BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tentang Pengertian Sosial Ekonomi Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas, teman sekampung dan sebagainya. Yang dimaksud kawan disini adalah mereka (orang-orang) yang ada di sekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1986 : 60). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 2002 : 1454). Sedangkan kata sosial menurut Depsos adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakantindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http://www.depsos.go.id/). Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-hari (http://id.wikipedia.org/Ilmu_ekonomi). Menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barangbarang serta kekayaan (seperti perdagangan, hal keuangan dan perindustrian) (KBBI, 2002 : 379). Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sosial ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan. Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial) yaitu satu keseluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Interaksi ini pertama sekali terjadi pada keluarga dimana ada terjadi hubungan antara ayah, ibu dan anak. dari adanya interaksi antara anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan masyarakat luar. Pola hubungan interaksi ini tentu saja di pengaruhi lingkungan dimana masyarakat tersebut bertempat tinggal. Di dalam masyarakat pedesaan kita ketahui interaksi yang terjadi lebih erat dibandingkan dengan perkotaan. Pada masyarakat yang hidup diperkotaan hubungan interaksi biasanya lebih dieratkan
Universitas Sumatera Utara
oleh status, jabatan atau pekerjaan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial di dalam masyarakat. Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu saja termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti yang dikatakan oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi terhadap suatu barang menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok atau status tertentu (Kartono, 1992 : 137). Melly. G. Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat itu dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 1981 : 35). 1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain. Karena tuntutan kehidupan yang keras, kehidupan remajanya menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri. 2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang. Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.
Universitas Sumatera Utara
3. Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi. Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain. Remaja dalam golongan ini sering berada dalam kemewahan yang berlebihan. Remaja dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu. Membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar.
B. Konsep Rumah Tangga dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga B.1. Konsep Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik, rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama. Pengertian rumah tangga menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-1, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya. Rumah tangga adalah unit
Universitas Sumatera Utara
perumahan dasar di mana produksi ekonomi, konsumsi, warisan, membesarkan anak, dan tempat tinggal yang terorganisasi dan dilaksanakan. Dalam ilmu ekonomi, rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang tinggal di kediaman yang sama (http://en.wikipedia.org/wiki/household). Istilah rumah tangga dan keluarga sendiri sering dicampur adukkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada sisi ekonomi, sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatan, fungsi sosial dan lain sebagainya (http://datastatistik-indonesia.com).
B.2. Peranan dan Fungsi Rumah Tangga Peranan dan fungsi rumah tangga sangat luas dan uraian mengenai ini sangat bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Peranan dan fungsi rumah tangga diantaranya yaitu: 1. Dari sudut biologi, rumah tangga berfungsi untuk melanjutkan garis keturunan. 2. Dari sudut psikologi perkembangan, rumah tangga berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian sehingga bayi yang kecil menjadi anak yang besar yang berkembang dan diperkembangkan seluruh kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran kepribadian yang matang, dewasa dan harmonis. Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :
Universitas Sumatera Utara
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat
remaja
sudah
bertambah
dewasa
dan
meningkat
otonominya b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga. 3. Dari sudut pendidikan, rumah tangga berfungsi sebagai tempat pendidikan informal, tempat dimana anak memperkembangkan dan diperkembangkan kemapuan-kemampuan dasar yang dimiliki, sehingga mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuan dasarnya dan memperlihatkan perubahan perilaku dalam berbagai aspeknya seperti yang diharapkan dan direncanakan. 4. Dari sudut sosiologi, rumah tangga berfungsi sebagai tempat untuk menanamkan aspek sosial agar bisa menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. 5. Dari sudut agama, rumah tangga adalah tempat persemaian bagi benihbenih kesadaran akan adanya sesuatu yang luhur, Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan norma-norma ethis-moral seperti tindakan baik dan buruk yang dijadikan pegangan dalam perilaku sehari-hari. 6. Dari sudut ekonomi, rumah tangga adalah primer sebagai organisasi ekonomi. Hakekatnya kebutuhan dari setiap keluarga sangat relatif dan
Universitas Sumatera Utara
tidak terbatas, keinginan-keinginan daripada keluarga untuk meningkatkan kualitas kebutuhan hidupnya, akan tetapi penghasilan mereka terbatas, hal tersebut menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dalam keluarga, maka untuk mengimbangkan kebutuhan dan pendapatan mereka mempunyai prinsip bahwa keluarga harus mempunyai perencanaan (merencanakan) anggaran rumah tangga dan meningkatkan penghasilan rumah tangga dan meningkatkan semangat kerja (Gunarsa, 1993 : 230). Sebagai tambahan untuk fungsi rumah tangga yang lain dikutip pendapat Horton sebagai berikut : 1. Fungsi pengaturan seksual. Keluarga berfungsi sebagai lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat
untuk
mengatur dan
mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual. 2. Fungsi reproduksi fungsi rumah tangga untuk memproduksi anak atau melahirkan anak. 3. Fungsi afeksi. Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan dicintai (Horton, dalam Su’adah, 2005 : 109). Pada dasarnya rumah tangga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi biologis antara lain melahirkan anak, fungsi afeksi hubungan kasih sayang dan fungsi sosialisasi yaitu interaksi sosial dalam keluarga tentang pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangannya (Su’adah, 2005 : 109). Dari beberapa penyajian tentang fungsi dan peranan rumah tangga, nyatalah betapa pentingnya rumah tangga terutama bagi perkembangan kepribadian seseorang. Rumah tangga menjadi faktor penting dalam menanamkan
Universitas Sumatera Utara
dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya.
C. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana pun tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, dalam Agustiani, 2006 : 28). Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992 : 203). Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, memberikan batasan usia remaja Indonesia antara 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).
Universitas Sumatera Utara
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya identitas diri (kriteria psikologik). 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka mempunyai hak-hak yang penuh sebagai orang dewasa. 5. Dalam defenisi di atas status perkawinan sangat menentukan. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan dewasa (Sarwono, 2000 : 14). Sedangkan masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Hurlock, dalam Ali, 2004 : 9). Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan defenisi tentang remaja yang bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteia yang biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut : Remaja adalah suatu masa dimana : 1.
Individu berkembang dari saat pertama sekali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
Universitas Sumatera Utara
2.
Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3.
terjadi perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2000 : 9).
C.1 Remaja dan Ciri-cirinya Dari sudut batas usia saja sudah tampak bahwa golongan remaja sebenarnya tergolong kalangan yang labil. Artinya, keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sedangkan bagi orang dewasa mereka masih dianggap kecil. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari sudut kepribadiannya remaja mempunyai ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual maupun badaniah. Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut : 1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sehingga perhatian terhadap jenis kelamin kian semakin meningkat. Oleh remaja perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggaan. 2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. Kadangkadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah dewasa.
Universitas Sumatera Utara
3. keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang. 4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis maupun politis, dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua dan sekolah. 5. Adanya
perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk
mendapatkan identitas diri. 6. menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa (Soekanto, 1990 : 52). Menurut Elizabeth B. Hurlock, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan masa sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat sebagai berikut : 1. Masa remaja merupakan periode yang penting : dimana ada dua perkembangan pada masa periode ini yang penting yaitu perkembangan fisik dan psikologis. 2. Masa remaja sebagai periode peralihan : masa ini merupakan sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Bila masa remaja beralih ke masa dewasa, maka remaja harus meninggalkan segala yang
bersifat
kekanak-kanakkan dan harus
mempelajari pola perilaku yang baru.
Universitas Sumatera Utara
3. Masa remaja sebagai periode perubahan : dimana selama masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sifat juga berlangsung cepat. 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah : pada periode ini, masalah yang paling sering muncul disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal. 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas : penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting, tetapi lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, seperti sebelumnya. 6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan : anggapan yang buruk terhadap citra diri remaja dianggap sebagai gambaran yang asli sehingga remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran tersebut. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik : remaja sering memandang kehidupan melalui kaca mata merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia ingginkan bukan sebagaimana adanya. 8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa : para remaja biasanya mulai bertindak, berperilaku dan berpakaian seperti orang dewasa (Hurlock,1992 : 207).
C.2 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakkan dan mengadakan
Universitas Sumatera Utara
persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Akibatnya, hanya sedikit remaja yang diharapkan mampu mengusai tugas-tugas tersebut pada masa awal remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan remaja memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa mereka sudah hampir dewasa. Mereka mulai berpakaian dan bertingkah laku seperti orang dewasa. Mereka juga mulai merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam perilaku seks bebas. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1992 : 209). Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang meliputi bidang intelijensia, sosial, maupun lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya. R. J. Havighust, seorang sarjana psikologi pendidikan menyimpulkan tugas perkembangan remaja sebagai berikut : 1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomonikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebayanya. 2. Memperoleh peran sosial. 3. Menerima keadaannya dan menggunakan dengan efektif. 4. Memperoleh kebebasan emosional. 5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri. 6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan. 7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga. 8. Membentuk sistem nilai moral dan falsafah hidup (Gunarsa, 2003 : 35).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Furter, dalam tinjauan fenomenologisnya dikemukakan ada tiga dalil perkembangan masa remaja, yaitu : 1. Bahwa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru timbul pada masa remaja. 2. Bahwa masa remaja sebagai periode masa muda harus dihayati betul-betul untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom. 3. Bahwa eksistensi muda secara keseluruhan merupakan masalah moral dan nilai (Sudarsono, 1995 : 166).
D. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya (Kartono, 1992 : 3). Dalam bukunya Kartini Kartono, mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, dikarenakan tingkat sosial ekonomi rumah tangga mereka rendah, remaja tersebut mendapatkan perlakuan diskriminasi dari lingkungan. Maka ia mencoba untuk melakukan perlawanan dengan cara mereka sendiri yang terkadang salah, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja
Universitas Sumatera Utara
adalah kelainan tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Kartono, 1992 : 93). Dalam pengertian yang lebih luas tentang kenakalan remaja ialah perbuatan atau kejahatan, pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma masyarakat. Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri. Sedangkan menurut Cohen, perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk gang. Perilaku kenakalan merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah atas yang cenderung mendominasi (Hadisuprapto, 1997 : 25). Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga menyebabkan dari kelompok kelas bawah ini mengalami frustasi, akibat dari situasi ini banyak remaja yang melakukan perilaku yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Orangtua dengan kelas sosial ekonomi rendah cenderung tidak konsisten dan melakukan kekerasan terhadap anaknya. Tekanan ekonomi yang begitu berat membuat orangtua dari golongan sosial ekonomi bawah rentan stres dan tidak memperhatikan kehidupan anaknya. Apapun akan dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup, termasuk melakukan tindak kejahatan, dan kondisi semacam ini lebih memungkinkan remaja juga melakukan tindak kejahatan guna memenuhi kebutuhan ekonomi yang tidak dapat disediakan oleh orangtuanya. Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111). Peranan orangtua sangatlah penting dalam membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Keluarga merupakan kelompok sosial yang utama, terutama tempat anak berada dan menjadi manusia sosial. Orangtua yang berhasil menjalankan tugas dan fungsinya dalam keluarga adalah
Universitas Sumatera Utara
orangtua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada anaknya. Kesejahteraan tersebut meliputi pemenuhan akan kebutuhan pangan dan papan, perhatian serta kasih sayang. Kemampuan orangtua memberikan berbagai bentuk kesejahteraan tersebut tidak terlepas dari status sosial ekonomi yang dimiliki oleh orangtua itu sendiri (Ahmadi, 1991 : 244).
D.1 Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk
mengetahui
latar
belakang
perilaku
menyimpang
perlu
membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia
Universitas Sumatera Utara
pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongandorongan untuk menyimpang (Becker, dalam Soekanto,1990 : 26).
D.2 Wujud Perilaku Kenakalan Remaja Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kenakalan remaja yang dimaksud adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Kenakalan remaja dibagi menjadi empat bentuk yaitu: 1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain. 3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas. 4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah (Walgito, dalam Simanjuntak, 1981 : 200) Singgih D. Gunarsa membagi kenakalan remaja itu menjadi dua kelompok besar, yaitu : A. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial, karena tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. 2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. 3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua. 4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. 5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk menggunakannya, seperti pisau, silet dan lain-lain. 6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. 7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial). 8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa. 9. Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis. 10. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
11. Berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras sehingga merusak dirinya maupun orang lain. B. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa yaitu : 1. Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang. 2. Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan : pencopetan, perampasan, penjambretan. 3. Penggelapan barang. 4. Penipuan dan pemalsuan. 5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan. 6. Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi. 7. Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik orang lain. 8. Percobaan pembunuhan. 9. Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan. 10. Pembunuhan. 11. Penguguran kandungan (Gunarsa, 2003 : 20). Jensen mengemukakan pembagian kenakalan remaja menjadi 4 (empat) jenis, antara lain: 1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum nikah dalam jenis ini. 4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya (Jensen, dalam Santoso, 2003 : 207)
D.3 Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dan yang menimbulkan penyebab kenakalan remaja, yaitu: 1. Situasi sosial-ekonomi yang kurang menguntungkan. Remaja yang sosial ekonominya
rendah
akan
merasa
kurangnya
kesempatan
untuk
mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan. 2. Kemewahan yang berlebihan dan penghamburan uang. Anak-anak delinkuen dari subkultur kelas menengah banyak yang menggunakan obat perangsang
Universitas Sumatera Utara
dan minuman beralkohol untuk mencoba menghilangkan kejemuan dan kejenuhan, serta untuk melupakan dan menghilangkan konflik batin sendiri, juga untuk memberikan kegairahan dan keberanian hidup. Kebiasaan ini banyak memunculkan keributan dan huru-hara massal, dan sering berlangsung pada waktu diadakannya bermacam-macam pertunjukan dan festival. Keributan yang dilakukan oleh para adolesens dan remaja itu biasanya dalam rangka menirukan perilaku dan gaya tokoh-tokoh idola tertentu. Anak-anak remaja demikian merupakan kelompok ekspresif yang mau "unjuk perasaan", dan segera akan berubah menjadi kelompok aksi, yang pada akhirnya menjadi massa destruktif yang suka melakukan kegaduhan, kerusuhan, teror dan huru hara secara massal. 3. Perkembangan budaya yang belum seimbang dengan kesiapan mental rakyat untuk menerimanya, dan sebagainya. Masuknya budaya asing ke dalam negeri akan membawa pengaruh terhadap pola perilaku masyarakat setempat, dan pengaruh tersebut akan menimbulkan dampak positif maupun negatif. Bila pengaruh budaya asing itu berdampak positif pasti akan membawa kemajuan dan kebaikan hidup masyarakat setempat, namun bila berdampak negatif maka kehancuranlah yang akan diperolehnya. Budaya asing berpotensi mengubah cara berpikir, cara bekerja dan cara hidup, bahkan dapat merubah kebudayaan yang sudah ada. Pengaruh negatif budaya asing terhadap para remaja, antara lain gaya hidup konsumtif, gaya hidup mewah, pola hidup bebas (free sex, tidak mengenal sopan santun setempat, kebebasan berpakaian yang mengundang birahi, penggunaan obatobat terlarang, minuman keras dan sebagainya). Dengan meniru budaya
Universitas Sumatera Utara
asing tersebut para remaja beranggapan bahwa dirinya telah memenuhi sebagai gaya hidup orang modern. Untuk memenuhi anggapan tersebut bagi remaja yang tidak memiliki uang terutama para remaja dari keluarga ekonomi lemah dan agar terlaksana gaya hidup yang diinginkan, mereka akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya dan bahkan menjadi delinkuen. Sedangkan para remaja dari keluarga kelas ekonomi menengah ke atas pun banyak yang meniru dan menyerap budaya asing dengan begitu saja. Mereka dapat pula menjadi remaja delinkuen karena ketatnya pengaruh orang tua untuk mempertahankan pola hidup tradisional, dan dapat juga dikarenakan terlalu longgarnya pengawasan orang tua terhadap anakanaknya.
E. Kerangka Pemikiran Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya, karena pada periode itu seseorang meninggalkan tahap kehidupan kanak-kanak untuk menuju tahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena
belum
adanya
pegangan,
sedangkan
kepribadiannya
mengalami
pembentukan. Perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan perubahanperubahan yang sangat cepat pula pada diri remaja, seperti meningkatnya emosi, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, rasa ingin tahu yang menonjol, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja diharapkan dapat mengubah sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Masa remaja dituntut untuk melakukan perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang meliputi bidang intelijensia, sosial, maupun lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya. Pada tahap ini seorang remaja memerlukan peran dari keluarga untuk membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Kondisi ini juga tidak terlepas dari peranan dan fungsi keluarga sebagai wadah yang utama dalam membentuk kepribadian remaja. Orangtua yang berhasil menjalankan peran dan fungsinya adalah orangtua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada anaknya dan tentunya hal ini tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi yang dimiliki oleh keluarga. Kenakalan remaja dapat dikaitkan dengan pengaruh kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, masalah inti yang mereka hadapi adalah tidak mampu bersaing dengan remaja dari kalangan atas disebabkan karena kurangnya hak-hak mendapatkan keistimewaan dan fasilitas materil. Maka untuk memainkan fungsi sosial tertentu dan untuk memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta untuk menegakkan fungsi egonya mereka lalu melakukan perbuatan kenakalan. Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja
Universitas Sumatera Utara
cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri. Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111). Sedangkan untuk sosial ekonomi rumah tangga menengah, tidak ada penelitian yang menyatakan kondisi sosial ekonomi menengah berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Dari beberapa teori dan hasil penelitian di atas kita melihat bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan. Remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa kenakalan remaja datang dari berbagai latar
Universitas Sumatera Utara
belakang sosial ekonomi, baik yang berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, maupun yang berlatar belakang sosial ekonomi rendah.
Universitas Sumatera Utara
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Rumah Tangga Sosial Ekonomi Rendah - Tingkat pendidikan yang rendah - Tingkat penghasilan yang rendah - Tuntutan kehidupan yang keras - Orang tua tidak sempat membimbing dan mengawasi putra putrinya - Remaja dibiarkan menemukan dan belajar sendiri
Rumah Tangga Sosial Ekonomi Tinggi - Tingkat pendidikan yang tinggi - Tingkat penghasilan yang tinggi - Remaja terbiasa hidup mewah - Remaja mudah mendapatkan segala sesuatu - Kemewahan membuat remaja manja dan lemah secara mental
Ciri-ciri dan Tugas Perkembangan Remaja - Mengalami pembentukan kepribadian - Perubahan fisik dan psikis secara cepat - Memerlukan peran dari keluarga dan lingkungan untuk membentuk watak dan kepribadian - Masa untuk merubah sikap, pola prilaku kekanak-kanakan dan persiapan menghadapi masa dewasa
-
Kenakalan Remaja Berbohong Membolos sekolah Berkelahi Melihat, membaca, dan menonton film porno Seks bebas Minum-minuman keras Penyalahgunaan narkoba Mencuri Membunuh
Universitas Sumatera Utara
F. Hipotesa Hipotesa adalah dugaan logis sebagai kemungkinan pemecahan masalah yang hanya dapat diterima sebagai kebenaran bilamana setelah diuji ternyata fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan sesuai dengan dugaan tersebut (Nawawi, 1991 : 161). Berdasarkan acuan dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesa sebagai berikut: Ha : Ada pengaruh sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi, kecamatan Birubiru, kabupaten Deli Serdang. Ho : Tidak ada pengaruh sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi, kecamatan Birubiru, kabupaten Deli Serdang.
G. Definisi Konsep dan Definisi Operasional G.1 Definisi Konsep Konsep merupakan abstraksi dari suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34). Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hala-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009 : 112).
Universitas Sumatera Utara
Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah : a.
Pengaruh adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu keadaan atau kondisi.
b.
Sosial ekonomi rumah tangga adalah keadaan atau kedudukan suatu kesatuan sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri dan anak yang diatur secara sosial dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat yang menentukan hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
c.
Kenakalan remaja adalah perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang berusia 10 sampai dengan 19 tahun dan bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma masyarakat.
G.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang konsep. Dan keterikatan konsep yang telah diterangkan. Menurut Masri Singarimbun, definisi operasional adalah merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variabel, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya suatu pengukuran tersebut (Singarimbun, 1989 : 46) Dalam hal ini harus ditentukan lebih dahulu variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah suatu nilai tertentu yang memberikan pengaruh kepada variabel terikat.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan variabel terikat adalah variabel terpengaruh yang hanya muncul sebagai akibat adanya variabel bebas. Variabel bebas (x) yaitu kondisi sosial ekonomi rumah tangga, yang diukur dengan indikator berupa : 1. Pendidikan orangtua. 2. Pekerjaan orangtua. 3. Pendapatan orangtua dengan pendapatan sebagai berikut : a. Rendah b. Menengah c. Tinggi Varibel terikat (y) yaitu kenakalan remaja yang diukur dengan indikator berupa : 1. Berbohong 2. pergi keluar rumah tanpa pamit, membolos sekolah, keluyuran, begadang 3. Berkelahi dengan teman, berkelahi antar sekolah 4. Melihat, membaca, dan menonton film porno 5. Seks bebas 6. Minum-minuman keras 7. Penyalahgunaan narkoba 8. Mencuri 9. Membunuh
Universitas Sumatera Utara