BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Anemia 1. Definisi Anemia gizi adalah keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu macam atau lebih zat-zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan darah (zat besi, asam folat, vitamin B12, protein) tanpa memandang kekurangan tersebut (WHO, 1972 dalam Soeharyo,dkk., 1999). Anemia gizi merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal karena kurangnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12 dengan penyebab yang dominan adalah kekurangan zat besi dalam tubuh, baik karena pemasukan kurang atau pengeluaran/kebutuhan yang berlebihan (Soeharyo, dkk., 1999). 2. Akibat yang Ditimbulkan Anemia Anemia gizi bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, baik fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menyebabkan kemampuan belajar menurun, kemampuan intelektual dan prestasi belajar menurun. Di samping itu, daya tahan tubuh terhadap infeksi juga menurun. Sedangkan pada ibu hamil, dapat menyebabkan gangguan pada ibu sendiri saat proses persalinan, yaitu berupa partus lama, pendarahan, dan infeksi masa nifas. Akibat pada janin adalah imaturitas, prematuritas, berat badan lahir rendah, still birth, atau mungkin kelainan-kelainan pada janin, berupa malformasi atau malnutrisi pada bayi yang baru dilahirkan. Resiko gawat janin pada persalinan atau kematian intra-partum lebih mudah terjadi, yaitu mencapai lebih dari dua kali. (Soeharyo, dkk., 1999). Anemia lebih sering dijumpai pada kehamilan, karena keperluan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang, yaitu darah bertambah banyak yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Bertambahnya sel-sel darah tidak sebanding dengan bertambahnya plasma, dengan perbandingan: plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Sehingga terjadi pengenceran darah. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil karena dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil. Selain itu, pada perdarahan waktu persalinan banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan apabila darah tetap kental (Prawiroharjo, 1997). Bertambahnya darah dalam kehamilan dimulai sejak usia kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-36 minggu. Pada trimester I, Hb rata-rata 12,3 g/100 ml, trimester II 11,3 g/100 ml dan trimester III 10,8 gr/100 ml. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah semakin nyata dengan bertambahnya usia kehamilan. Sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat. Seorang wanita hamil dengan Hb kurang dari 10 g/100 ml tidak dianggap anemia patologik, melainkan anemia pseudoanemia (Prawiroharjo, 1997). 3. Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil Prevalensi anemia pada ibu hamil secara nasional menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 sebesar 51,4%. Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian pada empat propinsi Indonesia di kawasan timur yaitu sebesar 50,1% atau survei nasional oleh Muhilal, dkk (1998) sebesar 55,1%. Sedangkan hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan prevalensi anemia 51% pada trimester I; 53% pada trimester II; dan 43% pada trimester III. Hasil penelitian Bakta, dkk (2000) menunjukkan prevalensi anemia tertinggi pada trimester II. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dinamika hubungan antara menurunnya hemodilusi dengan peningkatan kebutuhan besi pada trimester III serta besarnya cadangan besi dalam tubuh sebelum kehamilan dan masukan besi melalui makanan. Anemia merupakan penyebab utama dari tingginya angka kematian ibu melahirkan di negara berkembang.
4. Penyebab
Penyebab terjadinya anemia gizi menurut Beck (1995) diantaranya: menu sehari-hari kurang mengandung zat besi, penyerapan zat besi dalam usus kurang baik, infeksi parasit, dan kemampuan menampung zat besi menurun sehingga kebutuhan zat besi meningkat.
2. Hemoglobin 5. Fungsi Hb (Hemoglobin) Hemoglobin adalah bagian dari eritrosit (sel darah merah) yang dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin dibentuk dari heme dan globin. Heme terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (Mayes, dkk., 1996). Hemoglobin berfungsi sebagai alat transportasi untuk mengangkat oksigen ke paru-paru melalui pembuluh darah vena dengan membawa CO2. di dalam jaringan, oksigen dipakai untuk pembakaran zat besi menjadi energi (Mayes, dkk.,1996). Indikator yang digunakan untuk mengetahui kekurangan besi adalah pengukuran jumlah dan ukuran peka terhadap tahap awal kekurangan besi, tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Kadar Hb yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut (Almatsier, 2001).
TABEL 1 KADAR HEMOGLOBIN NORMAL Kelompok Umur Kadar Hb (gr/100 ml) Anak-anak 11 Usia 6 bulan – 6 tahun 12 Usia 6 -14 tahun Dewasa 13 Laki-laki 12 Wanita (tidak hamil) 11 Wanita hamil Sumber: WHO Nutritional Anemias,1972 dalam Soekirman,2000.
a. Metode Pengukuran Kadar Hemoglobin i.
Metode Kertas Lakmus Metode ini sangat sederhana dan praktis, tidak memerlukan reaksi atau peralatan tertentu, karena yang digunakan adalah kertas lakmus untuk menentukan kadar Hb (Sihadi dan Purawisastra, 1995).
ii.
Metode Cyanmethemoglobin Metode ini memerlukan peralatan dan reaksi khusus, tetapi hasil yang diperoleh lebih teliti. Metode ini sangat dianjurkan oleh WHO (1998) karena sampai saat ini menghasilkan data yang paling teliti. Kelemahannya tergantung alat spectofotometer yang masih terbatas pada instansi tertentu selain itu sukar dalam pemeliharaannya, sulit dibawa ke lapangan dan tergantung pada listrik.
a. Metode Cyanmethemoglobin tidak langsung Metode ini merupakan pengembangan metode Cyanmethemoglobin sebagai usaha untuk mengatasi kelemahannya. Penetapan kadar Hb dengan metode ini di lapangan sangat praktis, karena darah yang diperiksa dalam laboratorium tidak dalam bentuk cair. Apabila pelaksanaan sample darah yang diteteskan dalam kertas dapat dimasukkan dalam amplop dan dikirim ke laboratorium yang dimaksud melalui via Pos. Berdasarkan penelitian hasil yang diperoleh masih harus dikalikan faktor koreksi yaitu 1,14 (Sihadi dan Purawisastra, 1995). b. Metode Sahli Prinsipnya sama dengan metode kertas lakmus, yaitu membandingkan warna secara visual tetapi memerlukan peralatan dan pereaksi tertentu. Peralatannya sangat sederhana ringan sehingga mudah dibawa ke lapangan dan tidak tergantung pada listrik maupun baterai. Metode ini masih dianggap subyektif karena perbandingan warna dilakukan secara visual. Berdasarkan penelitian kadar Hb Metode Sahli perlu dikalikan 1,1 (Sihadi dan Purawisastra, 1995).
c. Metode Hamaqua
Metode
ini
merupakan
pengembangan
dari
metode
Hb
secara
Spektrofotometer, karena menurut Internasional Commite of Standarization in Hematologi (ISCH), dengan adanya pengeceran yang terlalu tinggi pada persiapan sample darah sering menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran spektrofotometer. Metode ini cukup ringan, mudah dibawa, praktis, tidak tergantung listrik, daat menggunakan baterai dan hasilnya dapat diketahui pada saat itu juga (Sihadi dan Purawisastra, 1995). Dalam penetapan kadar Hb dengan metode yang dijelaskan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk memilih metode yang digunakan tergantung pertimbangan,
diantaranya
tujuan
dan
keperluan
penetapan
kadar
Hb,pertimbangan biaya serta situasi dan kondisi di lapangan (Sihadi dan Purawisastra, 1995).
6. Zat Besi a. Fungsi Zat Besi Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh dan diperlukan dalam hemopoesis atau pembentukan darah dalam sintesa hemoglobin (Sedioetama, 1999). Asupan zat besi merupakan hal yang sangat penting bagi wanita hamil untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan. Kebutuhan lebih meningkat karena volume darah pada wanita hamil meningkat sampai setengah kalinya untuk mendukung kebutuhan oksigen bayi dan plasenta. Pada trimester III, kebutuhan zat besi akan meningkat. Bayi menggunakan simpanan mineral pada tubuh ibu untuk membuat simpanannya sendiri selama beberapa bulan dalam kehidupannya. Pada wanita hamil, membutuhkan simpanan zat besi yang akan digunakan selama kelahiran bayi. Kebutuhan oksigen rahim meningkat dengan adanya kontraksi persalinan dan kehilangan sejumlah darah selama persalinan normal (Bakta, Mary, 2000). Sel darah merah ibu hamil bertambah sampai dengan 30%. Berarti tubuh memerlukan tambahan zat besi. Setiap hari ibu hamil membutuhkan tambahan 700-800 mg zat besi. Jika kekurangan zat besi pada ibu hamil, maka akan
buruk akibatnya, yaitu akan terjadi pendarahan sehabis melahirkan, mungkin juga infeksi. Kurang darah berarti daya angkut zat asam menurun. Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi hanya dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan mengandung zat besi yang banyak dan absorbsinya tinggi. Oleh karena itu, perlu penambahan preparat besi agar kebutuhan zat besi dapat dipenuhi dan dianjurkan penambahan tablet besi (zat besirosulfat) setiap hari (Nadesul, 1999). b. Angka Kecukupan Gizi Ibu Hamil AKG rata–rata dianjurkan adalah suatu kecukupan rata–rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan optimal (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2000).
Jumlah energi dan protein yang dianjurkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi bagi ibu hamil, sebagai berikut : TABEL 2 KECUKUPAN GIZI IBU HAMIL Golongan umur (th) Berat Badan Tinggi Badan (kg) (cm)
Protein (gr)
16-19 50 154 20-45 54 156 Hamil Menyusui 0-6 bln 7—12 bln Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi , 2004.
51 48 + 12 + 16 + 12
Zat besi (gr) 23 13 +20 +2 +2
c. Sumber Zat Besi Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi heme dan non heme. Selain diperoleh dari bahan makanan, zat besi dapat diperoleh dari tanah, debu, air atau panci tempat memasak yang disebut zat besi eksogen. TABEL 3 JENIS ZAT BESI BERDASARKAN SUMBER ZAT BESI Jenis Zat Besi Sumber Zat Besi Heme Hati, Daging, Unggas, Ikan
Zat Besi Non Heme
Susu, Telur, Beras, Sereal, Sayuran, Buah, dan Kacang-kacangan
Sumber: Soekirman, 2000. TABEL 4 ZAT BESI DALAM BAHAN MAKANAN NO. Bahan Makanan Zat Besi (mg/100 g) 6.0-14.0 Hati 1. 2.0-4.3 Daging sapi 2. 0.5-1.0 Ikan 3. 2.0-3.0 Telur Ayam 4. 1.9-14.0 Kacang-kacangan 5. 1.5-7.0 Tepung Gandum 6. 0.4-18.0 Sayuran Hijau Daun 7. 0.3-2.0 Umbi-umbian 8. 0.2-4.0 Buah-buahan 9. 0.5-0.8 Beras 10. 0.1-0.4 Susu Sapi 11. Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Zat Besi Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang disantap pada waktu makan (De Maeyer, 1993). Faktor-faktor tesebut diantaranya: 1. Zat Pemacu (enchancers) Zat Besi: -
vitamin C (askorbat) pada buah
-
asam malat dan tartarat pada sayuran, seperti: wortel, brokoli, tomat, kol, labu kuning.
-
Asam amino cystein pada daging sapi, kambing, ayam, hati, ikan.
Suatu hidangan yang mengandung salah satu atau lebih dari jenis makanan tersebut akan membantu optimalisasi penyerapan zat besi.
2. Zat Penghambat (Inhibitors)Zat Besi -
Fitat yang terdapat pada dedak, katul, jagung kedelai, kacangkacangan.
-
Polizat besinol (termasuk tanin) ada teh, kopi, dan bayam.
-
Zat kapur / kalsium pada susu, keju. (Soekirman, 2000).
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asupan Zat Besi 3. Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Pendidikan merupakan dasar atau landasan bagi segala ilmu pengetahuan, serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki semua orang. Karena pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup (Suhardjo, 1997). 4. Pendapatan Keluarga Berdasarkan penelitian gizi dan makanan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi, konsumsi pangan berhubungan dengan tingkat sosialekonomi. Pendapatan dapat menentukan pola makan, daya beli, dan ketersediaan pangan. Semakin tinggi pendapatannya, semakin besar persentase belanja, terutama sumber protein dan buah-buahan. Dengan demikian, pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan (De Maeyer, 1993). 5. Pantangan Makanan Pantangan makanan dapat disebabkan karena tabu dalam masyarakat atau karena alergi terhadap beberapa jenis makanan, seperti ikan laut, telur, pepaya, kacang-kacangan, dan lain-lain. Adanya pantangan makanan tersebut, dapat mempengaruhi asupan zat besi. Hal ini sangat rawan terhadap kecukupan gizi. 6. Gangguan pada Kehamilan Gangguan pada kehamilan seperti mual dan muntah, biasanya ringan dan hanya sementara, yang disebut dengan istilah morning sickness, terjadi pada pagi hari awal kehamilan. Tapi kurang lebih 20% wanita hamil mengalami mual dan muntah yang berkelanjutan sampai akhir kehamilan yang disebut hiperemesis gravidarum. Keadaan ini dapat menyebabkan nafsu makan turun, sehingga asupan zat gizi termasuk zat besi menjadi kurang. 7. Infeksi
Infeksi dapat mengganggu asupan makanan, penyerapan, serta penggunaan berbagai zat gizi, termasuk protein dan zat besi (De Maeyer, 1993). f. Kebutuhan Zat Besi Kebutuhan besi yang direkomendasikan sebagai jumlah minimum yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar dari kemungkinan anemia defisiensi besi (Muhilal, dkk., 2000). Pada kehamilan, kebutuhan selama trimester kedua dan ketiga tidak dipenuhi hanya dengan zat besi yang ada dalam makanan, walaupun persediaannya tinggi. Penambahan zat besi merupakan indikasi, kecuali kalau simpanan zat besi pada awal kehamilan mencapai kira-kira 500 mg. Meskipun hilangnya zat besi yang berhubungan dengan haid menyusut sampai nol selama kehamilan, zat besi tambahan mutlak diperlukan untuk janin, plasenta, dan penambahan volume darah ibu. Penambahan ini sebesar kira-kira 1000 mg zat besi selama hamil (De Maeyer, 1993). Kebutuhan selama trimester pertama relatif kecil yaitu 0,8 mg/hari dan meningkat pada trimester II dan III hingga mencapai 6,3 mg/hari. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit. Maka suplemen zat besi menjadi penting (De Maeyer, 1993). Anemia dalam kehamilan biasanya disebabkan oleh defisiensi zat besi dan asam folat. Sehingga tablet kombinasi yang tepat adalah mengandung 250 mg asam folat dan 60 mg zat besi yang dikonsumsi dua kali sehari (De Maeyer, 1993). Jumlah zat besi dalam makanan yang rendah dapat terjadi pada orangorang dengan konsumsi bahan makanannya kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Bila dalam menu makanan terdapat pula bahan-bahan makanan yang dapat meninggikan absorbsi zat besi seperti daging, ikan, ayam, dan vitamin C maka ketersediaan
zat besi dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi. Dari hasil beberapa survei ditemukan bahwa konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari pada berbagai kelompok umur dan jenis kelamin tergolong rendah yaitu hanya 1/3-2/3 dari kecukupan yang dianjurkan terpenuhi. Selain karena ketersediaan zat besi yang rendah, tingkat absorbsi yang rendah mungkin merupakan salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia gizi di Indonesia. Hal ini mengingat pola konsumsi makanan yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat sedangkan konsumsi bahan makanan sumber hewani masih rendah pada bagian besar penduduk (Husaini, 1989). g. Cara Pengukuran Asupan Makan Ada 4 metode pengukuran asupan makanan tingkat individu, yaitu: a. Recall yaitu menggali secara umum kebiasaan makan, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi beserta jumlahnya selama 24 jam yang lalu. Biasanya, recall dilakukan 2-3 hari. Metode ini tergantung pada ingatan ibu hamil dan kemungkinan terjadi kesalahan sangat besar (Supariasa, 2002). b. Record and Weighting, yaitu mencatat semua makanan dan minuman yng dikonsumsi beserta ukuran dan beratnya selama periode 1-7 hari. Metode ini dapat memberi informasi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa, 2002). c. Dietary History, yaitu bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan yang sesungguhnya dalam waktu relatif lama, sekitar 1 bulan sampai beberapa tahun. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang menyebabkan penyakit (Supariasa, 2002). d. Food Frequency, untuk menentukan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan dalam satu periode tertentu, setiap hari, minggu, bulan, atau tahun. Dalam memilih metode-metode tersebut, yang harus dipertimbangkan adalah tujuan penelitian, jumlah ibu hamil, ketersediaan dana dan tenaga serta tingkat pendidikan ibu hamil (Supariasa, 2002).
7. Protein Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam–asam amino yang mengandung C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein berfungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, alat pengangkut dan alat penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan tubuh, media perambatan impuls saraf, dan pengendalian dan pertumbuhan (Almatsier, 2001). Husaini, (1989) menyatakan bahwa protein juga mempunyai peranan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi zat besi disamping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari ikan, daging, dan unggas juga banyak mengandung zat besi. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO UNU (1995) adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati seperti kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang–kacang lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi yang tertinggi (Almatsier, 2003). 8. Kerangka Teori Kurang Mengkonsumsi Bahan Makanan Sumber Zat Besi dan Protein Praktek Pemberian Makanan Kurang Baik
Jumlah Zat Besi dalam Makanan Tidak Cukup
Sosial Ekonomi Rendah
Komposisi Makanan Kurang Beragam Terdapat Zat–zat Penghambat Absorbsi
Absorbsi Zat Besi Rendah Keadaan Kurang Besi
Anemia Gizi
Sumber: Husaini, 1989.
9. Kerangka Konsep Tingkat Konsumsi Zat Besi
Kadar Hb
Tingkat Konsumsi B. HipotesisProtein 1. Ada hubungan tingkat konsumsi zat besi dengan kadar Hb. 2. Ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan kadar Hb.