (NH3) bereaksi dengan air (H2O) yang akan terhidrolisis menjadi amonium (NH4+) dan ion hidroksida (OH-).
9
3. Dampak Amonium [NH4+] Dampak konsentrasi amonium terhadap manusia terdapat dalam tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 : Gajala atau pengaruh berbagai konsentrasi amonium yang ditimbulkan pada manusia. Konsentrasi
Gejala/Pengaruh yang ditimbulkan pada
Amonium (ppm)
manusia
5 6
25
35
40
Kadar paling rendah yang tercium baunya Mulai timbul iritasi pada mukosa mata dan saluran napas Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam Kadar maksimum yang dapat ditolefir selama 10 menit Mulai menyebabkan sakit kepala, mual, hilang nafsu makan pada manusia
(Setiawan.1996) Menurut Mukono (2005), efek amonium (NH4+) terhadap kesehatan dan lingkungan adalah mengganggu pernapasan, iritasi selaput lendir hidung dan tenggorokan. Pada konsentrasi 5000 ppm dapat menyebabkan ederma laryng, paru, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian, iritasi mata (mata merah, pedih, dan berair) dan bisa menyebabkan kebutaan total, iritasi kulit dapat menyebabkan terjadinya luka bakar (frostbite), bersifat teratogenik pada paparan yang menahun.
10
C. Fotokatalis 1. Pengertian Fotokatalis Fotokatalisis adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet (254nm) permukaan TiO2 mempunyai kemampuan mengionisasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun (Jarnuazi G,2002). Titanium Dioxida disebut juga Titania atau Titanium (IV) oksida adalah bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2 Senyawa
ini
biasa
digunakan
sebagai
pigmen
pada
cat
tembok, sunscreen dan pada makanan (CI77891). Titanium Dioxida sekilas mirip tepung berwarna putih, berbentuk bubuk, Boleh dikatakan lebih mirip dengan kapur/gamping yang biasa kita gunakan Senyawa ini mendadak jadi populer setelah adanya laporan dari peneliti jepang Akira Fujishima pada publikasinya yang melaporkan tentang adanya pemecahan molekul air menjadi oksigen dan hidrogen pada eksperimen yang menggunakan kristal tunggal dari TiO2 menggunakan sinar UV (Ultra Violet) berenergi rendah. Penyinaran
permukaan
TiO2
(bersifat
semikonduktor)
menghasilkan pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga
11
menjadikan permukaan tersebut bersifat polar dan atau hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi menjadi nonpolar dan atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak mendapatkan penyinaran lagi. Sifat hidrofilik dan hidrofobik salah satunya ditandai dengan ukuran sudut kontak butiran air pada permukaan lapis tipis TiO2 tersebut. yaitu sedikit lebih besar dari 50 derajat pada saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati 0 derajat setelah disinari. Material dengan sudut kontak itu akan sangat hidrofilik (Super hidrofilik). Spesies aktif dari TiO2 dalam larutan berair adalah > TiOH. Keberadaan >TiOH dari dapat dilihat dari persamaan reaksi berikut : > TiOH2 pKal >TiOH + H ++ e – pKal = 4,5 > TiOH
pKal > TiO - + H+
pKal = 8,0
(1) (2)
2. Sifat Fotokatalis Fotokatalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning yaitu daya membersihkan diri sendiri yang berfungsi untuk menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yang dapat mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai antibiotik ( Fujishima, A. dkk, 1999 ). Fotokatalis TiO2 dapat menghambat sintesis protein, dan asam nukleat. Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama, yakni transkripsi (sintesis asam ribonukleat) dan translasi (sintesis protein yang ARN-dependent). Katalis ini merupakan penghambat efektif
12
terhadap sintesis DNA (Deoxribo Nucleic Acid). Sebenarnya, obat-obat demikian membentuk kompleks dengan DNA melalui ikatan pada residu deoksiguanosin. Kompleks DNA aktinomisin menghambat polimerase RNA (Ribo Nucleic Acid) yang tergantung pada DNA serta menahan pembentukan mRNA (Darmawati, S., 2008) 3. Cara Kerja Fotokatalis TiO2 Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2) pada ubin keramik, dengan adanya sinar ultra violet yang berasal dari sinar matahari atau lampu ultra violet dapat menghasilkan radikal OH untuk menurunkan konsentrasi amonia pada ubin keramik.
Sinar
NH4+ e-) e-) (e+ (e+
Ubin keramik mini dengan komposisi Kaolin, clay dan TiO2
Gambar.1 Proses penurunan kadar amonium pada ubin keramik yang mengandung TiO2 Tahap Reaksi Degradasi Amonium dengan Fotokatalis TiO2 a. Pembentukan pembawa muatan oleh foton (cahaya). TiO2 + hv >Ti (IV) OH + hvb+ + ecb -
(3)
b. Trapping pembawa muatan. hvb+ + >Ti IV OH (>Ti IV OH• )+
(4)
ecb - + >Ti IVOH ( >Ti III OH)
(5)
13
ecb - + >Ti IV
>Ti III
(6)
c. Rekombinasi pembawa muatan ecb - + (>Ti IVOH• )+ >Ti IVOH hvb+ + (>Ti III OH)
(7)
>TiIVOH
(8)
d. Transfer muatan antar muka (>Ti IV OH•) + + Red >TiIV OH + Red•+
(9)
(>Ti IV OH•)+ +2NH4+ +3e >TiIV OH +N2 + H2O
(10)
ecb- + Oks >TiIV OH+ Oks•
(11)
e. Pembentukan radikal OH hvb++OH(s)•OH
(12)
ecb-+H2O(I) OH(I)
(13)
Keterangan : TiOH
= bentuk terhidrat dari TiO2
Red (reduktant)
= pendonor elektron
Oks (oksidant)
= akseptor elektron
(>Ti IV OH•)+
= permukaan dari penjebakan hvb+ (radikal •OH)
(>Ti III OH)
= permukaan dari penjebakan ecb-
>TiO2 mewakili permukaan fotokatalis, hvb+ dan ecb- masing-masing adalah hole dan electron yang merupakan spesies fotoaktif, OH(s) merupakan gugus hidroksil pada permukaan katalis, hv merupakan energy radiasi yang berasal dari lampu UV/ visible atau cahaya matahari yang diserap oleh terbentuk pada permukaan katalis •OH(s)
14
dan OH(I) masing-masing adalah radikal OH yang terbentuk pada permukaan katalis dan dalam larutan (Fujishima, dkk. 1999). D. Ubin Keramik 1. Pengertian Ubin Keramik Keramik diturunkan dari kata Yunani keramos, berarti barang tembikar dari lempung (clay) atau perabotan yang terbuat dari lempung dan dibakar (Somiya, 1989). Menurut Van Vlack (1985) dalam Amin, 2008 keramik adalah bahan non-organik yang tersusun dari unsur logam dan bukan logam, daya tahan terhadap slip umumnya lebih baik, sehingga keramik lebih keras dan selalu kurang ulet dibandingkan bahan logam atau polymer. Keramik modern mempunyai sifat yang baik seperti keras, kuat dan stabil pada temperatur tinggi, tetapi kelemahan keramik bersifat getas dan mudah patah (Surdia dan Saito, 1985). Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O) merupakan salah satu bahan keramik yang banyak dipakai sebagai bahan porcelain, chinaware, furnace lining, crucible, batu tahan api dan abrasive. Menurut Surdia dan Saito (1985) kaolin memiliki kandungan 40-50 wt% Al2O3 dan 50-60 wt% SiO2 yang digolongkan pada jenis refraktori alumina rendah.
15
2. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ubin Keramik Yang Mengandung fotokatalis Titanium Dioksida ( TiO2 ) a.
Tekanan kompaksi Kenaikan tekanan kompaksi dapat menurunkan porositas dari green body keramik. Jika green body keramik tersebut disinter dapat meningkat densitasnya karena dengan kenaikan tekanan kompaksi yang semakin tinggi hubungan luasan antar partikel akan menjadi lebih besar, hal ini disebabkan void–nya terdesak hingga berkurang (German, 1994). Tahapan dari proses compacting partikel yaitu tahap pertama terjadi rearrangement partikel, tahap kedua terjadi deformasi elastis, dengan porositas yang semakin kecil, tahap ketiga terjadi deformasi plastis, disertai kenaikan densitas.
b.
Uniaxial Pressing Keramik lanta pada umumnya dibuat dari partikel-partikel halus yang dibentuk dengan proses penekanan partikel tersebut secara uniaxialpressing atau isostatic pressing. Uniaxial pressing dilakukan dengan cara menekan powder di dalam die dengan menggunakan tekanan satu arah axial menggunakan plunger atau piston. Penekanan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau hidrolis. Hasil dari compacting ini disebut green compact.
c.
Sintering Sintering yaitu memanaskan green body di dalam furnace (dapur pemanas) pada temperatur 2/3 dari titik cairnya supaya partikel halus
16
tersebut beraglomerasi menjadi bahan padat. Kebanyakan bahan keramik dibuat dengan cara sintering dan tahapan dalam sintering mengacu pada urutan perubahan secara fisik yang terjadi ketika partikel-partikel saling mengikat dan porositasnya menurun (Djaprie, 1998). Tahap-tahap sintering dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pertama (initial stage) terjadi rearrangement dan neck formation, tahap kedua (intermediate stage) terjadi neck growth, grain growth dan pore-phase continuous, dan tahap terakhir atau tahap ketiga (final stage) terjadi much grain growth, discountinuous pore-phase, grain boundary dan pores eliminated (German, 1991).
3. Cara Pembuatan Ubin Keramik Yang Mengandung fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2) Proses pembuatan ubin keramik terbagi menjadi beberapa proses yaitu: 1. Pembuatan Powder Bahan Baku Ubin Bahan baku dalam pembuatan ubin adalah clay dan kaolin. Cara pembuatan clay sebagai berikut : tanah yang berasal dari Banjarnegara direndam dengan air selama satu (1) malam agar menjadi tanah lempung. Kemudian lempung dikecil-kecilkan dan dikeringkan. Setelah itu dilakukan penggerusan dengan mortir sampai halus.
17
2. Pencampuran bahan baku Clay dan kaolin sebagai bahan baku pembuatan ubin keramik dicampur dengan perbandingan 40 : 60. 3. Penambahan fotokatalis TiO2 Campuran bahan baku (clay dan kaolin) kemudian ditambahkan dengan TiO2 dengan perbandingan 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 % volume (Bj TiO2), dihomogenkan dan diayak hingga 200 mesh. 4. Pencetakan Bodi Ubin Powder bahan baku dicetak menjadi bodi ubin dengan mesin press hidrolik. 5. Pemanasan Bodi Bodi ubin hasil pencetakan dipanaskan pada variasi suhu sintering 900 oC, 1000 oC, 1100 oC, dan 1200 oC
selama 24 jam untuk
mendapatkan suhu optimal. Didapatkan suhu 1100 oC yang paling baik untuk pemanasan ubin keramik dengan penambahan fotokatalis TiO2 (Mukaromah, 2010). Setelah didapatkan suhu optimal, dilakukan pembuatan ubin keramik kembali pada suhu sintering 1100 oC. 6. Pungujian Ubin Keramik Pengujian dilakukan terhadap hasil pembuatan ubin keramik dengan variasi jumlah fotokatalis TiO2 dan variasi suhu. Pengujian ubin keramik meliputi uji densitas, kekerasan, facture toughness (KIC), dan uji kekuatan bending.
18
Menurut Mukaromah, AH. (2010), Harga densitas terbesar ubin keramik yaitu dengan penambahan 15 % TiO2 pada suhu sintering 1100oC yaitu sebesar (2,697 ± 0,049) gram / cm3. Sedangkan harga kekerasan, facture toughness (KIC), dan kekuatan bending terbesar ubin keramik yaitu dengan penambahan 10 % TiO2 pada suhu sintering 1100 oC yaitu berturut-turut sebesar (1043, 336 ± 30,754) MPa, (0,467 ± 0,06) MPa.mm4, (65,917 ± 2,38) MPa. 7. Dilakukan pembuatan ubin keramik seperti prosedur nomor tiga (3) dengan jumlah TiO2 10 % dan pada suhu sintering 1100 oC.
E. Penetapan Kadar Ammonium pada Ubin Keramik terkatalis TiO210% dengan variasi waktu penyinaran Penetapan kadar amonium dilakukan dengan cara meneteskan 80µl larutan amonium 100 ppm pada ubin keramik ukuran 3x1x0,5 cm3 terkatalis TiO2 10%. Kemudian disinari di dalam reaktor yang telah dilengkapi lampu UV 40 watt selama 30, 60, 90 dan 120 menit. Setelah itu dilakukan pembilasan ubin keramik dengan cara merendamkan seluruh permukaan ubin keramik di dalam gelas ukur 5 ml. Kadar amonium yang tersisa
pada
spektrofotometri
ubin
keramik
ditetapkan
menggunakan
metode