6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam serta berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, dan kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari, 2008). Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut, cemas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2007).
Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan seharihari. Kecemasan pada individu merupakan pengalaman subjektif, dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).
2. Tingkat kecemasan Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu (Videbeck, 2008) yaitu : a. Kecemasan ringan Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar
6
7
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang, dan tremor halus pada tangan.
b. Kecemasan sedang Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih terfokus pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. Respons cemas sedang seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan/tuntunan. Responsnya meliputi napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi cepat, dan perasaan ancaman meningkat.
d. Panik Lahan persepsi individu telah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi pengarahan. Respons panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali dan persepsi kacau.
8
Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif
Ringan
Respon Maladaptif
Sedang
Berat
Panik
Skema 2.1. Rentang Respon Kecemasan
3 . Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan adalah : a. Faktor Internal 1) Pengalaman Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
2) Respon Terhadap Stimulus Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan memengaruhi kecemasan yang timbul.
3) Usia Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamannya
sehingga
pengetahuannya
semakin
bertambah
(Notoatmodjo, 2008). Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu.
9
4) Jenis Kelamin Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif dan eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan. Sedangkan menurut Caumo (2001) dalam Erawan (2012) mengatakan karakteristik demografi yang berhubungan dengan kecemasan pre operasi adalah jenis kelamin dan jenis kelamin perempuan lebih besar resiko untuk terkena kecemasan pre operasi.
5) Pendidikan Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah baru. (Stuart & Sundeen, 2007).
b. Faktor Eksternal 1) Dukungan Keluarga Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi permasalahan.
2) Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam menghadapi permasalahan.
10
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) antara lain: a. Faktor predisposisi 1) Teori psikoanalisis Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori interpersonal Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.
3) Teori perilaku Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran meyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik memandang cemas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan : konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
11
4) Teori kajian keluarga Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.
5) Teori biologis Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzo diazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuro regulator inhibisi asam gammaaminobutyric acid (GABA). GABA berperan penting dalam mekanisme biologi yang berhubungan dengan cemas. Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Cemas disertai dengan gangguan fisik yang menurunkan kemampuan individu mengatasi stresor. Kecemasan diperantarai oleh sistem kompleks yang melibatkan sistem limbik, pada organ amigdala dan hipokampus, talamus, korteks rontal secara anatomis dan norepinefrin (lokus seruleus), serotonin (nukleus rafe dorsal) dan GABA (reseptor GABA berpasangan dengan reseptor benzodiazepin) pada sistem neurokimia. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas bagaimana kerja dari masing-masing bagian tersebut dalam menimbulkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada situasi dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) yaitu : 1) Faktor eksternal Ancaman integritas diri Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan) dan ancaman sistem diri Antara lain: ancaman
12
terhadap identitas diri, harga diri, hubungan interpersonal, kehilangan dan perubahan status dan peran.
2) Faktor internal a. Potensial stresor, stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi. b. Maturitas, kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi kecemasan yang dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan. c. Pendidikan,
tingkat
pendidikan
individu
berpengaruh
terhadap
kemampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam menguraikan masalah baru. d. Respon
koping,
mekanisme
koping
digunakan
seseorang
saat
mengalami kecemasan. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab terjadinya perilaku patologis. e. Status sosial ekonomi, status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan. f. Keadaan fisik, Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan memper mudah individu mengalami kecemasan. g. Tipe kepribadian, individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada orang dengan tipe kepribadian B. Individu dengan tipe kepribadian A memiliki ciri-ciri individu yang tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburuburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung dan mengakibatkan otot-otot mudah tegang. Individu
13
h. dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas. i. Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan yang yang sudah dikenalnya j. Dukungan sosial, dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping individu. Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang
mengurangi
kecemasan
sedangkan
lingkungan
mempengaruhi area berfikir individu. k. Usia, usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia yang lebih tua. l. Jenis kelamin, gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita daripada pria.
4 . Cara Mengukur Kecemasan Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan, nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan sangat berat.
14
B. Konsep Pre Operasi 1. Pengertian Pre Operasi Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter, 2006).
2. Persiapan Pasien Pre Operasi Menurut Baradero (2009), berbagai persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi adalah : a. Informed consent Hak
pasien
untuk
menentukan
intervensi
pembedahan yang akan
dilaksanakan dilindungi oleh proses informed consent. Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan, izin ini untuk melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Sebelum pasien menandatangani formulir consent, ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada, kemungkinan risiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang apa yang diperkirakan terjadi pada periode pasca operasi awal dan lanjut.
b. Skrining pre operasi Sebelum pembedahan, dilakukan persiapan dengan mengkaji: 1) Riwayat kesehatan seperti usia, alergi (iodin, medikasi, lateks, larutan antiseptic atau larutan antiseptic), obat dan zat yang digunakan, tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan psikososial.
15
2) Pengkajian fisik yaitu pemeriksaan “head to toe” (dari kepala sampai ke ibu jari kaki) dan tanda-tanda vital (tekanan darah, pernafasan, denyut nadi dan suhu tubuh). 3) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah seperti: hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit, ureum, kreatinin. 4) Pemeriksaan radiologi dan diagnostik seperti: foto thoraks, abdomen, USG, CT scan, MRI, renogram, cytoscopy, mammografi, colon in loop, EKG, ECHO, Electro Enchelophalo Grafi.
Rutinitas Pre operasi: a. Persiapan kulit dan pencukuran Persiapan kulit sangat penting dilakukan untuk mengurangi resiko infeksi luka setelah pembedahan. Menurut Baradero (2009) beberapa rekomendasi persiapan kulit antara lain; (a) daerah yang akan dibedah dan daerah sekitarnya harus bersih. Kegiatan membersihkan kulit ini bisa dilakukan dengan mandi dan mencuci kulit di kamar pasien atau mencuci kulit dan segera memberi agens anti mikroba di kamar operasi. (b) daerah yang akan dibedah harus dikaji sebelum kulit disiapkan. Trauma kulit pada area pembedahan memungkinkan mikroorganisme berkembang di tempat tersebut. Apabila perlu mencukur rambut, gunakan kliper elektrik atau krim depilatori daripada pencukur pisau. Pencukuran rambut dilakukan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka
b. Status puasa Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan diantaranya pasien dipuasakan dan dapat juga dengan pemberian enema. Enema biasanya diberikan untuk pembedahan pada gastrointestinal, pelvis, perineal, atau perianal. Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
16
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses di area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan dan dapat juga memberi visualisasi yang baik untuk dokter bedah.
c. Latihan batuk efektif Teknik batuk efektif dapat dilatih dengan cara: Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, sarankan untuk menjalin jari-jari tangan dan diletakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien napas dalam
seperti cara napas dalam (3 -5 kali), segera lakukan batuk spontan,
pastikan
rongga
pernapasan
terbuka
dan
tidak hanya batuk denagn
mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Teknik ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk
lembut untuk
menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
d. Latihan napas dalam Latihan napas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Meletakkan tangan di atas perut, menghirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat, kemudian menahan napas beberapa saat (3-5 detik), secara perlahan-lahan, udara dikelurkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e. Latihan gerak sendi Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pergerakan setelah operasi akan mempercepat rangsang peristaltik usus, menghindari penumpukan lendir
17
pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Selain itu akan memperlancar sirkulasi
untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernapasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range Of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
f. Premedikasi praoperasi Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah formulir informed consent telah diisi dan ditandatangani. Tujuan dari premedikasi adalah mengurangi rasa cemas dan memberikan sedatif atau hipnotik, mengurangi sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman. Obat-obat premedikasi yang diberikan biasanya adalah agens anti ansietas (diazepam/valium, midazolan/versed, lorazepam/ativan), narkotik (morfin/fentanyl,
meperidine/demerol),
anti
kolinergik
(atropin,
glikopirolat/robinul). Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca operasi 2-3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien. Premedikasi dapat diberikan ”on call” (kamar operasi memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau dapat juga diberikan di kamar operasi sebelum induksi anastesi. Premedikasi dapat juga tidak diberikan sesuai keinginan ahli anastesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi turun dari tempat tidur.
3. Standar Prosedur Operasional Pendidikan Kesehatan : Pre operasi Standar Operasional Prosedur (SOP) pendidikan kesehatan pre operasi dibuat untuk membantu pasien memahami dan meyiapkan mental dalam pembedahan, dengan bertujuan untuk mengurangi kecemasan pre operasi. Adapun prosedur
18
pendidikan kesehatan pre operasi sebagai berikut (RSUD Banyumas, Tahun 2012) : a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tanggal, waktu dan lokasi pembedahan b. Berikan informasi kepada pasien dan orang terdekat berapa lama operasi akan dijalani c. Kaji pengalaman pembedahan terdahulu dan tingakat pengetahuan klien terkait dengan pembedahan d. Kaji kecemasan pasien/keluarga terkait dengan pembedahan e. Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian f. Gambarkan rutinitas yang dilakukan sebelum operasi (anastesi, diet,) g. Jelaskan medikasi pra operatif, efek yang akan terjadi dan rasionalisasi penggunaan. h. Berikaan informasi kepada orang terdekat tentang tempat menunggu
hasil
pembedahan dengan tepat. i. Berikan informasi tentang apa yang akan didengar, dirasa, dicium dan dilihat selama kejadian. j. Diskusikan manajemen nyeri yang mungkin dilakukan. k. Jelaskan tujuan pengkajian post operatif. l. Berikan penjelasan tentang rutinitas post operatif atau peralatan yang mungkin digunakan (penggantian balutan, pengobatan ) dan berikan penjelasan tentang tujuan masing-masing. m. Berikan penjelasan kepada pasien teknik mengubah posisi ditempat tidur dengan tepat n. Evaluasi kemampuan pasien untuk mendemonstrasikan cara mengubah posisi dengan tepat o. Evaluasi
kemampuan
pasien
dalam
mendemontrasikan
kemampuan
menggunakan insentif spirometri dengan tepat p. Berikan penjelasan kepada pasien cara menekan daerah pembedahan, batuk efektif dan nafas dalam
19
q. Evaluasi kemampuan pasien dalam mendemontrasikan kemampuan menekan daerah pembedahan, batuk efektif dan nafas dalam dengan tepat r. Berikan penjelasan kepada pasien tentang teknik melatih kaki s. Evaluasi kemampuan pasien untuk mengulangi latihan kaki t. Berikan informasi tentang bagaimana mereka dapat membantu dalam masa penyembuhan u. Dukung pemberian informasi oleh tanaga kesehatan lain dengan tepat v. Identifikasi harapan pasien setelah pembedahan w. Perbaiki harapan pasien yang tidak realistik x. Berikan waktu kepada pasien untuk menjelaskan kembali peristiwa yang akan terjadi y. Libatkan keluarga dan orang terdekat.
C. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Pre Intervensi Tingkat kecemasan sebelum diberikan informasi
Intervensi
Informasi prosedur pembedahan
Post
Intervensi
Tingkat kecemasan sesudah diberikan informasi
D. Hipotesis Penelitian Ha : Ada pengaruh informasi prosedur pembedahan terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Pabatu Tebing Tinggi.