BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan atau kriteria. Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuhan kegiatan ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Sambodo 2002 dalam Usya, 2006:18). Oleh karena itu sektor unggulan menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi wilayah. Adapun kriteria sektor unggulan menurut Sambodo 2002 dalam Usya (2006:18) bahwa sektor unggulan memiliki empat kriteria diantaranya: pertama sektor unggulan memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua sektor unggulan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, ketiga sektor unggulan memiliki keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan keempat sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Menurut Ambardi dan Prihawantoro (2002:18-20) kriteria mengenai sektor unggulan daerah, di antaranya: 1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran. 2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya. 3. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspekaspek lainnya. 4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain (complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan 5
bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali). 5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state of the art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. 6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), puncak (maturity) hingga penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluan pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain. 10. Pengembangan
komoditas
unggulan
berorientasi
pada
kelestarian
sumberdaya dan lingkungan.
B. Komoditi Unggulan Menurut Badan Litbang pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk di kembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (pengusaan teknologi, kemampuan sumber daya, manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat). Ditambahkan pula oleh (Bachrein dalam Rezki, 2003:28) bahwa penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah yang lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu
6
kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas. Komoditi unggulan adalah komoditi potensial yang dipandang dapat dipersaingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efesiensi usaha yang tinggi (Tambunan dalam Nadira, 2004:18). Komoditi unggulan merupakan hasil usaha masyarakat yang memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi masyarakat. Beberapa kriteria dari komoditi unggulan adalah : (a) Mempunyai daya saing yang tinggi di pasaran (keunikan /ciri spesifik, kualitas bagus, harga murah) (b) Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang potensial dan dapat dikembangkan (c) Mempunyai nilai tambah tinggi bagi masyarakat (d) Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan sumberdaya manusia (e) Layak didukung oleh modal bantuan atau kredit. Keunggulan suatu komoditi masih dibagi lagi berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki berdasarkan potensi yang ada dan membedakannya dengan daerah yang lain. Keunggulan komparatif ini dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang dimiliki dan digunakan untuk bersaing dengan dengan daerah lain. Dengan kata lain keunggulan kompetitif menggunakan keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah lain, sehingga menggapai tujuannya yang dalam hal ini adalah komoditi unggulan (Direktorat Perluasan Areal dalam Nadira 2007:19 ). Dalam menganalisis keunggulan suatu komoditi, salah satunya dengan pendekatan sektor basis. Sektor basis memainkan peranan penting sehingga peningkatan besarannya akan membawa pengaruh terhadap peningkatan sektor lainnya. serangkaian teori yang menjelaskan hubungan antara sektor-sektor dalam suatu perekonomian regional satu diantaranya teori basis ekonomi. Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar
7
daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk ekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan lapangan kerja (Lincolin, 1999:30). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28). Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008:32).
C. Pembangunan Ekonomi Wilayah (Regional) Menurut
Adisasmita
(2008:13),
pembangunan
wilayah
(regional)
merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan
(kewiraswastaan),
kelembagaan
daerah
dan
lingkungan
pembangunan secara luas. Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi. Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju
8
pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008:18). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah. Menurut Glasson (1977:86) pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktorfaktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
D. Analisis Keunggulan Wilayah Analisis keunggulan wilayah pada komoditi pertanian menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan digunakan oleh Baruwadi (2005) dengan pendekatan ekonomi wilayah. Analisis yang digunakan adalah : Lokalisasi, Spesialisasi dan Basis. 1) Analisis Lokalisasi Analisis ini merupakan salah satu analisis ekonomi wilayah yang menggunakan untuk mengukur penyebaran atau konsentrasi relative dari komoditas tanaman agribisnis menurut Baruwadi (2008:2). Koefsien lokalisasi diperoleh dengan menjumlahkan (vi/Vi) – (vt/Vt) yang bertanda positif, dengan ketentuan : α ≥ 1 : komoditas komoditas agribisnis i terkonsentrasi pada satu kecamatan, dan α ≤ 1 : komoditas komoditas agribisnis i menyebar pada beberapa kecamatan.
9
2) Analisis Spesialisasi Analisis ini tergolong juga analisis ekonomi wilayah yang digunakan untuk mengkaji spesialisis suatu wilayah dalam komoditas agribisnis menurut Baruwadi (2008:2). Koefsien spesialisasi diperoleh dengan menjumlahkan (vi/vt) – (Vi/Vt) yang bertanda positif dengan ketentuan : β ≥ 1 : suatu wilayah menspesialisasikan pada komoditas agribisnis i β < 1 : tidak terspesialisasi 3) Analisis Lokasi (LQ) Analisis ini merupakan analisis ekonomi wilayah yang mengkaji apakah suatu komoditas agribisnis merupakan sektor basis yaitu sektor yang unggul dalam wilayah yang bersangkutan atau sektor non basis menurut Baruwadi (2008:2). Komoditas agribisnis yang ada di suatu wilayah merupakan sektor basis apabila koefisien LQ ≥ 1 sedangkan apabila LQ < 1 maka komoditas agribisnis i tersebut bukan merupakan sektor basis.
E. Penelitian Terdahulu Berikut ini disajikan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini ; Baruwadi (2008), Analisis Keunggulan Komoditas Hortikultura di Provinsi Gorontalo. Metode yang digunakan adalah survei dengan menggunakan analisis ekonomi wilayah yaitu Lokalisasi, Spesialisasi, dan Basis. Hasil penelitian menunjukkan komoditas hortikultura yang merupakan keunggulan Provinsi Gorontalo masing-masing adalah : 1) Sayuran : cabe rawit, tomat dan kacang panjang; 2) Buah-buahan : mangga, nangka, pisang dan nenas; 3) Obatobatan: kunyit, jahe dan lengkuas. Budisusetyo, Maspur dan Yulianto (2008), Analisis Perwilayahan Komoditas Jagung di Kabupaten Bondowoso. Metode yang digunakan adalah survei menggunakan analisis LQ, Lokalisasi dan Spesialisasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa Analisis LQ, Analisis Lokalisasi dan Analisis Spesialisasi tersebut menyatakan sektor basis jagung ada pada 6 Kecamatan yaitu Sempol, 10
Wringin, Tegalampel, Cerme, Tarpen dan Pakem serta karakteristik penyebaran komoditas jagung di Kabupaten Bondowoso tidak mengarah pada asas lokalisasi dan spesialisasi. Djuwendah,
Hapsari,
Rachmawati
(2009),
Pengarahan
Pusat
Pertumbuhan melalui Analisis Keunggulan Komparatif di Kabupaten Garut. Metode yang digunakan adalah survei menggunakan analisis LQ, Lokalisasi dan Spesialisasi. Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan Analisis LQ, Analisis Lokalisasi dan Analisis Spesialisasi, bahwa komoditas pertanian unggulan untuk dikembangkan adalah tanaman pangan padi sawah, kacang tanah, kedelai, jagung dan ubi kayu serta tanaman hortikultura kentang, cabe besar, wortel, tomat, alpukat, jeruk, pisang dan pepaya. Komoditas unggulan pertanian tersebut menunjukkan kecendrungan terlokalisasi di beberapa kecamatan dan sebanyak 31 kecamatan memiliki kecendrung terspesialisasi dalam kegiatan pertanian. Almuliabari (2011), Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tegal Tahun 2004-2008. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis LQ, Shift Share dan tipologi klasik dengan Laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektor ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sektorsektor ekonomi, komponen Share, komponen Net Shift, komponen Differential Shift, dan komponen Proportional Shift sebagai variabel. Berdasarkan analisis LQ maka dapat di ketahui bahwa Kota Tegal memiliki sektor basis yang potensial, yaitu (1) sektor Listrik, gas dan air , (2) Transportasi dan Komunikasi, (3) Keuangan, (4) Bangunan, dan (5) Perdagangan. Berdasarkan analisis Shift Share bahwa nilai rata-ratanya proportional positif adalah sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Pada nilai rata-rata Komponen Pertumbuhan Differential (Dr) terdapat 3 sektor yang mempunyai nilai positif yaitu sektor industri, sektor bangunan dan sektor perdagangan. Usya (2006) menganalisis struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang. Hasil penelitian dengan menggunakan metode LQ terdapat 4 sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor bangunan/kontruksi,
11
sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa, dan 5 sektor non basis yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan pada analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang selama tahun 1993-2003.
F. Kerangka Pikir Agar pembangunan wilayah dapat berjalan sesuai dengan rencana dan harapan, maka Pemerintah pusat perlu memberikan kewenangan yang luas kepada daerah. Salah satunya dengan konsep desentralisasi wilayah. Hal ini, sesuai dengan apa yang diamanatkan di dalam UU 32 tahun 2004. Potensi daerah dapat berupa sektor-sektor yang ada di daerah, terutama adalah sektor unggulan daerah. Sektor unggulan memiliki peranan yang sangat penting di dalam basis ekonomi, selain itu sektor unggulan juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Adapun untuk mengetahui sektor unggulan daerah sebagai basis ekonomi, serta mengetahui lokasi yang merupakan sektor basis dapat dilakukan dengan pendekatan Location Quotient (LQ), Lokalisasi dan Spesialisasi. Pada pendekatan LQ dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis. Selanjutnya, sektor basis dapat dimodifikasi menjadi multiplier pendapatan. Sedangkan untuk mengetahui wilayah yang merupakan daerah sektor basis dan penyebarannya di setiap wilayah dapat diketahui dengan pendekatan koefesien Lokalisasi dan Koefesien Spesialisasi. Hal ini dapat dilihat Gambar 1.
12
Ekonomi Wilayah
Keunggulan Daerah
Komoditi Pertanian
Analisis Keunggulan : - Basis - Lokalisasi - Spesialisasi
Jagung
Komoditi Unggulan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Keunggulan Komoditi Jagung dalam suatu Pendekatan Ekonomi Wilayah.
G. Hipotesis Dari tinjauan di atas dapat dikemukakan hipotesis bahwa : Komoditi jagung menjadi sektor basis pada sebagian wilayah kecamatan di Kabupaten Pohuwato.
13