10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bit (Beta vulgaris L)
Gambar 2.1 Umbi bit segar Umbi bit merupakan tanaman semusim yang batangnya sangat pendek, akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi, daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal (pangkal umbi) dan berwarna kemerahan. Secara anatomis, umbi bit terdiri atas sumbu akar-hipokotil yang membesar yang terbentuk dekat tanah dan bagian akar sejati yang meruncing menyempit. Ukuran umbi berkisar dari sekecilkecilnya berdiameter 2 cm hingga lebih dari 15 cm. Bentuk umbi beragam, yaitu bundar silinder, lir-atap (kerucut), atau rata. Bit terdiri daripada pelbagai jenis rupa bentuk dan ukuran yang berlainan (Hardani, 2013). Bit segar adalah salah satu tanaman musim dingin wilayah iklim sedang yang agak popular, yang ditanam untuk diambil akar tunggang berdaging dan tajuk daunnya yang dapat dimakan. Kandungan gula kultivar bit gula yang ada sekarang mendekati 20% bobot segar, sedangkan pada bit segar sekitar 6% atau kurang (Nugraheni, 2014).
10 Universitas Sumatera Utara
11
Menurut Setiawan yang dikutip oleh Melisa (2013), bit terdiri dari beberapa jenis, yaitu bit putih dan bit merah. Bit putih memiliki ciri-ciri bertulang daun berwarna putih dan umbi berwarna merah keputih-putihan. Bit merah berciri umbi yang merah tua dan umbi jenis ini merupakan tanaman bit yang sudah banyak ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia. Bit yang baik sebaiknya memiliki ukuran yang kecil, agar pada waktu dimasak tidak banyak yang terbuang karena bit yang berukuran kecil hampir tidak memiliki bagian yang mengayu. Umbi bit yang baik dapat dilihat dari bentuk umbi yang masih berbentuk utuh, tidak terlihat bercak-bercak berair atau bagian yang telah lunak, serta masih memiliki tangkai yang menjaga sari bit tidak merembes keluar. Masyarakat pada umumnya mengonsumsi daun bit sebagai lalapan. Sama seperti dengan umbi lainnya, umbi bit dipanen tepisah dengan daunnya. Daun bit dan umbi bit yang masih segar dapat bertahan selama 10-14 hari dalam kondisi baik pada suhu 00c dan kelembaban 95%. Dalam kondisi yang sama, bit yang telah dibuang daunnya dapat disimpan selama 4-6 bulan. Umbi bit dimakan langung ketika sudah matang, dan sebagian besar diolah menjadi acar melalui proses pengalengan, sebagian juga dikeringkan (Nugraheni, 2014). Umbi bit merupakan salah satu umbi yang sering digunakan sebagai pewarna alami untuk berbagai jenis makanan. Warna ungu ataupun merah keunguan yang dihasilkan oleh umbi bit sangat bagus digunakan sebagai pewarna makanan ataupun minuman. Warna ungu yang khas menandakan tingginya kandungan betakaroten dan bersifat antioksidan tinggi (Hardani, 2013).
Universitas Sumatera Utara
12
Bit yang matang dan siap dipanen berdiameter 4,5-6,5 cm. Warna daging bit dipengaruhi oleh cuaca atau musim penanaman, tahap pematangan dan varietas. Warna merah bit segar disebabkan oleh pigmen betasianin suatu senyawa yang mengandung nitrogen dengan sifat kimia sama dengan antosianin, 70-90% betasianin adalah betanin. Bit juga mengandung betaxantin, suatu pigmen berwarna kuning. Nisbah kedua pigmen ini beragam menurut kultivar, dan dapat berubah karena kondisi lingkungan (Winanti, 2013). Menurut Nottingham (2004) yang dikutip oleh Mastuti (2010), umbi bit mengandung pigmen betalain yang kompleks. Pigmen warna merah-ungu pada umbi bit merupakan turunan dari betasianin yang disebut betanin. Umbi bit memiliki kandungan betanin mencapai 200 mg/100g. Pigmen bit berwarna merah yang diketahui sebagai betalain diklasifikasikan sebagai antosianin seperti pada kebanyakan pigmen pada tumbuhan berbunga namun memiliki perbedaan yaitu pigmen tersebut mengandung nitrogen. Betalain adalah zat warna alami yang berwarna merah, mengandung 2 komponen yaitu : betasianin berwarna merah dan beta-xanthin yang berwarna kuning. Zat warna betalain ini bersifat polar, sehingga larut dalam pelarut polar. Sampai saat ini, pigmen betalain yang diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari Beta Vulgaris L. Betalain dari akar bit (Beta Vulgaris L) telah diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga mewakili kelas baru yaitu dietary cationized antioxidant (Winanti, 2013).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.1 Klasifikasi Bit Menurut Nugraheni (2014), umbi
bit (Beta vulgaris L) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2.1.2
: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil) : Hamamelidae : Caryophyllales : Chenopodiaceae : Beta : Beta vulgaris L
Daerah Asal dan Penyebaran Bit Spesies liar bit diyakini berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan
Afrika Utara dengan penyebaran ke arah timur hingga wilayah barat India dan ke arah barat sampai Kepulauan Kanari. Teori yang ada sekarang menunjukkan bahwa bit segar mungkin berasal dari persilangan B. Vulgaris var.maritima (bit laut) dengan B. patula. Awalnya, bit merah mungkin adalah jenis yang terutama digunakan sebagai sayuran daunan, dan ketertarikan menggunakan umbinya terjadi kemudian, mungkin setelah tahun 1500 (Rubatzky, 1998). 2.1.3
Kandungan Gizi Bit Bit termasuk tanaman umbi-umbian, mengandung zat-zat yang sangat
diperlukan kesehatan, di antaranya zat besi,vitamin C, kalium, fosfor, magnesium, asam folat dan serat. Menurut Wirakusumah yang dikutip oleh Lenni (2015), beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi bit yaitu, karbohidrat, protein, serat, berbagai mineral serta kadar air yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
14
Umbi bit mengandung sebagian besar vitamin A dan vitamin C, kalsium zat besi, fosfor, protein dan karbohidrat. Buah bit juga tinggi folat dan betasianin (Mulyani, 2015). Menurut Rao (2014), umbi bit (Beta vulgaris L) memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi hambat minimum 5 mg/ml terhadap Bacillus subtilis, Pseudoma aeruginosa dan Escherichia coli. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buah bit mengandung senyawa flavonoid, sterol, triterpen, saponin dan tanin. Berikut adalah kandungan gizi dalam 100 gram umbi bit segar Tabel 2.1 Kandungan gizi dalam 100 gram umbi bit No Nutrisi 1 Air (g) 2 Energi (kkal) 3 Protein (g) 4 Total lemak (g) 5 Karbohidrat (g) 6 Serat, total serat (g) 7 Total gula (g) Mineral 8 Calsium, Ca (mg) 9 Iron, Fe (mg) 10 Magnesium, Mg (mg) 11 Phosphorus, P (mg) 12 Potassium, K (mg) 13 Sodium, Na (mg) 14 Zinc, Zn (mg) Vitamins 15 Vitamin C (mg) 16 Thiamin (mg) 17 Riboflavin (mg) 18 Vitamin B-6 (mg) 19 Folat, DFE (μg) 20 Vitamin B-12 (μg) 21 Vitamin A, RAE (μg) 22 Vitamin A, IU 23 Vitamin E (mg) 24 Vitamin D, IU Sumber : USDA, 2016
Jumlah 87,58 43,00 1,61 0,17 9,56 2,80 6,76 16,00 0,80 23,00 40,00 325,00 78,00 0,35 4,9 0,031 0,040 0,067 109,00 0,00 2,00 33,00 0,04 0,00
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.4 Manfaat Bit Menurut Lingga (2010), bit memiliki beberapa manfaat, yaitu : a.
Memperkuat Susunan Tulang Bit mengandung banyak kalium. Kadarnya sebesar 58,6 mg/cup dan
masuk dalam kategori unggul. Keberadaan kalium dalam bit dapat memperkokoh matrik tulang. Tanpa kalium yang cukup, tulang yang terbentuk tidak dapat tumbuh sempurna karena ikatan antar selnya longgar. b.
Pembersih Darah yang Ampuh Umbit bit mampu membersihkan darah dari racun, seperti logam berat,
alkohol, dan zat kimia beracun. Sejak lama, masyarakat Eropa menggunakannya sebagai obat anti mabuk bagi pecandu minuman keras. Tak hanya membersihkan darah secara keseluruhan, bit juga mampu melakukan detoksifikasi hati yang tercemar oleh obat beracun, yakni berbagai macam obat terlarang, obat yang tidak diresepkan oleh dokter, alkohol, zat aditif makanan yang berbahaya, dan obat yang salah minum. Bit memiliki efek mengatur sistem pencernaan dan merangsang serta menguatkan usus besar, mengeluarkan toksin dari dalam sistem. Fungsi lever dan ginjal bisa meningkat dan darah menjadi lebih bersih serta lebih kaya dengan mengonsumsi bit secara teratur (Cross, 2008). c.
Menurunkan Tekanan Darah Berdasarkan hasil penelitian Asosiasi Jantung Amerika, mengonsumsi 500
ml jus bit merah setiap hari dapat mengurangi tekanan darah tinggi (Nurwijaya, 2008).
Universitas Sumatera Utara
16
d.
Memaksimalkan Perkembangan Otak Bayi Bit mengandung folat dalam jumlah cukup banyak sehingga berguna bagi
perkembangan janin. Folat diperlukan pada minggu-minggu awal kehamilan dalam jumlah memadai agar perkembangan otak bayi normal. Tak hanya bayi, para manula pun perlu kecukupan folat agar mereka terhindar dari penyakit Alzheimer, yakni penyakit yang ditandai dengan kepikunan atau penurunan daya ingat (Lingga, 2010). e.
Mengatasi Anemia Dr Frotz Keitel, seorang hematologi dari Jerman, menyatakan bahwa tak
ada obat mujarab untuk menaikkan kadar darah merah selain bit. Ia mengatakan bit merupakan obat alami yang ampuh untuk anemia dan memperkuat daya tahan tubuh. f.
Anti kanker Bit mengandung betasianin yang dikenal sebagai fitokimia antikanker.
Banyak penelitian menyimpulkan tentang kemampuan betasianin sebagai antikanker. Dalam menghambat kanker, betasianin bekerja sama dengan beberapa mineral dan fitokimia yang berperan sebagai antikanker. Ada beberapa macam fitokimia pada umbi bit, yakni betain, betalain, allatine, famesol, asam salisilat, dan saponin. Berdasarkan uji ilmiah yang ada, diketahui bahwa mekanisme antikanker yang dilakukan oleh fitokimia pada umbi bit sangatlah kompleks. Mekanisme tersebut sebagai berikut :
Mencegah pembentukan nitrosamine dari nitrat.
Universitas Sumatera Utara
17
Mencegah terjadinya mutasi sel sehat agar tidak berubah menjadi sel yang abnormal.
Meningkatkan imunitas tubuh dengan jalan meningkatkan killer sel pada butir darah putih.
g.
Melenyapkan Parasit yang Menginfeksi Tubuh Menurut Lingga (2010), masyarakat di Eropa Timur, khususnya di
Hungaria, menggunakan jus umbi bit dalam terapan bagi penderita infeksi dan untuk melenyapkan parasit yang menginfeksi tubuh. Dalam fungsi ini, kandungan betanin dalam bit memiliki efek yang lebih kuat daripada betasianin. h.
Mengatasi Jantung Koroner Bit memiliki efek penyembuhan yang dapat diandalkan, khususnya bagi
penderita jantung koroner. Betain yang dikandungnya merupakan detoks yang baik untuk menghilangkan pengaruh buruk yang disebabkan oleh homosistein. Biasanya, homosistein dilenyapkan oleh vitamin B9 dan B12. Namun, jika kedua vitamin tersebut tidak terpenuhi, maka betain dapat menggantikan fungsi kedua vitamin B tersebut. i.
Mengencerkan Darah dan Anti Radang Bit
memiliki
kandungan
asam
salisilat
yang
berfungsi
untuk
mengencerkan darah. Tak hanya itu, asam salisilat juga berfungsi sebagai anti radang yang cukup efektif. Peradangan pada pembuluh darah akan menimbulkan aterosklerosis yang pada gilirannya akan melemahkan kerja jantung.
Universitas Sumatera Utara
18
j.
Menu Rendah Kalori Umbi bit direkomendasikan ahli nutrisi dalam daftar menu diet bagi
pengidap hiperkolesterol dan hiperlipemia. Rujukan
ini diberikan karena bit
merupakan menu rendah kalori. Energi yang diberikan per satuan beratnya rendah, tetapi tetap mengenyangkan karena mengandung
serat yang cukup
banyak. k.
Menurunkan kadar lemak dan kadar kolesterol Bit juga mampu menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh. Uji
laboratorium pada binatang menunjukkan bahwa mengonsumsi bit secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 30%. Penurunan kolesterol total diikuti dengan peningkatan jumlah kolesterol baik (HDL). l.
Anti-Inflamasi Betain memiliki kontribusi besar dalam mengatur oksidasi yang terjadi
pada mitokondria sehingga kadar homosistein menurun dan inflamasi batal terjadi. Sebagian herbalis memanfaatkan selulosa yang ada pada umbi bit sebagai obat wasir. Selulosa merupakan serat makanan larut dalam air yang berfungsi meningkatkan peristaltik usus. 2.2
Pangan Instan Pangan instan merupakan pangan yang dengan cepat dapat segera
dikonsumsi. Pangan instan dapat diartikan sebagai pangan yang secara cepat dapat diubah menjadi pangan yang siap dikonsumsi. Penyajiannya dapat dengan menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera. Pada dasarnya, untuk
Universitas Sumatera Utara
19
membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediannya (Fitriani, 2015) Pamurlarsih (2006) menyatakan bahwa produk instan dapat dihasilkan dari modifikasi pemasakan sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat. Pembuatan produk pangan yang memiliki sifat instan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan pemukaan dengan modifikasi sifat kimia bahan dan pembuatan zat aditif. Dengan perlakuan panas / lembaban akan membuat partikel bubuk diperbesar menjadi aglomerat berstruktur pori. Penggunaan zat aditif dilakukan dengan menambahkan zat tertentu untuk membuat sifat produk lebih mudah dibasahi, aglomerat tidak terlalu keras, partikel mudah mekar (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Pangan instan yaitu produk pangan yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering dihadapi seperti halnya masalah penyimpanan, transportasi, dan tempat. Bentuk pangan instan biasanya mudah ditambah air (dingin/panas) dan mudah larut sehingga mudah disantap. Syarat agar pangan mudah dibuat menjadi instan, pangan harus mudah larut, mudah didispersikan dalam media berair. Sifat instan produk pangan yang baik ditentukan oleh beberapa kriteria tertentu antara lain : 1) Sifat hidrofilik, bila bahan pangan mengandung lemak/minyak, bubuk hidrofobik, maka perlu dilakukan peningkatan affinitasnya terhadap air, 2) Tidak memiliki lapisan gel yang tak permeabel agar pembasahan tidak tertunda, 3) Waktu pembasahan yang
Universitas Sumatera Utara
20
tepat, yaitu harus segera turun (tenggelam tanpa menggumpal), 4) Mudah terdispersi yaitu tidak membentuk endapan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). 2.2.1
Bubur Instan Bubur instan lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa
Inggris yaitu puree), yaitu bahan pangan yang dilembutkan. Bubur instan merupakan bahan makanan yang mengalami proses pengeringan air sehingga mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan menambahkan air panas.Beberapa kriteria yang harus dimiliki dalam pembuatan produk bubur instan adalah memiliki sifat hidrofiik, tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan rehidrasi produk akhir yang tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Menurut Hubeis (1984) yang dikutip oleh Rahman (2013), beras instan merupakan modifikasi beras menjadi nasi dengan merehidrasi kembali nasi kering dengan air mendidih selama beberapa waktu menjadi nasi yang siap dikonsumsi. Beras instan tersebut seharusnya dapat disajikan dengan waktu pemasakan 3-5 menit. Berikut kandungan gizi bahan penyusun bubur bayi instan dapat dilihat dari Tabel 2.2 berikut :
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Bahan Penyusun Bubur Bayi Instan Kandungan Gizi
Bit
Energi (kkal)
42,00
364,00
509,00
902,00
364,00
Protein (gr)
1,60
7,00
24,60
0,00
0,00
Lemak (gr)
0,10
0,50
30,00
0,00
0,00
Karbohidrat (gr)
9,60
80,00
36,20
0,00
94,00
Kalsium (mg)
27,00
5,00
904,00
0,00
5,00
Fosfor (mg)
43,00
140,00
694,00
0,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,00
0,00
220,00
0,00
1570
600000
0
0,02
0,12
0,29
0,00
0,00
75,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Zat Besi (mg) Vit A (IU) Vit B1 (mg) Edible Portion
Tepung Beras
Tepung Susu
Minyak Nabati
Gula Pasir
Sumber : DKBM Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) Bubur tidak hanya terbuat dari beras saja, namun dapat pula dibuat dari kacang hijau, beras merah, ataupun dari beberapa campuran penyusunnya. Dalam pengolahannya, bubur dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan seperti bubur kacang hijau, ataupun dengan mencampurkan susu, yang dikenal dengan bubur susu (Hendy, 2007). Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan, masyarakat cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan. Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara memasak komponen penyusun bubur yang berbentuk tepung hingga menjadi adonan yang kental (Perdana, 2003).
Universitas Sumatera Utara
22
Kandungan bubur bayi instan yang akan diteliti oleh peneliti, diharapkan dapat disukai oleh bayi dan dapat memenuhi asupan gizi bayi. Perkiraan kandungan gizi bubur bayi instan dapat dilihat dari tabel diatas. 2.3
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Menurut SNI 01-7111.1-2005 yang dimaksud dengan MP-ASI adalah
makanan bergizi yang diberikan di samping ASI kepada bayi berusia 6 (enam) bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 (dua puluh empat) bulan untuk mencapai kecukupan gizi. Setelah bayi berumur 6 bulan, pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang aktivitasnya sudah cukup banyak. Pada umur 6 bulan, berat badan bayi yang normal sudah mencapai 2-3 kali berat badan saat lahir. Pesatnya pertumbuhan bayi perlu dibarengi dengan pemberian kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu, selain ASI, bayi yang berumur lebih dari 6 bulan perlu diberi makanan tambahan disesuaikan dengan kemampuan lambung bayi untuk mencerna makanan (Prabantini, 2010). Memasuki usia 6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi sudah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah baik mencerna zat tepung (Arianto, 2008). Saat bayi berusia 6-8 bulan, bayi diberi bubur susu atau makanan yang dlumatkan. Selain itu, bayi juga dapat mengonsumsi makanan camilan seperti biskuit yang dilumatkan. Menjelang usia 9 bulan, bayi sudah dapat memakan makanan lunak seperti nasi tim. Saat bayi berusia 9-12 bulan, makan setengah
Universitas Sumatera Utara
23
padat dan makanan padat berupa makanan keluarga sudah boleh diperkenalkan (Malau, 2014) MP-ASI dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu MP-ASI bubur, biskuit, siap masak, dan siap santap. MP-ASI bubur adalah MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika hanya dengan menambahkan air minum atau cairan yang sesuai. Bahan utama pembuatan bubur instan MP-ASI berupa salah satu campuran serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, biji-bijian yang mengandung minyak, susu, ikan, daging, unggas, buah, dan bahan makanan lain yang sesuai (Yustiyani, 2013). WHO telah menetapkan bahwa ASI harus tetap diberikan secara eksklusif sampai usia 6 bulan dan makanan pendamping ASI diberikan setelah usia 6 bulan. Perkenalan yang terlalu dini dapat meningkatkan reaksi alergi karena belum sempurnanya saluran cerna, dan mungkin berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi dada serta obesitas. Jika perkenalan dilakukan terlambat, fase perkembangan kemampuan mengunyah akan terlewatkan, sehingga terjadilah kegagalan pertumbuhan akibat ketidakcukupan gizi. Selama proses penyapihan (pemberian makanan pendamping ASI), bayi memerlukan waktu untuk terbiasa dengan warna dan tekstur baru. Pemberian makanan pendamping ASI harus selalu diawasi untuk menghindari bahaya tersedak (Barasy, 2007). Pemberian makanan pendamping disarankan bervariasi setiap minggunya agar bayi tidak merasa bosan. Saat memberikan makanan pendamping, ibu harus
Universitas Sumatera Utara
24
memperhatikan jadwal pemberian makanan yang tepat untuk bayi. Jika ibu telah mengetahui jadwal pemberian makanan yang tepat, ibu tidak lagi memberikan camilan / snack menjelang waktu makan. Hal ini bertujuan untuk menghindari nafsu makanannya yang besar. Jika ibu tetap ingin memberikan snack satu jam sebelum makan, berilah snack yang sehat berupa buah segar atau sayuran (Malau, 2014). Pembuatan makanan tambahan ASI memerlukan cara pengolahan tertentu sehingga makanan menjadi lunak, mudah dicerna dan disiapkan. Salah satu metode pengolahan yang sering digunakan adalah metode pengolahan kering yang menghasilkan makanan tambahan dalam bentuk bubuk. Keuntungan pengolahan kering adalah biaya yang lebih murah daripada pengolahan basah, volume produk lebih kecil, ringan, dan mudah dipindahkan. Persyaratan MP-ASI menurut SNI 01-7111.4-2005 disajikan pada Tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Persyaratan MP-ASI Komposisi Per 100 gr Energi ≥ 80 kkal Protein 8-22 gr Lemak 6-15 gr Air 4,0 gr Abu 3,5 gr Serat pangan ≤ 5 gr Vitamin A 250-700 RE Vitamin C ≥27 mg Vitamin D 3-10 ug Vitamin E ≥ 4 mg Vitamin K ≥10 ug Natrium ≤48,5 mg Kalsium ≥ 200 mg Besi ≥ 5 mg Seng ≥ 2,5 mg Iodium ≥ 45 ug
Universitas Sumatera Utara
25
Menurut Krisnatuti (2000), campuran bahan pangan untuk makanan bayi terdiri dari 2 jenis: a.
Campuran dasar, terdiri dari serelia (biji-bijian) atau umbi-umbian dan
kacang-kacangan. Campuran ini belum memenuhi kandungan zat gizi yang lengkap sehingga masih perlu tambahan zat gizi lainnya seperti zat vitamin dan mineral. b.
Campuran ganda, terdiri dari makanan pokok sebagai bahan pangan utama
dan merupakan sumber karbohidrat seperti serealia; lauk-pauk (hewani ataupun nabati) sebagai sumber protein, misalnya susu, daging, sapi, ayam, ikan, telur, dan kacang-kacangan; sumber vitamin dan mineral, berupa sayuran dan buah-buahan yang berwarna (terutama hijau tua dan jingga), dan tambahan energi berupa lemak, minyak, atau gula yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan energi makanan campuran. Menurut Tarigan (2011), ada beberapa jenis makanan tambahan yang dianjurkan, yaitu: a.
Bubur tepung beras / beras merah, dimasak dengan menggunakan cairan
air / kaldu daging / sayuran, susu formula, ASI atau air b.
Bubur tepung baik tepung maizena dimasak dengan kaldu atau susu
formula / ASI c.
Pure buah atau buah yang dihaluskan, seperti pisang, pepaya, melon, apel,
alpokat d.
Pure sayuran, sayuran yang direbus kemudian dihaluskan menggunakan
blender. Sayuran yang dianjurkan, kacang polong, kacang merah, wortel, tomat,
Universitas Sumatera Utara
26
kentang, labu kuning. Selama memblender,sayuran sebaiknya ditambah dengan kaldu atau air matang agar tekstur sayuran menjadi lembut. e.
Pure kacang, kacang merah / kacang hijau / kacang polong yang direbus
dengan kaldu hingga empuk kemudian dihaluskan dengan blender. Pastikan blender atau alat saji berlabel food grade agar aman bagi bayi f.
Daging, pilihan daging yang tidak berlemak
g.
Ayam, pilih daging aym kampung muda tanpa tulang, kulit dan lemak
h.
Ikan, pilih daging ikan tanpa duri seperti fillet salmon, fillet ikan kakap
dan gindara 2.4
Daya Terima Menurut Suhardjo (1989) yang dikutip oleh Pohan (2016), daya terima
atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu, sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) dan Pohan (2016), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan, dan pemasakan makanan serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Ada beberpa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap 2 cita rasa makanan, nilai gizi dan hygiene atau kebersihan makanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
27
1.
Penampilan dan cita rasa makanan Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Pohan (2016), cita rasa makanan
mencakup 2 aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan padasaat dimakan. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. 2.
Konsistensi atau tekstur makanan Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karna sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita. 3.
Rasa Makanan Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setalah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa. 4.
Aroma Makanan Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah
Universitas Sumatera Utara
28
menguap, dapat sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim. Daya terima dengan penilaian organoleptik saling berkaitan, dimana penilaian organoleptik disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik, merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. 2.5
Uji Organoleptik Menurut Rahayu (1998) sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan
dijadikan alat penelitian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penelitian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Pada prinsipnya, terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan, uji deskripsi dan uji afektif. Uji pembedaan digunakan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara contoh-contoh yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman. Uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (penerimaan). Penggunaan uji ini membutuhkan jumlah panelis yang tidak dilatih. Uji afektif terdiri atas Uji Perbandingan Pasangan, Uji Hedonik dan Uji Ranking. Uji hedonik merupakan pengujian paling
Universitas Sumatera Utara
29
banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan menurut rentangan skala yang dikehendaki (Agusman, 2013) 2.6
Panelis Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian
organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis merupakan instrumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat-sifat sensorik suatu produk (Ayustaningwarno, 2014). Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panelis, yaitu panelis perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, panelis konsumen dan panelis anakanak. Perbedaan ketujuh panelis tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. 1.
Panelis Perseorangan Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panelis perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, dan penilaian efisien. Panelis perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.
Universitas Sumatera Utara
30
2.
Panelis Terbatas Panelis terbatas tediri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktorfaktor dalam penelitian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. 3.
Panelis Terlatih Panelis terlatih terdiri dari 15-25 yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4.
Panelis Agak Terlatih Panelis agak terlatih tediri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu. Panelis agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya. 5.
Panelis Tidak Terlatih Panelis tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan. Panelis tidak terlatih diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panelis tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
Universitas Sumatera Utara
31
6.
Panelis Konsumen Panelis konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panelis ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu. 7.
Panelis Anak-anak Panelis yang khas adalah panelis yang menggunakan anak-anak berusia 3-
10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produkproduk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai. 2.7
Kerangka Konsep Bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit akan diuji berdasarkan
daya terima yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. Kemudian bubur bayi akan diuji berdasarkan kandungan gizinya. Berikut ini merupakan kerangka konsep penelitian.
Bubur bayi instan (tepung bit + tepung beras+tepung susu + tepung gula+minyak nabati)
Daya terima terhadap bubur bayi instan (aroma, warna, rasa, tekstur)
Kandungan zat gizi bubur bayi instan (karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, air, dan abu,)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pembuatan Bubur Bayi Instan
Universitas Sumatera Utara