BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian NAPZA Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditegaskan
bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Istilah Narkotika yang dipergunakan disini bukanlah narcotics. Pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan drug, yaitu sejenis zat apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruhpengaruh tertentu pada tubuh pemakai, yaitu mempengaruhi kesadaran, memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia, pengaruh- pengaruh tersebut dapat berupa penenang, perangsang (bukan rangsangan seks), menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat) Menurut Sarjono (2007) narkoba ialah zat kimiawi yang mampu mengubah pikiran, perasaan, fungsi mental dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Martono dan Joewana (2006) narkoba adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong makanan jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun) demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain). 8
9
Pada dasarnya, Narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang ilmu kedokteran, kesehatan, dan pengobatan, serta berguna bagi penelitian dan pengembangan ilmu farmasi atau farmakologi. Akan tetapi karena penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain disalah gunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya internasional yang mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. Sehubungan dengan pengertian Narkotika menurut Sudarto (1992:40) bahwa “perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani Narko yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa. Definisi lain yang dikutip Djoko Prakoso, Bambang Riyadi dan Mukhsin (1999:34) mengemukakan “bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hesisch, cocain. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan Stimulant”. Pada beberapa dekade yang lalu, penggunaan narkotika di kalangan bangsabangsa tertentu merupakan suatu kebudayaan, namun akhirnya narkotika menjadi suatu komoditas bisnis yang mendatangkan keuntungan yang besar, sehingga perdagangan gelap narkotika mulai marak. Bahkan perdagangan narkoba itu telah diorganisasikan dalam suatu sindikat-sindikat yang merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara seperti politik dan ekonomi. Penyalahgunaan narkoba sekarang telah menjadi suatu persoalan, bukan hanya dihadapi oleh satu bangsa saja, tetapi telah menjadi persoalan internasional karena tidak adanya keseragaman di dalam pengertian narkotika. Hal ini terungkap berdasarkan pernyataan Moh. Taufik Makarao (2003:12)
10
Ada beberapa istilah terkait dengan penyalahguna narkotika yaitu : 1. Pengguna Narkotika (drug user) yaitu menggunakan obat-obatan terlarang dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan, relaksasi dan menghilangkan stress atau kepenatan setelah bekerja. Mereka tidak mengalami ketergantungan, obat-obatan ini hanya digunakan sebagai pelarian saat menghadapi masalah dalam hidup saja. (Dariyo, 2004) 2. Penyalahguna Obat (drug abuser) yaitu mereka yang terbiasa menggunakan obat-obatan terlarang itu dan tidak dapat menghentikannya. Mereka tahu bahwa hal tersebut membahayakan dirinya, namun tidak mampu mengontrol untuk tidak menggunakannya. Pada umumnya drug abuser akan berlanjut menjadi ketergantungan. (Dariyo, 2004) 3. Ketergantungan Obat (drug alcohol addiction) Yaitu suatu gangguan atau penyakit individu yang bersifat fisik, mental dan emosional, sehingga individu merasa tidak mampu menghentikan (I can’t stop) kecenderungan untuk menggunakan obat-obatan terlarang tersebut. (Dariyo, 2004)
2.2
Manfaat dan Dampak Negatif NAPZA
a.
Manfaat NAPZA Dari segi medis, penggunaan obat-obatan yang mengandung Narkoba
bermanfaat dan memang diperbolehkan secara legal atau sah melalui rekomendasi ahli medis atau hanya sebatas untuk pertolongan medis saja.Diberikan oleh tenaga medis secara teratur dan dapat dipertanggung jawabkan. Sisi positif dari penggunaan
11
jenis narkotika memang dikembangkan oleh tenaga medis dalam kaitanya demi memberikan pertolongan kemanusiaan belaka dan kegiatan penelitian ilmiah / keilmuan. (Ningrum dkk, 2014) Selain itu, seluruh jenis narkotika menjadi aspek positif dikaitkan dengan kepentingan ilmiah, baik pengembangan ilmu pengetahuan tentang narkotika maupun penelitian terkait dengan dampak negatifnya, dalam kaitanya dengan antisipasi terhadap efek negatif dan bahayanya. (BNN RI, 2012) b.
Dampak negatif NAPZA Selain narkotika memiliki dampak yang sangat positif bagi kegiatan
pertolongan medis yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan pendekatan keilmuan yang telah terukur, maka narkoba dapat memberikan dampak negatif bagi pemakainya. Terutama bila dilakukan dengan cara disalahgunakan.
(BNN RI ,2009)
Penyalahgunaan NAPZA, terkait dengan cara mendapatkanya dan mengkonsumsinya, keduanya dilakukan secara tidak legal atau melawan hukum. Selain merusak kesehatan, dampak lain adalah kecanduan. Kecanduan menyebabkan prilaku obsesif konpulsi, artinya pemakai harus terus menerus menggunakan untuk menghindari sakit.Untuk mengatasi beban biaya yang sangat besar akibat ketergantungan narkotika, pemakai kerap melakukan tindakan kriminal misalnya mencuri, merampok dan menipu. Sedangkan dari segi kesehatan penyakit yang sering diderita penyalahgunaan narkotika adalah terinfeksi penyakit hepatitis C dan HIV/ AIDS.(BNN RI, 2012)
2.3
Penyalahgunaan NAPZA oleh Remaja
12
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Remaja biasanya merasakan adanya tekanan agar mereka menyesuaikan dengan norma-norma dan harapan kelompoknya. Bila remaja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik mereka cenderung menganggap hidup adalah penderitaan, tidak menyenangkan dan melakukan hal-hal seperti : menyakiti diri, lari dari kehidupan dan keluarga, terlibat pergaulan bebas, pengguna alkohol, serta lebih jauh terlibat dalam dunia narkotika, psikotropika dan obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainnya (Soetjiningsih,2010). Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan ,tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, dan berlangsung cukup lama sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, mental dan kehidupan sosialnya. Adapun akibat dari penyalahgunaan narkoba adalah : 1.
Bagi diri sendiri dan pribadi Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja (daya ingat mudah lupa, perhatian sulit konsentrasi, dan lain-lainnya), intoksikasi (keracunan), overdosis, gangguan perilaku/mental-sosial, gangguan kesehatan, masalah keuangan dan berhadapan dengan hukum, dan kendornya nilai-nilai agama-sosial dan budaya (seperti melakukan sex bebas). Pengguna menjadi pemarah, pemalas, motivasi belajar menurun, sehingga prestasi yang dicapai rendah bahkan bisa gagal. (Dariyo ,2004)
2. Bagi keluarga
13
Kenyamanan dan ketentraman keluarga terganggu, orang tua merasa malu, sedih, marah dan juga merasa bersalah. Pengguna tidak lagi menjaga sopan santun di rumah bahkan berani melawan orang tua, tidak segan mencuri uang untuk membeli obat terlarang. Kehidupan ekonomi keluarga morat-marit, keluarga harus menanggung beban sosial ekonomi ini.
(Dariyo ,2004)
3. Bagi Sekolah Narkotika merusak disiplin dan motivasi yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar, prestasi belajar turun drastis, beberapa diantara mereka menjadi pengedar, mencuri barang milik teman atau karyawan sekolah, membolos, meningkatnya perkelahian/tawuran. (Dariyo ,2004) 4. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara Rusaknya pewaris bangsa yang seyogyanya menerima estafet kepemimpinan bangsa, hilangnya rasa patriotism atau rasa cinta tanah air, penyelundupan meningkat (penyelundupan dalam bentuk apapun merugikan Negara), kesinambungan pembangunan terancam, negara menderita kerugian, karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat . Memperhatikan hal tersebut, orang tua patut untuk waspada terhadap perilaku remaja terutama apabila muncul perilaku yang negatif.Masa remaja sangat rentan terhadap pengaruh dari luar terutama pengaruh negatif sehingga diperlukan bimbingan dan arahan dari orang tua dalam membantu perkembangannya. (Dariyo ,2004)
2.4
Faktor yang berkaitan dengan Penyalahgunaan NAPZA Faktor yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika pada remaja yaitu :
14
1. Faktor Sumber Informasi Tujuan penelitian, memperoleh data persepsi remaja tentang sumber informasi NAPZA, yaitu tentang media sebagai sumber informasi tentang NAPZA.Dengan maraknya kasus penyalahgunaan NAPZA di Indonesia, pemerintah mencoba menyadarkan masyarakat Indonesia dengan bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari sosialisasi ke lembaga-lembaga sekolah, iklan anti NAPZA yang hampir semua ditayangkan, namun hal ini belum sepenuhnya berhasil, melihat kasus pengedar dan pemakai masih banyak terjadi. Hal ini menjadi tantangan terbesar pemerintah untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA tidak akan terselesaikan apabila hanya pemerintah yang berusaha sendiri tanpa ada dukungan dari masyarakat luas. (BNN RI, 2009) Persepsi remaja tentang media sebagai sumber informasi untuk mendapatkan informasi terkait pemberitaan tentang NAPZA, hal ini sangat membantu remaja dalam memahami bahaya NAPZA. Media seperti internet, televisi, koran, dan media lainnya sangat berperan penting bagi masyarakat terutama remaja dalam memehami bahaya penyalahgunaan NAPZA. Selain dari media peran sekolah sebagai lembaga pendidikan juga sangat mempengaruhi persepsi remaja, sekolah yang sering mengadakan kegiatan sosialisasi tentang NAPZA memberikan pemahaman yang positif untuk siswanya agar tidak menyalahgunakan NAPZA. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,2013) Menurut Catur M.W. (2014) dalam peneltiannya yang berjudul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Masyarakat di Kabupaten Jember “ dengan menggunakan metode penelitian deskriptif cross sectional melalui wawancara
dan
kuesioner
dari
narapidana
kasus
NAPZA
di
Lembaga
15
permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Jember. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal, eksternal, dan dominan yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada masyarakat di Kabupaten Jember tahun 2014. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA adalah pengertian yang salah bahwa NAPZA tidak akan membuat ketagihan dan ingin mencoba kembali (100%), suka mengikuti gaya hidup (78,4%), sifat mudah terpengaruh (63,9%), memiliki gaya hidup mewah dan suka bersenang-senang (63,9%), ingin mendapat pujian setelah menggunakan (61,5%), mencoba hal baru (59,1%), dan tidak percaya diri dengan keadaan yang dimiliki (56,6%). Faktor Eksternal adalah berteman dengan pengguna (87,9%), keluarga tidak utuh (74,7%), tidak beragama (74,7%), komunikasi kurang baik (73,4%), lingkungan sekitar membuat tertekan (60,2%), keadaan ekonomi (51,8%), dan cara memperoleh gratis (51,8%). Faktor dominan yag diperoleh adalah NAPZA membuat ketagihan dan ingin mencoba kembali (100%), berteman dengan kumpulan pengguna (87,9%), dan suka mengikuti tren atau gaya hidup terbaru (78,4%). 2. Faktor Sekolah Anak sekolah dari kelompok umur 13-20 tahun, masih sangat rentan terhadap bahaya penyalahgunaan NAPZA, mereka berupaya mencari jati diri. Perkembangan biologi masa pubertas, perkembangan kejiwaan, rasa ingin tahu yang tinggi dapat menyeret mereka mereka pada pengalaman yang tidak semestinya. Jadi penting artinya membentengi mereka dengan langkah-langkah yang tepat. Ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian dari para pendidik atau para guru untuk menangkal bahaya penyalahgunaan NAPZA di sekolah adalah sebagai berikut :
16
a. Perlu diadakan penyuluhan dan bimbingan terhadap masalah NAPZA oleh tenaga ahli semisal Dokter sehingga memiliki imunitas atau kekebalan terhadap bahaya NAPZA. b. Perlu diadakan kontrol terhadap tempat-tempat yang mencurigakan di sekolah dan sekitarnya serta diadakan informan khusus. Sekali-sekali diadakan razia narkoba, baik oleh para guru maupun dibantu oleh petugas dari BNN dan kepolisian. c. Hubungan yang tidak harmonis antara pendidik dan siswa, atau antara guru dan murid, sehingga komunikasi menjadi lanacar. Demikian juga perlu dibina hubungan kerja sama antara pendidik atau para guru dengan orang tua murid, terutama dalam usaha pengebalan atau imunitas terhadap bahaya NAPZA. d. Jika terdapat siswa yang menjadi penghisap atau morfinis lainnya, para guru tidak usah panik, takut akan ancaman anak-anak. Pihak sekolah harus segera menghubungi pihak kepolisian yang terdekat untuk penyelidikan lebih lanjut. Demikian pula terhadap orang tua murid harus segera diberi tahu agar tidak terjadi salah paham. e. Murid-murid yang gemar membolos, bandel, berlaku tidak sopan, perlu mendapat perhatian khusus karena tersebut merupakan gejala penyalahgunaan NAPZA. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) Menurut Prisaria, N (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Lingkungan Sosial terhadap Tindakan Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA pada Siswa SMA Negeri 1 Jepara”. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan cross sectional bertujan untuk mengetahui pengaruh pegetahuan dan lingkungan sosial terhadap
17
tindakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMA N 1 Jepara. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan siswa SMA tentang NAPZA terhadap tindakan pencegahan NAPZA (p= 0,0001; r=0,226) dan ada hubungan positif antara lingkungan sosial terhadap tindakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA (P= 0,028 ; R= 0,0226). Semakin tinggi pengetahuan tentang NAPZA dan lingkungan sosial yang baik maka semakin tinggi pula pencegahan terhadap NAPZA (Prisaria ,2012). 3. Faktor Peer Group (Teman Sebaya) Disadari atau tidak, sebuah kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan pada seseorang yang berada dalam kelompoknya agar berprilaku seperti kelompok itu. Karena tekanan pada peer group itu semua orang ingin disukai oleh kelompoknya dan tidak ada yang mau dikucilkan.Demikian juga pada kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan NAPZA, dapat memunculkan penyalahgunaan baru. (BNN RI, 2009) Hasil penelitian Asni M. (2013) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konfornitas teman sebaya dengan penyalahgunaan narkotika. Bisa disimpulkan responden yang memiliki tingkat konformitas tinggi terhadap teman sebayanya akan cenderung melakukan perilaku penyalahgunaan narkotika. Hubungan antara konformitas teman sebaya memiliki kontribusi sebesar 15 % terhadap penyalahgunan narkotika.
18
Penelitian yang dilakukan oleh Safari (2007) menunjukkan hal yang sama bahwa variable pengaruh negatif teman sebaya secara langsung berhubungan dengan kecenderungan penyalahgunaan narkotika. Safari menyatakan hal ini disebabkan pada masa remaja orientasi relasi sosialnya lebih diarahkan untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan teman sebayanya. Persetujuan tersebut termasuk pandangan, perilaku dan penampilan remaja. Berdasarkananalisis tambahan yang dilakukan, bahwa responden lebih banyak terkonformitas pada aspek informatif maksudnya penyesuaian pandangan, perilaku dan penampilan responden hanya untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat dari teman sebayanya. Penelitian Hawari (1990), menyatakan remaja lebih memilih teman sebayanya ketika memenuhi kepentingannya sendiri seperti responden lebih banyak bersedia diajak jalan, bergabung dalam organisasi dan mencurahkan isi hati dibandingkan dengan remaja yang masih mementingkan pribadinya dibandingkan teman kelompoknya seperti menolak saran dari teman, tidak suka diatur dan berpendapat walaupun berbeda pemikiran. Jadi jelas bahwa faktor yang mempengaruhi remaja terkonformitas hanya dari segi aspek informatif dibandingkan dengan aspek normatif. Menurut Lufthiani (2011) dalam penelitianya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penggnaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan
19
nilai φ value 0,000 (φ < 0,05) dan adanya penngaruh pendidikan kelompok teman sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai φ value 0,002 (φ < 0,05). (Lufthiani, 2011). 4. Faktor Keluarga Hasil penelitian Asni M. (2013) menunjukkan bahwa siswa pernah menyalahgunakan narkotika lebih banyak memiliki keluarga tidak harmonis dibandingkan dengan siswa yang menganggap keluarganya harmonis. Berdasarkan Hasil analisis yang dilakukan dengan uji statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga dengan penyalahgunaan narkotika bersifat lema,dimana persepsi keharmonisan keluarga memberikan kontribusi hanya 14,4% terhadap penyalahgunaan narkotika. Menurut Catur M.W. (2014) dalam peneltiannya yang berjudul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Masyarakat di Kabupaten Jember “ dengan menggunakan metode penelitian deskriptif cross sectional melalui wawancara
dan
kuesioner
dari
narapidana
kasus
NAPZA
di
Lembaga
Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Jember. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal, eksternal, dan dominan yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada masyarakat di Kabupaten Jember tahun 2014. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA adalah pengertian yang salah bahwa NAPZA tidak akan membuat ketagihan dan ingin mencoba kembali (100%), suka mengikuti gaya hidup (78,4%), sifat mudah terpengaruh (63,9%), memiliki gaya hidup mewah dan suka bersenang-senang (63,9%), ingin mendapat pujian setelah menggunakan (61,5%), mencoba hal baru (59,1%), dan tidak percaya diri dengan keadaan yang dimiliki
20
(56,6%). Faktor Eksternal adalah berteman dengan pengguna (87,9%), keluarga tidak utuh (74,7%), tidak beragama (74,7%), komunikasi kurang baik (73,4%), lingkungan sekitar membuat tertekan (60,2%), keadaan ekonomi (51,8%), dan cara memperoleh gratis (51,8%). Faktor dominan yag diperoleh adalah NAPZA membuat ketagihan dan ingin mencoba kembali (100%), berteman dengan kumpulan pengguna (87,9%), dan suka mengikuti tren atau gaya hidup terbaru (78,4%).
2.5
Determinan Perilaku Manusia Menurut Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah suatu keadaan yang dapat mempermudah dalam mempengaruhi individu untuk berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, faktor demografi seperti status ekonomi, umur, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman. 2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya sarana prasarana beserta sumber informasi 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat seperti peran sekolah, peran peer group, peran keluarga. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :
21
B = F (PF, EF, RF)
Dimana : B = Behavior
RF
= Reinforcing factors
PF = Predisposing factors
f
= fungsi
EF = Enabling factors
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang penggunaan NAPZA pada remaja ditentukan oleh pengetahuan, sikap, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, sumber informasi, peran sekolah, peran peer group (teman sebaya) dan peran keluarga terhadap penyalahgunaan NAPZA juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
2.6
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.
22
Menurut Arikunto (2006), untuk mengevaluasi pengetahuan adalah dengan membuat pertanyaan atau pernyataan, hasilnya dapat ditentukan dengan kriteria sebagai berikut : a. Baik
2.7
: bila menjawab benar : 76% -100%
b. Cukup
: bila menjawab benar : 56% - 75%
c. Kurang
: bila menjawab benar : <56%
Sikap Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2012), salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
23
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi Tingkah Laku (Terbuka)
ra
Sikap (Tertutup) Sumber : Notoatmodjo,2012 Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu sebagai berikut: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting ( Notoatmodjo,2012) Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo,2012) yaitu sebagai berikut : 1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (Responding) merupakan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
23
3. Menghargai (valuing) merupakan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible) merupakan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau penyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo,2012).
24