4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pergerakan Air dalam Tanah Pergerakan air dalam tanah bisa diartikan sebagai aliran air yang bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah (Jury dan Horton 1946). Ditambahkan oleh Jury dan Horton (1946) bahwa perbedaan potensial terjadi karena pergerakan air merupakan sistem yang nonequlibirium dan tergantung kepada tahanan hidrolik suatu medium (tanah) atau biasa disebut dengan sifat-sifat hidrolik tanah. Menurut Ross dan Parlange (1994) diacu dalam Hendrayanto (1999) sifat-sifat hidrolik tanah penting diketahui untuk mempelajari hubungan aliran air. Bahkan hal tersebut dijadikan dasar pengetahuan untuk kelompok studi yang melibatkan pembelajaran tentang keseimbangan air, irigasi, pergerakan polutan, dan lebih umum proses pengangkutan yang terjadi di permukaan tanah. Jury dan Horton (1946) menyebutkan bahwa terdapat beberapa metode dalam menjelaskan pergerakan air dalam tanah, salah satunya adalah pergerakan air dalam tanah tak jenuh yang bisa dipelajari dengan memanfaatkan Persamaan Richard. Menurut Lubis (2007) untuk mengetahui kuantitas pergerakan air, pengukuran perlu ditekankan kepada konduktivitas hidrolik tak jenuh (K) yang merupakan perbandingan antara debit terhadap gradien hidrolik atau sudut pengaliran dan kurva gradien. Kemudian dijelaskan oleh Klute dan Dirksen (1986) diacu dalam Hendrayanto (1999) bahwa konduktivitas hidrolik merupakan kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan fungsi tahanan air adalah tanda dari kemampuan menyimpan air. Hal yang terkait dengan konduktivitas hidrolik tanah juga disebutkan oleh Kosugi (1997). Kosugi (1997) menambahkan bahwa selain konduktivitas hidrolik tanah juga terdapat karakteristik kelembaban tanah yang dapat menjelaskan pergerakan air dalam tanah, yang ditunjukkan dengan hubungan antara kadar air volumetrik (θ) dan tekanan kapiler tanah (ψ), dan itu dimaksudkan sebagai kurva retensi air–tanah. Klute (1986) diacu dalam Hendrayanto (1999) menyebutkan bahwa apabila dibuat fungsi dari kurva retensi air–tanah maka bisa dijadikan ciri utama dari sifat-sifat hidrolik tanah tak jenuh.
5
Menurut Hendrayanto (1999) kurva tersebut dapat dibuat dengan menempatkan nilai-nilai kadar air dan tekanan kapiler yang dihasilkan dari data tanah untuk waktu yang sama pada tiap lapisan tanah (solum). 2.1.1. Pergerakan Air dalam Tanah Tak Jenuh Menurut Jury dan Horton (1946) ketika tanah secara parsial berubah menjadi tak jenuh, sebenarnya terdapat udara dan saluran aliran air berubah secara drastis dari yang awalnya bersifat jenuh. Pada tanah yang tak jenuh, air dibatasi secara parsial oleh permukaan yang solid dan secara parsial pula oleh pertemuan dengan udara. Untuk mengukur pergerakan air dalam media berpori yang tak jenuh, Capito dan Stepanyants (2003) menjelaskan bahwa Persamaan Richard merupakan persamaan dasar dalam teori aliran bawah tanah melewati media berpori yang tak jenuh yang diperkenalkan pada tahun 1931. Arampatzis et al. (2001) menyebutkan bahwa Persamaan Richard adalah suatu persamaan diferensial parsial yang non-linier yang bisa dibuat ke dalam beberapa bentuk, tergantung pada tekanan (didasarkan pada bentuk h), kelembaban (didasarkan pada bentuk θ), atau keduanya (bentuk campuran) yang digunakan sebagai peubah. Jury dan Horton (1946), Capito dan Stepanyants (2003), dan Koorevaar et al. (1983) menyebutkan bahwa Persamaan Richard merupakan persamaan nonlinier yang merupakan hasil dari penggabungan hukum Darcy-Buckingham dengan hukum konservasi massa, dengan asumsi bahwa fase udara berada dalam tekanan atmosfir yang konstan serta fase air tidak dimampatkan.
K ( ) 1 t z z Dimana: K adalah konduktivitas hidrolik (cm/dtk), ψ adalah potensial matriks (cmH2O), z adalah jarak vertikal ke arah positif, θ adalah kapasitas air (cm3/cm3), dan t adalah waktu (dtk).
(1)
6
2.1.2. Pergerakan Air dalam Tanah Tak Jenuh 3D Šimůnek et al. (2006) menyebutkan bahwa dengan mempertimbangkan keseragaman bentuk aliran air Darcy secara dua- dan/atau tiga- dimensi di dalam media berpori yang kaku dengan kejenuhan yang bervariasi dan menganggap bahwa fase udara memiliki peran yang nyata dalam proses aliran air, dibuat persamaan aliran dengan melakukan modifikasi Persamaan Richard.
2. 2. Kurva Retensi Air–Tanah Kurva retensi air–tanah merupakan grafik hubungan antara kadar air (θ) dan tekanan kapiler tanah (ψ). Hendrayanto (1999) menyebutkan bahwa kurva tersebut dibuat dengan menempatkan nilai-nilai kadar air dan potensial matriks yang dihasilkan pada waktu yang sama untuk setiap lapisan tanah yang diambil contohnya. Assouline dan Tartakovsky (2001) menerangkan bahwa kurva retensi air biasanya ditentukan dengan pengukuran di laboratorium dan kemudian menetapkan bentuk fungsi khusus ψ(θ). Menurut Kosugi (1997) sejak karakteristik kelembaban tanah secara nyata mempengaruhi pertumbuhan tanaman, banyak ilmuwan tanah telah meneliti kurva retensi air tanah hutan dan distribusi radiasi pori tanah tersebut dievaluasi. Mashimo (1960) diacu dalam Kosugi (1997) menganalisa kurva θ dan ψ yang telah diteliti dari contoh-contoh tanah yang dikumpulkan dari 10 hutan yang berbeda, dan disarankan bahwa pori-pori tanah bisa diklasifikan ke dalam dua tipe, pori-pori kasar dan pori-pori halus. Ditegaskan oleh Mashimo (1960) bahwa pori kasar adalah pori yang apabila berada dalam air ditahan oleh tekanan kapiler yang lebih besar dari -500 cmH20 (pF 2,7). Definisi ini telah luas digunakan untuk mengobservasi radius distribusi pori-pori dari tanah hutan (Arimitsu 1970; Kobayashi 1982 diacu dalam Kosugi 1997). Untuk memperkirakan kemampuan tanah hutan dalam menahan air, Takeshita (1985) diacu dalam Kosugi (1997) mengemukakan bahwa pori-pori tanah bisa diklasifikasikan ke dalam empat tipe sesuai dengan nilai tekanan kapiler, dan radius distribusi pori tanah hutan yang diukur. Takeshita (1985) diacu dalam Kosugi (1997) menganalisa hubungan antara tanah hutan dalam menahan air dan keluaran air dari area DAS yang berhutan. Pengukuran radius sebaran pori telah sering kali menunjukkan
7
kesamaan perilaku, seperti yang dilakukan oleh Kumlung dan Takeda 1991; Ohnuki et al. 1994 diacu dalam Kosugi 1997. Bagaimanapun, pengetahuan yang terakumulasi oleh pengukuran radius distribusi pori tanah ini belum efektif untuk digunakan dalam analisa fisik dari aliran air di tanah hutan. satu alasan adalah bahwa karakteristik kelembaban tanah hutan yang terobservasi belum dianalisa dengan menggunakan model yang fungsional untuk retensi air–tanah. Di sisi lain, ahli hidrologi hutan telah melakukan pengukuran terhadap karakteristik retensi air di tanah hutan untuk membuat pemodelan pergerakan air di area DAS yang bervegetasi. Dalam analisa fisika atas aliran air tanah, beberapa model untuk retensi air–tanah telah diajukan dan digunakan. Ohta et al. (1985) diacu dalam Kosugi (1997) membahas tentang sifat-sifat dari infiltrasi vertikal air hujan di profil tanah hutan dalam hubungannya dengan pengukuran kurva retensi air–tanah. Kubota et al. (1987) diacu dalam
Kosugi (1997) menganalisa
hubungan θ-ψ atas tanah hutan yang didapatkan ketika observasi lapang dengan menggunakan model retensi air–tanah oleh Klute dan Heermann (1974). Model Klute dan Heermann (1974) telah dipakai oleh Ohta et al. (1985) untuk pemodelan vertikal dari aliran tak jenuh dalam profil tanah hutan. Ohte (1992) diacu dalam Kosugi (1997) menjelaskan bahwa kurva θ-ψ tanah hutan tidak terganggu yang diambil dengan ukuran sampel yang besar, dan dianalisa dengan menggunakan model retensi air Brooks dan Corey (1964). Lebih jauh, Tani (1982) diacu dalam Kosugi (1997) menyarankan model retensi dengan bentuk fungsi yang relatif sederhana. Dengan menggunakan model ini, Tani menganalisa sifatsifat dari aliran tidak terganggu satu dimensi dalam kolom tanah (Tani 1985 diacu dalam Kosugi 1997). Model Tani telah dipakai untuk menganalisa aliran air pada lereng bervegetasi (Suzuki 1984; Tsuboyama dan Sammori 1989 diacu dalam Kosugi 1997). Sammori dan Tsuboyama (1990) diacu dalam Kosugi (1997) memakai model retensi yang dibuat oleh van Genuchten (1980) untuk menganalisa stabilitas kemiringan dengan mengambil infiltrasi ke dalam pertimbangannya. Meskipun hal tersebut tidak berguna untuk pemodelan numerik dari aliran air tanah, model retensi ini merupakan suatu persamaan kurva empiris yang sesuai. Mereka tidak dibuat berdasarkan pada radius distribusi pori tanah, juga mereka tidak menekankan pada pentingnya parameter empiris.
8
Studi mengenai pergerakan air dalam media berpori tak jenuh didasarkan pada Persamaan Richard. Untuk menyelesaikan persamaan ini digunakan kurva retensi air–tanah yang merupakan hubungan antara peubah kadar air () dan potensial matriks tanah ()(Assouline dan Tartakovsky 2001). Untuk lebih mempermudah mencari nilai kurva retensi air tanah digunakan metode pendugaan, seperti yang dikembangkan oleh Brooks dan Corey (1964), Klute dan Heermann (1974), Van Genuchten (1980), Kubota et al. (1987), dan Sammori dan Tsuboyama (1990). Namun menurut Kosugi (1997) model-model tersebut tidak bisa digunakan secara efektif untuk menganalisa retensi air–tanah sehubungan dengan penyebaran pori tanah, sehingga Kosugi (1997) memperkenalkan suatu metode pendugaan yang dapat mengatasi kelemahan tersebut. Secara matematik metode yang diperkenalkan Kosugi (1997) disebut dengan Model Lognormal Retensi Air–Tanah.
2. 3. Konduktivitas Hidrolik Tanah Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulic conductivity) (Klute dan Dirksen 1986 diacu dalam Kurnia et al. 2006). Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi 2, yakni konduktivitas hidrolik dalam keadaan tidak jenuh dan dalam keadaan jenuh. Menurut Kurnia et al. (2006) diacu dalam Deptan (2006) ada beberapa metode laboratorium yang bisa digunakan untuk menetapkan konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh, diantaranya: (1) metode tinggi air konstan/constan head method (Klute dan Dirksen 1986); (2) metode tinggi air konstan di dalam tangki/constan head soil core/tank method (Reynold and Elrick 2002); (3) metode tinggi air terjun di dalam tangki/falling head soil core/tank method (Reynold and Elrick 2002); dan (4) metode aliran air dalam kondisi kesetimbangan/steady flow soil column method (Boolthink dan Bouma 2002). Pemilihan suatu metode sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti: (1) ketersediaan alat; (2) sifat alami tanah; (3) ketersediaan contoh tanah; dan (4) kemampuan dan pengetahuan dari pelaku percobaan.
9
2. 4. ArcView GIS ver 3.2 ArcView merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Informasi Geografi dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI). Dengan ArcView, pengguna dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab query (baik basisdata spasial maupun non-spasial), menganalisa data secara geografi, dan sebagainya (Prahasta 2002). Menurut Trisasongko dan Shiddiq (2004), ArcView sebagai salah satu perangkat lunak pemetaan memiliki sistem masukkan data yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sistem masukkan data spasial dan data atribut. Data spasial secara global dapat dibagi lagi menjadi dua berdasarkan format datanya, yaitu data spasial berbasis vektor dan raster. Kepentingan atas keseluruhan sistem penanganan data tersebut direpresentasikan dalam format data untuk kepentingan manajemen data (penyimpanan dan pembacaan kembali) di sistem komputer. Selain itu, data spasial tersebut akan berfungsi penuh setelah melalui tahap registrasi dan kemudian dijitasi.
2. 5. Golden Software Surfer 8 Surfer 8 mengubah data koordinat XYZ menjadi peta kontur, peta permukaan tiga dimensi, peta sketsa tiga dimensi, peta relief berbayang, peta berwarna, peta titik, peta titik golongan khusus, peta vektor, dan peta dasar. Surfer 8 juga dapat menghitung bagian melintang, daerah, dan volume (Bresnahan et al. 2011) Jenis file yang dapat diimpor (Bresnahan et al. 2011) 1.
Data dengan format: XLS, DAT, SLK, Lotus dan Symphony W, CSV, ASCII, BNA, dan BLN.
2.
Grid dengan format: ASCII GRD, biner GRD, USGS DEM, GTOPO30, SDTS DEM, DTED.
3.
Peta dasar: EMF, E00, GSI, DXF, DLG, LGO, LGS, GSB, BNA, bln, WBP, CLP, WMF, SHP, MIF, CMP, JPG, PNG, TIF, TGA, PCX, DCX , WPG, GIF PCT, dan USGS TVP SDTS.
10
Jenis file yang dapat diekspor (Bresnahan et al. 2011) 1.
Format vektor dengan koordinat peta: BLN, GSB, GSI, DXF, SHP, BNA, MIF
2.
Format vektor dengan koordinat XYZ (kontur saja): DXF
3.
Format bitmap: BMP, TIF, TGA, PCX, GIF, WPG, PCX, DCX, JPG, PICT, PNG
4.
Format yang mendukung data bitmap dan vektor: CGM, CLP, WMF, EMF
5.
PDF: Membuat file Adobe PDF dengan memasukkan versi lengkap dari Adobe Acrobat (atau versi gratis seperti CutePDF) dan mencetak kembali ke dalam bentuk Acrobat Distiller atau PDF Writer driver.
6.
Format grid: DAT XYZ ASCII, ASCII GRD, Binary GRD, Surfer 7 Binary GRD
7.
Berkas dengan Data Berkas format: XLS, SLK, CSV, TXT, DAT, BNA, BLN.
2. 6. GMSH GMSH adalah generator pembuat tampilan tiga-dimensi dengan unsur grid terbatas yang memiliki sifat CAD (computer aided design). Tujuan dari GMSH adalah untuk menyediakan alat pembuat jejaring secara cepat, ringan, dan ramah pengguna dengan kemampuan masukkan parameter dan tampilan yang cukup baik dan mudah digunakan. GMSH dibangun dengan empat fungsi pilihan: geometri, mesh, solver, dan pasca-pengolahan. Keempat fungsi tersebut ditentukan secara interaktif dengan menggunakan sistem GUI (Graphical User Interface) dan menghasilkan informasi pemrograman dalam bentuk text (*.txt) menggunakan bahasa pemrograman GMSH. Penggunaan secara timbal-balik menghasilkan potongan-potongan bahasa pemrograman dalam catatan-catatan masukkan text (*.txt), dan begitu sebaliknya. Hal tersebut memungkinkan untuk menghasilkan secara otomatis semua perlakuan, seperti looping, sistem panggilan eksternal dan lain sebagainya (Geuzaine 2010).
11
2. 7. Compaq Visual Fortran 6 Jogiyanto (1995) menerangkan bahwa Fortran merupakan suatu bahasa tingkat tinggi (high level language) atau bahasa yang berorientasi ke masalah tertentu (problem oriented language), seperti permasalahan rumus-rumus (formulas) atau permasalahan teknik. Ditambahklan oleh Jogiyanto (1995) bahwa untuk menjalankan suatu bahasa pemrograman Fortran maka perlu diketahui struktur bahasa yang dibagi menjadi 5 bagian kolom dan tiap-tiap baris di dalam program dapat berisi: 1. Metacommand 2. Komentar 3. Statement 4. Sambungan dari statement baris selanjutnya. Fortran mempunyai aturan penulisan tertentu untuk tiap-tiap baris di dalam program yang berhubungan dengan pembagian kolomnya, yaitu sebagai berikut: 1. Kolom ke-1 digunakan untuk indikasi bahwa baris yang digunakan adalah berisi komentar atau berisi metacommand. Bila kolom ke-1 diisi dengan karakter “C” atau “c” atau “*” (asterik) menunjukkan bahwa baris tersebut berisi komentar bebas. Bila kolom ke-1 diisi dengan karakter “$” (dollar) menunjukkan bahwa baris tersebut berisi dengan metacommand. 2. Kolom ke-1 sampai dengan kolom ke-5 digunakan untuk penulisan label statement (statement label), berupa suatu angka yang menunjukkan letak dari suatu statement. 3. Kolom ke-6 digunakan untuk indikasi sambungan statement dari baris sebelumnya. Kalau suatu statement tidak cukup untuk ditulis dalam satu baris, maka dapat disambung ke baris berikutnya. Baris sambungan harus diberi indikasi dengan cara meletakkan di kolom ke-6 karakter apapun kecuali blank atau O. Sampai dengan 19 baris sambungan berturut-turut dapat dipergunakan. 4. Kolom ke-7 sampai dengan kolom ke-72 digunakan untuk menulis statement Fortran.
12
5. Kolom ke-73 sampai dengan kolom ke-80 tidak digunakan oleh Fortran, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menulis komentar bebas yang menerangkan statement bersangkutan, tanpa mempengaruhi isi dari baris tersebut. Dari kelima butir pembagian kolom bahasa pemrograman di atas yang dipergunakan pada program Fortran adalah kolom ke-1 sampai dengan kolom ke72. Karena program Fortran mempunyai aturan penulisan di kolom tertentu, akan lebih baik bila program Fortran ditulis pada coding sheet (kertas berkolom untuk menulis source program) terlebih dahulu sebelum diketikkan ke komputer. Penulisan program Fortran pada coding sheet dapat membantu dan mencegah pengetikkan di kolom yang salah. Apalagi bila yang mengetikkan adalah orang yang tidak mengetahui mengenai program Fortran (Jogiyanto 1995). Setelah diketahui struktur dari Fortran, berikutnya yang perlu diketahui adalah elemen-elemen yang membentuk program tersebut (Jogiyanto 1995). 1. Metacommand atau compiler directive bersifat pilihan di dalam program Fortran, artinya tidak harus ada. Pengguna dapat menggunakan metacommand bila ingin berkomunikasi dengan compiler mengenai informasi-informasi tertentu. 2. Komentar dapat berupa tulisan bebas apapun yang berguna untuk memberi keterangan pada program, sehingga memudahkan untuk membaca program tersebut. Berguna bila akan memodifikasi program atau bila terjadi kesalahan dalam program, maka akan mudah membaca kembali programnya untuk menemukan kesalahannya dan baik untuk dokumentasi program. 3. Statement merupakan inti dari program yang berupa instruksi-instruksi kepada komputer. Pengguna menuangkan logika program dalam bentuk statement kepada compiler untuk diproses. Dalam suatu program unsur yang terpenting adalah statement yang ditulis dengan suatu aturan tata bahasa atau bentuk umum atau grammar atau syntax tertentu yang sudah ditentukan. Kalau penulisan statement menyalahi syntax-nya, berarti terjadi suatu kesalahan syntax (syntax error). Supaya pengguna tidak membuat syntax error, maka perlu diketahui bagaimana bentuk umum atau syntax
13
masing-masing statement yang akan dipergunakan. Suatu pernyataan bisa dibentuk dengan elemen-elemen sebagai berikut ini: konstanta, operator, ungkapan, nama, verb, unit specifier, dan format specifier (Jogiyanto 1995).