3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai 22.508.011 ton (BPS 2012). Setiap produksi kelapa sawit menghasilkan limbah berupa tandan kosong sawit 23%, cangkang 8%, serat 12% dan limbah cair 66%. Limbah tandan kosong sawit pada tahun 2010 mencapai 5.050.367,6 ton dan pada tahun 2011 mencapai 5.176.842,53 ton (Indriyati 2008). Partikel tandan kosong sawit setelah perendaman air panas memiliki kadar selulosa 51%, kadar hemiselulosa 22%, kadar lignin 15%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin sebesar 4%, kelarutan zat ekstraktif dalam air panas sebesar 3%, kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena sebesar 2%, kadar abu 2%, kadar silika 1%, kadar air 8%, dan keterbasahan 294 mm (Lukman 2008). Pada umumnya tandan kosong sawit digunakan untuk pupuk organik. Tandan kosong sawit (TKS) yang tidak tertangani dapat menyebabkan bau busuk dan tempat bersarangnya serangga lalat (Padil 2010). Untuk mengurangi dampak negatif dengan semakin banyaknya limbah dari pabrik kelapa sawit, maka banyak penelitian yang memanfaatkan tandan kosong sawit misalkan saja digunakan sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel karena selain memiliki jumlah potensi yang besar juga mengandung lignoselulosa. Jumlah TKS ini cukup besar karena hampir sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah (Wardani 2012). Sudah banyak penelitian yang menggunakan tandan kosong sawit untuk dijadikan papan partikel tetapi belum memenuhi standar JIS A 5908 (2003), hal ini dikarenakan tandan kosong sawit banyak mengandung zat ekstraktif. Kandungan zat ekstraktif yang tinggi akan menghambat pengerasan perekat. Sehingga akan muncul pecah-pecah pada papan yang dipicu oleh tekanan ekstraktif yang mudah menguap pada proses pengempaan (Sutigno 2006 dalam Prasetyo 2006). Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu
4
material mudah menguap atau sebagai material terlarut. Panas dan gradien air mempercepat perpindahan zat ekstraktif. Zat ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan tegangan permukaan (Ruhendi et al. 2007).
2.2 Perekat Likuida Proses likuifikasi (liquefaction), yaitu teknik untuk mengkonversi bahanbahan berlignoselulosa menjadi bahan-bahan cair (likuida) yang bermanfaat dalam pembuatan perekat (Risnasari 2008). Perekat likuida kayu merupakan hasil reaksi antara lignin dalam serbuk kayu dan senyawa aromatik pada suhu tinggi, sehingga didapatkan suatu larutan yang dapat digunakan sebagai perekat (Ruhendi 2000). Salah satu sumber perekat yang dapat diperbaharui yang terdiri dari senyawa-senyawa polimer alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengganti resin sintesis yaitu lignin. Lignin merupakan salah satu komponen utama penyusun kayu selain selulosa dan hemiselulosa (Risnasari 2008). Proses pembuatan perekat likuida yang mengacu pada metode Kausar (2012) yaitu serbuk TKS dicampur dengan H 2 SO 4 (5% dari berat fenol), lalu didiamkan selama 24 jam. Setelah itu larutan fenol (lima kali berat serbuk) dicampur dengan serbuk TKS dan larutan H 2 SO 4 98% yang sebelumnya sudah dicampur. Kemudian ditambahkan NaOH 50% kedalam larutan sampai pH menjadi 11, selanjutnya ditambahkan larutan formaldehida 37% dengan perbandingan molar phenol : formalin adalah 1 : 0,5. Kemudian setelah semua larutan tercampur merata lalu disaring dengan kain kasa dan selanjutnya dipanaskan suhu 100oC selama 2 jam. Berdasarkan hasil penelitian Kausar (2012) bahwa kualitas perekat likuida dengan penambahan resorsinol lebih mendekati SNI 06-4567-1998.
2.3 Papan Partikel Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas (Maloney 1993).
5
Bowyer et al. (2007) menyebutkan beberapa tipe-tipe utama partikel kayu yang digunakan sebagai bahan pengisi untuk pembuatan papan partikel yaitu : a. Pasahan, yaitu partkel kayu berdimensi yang tidak menentu yang dihasilkan apabila mengentam lebar atau mengentam sisi ketebalan kayu, bervariasi ketebalannya dan sering tergulung. b. Serpih, yaitu partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dari peralatan yang telah dikhususkan. Ketebalannya seragam dan orientasi serat sejajar permukaannya. c. Biskit, merupakan partikel yang berbentuk serpihan namun lebih besar ukurannya. d. Tatal, yaitu bentuk kepingan yang dipotong dari suatu balok dengan memakai pisau yang besar atau pemukul, seperti mesin pembuatan tatal kayu pulp. e. Serbuk gergaji, merupakan partikel kayu halus yang dihasilkan dari pemotongan oleh gergaji kayu. f. Untaian, merupakan pasahan dalam bentuk panjang dan pipih dengan permukaan yang sejajar. g. Kerat, yaitu potongan potongan melintang dalam bentuk persegi dengan panjang paling sedikit empat kali ketebalannya.
Papan partikel mempunyai beberapa kelebihan dibanding kayu asalnya yaitu papan partikel bebas dari mata kayu, pecah, retak, ukuran, kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, sifat dan kualitasnya dapat diatur. Kelemahan papan partikel adalah stabilitas dimensinya yang rendah (Putra 2011). Sutigno (2006) dalam Prasetyo (2006), faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah: 1.
Berat jenis kayu Berat jenis papan partikel dibandingkan dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, biasanya sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik karena pada kondisi tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik.
6
2. Zat ekstraktif kayu Kandungan zat ekstraktif yang tinggi akan menghambat pengerasan zat perekat. Akibatnya, muncul pecah-pecah pada papan yang dipicu tekanan ekstraktif yang mudah menguap pada proses pengempaan dan zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. 3. Jenis partikel Antara jenis partikel yang satu dengan jenis partikel yang lainnya antara kayu dan bukan kayu akan menghasilkan kualitas papan partikel yang berbeda – beda. 4. Campuran jenis partikel Papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan baku akan memiliki kualitas struktural lebih baik dari campuran jenis partikel. 5. Ukuran partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik dari pada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar dari serbuk. Oleh karena itu ukuran partikel yang semakin besar memiliki kualitas struktural lebih baik. 6. Kulit kayu akan mempengaruhi sifat papan partikel karena kulit kayu banyak mengandung zat ekstraktif sehingga akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%. 7. Perekat Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehid yang kadar formaldehidanya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehidanya lebih tinggi.
7
8. Pengolahan Dalam pembuatan papan partikel, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14 %, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun. Selain itu tekanan kempa dan suhu optimum yang digunakan juga akan mempengaruhi kualitas papan partikel.
Papan partikel yang telah dibuat kemudian dilakukan pengujian sesuai dengan Standar JIS A 5908 (2003) sifat fisis dan mekanis papan partikel harus memenuhi persyaratan tertentu (Tabel 1).
Tabel 1 Sifat fisis dan mekanis papan partikel menurut standar JIS A 5908 (2003) Sifat Papan Partikel
Persyaratan Nilai
Kerapatan (g/cm3) Kadar Air (%) Pengembangan tebal (%) MOR (kg/cm2) MOE (kg/cm2) Kuat Pegang Sekrup (kg) Keteguhan Rekat Internal (kg/cm2)
0,40-0,90 5-13 Max 12 Min 82 Min 20400 Min 31 Min 1,5