BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya terdiri dari dua sayap, mulut, badan dan kantong (cod-end) serta dilengkapi dengan pembuka mulut, yaitu otter board dan tali temali (bridle line, warp dan tali kantong). Jaring arad berkembang di Pantai Utara Jawa. Berbagai sebutan jaring arad pernah muncul di berbagai daerah seperti sotok rebon di Rembang, jaring arad di Tegal-Brebes, gereuk di Jawa Timur, otok di Kendal, dan cotok di Demak (Balai Pengembangan Penangkapan Ikan 1997). Jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara dihela oleh perahu. Dalam istilah yang sesungguhnya nama jaring arad yang semula merupakan sejenis pukat pantai atau sesuai dengan nama daerahnya merupakan jaring krakad, bundes dan dogol. Namun akhir-akhir ini nama arad juga berkembang sejalan dengan perkembangan sejenis jaring pukat yang pengoperasiannya dihela dengan menggunakan perahu (bukan kapal) disepanjang dasar perairan. Dengan perkataan lain jaring pukat hela ini dikenal dengan sebutan jaring arad (Ditjen Perikanan 1995). Alat ini biasanya dipakai untuk menangkap udang dan ikan demersal. Manadiyanto et al., (2000), menjelaskan bahwa jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara dihela oleh perahu. Alat ini biasanya dipakai untuk menangkap udang dan ikan demersal. Secara garis besar konstruksi jaring arad terdiri atas bagian sayap, badan dan kantong. Bahan jaring seluruhnya terbuat dari polyethylene (PE). Jaring arad ini dilengkapi dengan alat pembuka mulut jaring (otter board) berukuran panjang 66 cm dan lebar 33 cm. Otter board pada jaring arad ini terbuat dari bahan kayu yang diberi pemberat besi 6 kg. Otter board berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah horizontal.
5
6
2.2 Konstruksi Jaring Arad Secara umum jaring arad hanya terdiri dari 3 bagian, yaitu sayap (wing) dibagian depan. Badan (belly) dibagian tengah dan kantong (codend) dibagian belakang. Tetapi bagian-bagian tersebut memiliki sub-bagian lagi. (Ditjen Perikanan, 1995), untuk selengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sayap (wing) Sayap disebut juga jaring pengarah yang merupakan perpanjangan badan jaring ke otter board. Sayap terdiri atas sayap kanan dan sayap kiri, masing-masing terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kedua sayap membentuk mulut jaring yang terdiri atas mulut atas (head line) yang diikatkan tali ris atas (head rope) sebagai tempat pelampung dan mulut bawah (ground line) yang diikatkan tali ris bawah (ground rope) yang diberikan pemberat. 2. Badan jaring (belly) Badan jaring adalah bagian tengah jaring arad yang terbesar dari keseluruhan alat tangkap yang berfungsi untuk mengurung objek yang telah digiring oleh sayap. Pada sudut depan kiri dan kanan berhubungan dengan sayap kanan dan sayap kiri, sedang bagian belakang badan berhubungan langsung dengan bagian kantong. 3. Kantong jaring (cod end) Kantong berfungsi sebagai tempat terkumpulnya hasil tangkapan sehingga setelah kantong diikat maka objek tangkapan yang telah berada di dalam kantong tidak akan dapat melarikan diri. Bahan jaring seluruhnya terbuat dari polyethylene (PE). 4. Papan rentang (otter board) Papan rentang (otter board) merupakan pengganti peran danleno dan beam sehingga kedua sayap jaring terbuka kekanan dan kekiri. Ukuran otter board ini tidak lebih dari 40 cm x 80 cm dan diberi pemberat besi 6 kg. Dengan penggunaan otter board ini tali segitiga tidak diperlukan lagi.
7
5. Tali ris atas (head rope) Tali ris yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring melalui mulut bagian atas. 6. Tali ris bawah (ground rope) Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah. 7. Tali selambar (warp rope) Tali yang berfungsi sebagai penghela jaring arad di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik jaring arad ke atas geladak kapal. 8. Pelampung (float) Pelampung digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas. 9. Pemberat (sinker) Pemberat berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah bawah. Spesifikasi jaring arad di daerah Pesisir Utara, Kota Cirebon menurut Khaerudin (2006) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2004) dapat dilihat pada Gambar 1, untuk sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2006) dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 1. Sketsa Alat Tangka Jaring Arad
8
2.3 Metode Pengoperasian Urutan
pengoperasian
alat
tangkap
jaring
arad
menurut
Balai
Pengembangan Penangkapan Ikan (1996) adalah sebagai berikut : 1. Setelah sampai di fishing ground kecepatan perahu dikurangi sehingga bergerak perlahan. Melalui bagian samping kiri buritan kapal penawuran dimulai dengan penurunan kantong, badan, sayap, danleno dan palang. Untuk jaring yang pengoperasiaannya menggunakan papan otter, setelah semua bagian jaring berada dipermukaan air, jaring tersebut dihela supaya kedudukan kedua sayap sejajar. Selanjutnya kedua papan diturunkan secara bersana-sama dan dibiarkan melayang dipermukaan air sambil dihela sampai posisi kedua papan tersebut sempurna. 2. Pada saat penurunan tali penarik, gerakan perahu agak dipercepat. Panjang tali penarik disesuaikan dengan kedalaman perairan. 3. Ujung tali penarik diikat pada bagian depan perahu sedangkan dibagian buritan kanan tali penarik tersebut dihela sejajar perahu diharapkan posisi jaring berada di belakang perahu. 4. Perahu bergerak ke depan dengan kecepatan tertentu (3-4 knot) dan jaring dihela selama 1-3 jam. 5. Setelah penarikan jaring selesai, mesin dimatikan dan penarikan tali penarik dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia sehingga seluruh jaring terangkat. 6. Hasil tangkapan dikeluarkan dari bagian kantong dengan membuka tali pengikat kantong. 7. Jaring dan tali temali disusun kembali untuk penawuran berikutnya.
2.4 Daerah dan Musim Penangkapan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu wilayah perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang diduga terdapat gerombolan ikan. Sulit untuk meramalkan arah dan letak dari perpindahan dari suatu daerah penangkapan ikan, karena ikan yang menjadi tujuan usaha berada didalam air, dan tidak terlihat dari permukaan air
9
sedangkan kemampuan mata manusia untuk melihat ke dalam air terbatas (Ayodhyoa 1981). Jenis-jenis ikan yang hidup di perairan amat beragam serta menempati fishing ground yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dalam usaha penangkapannya mempunyai banyak variasi baik dalam bentuk alat tangkap, metode penangkapan, maupun struktur organisasi usahanya (Ayodhyoa 1981). Perairan Utara Jawa dibatasi oleh tiga buah selat yaitu : Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Makasar serta dibatasi oleh tiga buah pulau yaitu : Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Perairan Utara Jawa termasuk diantara 9 wilayah pengelolaan perikanan (WPP), berdasarkan pada penyebaran daerah penangkapan ikan. Setelah diadakan penyempurnaan pembagian wilayah, perairan ini diperluas yaitu mencakup semua Perairan Utara Jawa dan Selat Sunda. Perairan Utara Jawa sama seperti semua perairan yang ada di alam ini yang dipengaruhi oleh berbagai aspek oseanografi seperti musim, arus, suhu, salinitas dan sebagainya (Direktoral Jendral Perikanan 1997). Laut Jawa dipengaruhi oleh perubahan pola arah angin musim barat (north-east monsoon) dan angin musim timur (south-east monsoon). Kedua jenis pola angin tersebut berimplikasi terhadap perubahan suhu, arah arus, kecepatan arus dan curah hujan. Saat musim timur (Juni – Agustus), Laut Jawa kehilangan banyak air karena penguapan yang terjadi lebih besar dari pada curah hujan yang diterima. Keadaan ini berubah pada waktu tertentu dalam kurun waktu setahun, khususnya pada waktu musim barat (Oktober – Februari) dimana curah hujan lebih besar daripada penguapan (Hutabarat dan Evans 1985). Hal ini berpengaruh terhadap hasil produksi penangkapan ikan, yang terlihat dari banyaknya jumlah kapal yang pergi melaut. Pada musim timur lebih banyak jumlah kapal yang beroperasi daripada pada saat musim barat, sehingga berimplikasi pada banyaknya jumlah perolehan hasil tangkapan. Jaring arad dioperasikan pada daerah pantai dengan tipe dasar perairan lumpur berpasir. Kedalaman perairan berkisar antara 15 – 60 m dengan tofografi dasar perairan yang relatif datar. Jaring arad dapat dioperasikan sepanjang tahun, namun intensitas pengoperasiannya dipengaruhi oleh musim penangkapan
10
(Puslitbang Perikanan 1991). Wiyono (2010) menjelaskan bahwa hasil tangkapan di Perairan Cirebon Jawa Barat pada bulan Maret memiliki nilai diversitas tertinggi (rata-rata=0,62) dibandingkan dengan bulan Juli (rata-rata=0,50) dan bulan November (rata-rata=0,22). Hasil tangkapannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Manadiyanto et al (2000) menjelaskan bahwa puncak penangkapan udang Penaeid di perairan Laut Jawa berlangsung pada musim timur, yaitu antara pertengahan Maret sampai pertengahan Juni. Selanjutnya Sumiono et al. (1987) diacu dalam Manadiyanto et al. (2000) menjelaskan bahwa udang lebih banyak tertangkap diperairan yang dangkal, terutama di daerah muara-muara sungai. Hal ini dikarenakan muara sungai merupakan tempat percampuran air sungai dan laut yang kaya akan makanan. Perairan yang berbentuk teluk dengan aliran sungai besar merupakan daerah udang yang baik juga. Pantai utara Jawa antara Cirebon dan Jawa Tengah sedikit menyerupai teluk, sehingga walaupun sungai-sungai yang mengalir ke teluk ini hanya kecil airnya, perairan ini dapat memenuhi kesuburannya sebagai daerah pemusatan udang. Udang jerbung sebagai hasil tangkapan utama dalam hal ini hidup didasar perairan dan hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia, terutama di daerah-daerah dimana sungai besar bermuara.
2.5 Hasil Tangkapan 2.5.1 Hasil Tangkapan Utama Hasil tangkapan utama jaring arad adalah udang (Penaidae), sedangkan hasil tangkapan sampingan berupa ikan demersal, kepiting, rajungan, sotong dan cumi-cumi (Sirait 1991). Menurut Manadiyanto et. al, (2000), beberapa jenis udang yang tertangkap dengan jaring arad adalah udang jerbung (Penaeus merguensis), krosok (Parapenaeopsiensis) dan udang windu (Penaeus monodon). Jenis ikan demersal yang tertangkap adalah pepetek (Leiognathus spp), gulamah (Pseudosciena spp), bloso (Saurida tumbil), tenggiri (Scomberomorus spp), bawal (Pampus spp), kembung (Rastrellinger spp), cumi-cumi (Loligo spp), manyung (Arius thalassinus) dan layur (Trichiurus spp).
11
Menurut Diniah (2001) hasil tangkapan utama jaring arad ialah udang Penaeid. Di seluruh perairan Indonesia ditemukan 81 jenis udang Penaeid, 46 diantaranya sering tertangkap oleh nelayan Indonesia. Terdapat sembilan jenis udang yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu Penaeus merguensis, P. indicus, P. chinensis, P. monodon, P. semisulcatus, P. larisulcatus, Metapenaeus monoceros, M. ensis dan M. elegans. Udang bersifat bentik, hidup di permukaan dasar laut. Famili Penaidae menyukai daerah atau perairan yang agak keras berupa lumpur berpasir.
2.5.2 Hasil Tangkap Sampingan (By catch) Hall (1999) membedakan kategori hasil tangkap sampingan (by-catch) menjadi dua kategori : 1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), yaitu hasil tangkapan yang sekali-kali tertahan (tertangkap) dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan. Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada juga yang dibuang tergantung dari nilai ekonomisnya. 2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), yaitu bagian dari hasil
tangkapan
sampingan
yang
dikembalikan
ke
laut
karena
pertimbangan ekonomi (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau karena spesies yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan Saila (1983), menyatakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan total dari spesies yang bukan merupakan tujuan penangkapan (incidental catch) ditambah dengan hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis (discarded catch). Khaerudin (2006) mendapatkan hasil tangkapan sampingan jaring arad berupa ikan-ikan demersal yang berukuran kecil seperti pepetek (Leiognathus sp), gulamah (Pseudosciena sp), beloso (Saurida tumbil), tenggiri (Scomberomorus sp) dan lain-lain.