Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Polimer Polimer adalah molekul yang mempunyai massa molekul besar. Polimer dapat diperoleh dari alam dan juga dapat disintesis di laboratorium. Para ahli kimia telah berhasil menggali pengetahuan yang dapat digunakan untuk membuat polimer yang sesuai dengan tujuan tertentu, dan pengetahuan tersebut menyebabkan industri polimer dapat berkembang dengan pesat . Polimer alam seperti halnya selulosa, pati dan protein telah dikenal dan digunakan manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan, sedangkan industri polimer merupakan hal yang baru. Karet alam digunakan dalam tenunan berkaret sebelum Goodyear menemukan proses vulkanisasi pada tahun 1839. Selulosa nitrat yang dihasilkan dari reaksi kertas dengan asam nitrat pertama kali dibuat secara industri sekitar tahun 1870, damar fenolik pada tahun 1907, polifeniletena atau polistirena pada tahun 1930, dan polietena atau polietilena (poliena) pada tahun 1933. Sejak itu terobosan baru banyak dilakukan untuk menciptakan polimer baru maupun pengembangan polimer yang sudah ada. 5 Polimer yang disebut juga makromolekul adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Kesatuan-kesatuan berulang itu setara atau hampir sama dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer seperti yang diperlihatkan pada Tabel II.1 berikut : Tabel II.1 Beberapa contoh monomer pembentuk polimer Polimer
Monomer
Unit ulang
Poli (etena)
CH2=CH2
-(CH2-CH2-)
Poli(kloroetena)
CH2=CHCl
-(CH2-CHCl-)
Selulosa
C6H12O6
-(C6H10O5-)
II.2 Selulosa Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung selulosa. Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan tersebar di alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu, tekstil dan kertas. Sumber utama selulosa adalah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 50% selulosa, 18%-33% lignin, 17% pentosan, 7 % holoselulosa , dan 6 % air. 7,8 Selulosa merupakan polimer alam dengan rumus molekul (C6H10O5)n dimana n merupakan jumlah unit ulang dari senyawa tersebut. Hemiselulosa adalah polimer dengan lima monomer yang berbeda, yakni jenis heksosa: glukosa, mannosa, galaktosa, dan jenis pentosa : xylosa, arabinosa. Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut : OH dst
4
O HO
OH O
OH O
1
OH
O HO
OH O
O OH
HO
O O
OH
SELULOSA
O
HO
dst
OH
Rantai 1
Lapisan 1 Rantai 2
Rantai 1
Lapisan 2
Rantai 2 Gambar II 1 Struktur Selulosa Pada saat dilakukan pengolahan secara kimia misalnya pada pembuatan pulp, jumlah dan struktur dari hemiselulosa biasanya berubah secara drastis karena hemiselulosa lebih mudah terdegradasi dan terlarut daripada selulosa.
Oleh
karena itu komposisinya dalam pulp akan lebih sedikit dibandingkan selulosa.
5
Selulosa merupakan komponen kayu terbesar yang jumlahnya mencapai hampir setengah beratnya. Selulosa merupakan polimer linier dengan berat molekul tinggi tersusun seluruhnya atas monomer β-D glukosa. Karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun stuktur supra molekulnya, maka selulosa dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen utama dinding sel tumbuhan.9 Poliosa (hemiselulosa) sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel. Kelima monomer pembentuk hemiselulosa yakni, glukosa, manosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa merupakan konstituen utama poliosa. Sejumlah poliosa mengandung senyawa tambahan asam uronat. Rantai molekulnya jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan selulosa, dan dalam beberapa senyawa mempunyai rantai cabang . Susunan selulosa dalam dinding sel tanaman dapat dilihat pada Gambar II.2 berikut: Susunan kristalin sebuah misel
Mikrofibril selulosa
Molekul selulosa
Polisakarida selain selulosa Molekul selulosa
http//www.fibersource.com
Gambar II 2 Susunan selulosa dalam sel tanaman Disamping selulosa, bahan lain dalam kayu adalah lignin. Struktur lignin terdiri dari fenil propana yang membentuk 3 dimensi antara rantai samping propana
6
dengan cincin benzen. Zat-zat lain yang terkandung adalah asam resin, asam lemak, terpentil dan alkohol. 9 Lignin merupakan komponen makromolekul urutan kedua dalam kayu. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf (non kristalin) yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder yang berfungsi pengikat antar sel serta menguatkan dinding sel kayu. Sedikit gambaran tentang struktur kayu dapat dilihat pada Gambar II.3 berikut :
Dinding sel tanaman
Fibril selulosa dalam dinding sel Fibril
Mikrofibril
Polimer β glukosa Mikrofibril
Sel tanaman Monomer glukosa
Rantai selulosa
Gambar II 3 Lapisan-lapisan dalam kayu 7 Polimer yang terdapat dalam kayu dalam jumlah sedikit adalah pati.
Sel
parenkim kayu mengandung protein sekitar 1% berat, terutama terdapat dalam bagian batang, yaitu kambium dan kulit bagian dalam. Di samping komponenkomponen dinding sel terdapat juga sejumlah zat yang disebut bahan tambahan atau ekstraktif kayu. Meskipun komponen-komponen tersebut hanya memberikan kontribusi beberapa persen pada massa kayu, namun dapat memberikan pengaruh yang besar pada sifat-sifat dan kualitas pengolahan kayu.
7
Selulosa tediri atas unit–unit anhidroglukopiranosa yang terikat membentuk rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer linier β-D glukosa dengan struktur rantai yang seragam. Unit-unit dari β-D glikosida terikat dengan ikatan β(1-4) glikosidik. Dua unit glukosa yang berdekatan bersatu dengan mengeleminasi satu molekul air diantara gugus hidroksil pada C1 dan C4. Kedudukan β dari gugus OH pada C1 membutuhkan pemutaran unit glukosa berikutnya melalui sumbu C1-C4 cincin piranosa. Secara tepat unit ulang dari rantai selulosa adalah unit selobiosa dengan panjang 1,03 nm. 10 Ikatan β 1,4 glikosidik pada selulosa dapat dilihat pada Gambar II. 4 berikut :
Gambar II 4 Ikatan β 1,4 glikosidik pada selulosa Ada beberapa peneliti yang mengemukakan tentang stuktur molekul selulosa. Anselme Payen mengatakan bahwa komponen terbesar penyusun dinding sel dari kayu adalah senyawa polimer yang disebut selulosa. Postulat Nageli mengemukakan bahwa serat selulosa terbentuk dari partikel-partikel anisotropik, submikroskopik dan kristalin yang disebut misel. Freudenbeg mengemukakan bahwa selulosa merupakan polimer dari polikondensasi unit glukosa melalui ikatan β-1,4 glikosidik dengan derajat polimerisasi 200-10.000 bergantung pada metode isolasi dan pemurniannya. 11 Sangat sukar untuk mengukur massa molekul relatif selulosa, karena selulosa tidak mudah larut, dan cenderung tidak stabil selama proses. Cara yang sering
8
digunakan untuk menentukan massa molekul relatif selulosa adalah melalui pembentukan selulosa nitrat dengan tidak merusaknya. Dengan cara ini didapat massa molekul relatif selulosa sebesar 1 juta. 5 II.2.1
Sifat-Sifat Kimia Selulosa
Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi, berwarna putih dan tidak larut dalam air, alkohol, aseton dan pelarut organik lainnya. Selulosa dapat dipisahkan dari kayu dengan mengekstraksinya dengan asam sulfit atau sulfida. Selulosa dapat diesterifikasi dengan asam nitrat, yang dalam hal ini digunakan dalam pembuatan selulosa nitrat untuk memperoleh dinitrat dan trinitrat. Selulosa dinitrat disebut juga pirosilin, tak larut dalam eter dan dalam alkohol, tetapi bila dua pelarut tersebut dicampur dengan volume yang sama maka larutan itu dapat melarutkan selulosa dinitrat. Larutan yang diperoleh disebut kolodion, dan bila dibentangkan hingga pelarutnya cepat menguap maka akan diperoleh film transparan tidak berwarna. Kolodion bila dipanaskan dengan kamper akan diperoleh seluloid, yang merupakan bahan plastik, sedangkan selulosa trinitrat yang juga disebut guncotton, digunakan sebagai bahan bakar roket atau sebagai propellant.12 Selulosa dapat diasetilasi menggunakan asam asetat anhidrida dengan asam sulfat pekat sebagai katalisator, menghasilkan diasetat atau triasetat. Selulosa asetat dapat larut dalam pelarut metilen klorida-alkohol, dan bila campuran ini kemudian ditekan hingga pelarutnya menguap, akan diperoleh film yang digunakan untuk fotografi. Bila larutan selulosa asetat ditekan pada suatu tabung yang disebut spinneret dan pelarutnya kemudian diuapkan akan diperoleh serat yang halus yang disebut rayon. Asetat rayon digunakan sebagai bahan industri.5,12 Larutan natrium hidroksida dari selulosa bila direaksikan dengan CS2 akan membentuk xantat. Selulosa dapat juga bereaksi dengan etil klorida membentuk etil selulosa yang digunakan untuk membuat plastik.
9
Secara garis besar skema reaksi selulosa menghasilkan turunannya dapat dilihat pada Gambar II. 5 berikut :
kayu
kapas
EtCl Etil Selulosa untuk plastik
Selulosa NaOH, CS2
HNO3/H2SO4 Ac2O3 H2SO4
Xanthat pirosiklin
Selulosa diasetat
Gambar II 5 Reaksi-reaksi selulosa untuk membuat turunannya Sifat-sifat turunan selulosa dapat dilihat pada Tabel II.2 berikut: Tabel II.2 Beberapa sifat Turunan Selulosa Pirosiklin Selulosa asetat 1. Larutan dalam eter dan 1. Larutan dalam aseton etanol disebut kolodium digunakan untuk semen 2. Larutan dalam ester dan keton digunakan sebagai pernis.
2. Disemprotkan dengan spineret membentuk rayon asetat dan sigaret filter.
3. Bentuk gelatin +kampher 3. Ditekan pada suatu menghasilkan seluloid. pemanas untuk Selulosa trinitrat digunakan menguapkan pelarutnya untuk guncotton menghasilkan film.
10
Xanthat 1. Disemprotkan dengan spineret dalam asam membentuk rayon. 2. Dituangkan melalui kepala pemintal dalam asam membentuk selopan.
II.2.2 Isolasi dan Pemurnian Selulosa Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pelarutan kayu dengan larutan belerang dioksida dan hidrogen sulfit atau larutan hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat (Kraft). Pada proses ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh selulosa. Sumber selulosa yang lain adalah kapas. 5 Pada tahun 1900-an Cross dan Bevan melarutkan bagian tanaman yang diduga mengandung selulosa dengan larutan NaOH berkonsentrasi tinggi. Komponen yang tidak larut mereka beri nama α selulosa , sedangkan bagian yang larut diberi nama β dan γ selulosa, yang kemudian pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa senyawa β dan γ selulosa tersebut bukan merupakan selulosa, akan tetapi jenis karbohidrat lain yang dikenal dengan nama hemiselulosa. α selulosa yang diperkenalkan oleh Cross dan Bevan adalah selulosa yang kita kenal sekarang. 4 Walaupun lebih sering dikenal dengan sebutan α selulosa, stereokimia dari selulosa sendiri tidak dalam konfigurasi α karena posisi gugus OH pada C nomor 1 sejajar dengan gugus OH pada atom C nomor 6 pada proyeksi Hawort seperti terlihat pada Gambar II.6 berikut :
β
Gambar II 6 Proyeksi Hawort Selulosa untuk menunjukkan ikatan β
11
Pada konfigurasi ini semua gugus OH berada dalam posisi ekuatorial sehingga secara molekuler rantai selulosa berbentuk rantai lurus. Pemurnian selulosa dari senyawa lain dalam kayu dilakukan melalui proses pulping . Proses ini pada prinsipnya merupakan proses pemisahan selulosa dari lignin dan hemiselulosa yang mengelilingi dan mengikatnya. Lignin yang sudah rusak oleh larutan penyangganya akan mudah larut dalam air sehingga dapat dipisahkan dari selulosa. Lignin merupakan salah satu penyusun utama kayu yang bukan serat, tidak larut dalam air atau pelarut organik, juga tidak larut dalam jenis asam dan basa lemah, tetapi cepat larut dalam alkali kuat dan mudah teroksidasi. Lignin sangat mempengaruhi warna pulp menjadi gelap sehingga kadar lignin diusahakan sekecil mungkin . Isolasi lignin dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya ekstraksi dengan etanol 95% yang mengandung HCl 3%. Pelarut lain yang digunakan untuk mengekstrak lignin adalah dioksan : H2O (9 : 1). Hemiselulosa mudah larut dalam alkali dingin, tetapi tidak larut dalam air dan terhidrolisis oleh asam mineral (HCl dan H2SO4) menjadi gula dan senyawa lainnya. Hemiselulosa menyebabkan ikatan serat lebih kuat sehingga memperkuat daya tahan sobek pada kertas. Proses pulping untuk memisahkan selulosa dari lignin dan komponen lainnya dapat dilakukan dengan cara mekanik, semikimia dan kimia. Proses kimia dapat menghasilkan pulp yang lebih baik dari pada proses semikimia dan mekanik. Proses secara kimia dapat dilakukan dengan cara proses kraft (sulfat), sulfit, asam nitrat, soda dan soda klor. 13 Tahapan pemutihan (klorinasi) lebih lanjut bertujuan agar kemurnian selulosa menjadi lebih baik tanpa terjadi banyak pemutusan rantai selulosanya. Pemucatan atau pemutihan secara berlebihan akan menyebabkan terdegradasinya selulosa
12
sehingga kondisi proses harus dipilih agar degradasi dapat ditekan sekecil mungkin. Selulosa yang terjadi masih dalam bentuk aslinya, yaitu berupa serat halus yang berukuran beberapa millimeter saja. 14 Selulosa ini perlu diubah bentuknya agar menjadi serat yang panjang. Untuk itu diperlukan pelarutan
melalui proses
pembentukan selulosa xantat. Pulp yang telah larut (dissolving pulp) direaksikan dengan natrium hidroksida 18% selama 1 jam untuk menghilangkan hemiselulosa yang terkandung di dalamnya, Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : C6H10O5 + NaOH
C6H9O5Na + H2O
Alkali selulosa yang terbentuk kemudian diperam (aging), biasanya pada suhu 10oC selama waktu tertentu agar derajat polimerisasi dapat diturunkan. Selulosa xantat dibentuk dengan mereaksikan selulosa alkali dengan karbon disulfida pada suhu 10oC selama 2 jam dengan reaksi: C6H9O5Na + CS2
10 C6H9O5CS2Na
Selulosa xantat yang berupa padatan berwarna kuning jingga dilarutkan dalam larutan natrium hidroksida encer pada suhu 10oC selama 4 jam, sehingga terbentuk larutan viskos warna kuning jingga. Larutan ini dibiarkan pada suhu 20oC selama kurang lebih 18 jam, kemudian disemprotkan melalui lubang spinneret dan masuk ke dalam larutan pengkoagulasi yang terdiri dari campuran asam sulfat, natrium sulfat dan zeng sulfat. Dalam larutan tersebut selulosa xantat diuraikan kembali menjadi selulosa dalam bentuk serat panjang.
14
II.2.3 Kereaktifan Selulosa Karena adanya gugus hidroksil, selulosa mempunyai kereaktifan yang khas. Meskipun demikian gugus OH pada C1 adalah gugus aldehid yang diturunkan dari pembentukan cincin melalui ikatan hemiasetal intramolekul. Itulah sebabnya gugus OH pada C1 mempunyai sifat pereduksi. Gusus OH pada C4 adalah hidroksil alkoholat sehingga bersifat bukan pereduksi. Pada selulosa memiliki gugus OH primer dan gugus OH sekunder. Gugus OH primer posisinya tidak terhalang sehingga memiliki kereaktifan tertinggi.
13
15
Ditinjau dari strukturnya, selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-pelarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan hanya tidak larut dalam air, tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya adalah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini juga yang menyebabkan tingginya kristalinitas serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksi pun berkurang, dan oleh karenanya gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya, agar dapat larut dalam sejumlah pelarut, baik melalui esterifikasi maupun asetilasi.6 Ikatatan hidrogen pada selulosa dapat terjadi antara atom O dan H antar molekul selulosa. Salah satu contoh ikatan hidrogen dapat dilihat pada Gambar II.7 berikut :
Ikatan hidrogen
Gambar II 7 Ikatan hidrogen pada selulosa 16
14
II.3 Selulosa Asetat Adanya gugus OH yang berbeda-beda kereaktifannya menyebabkan selulosa dapat dimodifikasi menjadi ester selulosa melalui reaksi esterifikasi terhadap gugus hidroksil, dan molekul selulosa dapat ditulis sebagai Rcell-OH untuk menghasilkan ester organik.
15
Gugus hidroksil pada sakarida seperti selulosa dan turunan yang lainnya lebih mudah diproteksi dengan asetilasi dengan penambahan asam asetat anhidrida dan piridin pada suhu kamar atau pemanasan asam asetat anhidrida dan natrium asetat. Variasi kondisi pada proses asetilasi memberikan isomer yang berbeda. Jika pemanasan dengan reagen natrium asetat dan asam asetat anhidrida dengan katalis ZnCl2 pada suhu 0oC akan dihasilkan pentaasetat. 17 Selulosa asetat merupakan ester paling penting yang berasal dari asam organik. Selulosa ini digunakan untuk cat, plastik, film, benang, membran filtrasi, dan membran untuk pemisahan metanol-metil tersier butil ester, juga untuk membran proses osmosa balik limbah aluminium.1,2,3 Selulosa asetat merupakan ester-ester propionate, butirat, isobutirat yang berbentuk padat, amorf putih, dan hasilnya dapat dibuat dalam bentuk granular, flake dan serbuk1. Selulosa asetat dapat dibuat melalui proses asetilasi dengan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat sebagai katalisator selama 8 – 10 hari pada suhu 35oC. Pada reaksi ini dua unit glukosa pada posisi 1, 4 ikatan β glikosidik bereaksi dengan octa-asetat (atau asam asetat yang lain) membentuk selulosa asetat. 18 Selulosa asetat dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu selulosa monoasetat, diasetat dan triasetat. Produk ini dipengaruhi oleh kereaktifan gugus hidroksil dalam selulosa, sehingga masuknya gugus asetil menjadi tidak serempak. Jenis selulosa asetat tergantung pada derajat substitusinya. Selulosa asetat memiliki derajat substitusi (DS) sekitar 2,5, umumnya antara 2,3 – 2,7 dengan massa molekul lebih besar dari 40.000. Selulosa mono asetat memiliki DS lebih kecil atau sama dengan 2, dan titik leleh sekitar 235oC, selulosa diasetat memiliki DS 2-
15
2,8 dengan kandungan asetil 35%-43,5%, dan titik leleh 235oC-257oC, selulosa triasetat memiliki DS 2,8-3, dengan titik leleh 265oC-295oC, dan kandungan asetil 43,5%-44,4%. 19 Reaksi Asetilasi secara umum dapat dituliskan pada Gambar II.8 berikut : OH
CH2OH
O OH
O
6 H3C-COOH
+
H2SO4
O
OH
Asetat anhidrida
O OH
CH2OH
O
O CH 2 OCCH
OCCH
3
3
O O
OCCH
O
3
hidrolisis
O
O
OCCH 3 O OCCH
CH 2 OCCH
3
O
3
O
O
O OCCH 3
CH 2OCCH 3
O O
OH
O
OH O OCCH 3 O
CH 2OCCH 3 O
Gambar II 8 Reaksi Asetilasi
16
+
O
2 CH 3 C-OH
Mekanisme Reaksi Asetilasi dapat dilihat pada Gambar II. 9 berikut.
Ο
Ο
Η
Ο
CH3
CH3
CH3
O
O
+
H
O
H
CH3 O
O O
C
CH 3
-H +
H
O+
O
CH 3
CH3
O
CH 3
CH3
O
+
CH3
H
O
CH 3
OH
Gambar II 9 Mekanisme reaksi asetilasi Selain selulosa asetat, selulosa nitrat merupakan turunan selulosa yang banyak dimanfaatkan untuk bahan plastik (dinitrat), sedangkan trinitrat (guncotton) digunakan sebagai bahan bakar roket dan propellant. Selulosa xantat juga banyak disintesis untuk digunakan sebagai selofan bahan pembungkus. 21
II.4 Karakterisasi
II.4.1 Analisis Termal Deferensial ( DTA) dan TGA (Thermal Gravimetric Analysis) TGA adalah metode analisis yang didasari pada perubahan berat akibat pemanasan. Analisis TGA merupakan teknik mengukur berat suatu sistem bila temperaturnya berubah dengan laju tertentu, sedangkan DTA didasari pada perubahan panas akibat perubahan temperatur. Analisis DTA merupakan teknik mengukur perubahan kandungan panas sebagai fungsi perubahan temperatur. Gambar Alat DTA/TGA dapat dilihat pada lampiran D
17
Data yang diperoleh dari masing-masing teknik tersebut berupa kurva yang dikenal sebagai termogram. Termogram memberikan informasi mengenai sifat termal sampel terhadap perubahan temperatur. Berikut adalah salah satu contoh termogram dari DTA/TGA
Gambar II 10 Termogram analisis DTA/TGA dari PEG dan Resin Gambar di atas adalah termogram PEG dan Resin yang memperlihatkan perbedaan kestabilan antara ke dua molekul. Resin memiliki kestabilan termal lebih besar dari pada PEG (poli etilen glikol) . Pada suhu sekitar 350ºC- 420oC PEG mengalami degradasi sampai 100%. Sementara resin stabil sampai suhu 1000oC Teknik ini dilakukan dengan cara merekam secara terus menerus perbedaan temperatur antara contoh yang diukur dengan materi pembanding yang inert sebagai fungsi dari temperatur tungku. DTA dan TGA masing-masing saling melengkapi (komplemen) satu terhadap lainnya, tetapi interval suhu pengukuran DTA jauh lebih besar.22 Agar diperoleh hasil yang reproduksibel semua prosedurnya mengikuti cara standar. Materi sampel harus halus (100 mesh). Hasil pengukuran antara ΔT sebagai fungsi T merupakan indikasi penyerapan atau kehilangan energi dari sampel yang diteliti.23
18
II.4.2 Analisis Fourier Transform Infrared ( FT-IR ) Spektrometer Analisis ini digunakan untuk penentuan struktur senyawa organik dan juga analisis kuantitatifnya.
FT-IR dapat digunakan untuk analisis sampel dalam
wujud gas, cair maupun padatan. Wujud cuplikan padat dapat bermacam-macam diantaranya, kristal, amorf, serbuk, gel dan lain-lain. Ada tiga cara yang umum untuk memperoleh spektra bentuk padatan : pellet KBr, mull, dan bentuk film/lapisan tipis. Padatan juga dapat ditentukan dalam bentuk larutan tetapi spektra larutan mungkin memberikan kenampakan yang berbeda dari spektra bentuk padat, karena gaya-gaya intermolekul akan berubah. Pellet KBr dibuat dengan mencampur cuplikan (0,1% -2,0% berat) dengan KBr, kemudian ditekan hingga diperoleh pellet. KBr harus kering akan lebih baik bila penumbukan dilakukan di bawah lampu inframerah untuk mencegah terjadinya kondensasi uap dari atmosfer yang akan memberikan serapan lebar di sekitar 3500 cm-1. 24 Mull atau pasta dibuat dengan mencampur cuplikan dengan setetes minyak, pasta kemudian dilapiskan di antara dua keping NaCl yang transparan. Cuplikan yang sering digunakan sebagai pasta adalah parafin cair (Nujol). Lapisan tipis padatan dapat dilapiskan pada kepingan NaCl dengan cara meneteskan larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap pada permukaan kepingan NaCl dan dibiarkan hingga pelarut menguap. Keunggulan FT-IR memiliki sinyal noise yang lebih rendah, dapat mendeteksi sinyal-sinyal lemah dari vibrasi molekul, sampel yang diperlukan sedikit, dan dapat mendeteksi sampel yang memiliki absorpsi tinggi. Pita-pita inframerah dalam sebuah spektrum dapat dikelompokkan menurut intensitasnya: kuat (s strong), medium (m) dan lemah (w, weak). Suatu pita lemah yang tumpang tindih dengan suatu pita kuat disebut sh, shoulder dan istilah ini bersifat kualitatif.
19
Posisi pita serapan pada spektrum inframerah tergantung pada nilai µ (massa tereduksinya), semakin ringan massa atom-atom yang ada dalam ikatan, frekuensi akan semakin tinggi. Selain itu dipengaruhi juga oleh kekuatan ikatan, semakin kuat ikatan semakin besar pula frekuensinya. Intensitas pita serapan dipengaruhi oleh perubahan momen dipolnya, semakin polar suatu ikatan dalam molekul, intensitas pita semakin kuat. Sedangkan lebar puncak serapan tergantung pada adanya ikatan hidrogen dalam molekul, semakin banyak ikatan hidrogen puncak serapan semakin melebar. 24 Banyaknya gugus yang identik dalam sebuah molekul meningkatkan intensitas relatif pita absorpsinya dalam suatu spektrum. Misalnya absorpsi suatu gugus CH tunggal relatif lemah. Akan tetapi jika suatu senyawa mempunyai banyak ikatan CH, maka efek gabungan dari absorpsi CH akan menghasilkan suatu puncak yang bersifat medium atau bahkan kuat.25 Hampir semua senyawa organik mengandung ikatan CH, dan serapan yang disebabkan oleh vibrasi ulur CH nampak pada kirakira 2800-3300 cm-1. Puncak ulur CH berguna dalam menentukan hibridisasi atom karbonnya. Beberapa data serapan C-C atau C-H berdasarkan hibridisasinya diperlihatkan pada Tabel II.3 berikut : Tabel II.3 Beberapa data serapan C-C dan C-H berdasarkan hibridisasinya Hibridisasi sp3 sp2 sp
Serapan (cm-1) 2800 – 3000 1100 1360 - 1385 3000 – 3300 1600 – 1700 1450 - 1600 ≈ 3300 2100 - 2250
Vibrasi gugus C-H (alkana/alkil) C-C C-H ( geminal ) =C-H -C=CC -C (aril) ≡C-H C≡C
20
Spektrum IR selulosa standart dapat dilihat pada Gambar II. 11 berikut:
Gambar II 11 Spektrum IR selulosa standart
21