BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep 1. Modal Sosial a. Modal Konsep modal apabila diruntut secara ontologi merupakan hal yang harus ada sebagai dasar dalam pembuatan sesuatu yang bermanfaat yang nantinya akan memberikan keuntungan kepada pemilik. Modal lebih diidentikan dengan pembahasan dalam bidang ekonomi dan bisnis, modal dalam bidang ekonomi dan bisnis diartikan sebagai dasar yang digunakan dan dibutuhkan dalam terlaksananya suatu usaha (perusahaan). Menurut Alam S. modal adalah segala sumber daya hasil produksi yang tahan lama, yang dapat digunakan sebagai input produktif dalam proses produksi berikutnya. Menurut Profesor Baker modal diartikan sebagai barang-barang konkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang-barang yang ada pada sebelah kredit. Kemudian Lawang memberikan pengertian mengenai modal dalam bidang ekonomi memiliki fungsi yang penting dalam proses produksi barang dan jasa, terutama untuk jangka panjang, modal atau kapital dalam bidang ekonomi terbagi dalam tiga bagian, yaitu: (1) Kapital Finansial, (2) Kapital Manusia, dan (3) Kapital Fisik (Lawang, 2005:9). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah modal merupakan (1) uang yang dipakai sebagai pokok untuk berdagang, harta benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan, atau (2) modal merupakan barang
yang digunakan sebagai dasar
(www.kamusbahasaindonesia.org).
9
atau bekal untuk bekerja
Konsep ‘modal’ dalam ‘modal sosial’ pada penelitian ini diartikan sebagai suatu dasar baik berupa barang atau jasa (konkrit atau abstrak) yang berharga, bernilai, dan apabila digunakan secara tepat dapat memberikan manfaat kepada pemilik, berupa manfaat perkembangan atau pelipatan pada barang atau jasa yang dapat dimanfaatkan dalam masa depan usaha. b. Sosial Sosial dalam bahasa Latin ialah socius yang berarti teman, sekutu, peserta (Lawang, 2004: 31). Konsep ‘sosial’ dalam artian ‘socius’ merupakan suatu wujud kata sifat yang berarti berteman, bersahabat. Sahabat dalam bahasa Latin diartikan amicus yang terbentuk dari kata kerja amare yang berarti mencintai. Sehingga Lawang menyimpulkan bahwa sosial merupakan suatu hubungan persahabatan dimana didalamnya terdapat unsur cintanya, pada akhirnya kata sosial mengandung kata yang positif (Lawang, 2004: 31). Dalam penggunaan konsep ‘sosial’ dalam ‘modal sosial’ merupakan suatu perwujudan positif, karena pada dasarnya modal atau kapital itu merupakan suatu hal yang mampu mendorong adanya suatu pertumbuhan ekonomi. c. Modal Sosial Modal sosial merupakan sebuah konsep dalam sosiologi ekonomi, namun kearah sekarang modal sosial telah digunakan secara luas. Apabila diruntut dari awal penggunaan mengenai konsep modal sosial, digunakan oleh L.J Hanifah untuk menjelaskan mengenai ‘unsur-unsur nyata yang paling berharga dalam kehidupan sehari-hari manusia’. Hanifah melihat bahwa niat (motivasi) baik, persahabatan, simpati, dan pergaulan sosial pengawas sekolah-sekolah negeri yang menyusun unit sosial (dalam penelitian Hanifah (1916) mengenai pengawas sekolah-sekolah negeri di Virginia Barat, Amerika Serikat yang berpendapat bahwa keterkaitan atau keterlibatan masyarakat sangat mendukung keberhasilan sekolah). Dalam 10
penuturannya, Hanifah menilai bahwa individu tidak dapat berfungsi apabila terlepas dari unit sosial tersebut. Selanjutnya konsep modal sosial juga dianggap sebagai manfaat dari jaringan sosial, oleh Jane Jacobs pada Tahun 1960an. Kemudian, seorang ilmuwan politik Robert Salisbury menuturkan bahwa istilah modal sosial sebagai komponen penting dari pembentukan kelompok kepentingan (Slamet, 2012: 9). Dalam Demartoto, dkk (2014: 31) menyebutkan bahwa modal sosial merupakan bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu dalam masyarakat tersebut, atau dalam kerangka kecil seperti pada suatu organisasi. Lebih dalam lagi, modal sosial juga diartikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para pegawai suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama (Demartoto, dkk. 2014: 31). Keterlekatan
modal
sosial
dalam
pengembangan
pariwisata
diwujudkan dengan adanya sumber daya-sumber daya yang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam proses pengelolaan dan pengembangan pariwisata, dalam hal ini ialah mengenai pengembangan Taman Satwa Taru Jurug di Kota Surakarta. Sumber daya-sumber daya yang dimaksud ialah jaringan sosial, sistem kepercayaan yang dibentuk, serta norma-norma sosial mengenai aturan-aturan yang disepakati dalam proses pengembangan TSTJ antara jaringan sosial yang ada sehingga memberikan keuntungan secara timbal balik dalam pelaksanaan modal sosial melalui upaya pengembangan TSTJ.
11
2. Dinamika Sosial Dinamika sosial merupakan perubahan dalam kelompok sosial yang terjadi sebagai akibat dari adanya proses formasi ataupun reformasi dari pola yang ada dalam kelompok tersebut. Dinamika sosial didasari karena adanya perbedaan unsur kepentingan, perbedaan faham atau cara pandang tentang pemenuhan tujuan kelompok, kemampuan untuk mengorganisir kelompok, adanya konflik (internal ataupun eksternal) yang mendorong terjadinya perubahan pada kelompok itu sendiri. Dinamika kelompok sosial perlu dipelajari untuk mengetahui realitas kehidupan kelompok sosial itu sendiri (Soekanto, 2010: 186). Kingsley Davis mendefinisikan dinamika sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi suatu kelompok masyarakat (Soekanto, 2010: 336), menurut Mac Iver dinamika sosial didefinisikan sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial (Soekanto, 2010: 337). 3. Pariwisata Pengertian pariwisata berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, pada BAB 1 Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya E. Guyer Freuler mengartikan bahwa pariwisata dalam artian modern merupakan fenomena dari jaman saat ini yang dilakukan atas dasar kebutuhan kesehatan dan pergantian hawa (suasana), penilaian berdasarkan kesadaran yang nantinya mampu memunculkan rasa kecintaan terhadap keindahan-keindahan alam, semakin bertambahnya jalinan pergaulan dikarenakan berkembangnya perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan (Yoeti, 1983). Kemudian untuk mendukung pernyataan tersebut dijelaskan dalam 12
Marpaung, 2002: 13, pariwisata adalah perpindahan sementara (dalam tempo tertentu) yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang yang bertujuan untuk ‘keluar’ dari pekerjaan-pekerjaan rutin, dan ‘keluar’ dari tempat kediamannya. Sehingga dalam setiap kegiatan pariwisata merupakan suatu upaya manusia untuk melepas penat dari kesibukan kesehariannya untuk mencari ‘udara baru’, atau suasana baru. Kemudian mengenai kepariwisataan, kajian dalam kepariwisataan lebih luas daripada pariwisata, dalam Pasal 1 ayat (4), kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Berdasar pasal tersebut nampak bahwa kepariwisataan cakupannya lebih luas, termasuk di dalamnya ialah kegiatan pariwisata itu sendiri yang turut berkaitan antara satu elemen dengan banyak elemen lain, baik dari Pemerintah, pengusaha atau swasta, hingga masyarakat luas serta tak luput pula mengenai keberadaan wisatawan sebagai konsumen dari kegiatan pariwisata. Kemudian hal lain yang terkait langsung dengan pariwisata ataupun kepariwisataan ialah wisatawan, masih terkait dalam BAB I, pada Pasal 1 ayat (2), wisatawan ialah orang yang melakukan wisata. Menurut Demartoto, batasan mengenai wisatawan juga bervariasi mulai dari yang umum hingga yang spesifik (Demartoto, dkk. 2009: 8). United Nation Conference on Travel and Tourism di Roma (1963) memberikan batasan umum mengenai wisatawan namun dalam artian “visitor” atau pengunjung, yaitu: “setiap orang yang mengunjungi Negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya, untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan di Negara yang dikunjungi”, (Demartoto, dkk. 2009: 8).
13
Demartoto, dkk, menjelaskan terdapat ciri-ciri pokok dari pariwisata sendiri, yaitu: 1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya; 2. Adanya unsur ‘tinggal sementara’ di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang biasanya; dan 3. Tujuan utama dari pergerakan tersebut bukan untuk mencari penghidupan atau pekerjaan yang dituju (Richardson dan Fluker, 2004: 5, dalam Demartoto, dkk. 2009: 11). 4. Taman Satwa Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53 Tahun 2006 Tentang Lembaga Konservasi, taman satwa diartikan sebagai kebun binatang yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan terhadap jenis satwa yang dipelihara berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat. a. Kriteria untuk penunjukan dan penetapan sebagai taman satwa, antara lain: Koleksi satwa yang dipelihara sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna (CITES); b. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar; c. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup; d. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain : kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang karantina, kandang pengembangbiakan/ pembesaran dan prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain; e. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung; dan
14
f. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat dan tenaga keamanan. B. Penelitian Terdahulu Pada penelitian dengan judul Modal Sosial dan Dinamika Sosial Taman Satwa Taru Jurug di Kota Surakarta, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1. “Using Tourism to Build Social Capital in Communities: New Pathways to Sustainable Tourism Futures”,Publish: BEST EN (Education Network) Think Tank XIII Engaging Communities in Sustainable Tourism Development, oleh Gianna Moscardo, Andrea Schurmann, Elena Konovalov (James Cook University, Australia), dan Nancy G. McGehee (Virginia Tech, Blacksburg
VA, USA). Halaman: 219-236. Artikel ini berisi laporan kegiatan proyek penelitian dengan fokus pada identifikasi dan penerapan pendekatan baru dengan menggunakan pariwisata secara efektif sebagai suatu strategi untuk pengembangan berkelanjutan yang berbasis masyarakat. Laporan penelitian ini mengadopsi pendekatan modalmodal dalam masyarakat untuk tujuan pengembangan berkelanjutan dan memaparkan (eksplorasi) jaringan-jaringan antara fitur (potensi-potensi) dari pengembangan pariwisata dan dampak pada pengadaan modal sosial berbasis masyarakat. Penelitian ini didasarkan pada lokakarya yang dilakukan dengan enam belas petugas pengembangan pariwisata daerah yang menggunakan berbagai teknik, termasuk latihan berjangka, untuk mengidentifikasi hubungan antara aspek pembangunan pariwisata dan dampak pada modal sosial baik yang positif maupun negatif. Hasil lokakarya menyoroti pentingnya keterlibatan warga lokal yang efektif dalam perencanaan pariwisata dan kegiatan, sekaligus menyarankan beberapa dimensi baru dalam perencanaan pariwisata untuk mengeksplorasi dan pengembangan lebih lanjut.
15
2. “Linking Human Capital Management with Tourism Development and Management for Economic Survival: The Nigeria”. Artikel oleh Bassey Benjamin Esu, Departemen Pemasaran, Universitas Calabar, Nigeria Jurnal internasional bisnis dan ilmu sosial Vol. 3 No 11; Juni 2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa pariwisata telah difokuskan pengembangannya oleh pihak Pemerintah Nigeria. Kebijakan telah ditetapkan namun masih belum pada tahap implementasi yang maksimal. Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu komponen kebijakan Pariwisata Nasional. Kelangsungan hidup dari setiap tujuan wisata didasarkan pada penyediaan yang efektif dalam manajemen sumber daya manusia pada perusahaan ataupun organisasi pariwisata. Penelitian ini menyelidiki tantangan Manajemen sumber daya manusia dalam industri pariwisata yang berada di Nigeria, yang melingkupi tantangan pariwisata dan pendidikan perhotelan di Nigeria. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk kerangka kerja konseptual yang menunjukkan kaitan antara pengembangan sumber daya manusia dan pariwisata. Kesemua hal tersebut merekomendasikan kepada stakeholder untuk saling terkait melakukan pembangunan manajemen SDM yang nantinya mampu menghasilkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya memberikan berdampak positif pada pariwisata pengembangan di Nigeria. 3. “Mechanism of Social Capital in Community Tourism Participatory Planning in Samui Island, Thailand”. Tourismos: An International Multidiciplinary of Journal of Tourism, Volume 7, Number 1, Spring-Summer 2012. Pp. 339-349, oleh Kannapa Pongponrat (Mahidol University),
dan Naphawan Jane
Chantradoan (International Stamford University). Penelitian ini mengkaji partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengembangan pariwisata lokal di berbagai langkah proses perencanaan. Juga menyoroti factor-faktor penting yang terkait dengan partisipasi masyarakat 16
dalam proses modal sosial perencanaan wisata yang memobilisasi orang untuk berkontribusi yang signifikan bagi masyarakat dalam partisipasi pembangunan pariwisata setempat. Partisipasi
masyarakat
merupakan
strategi
untuk
melakukan
pengembangan pariwisata lokal yang dijadikan sebagai sebuah mekanisme penting untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Faktor-faktor yang terkait antara lain: pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pemantauan dan tahapan evaluasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan modal sosial sebagai ‘seorang sopir’ di berbagai tahapan merupakan mekanisme penting bagi keberhasilan perencanaan untuk pariwisata setempat. 4. “Habitus Pengembangan Desa Wisata Kuwu: Studi Kasus Desa Wisata Kuwu Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan”. Tesis oleh Nur Indah Ariyani, Program Pascasarjana Sosiologi, Universitas Sebelas Maret, 2014. Penelitian ini mengenai bagaimana praktik (habitus dan modal dalam ranah), dimensi pendukung dan penghambat, strategi, serta dampak pengembangan Desa Wisata Kuwu, menggunakan teori praktik dari Pierre F Bourdieu dan Teori Fungsionalisme Struktural dari Robert K Merton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak potensi wisata di Desa Kuwu yang belum tergali, baik potensi sosial dan potensi budayanya. Habitus dan modal ekonomi, modal sosial, dan serta modal simbolik masyarakat dapat dimanfaatkan dalam ranah Desa Wisata Kuwu untuk mengembangan Desa Wisata Kuwu. Namun pada kenyataannya, pemanfaatan habitus dan modalmodal yang dimiliki belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Dimensi pendukung antara lain fenomena alam Bledug Kuwu, potensi sosial budaya, serta akses jalan yang mudah dijangkau. Dimensi penghambat yang ada berasal dari pemerintah, masyarakat, kondisi fisik dan pihak luar lainnya (investor dan LSM). Strategi pengembangan lebih dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan desa, dampak positif dilihat dari segi sosial ekonomi
17
beberapa warga yang berpartisipasi langsung meningkat, dampak negatifnya adalah belum terserapnya tenaga kerja dari masyarakat secara umum. Pembeda dalam penelitian ialah fokus teori modal sosial dari Pierre Bourdieu, unit analisis dalam penelitian antara Desa Wisata Kuwu dengan Taman Satwa Taru Jurug. 5. “Pengembangan Desa Wisata Sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Brayut, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi oleh Afuwat Amin Wibowo, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2010. Penelitian ini memaparkan mengenai pengembangan Desa Wisata Brayut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat di desa tersebut.Teori yang digunakan ialah teori aksi, jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud untuk menggambarkan dan memberikan uraian mengenai pengembangan Desa Wisata Bayut yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat serta dampak dari pengembangan wisata tersebut. Hasil penelitian menunjukkan dalam pengembangan Desa Wisata Brayut memberikan dampak secara tidak langsung terhadap keberdayaan masyarakat Desa Brayut.Dengan adanya pengembangan yang dilakukan masyarakat mampu mendapatkan pelatihan yang dapat mereka terapkan.Dari kegiatan tersebut masyarakat memeeroleh penghasilan tambahan. Selain memperoleh penghasilan tambahan masyarakat juga mengalami proses perubahan perilaku yang positif dan pengorganisasian masyarakat sebagai wujud pengembangan diri. 6. “Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia”,oleh Soebagyo. Jurnal Liquidity Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2012, halaman 153-158. Pariwisata Indonesia dijadikan sebagai sektor andalan dalam sumber devisa Negara. Dalam upaya tersebut dibutuhkan strategi pengembangan baik secara internal ataupun eksternal.Salah satu dukungan dalam upaya tersebut 18
ialah adanya sebuah sistem informasi pariwisata yang memenuhi kebutuhan informasi bagi penggunanya, selain itu sistem informasi dapat juga digunakan sebagai media promosi wisata. Hasil dari penelitian ini ialah promosi dalam upaya menjaring wisatawan terlebih wisatawan asing harus diimbangi dengan pembenahan dari dalam negeri. Pembenahan seperti pencegahan aksi terorisme, serta pengembangan budaya sebagai faktor penarik wisata dalam negeri.Berdasar potensi, peluang, tantangan dan strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wisata bahwa wisata alam dan tradisionallah yang menjadi ujung tombak pariwisata nasional.
19
Matriks 2.1. Analisis Antar Penelitian No 1
2
3
4
5
6
Judul “Using Tourism to Build Socaial Capital in Communities: New Pathways to Sustainable Tourism Futures”
Peneliti Gianna Moscardo, Andrea Schurmann, Elena Konovalov, dan Nnacy G. McGehee “Linking Human Capital Bassey Management with Benjamin Esu Tourism Development and Management for Economic Survival: The Nigeria” “Mechanism Social Kannapa Capital In Community Pongponrat, Tourism Participatory dan Naphawan Planning in Samui Jane Island, Thailand” Chantradoan
Hasil Strategi pengembangan pariwisata berfokus pada masyarakat.
Lebih pada proses pengelolaan pariwisata dengan memanfaatkan beragam modal sosial Perusda TSTJ.
Menyelidiki tantangan Kemampuan Manajemen Sumber SDM melalui Daya Manusia dalam modal sosial. Industri Pariwisata di Nigeria.
Modal sosial sebagai ‘sopir’ merupakan mekanisme penting dalam keberhasilan perencanaan untuk kegiatan pariwisata setempat. “Habitus Pengembangan Nur Indah Hasil penelitian Desa Wisata Kuwu: Ariyani menunjukkan banyak Studi Kasus Desa Wisata potensi wisata di Desa Kuwu Kecamatan Kuwu belum tergali, Kradenan Kabupaten baik sosial ataupun Grobogan” budaya. Pendekatan habitus masyarakat. “Pengembangan Desa Afuwat Amin Pengembangan Desa Wisata Sebagai Model Wibowo Wisata Brayut mampu Pemberdayaan memberikan dampak Masyarakat Di Desa secara tidak langsung Brayut Kecamatan bagi masyarakat. Sleman Kabupaten Metode yang digunakan Sleman Provinsi Daerah deskriptif kualitatif. Istimewa Yogyakarta” “Strategi Pengembangan Soebagyo Pengembangan Pariwisata di Indonesia” pariwisata secara umum di Indonesia dengan cara promosi dan pembenahan pariwisata alam dan tradisional.
(Sumber: Data Sekunder Peneliti, diolah Juni 2015). 20
Pembeda
Integrasi modal sosial dan potensi wisata yang dimiliki sebagai dasar pengelolaan pariwisata. Fokus teori modal sosial, unit analisis dalam penelitian Taman Satwa Taru Jurug. Hubungan dari jaringan memberikan dampak pada pengelolaan TSTJ, masyarakat, pemerintah. Pembenahan pariwisata melalui potensi dan modal sosial yang dimiliki.
C. Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori modal sosial, modal sosial dianggap sebagai manfaat dari jaringan sosial, oleh Jane Jacobs pada Tahun 1960an. Tokoh yang paling terkenal dalam bidang modal sosial adalah Robert Putnam, Putnam membahas modal sosial sebagai “ciri-ciri kehidupan sosial – jaringan, kaidah-kaidah, dan kepercayaan yang menyertai (Putnam, 1995, dalam Slamet, 2012: 18). Menurut Putnam, modal fisik (nampak) merupakan obyek fisik dan modal manusia merupakan sifat individu, kemudian modal sosial mengacu kepada hubungan-hubungan antar individu-jaringan sosial dan kaidah timbal balik dan kepercayaan yang timbul dari mereka yang terlibat (Social Capital, http://infed.org/biblio/social_capital.htm, dalam Slamet, 2012: 18-19). Pierre Bourdieu pada 1972 mendefinisikan modal sosial sebagai “kumpulan sumber daya yang sesungguhnya atau calon sumber daya yang terkait dengan dimilikinya sebuah jaringan yang tahan lama yang terdiri atas hubungan saling mengenal dan saling mengakui yang kurang lebih terlembaga”. Bourdieu melihat konsep modal sosial sebagai bagian yang bersifat instrumental, yaitu memfokuskan pada keuntungan bagi individu atau kelompok yang memiliki modal sosial, yang disengaja dengan tujuan untuk menciptakan sumber daya (Slamet, 2012: 10). Modal sosial merupakan keberlangsungan dari adanya jaringan yang bermanfaat. Dalam modal sosial terdapat pemahaman bahwa jaringan sosial memberikan dasar dalam hubungan sosial yang merupakan suatu asset. Jaringan sosial inilah yang menjadi landasan dalam setiap hubungan yang secara langsung ataupun tidak langsung saling memberikan keuntungan (manfaat timbal balik). Bourdieu memberikan penyempurnaan pada pendapatnya mengenai modal sosial, yaitu modal sosial merupakan jumlah sumber daya, aktual, atau maya yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. 21
Tiga parameter modal sosial, yaitu antar jaringan-jaringan (networks), sistem kepercayaan (trust), norma-norma (norms), kemudian ditambah dengan pola hubungan timbal balik (reciprocity). 1. Jaringan-jaringan (Networks) Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. 2. Sistem Kepercayaan (trust) Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis. Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial. 3. Norma-norma (Norms) Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman,
nilai-nilai,
harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama.
22
Dalam tiga parameter tersebut terbentuk suatu pola resiprositas (reciprocity) atau timbal balik dalam masing-masing bagian yang memberikan pengaruh. Woolcock (Slamet, 2012: 27) menambahkan dalam modal sosial terdapat tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu: 1. Modal sosial mengikat (social bonding). Hubungan antar individu dalam suatu kelompok awal (primer) yaitu antar tetangga yang berdekatan. Komunitas memberikan kelebihan dalam upaya membentuk suatu hubungan yang saling membagi pengetahuan.Ikatan yang memberikan perekat dalam komunitas primer. 2. Modal sosial menjembatani (social bridging). Hubungan yang terjalin secara internal akan menghasilkan hubungan secara eksternal, yaitu dari dalam komunitas kemudian berkembang secara luas kepada beragam komunitas yang berhubungan, sering diartikan sebagai hubungan sekunder dari komunitas primer. Sebagai konsekuensi adanya ikatan relasi yang timbul. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). 3. Modal sosial mengaitkan (social linking). Hubungan yang terjalin antara komunitas primer dengan komunitas sekunder memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola aset dalam pembentukan partisipasi dalam organisasi formal yang memiliki perbedaan level kekuasaan dan kemampuan. D. Kerangka Pemikiran Taman Satwa Taru Jurug memiliki beragam potensi wisata yang dijadikan sebagai magnet dalam menarik pengunjung, potensi wisata yang dimiliki terwujud dalam beragam bentuk, yaitu potensi alam yang ada dalam Taman Satwa Taru Jurug, atraksi dan pertunjukan lain yang dijadikan sebagai potensi wisata Taman Satwa Taru Jurug. Dalam upaya pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug diperlukan 23
adanya modal sosial yang diketahui dari adanya (1) jaringan sosial, (2) sistem kepercayaan, dan (3) norma sosial, serta disempurnakan dengan adanya (4) pola resiprositas. Modal sosial yang ada pada pada masing-masing bagian dalam pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug antara lain: (1) Jaringan Sosial, jaringan sosial dalam pengembangan Taman Satwa Taru Jurug ini ialah siapa saja yang terkait dan ikut terlibat (atau dilibatkan) dalam setiap proses pengembangan Taman Satwa Taru Jurug, secara konkrit jaringan ini dimulai dari awal antara Pemerintah Kota Surakarta yang terwakilkan oleh Dinas Perekonomian Kota Surakarta, kemudian Perusahaan Daerah TSTJ yang selanjutnya disebut sebagai Perusda TSTJ selaku pengelola. TSTJ memiliki jaringan internal yang dinamis yang terjadi dari setiap pergantian pemegang pengelola hingga akhirnya saat ini dikelola oleh Perusda TSTJ, masing-masing bagian dalam struktur yang baru memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dan saling melengkapi, selanjutnya antara Perusda TSTJ dengan pihak swasta sebagai jaringan kerjasama yang saling berfungsi dan memberikan keuntungan dalam jaringan yang bertujuan dalam pengembangan TSTJ, dalam proses berjalannya TSTJ sendiri terdapat pedagang-pedagang yang memiliki suatu wadah sebagai koordinasi antar pedagang dengan pihak Perusda TSTJ, yaitu Paguyuban Bakul Taman Jurug (PBTJ) (Bakul atau Pedagang), kemudian yang sama-sama memiliki fungsi penting dalam jaringan yang ada ialah masyarakat, masyarakat sebagai pengunjung yang menerima manfaat dari keberadaan TSTJ, pada masing-masing jaringan tersebut saling terkait dan memiliki fungsi timbal balik atau reciprocitas sebagai upaya pengembangan TSTJ. (2) Pada masingmasing jaringan yang terbentuk sebagai suatu kesatuan jaringan sosial TSTJ tersebut memiliki suatu sistem kepercayaan yang dijadikan sebagai pegangan dalam setiap jaringan yang terbentuk, sistem kepercayaan tersebut terwujud dalam beragam bentuk tergantung dari masing-masing jaringan saling membentuk dan menjaga kepercayaan, (3) Norma sosial yang ada dalam pengembangan TSTJ 24
ialah mengenai beragam kesepakatan (konsensus) yang dibentuk dan harus ditaati oleh masing-masing jaringan sosial yang ada, yaitu antar Dinas Perekonomian Kota Surakarta dengan Perusda TSTJ, Perusda TSTJ dengan pihak Swasta, Perusda TSTJ dengan Paguyuban Bakul Taman Jurug, dan yang terakhir ialah norma atau aturan yang harus ditaati oleh pengunjung ketika mengunjungi TSTJ. (4) Pola Respirositas merupakan hubungan timbal balik yang terjalin dari masingmasing bagian yang ada dalam pengelolaan TSTJ. Setelah mengetahui apa saja potensi wisata dan modal sosial yang ada selanjutnya adalah mengenai integrasi dari adanya modal sosial dalam pengembangan TSTJ, wujud integrasi tersebut antara lain: modal sosial (1) menjembatani, dan (2) mengaitkan.
25
Kerangka Berpikir Taman Satwa Taru Jurug
Potensi Wisata 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Koleksi Satwa Koleksi Tumbuhan Atraksi Satwa Sanggar Gesang dan Pendapa Acara Acara Adat Program dan Paket Wisata
Identifikasi Modal Sosial 1. Jaringan Perusda TSTJ 2. Sistem Kepercayaan Perusda TSTJ 3. Norma Perusda TSTJ 4. Hubungan Timbal Balik Perusda TSTJ
Integrasi Modal Sosial 1. Modal Sosial Menjembatani 2. Modal Sosial Mengaitkan
Bagan 2.1. Kerangka Berpikir
26