BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amilum Amilum
adalah
polimer
karbohidrat
dengan
rumus
molekul
(𝐶𝐶6 𝐻𝐻10 𝑂𝑂5 )n.Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di alam,
terutama pada sebagian besar tumbuhan. Amilum dalam bahasa sehari-hari disebut juga pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh tumbuhan sesudah selulosa (Liu, 2005). Butir-butir pati apabila diamati dengan mikroskop ternyata berbeda-beda bentuknya dan ukurannya tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh. Amilum disusun oleh dua kelompok polisakarida yaitu amilosa (Gambar 2.1.), kira kira 20–28% dan amilopektin sebagai sisanya (Poedjiadi, 1994).
Baik amilosa maupun amilopektin memiliki monomer yang sama yaitu molekul glukopiranosa. Amilosa terdiri dari 100-10000 unit α-D-glukopiranosa permolekulnya, yang tiap unitnya berikatan lewat ikatan α-1,4 glikosida (Liu, 2005).Tiap rantai polimer molekulnya memiliki satu ujung gula tereduksi dan satuujungnya lagi gula non reduksi sehingga molekul amilosa merupakan rantai terbuka (Poedjiadi, 1994).
Amilosa merupakan bagian terdepan dari rantai amilum, bersifat larutdalam air yang dipanaskan dan dapat membentuk endapan dalam air, yang menjadi unit monomernya yang berikatan lewat ikatan α-1,4 glikosida seperti pada amilosa yang membentuk rantai lurus dan ikatan α-1,6 glikosida yang membentuk percabangan pada rantai amilopektin tersebut (Murray et al., 2003).Molekul amilopektin lebih besar dari molekul amilosa dengan berat molekulnyaberkisar antara 106–109 g permolnya (Liu, 2005). Molekul amilosa merupakanmolekul yang larut dalam air dan memberikan warna biru apabila
Universitas Sumatera Utara
tercampurdengan larutan iodin, sedang amilopektin merupakan molekul yang tidak larutdalam air dan akan kelihatan berwarna merah bila terkena iodin (Sale, 1961).
Gambar 2.1. Struktur Kimia Amilosa (Fessenden, 2010)
Amilopektin berbentuk rantai cabang, dimana cabangnya dengan pita polimer yang lain terletak pada atom C-6. Setiap 20 hingga 25 satuan αDglukopiranosa baru terdapat percabangan. Massa molar amilopektin adalah 200.000 hingga 2.000.000 g/ mol. Amilopektin mengembang dalam air, dan pada pemanasan terbentuk lem amilum; dengan iod amilopektin berwarna lembayung atau coklat (Riswiyanto, 2009).
Gambar 2.2. Struktur Kimia Amilopektin (Fessenden, 2010)
Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin, tetapi apabila suspensi dalamair dipanaskan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. Bila pati
Universitas Sumatera Utara
dipanaskandan didilusi dengan asam, pati akan terhidrolisis menjadi dekstrin, maltosa dan D-glukosa(Sale, 1961). Semua hasil hidrolisis ini memiliki sifat yang larut dalamair. Hidrolisis dari pati juga dapat terjadi dengan bantuan enzim amilase yang akanmengubah amilum menjadi maltosa dalam bentuk β-maltosa (Poedjiadi, 1994 ).
Dalam
kehidupan
manusia
amilum
berperan
sebagai
sumber
makananpenghasil energi utama dari golongan karbohidrat, disamping itu amilum jugadapat berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan, misalnyasebagai penstabil dalam proses pembuatan puding. Amilum juga berperan dalampembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin. Dalam bidang non makanan,amilum digunakan untuk bahan baku dalam proses pembuatan kertas, pakaian darikatun, industri cat, maupun untuk produksi hidrogen. Tabel 1. di bawah inimenunjukkan peran amilum di berbagai bidang.
Tabel 2.1 Penggunaan amilum di bidang industri (Liu, 2005) No
Jenis Industri
Penggunaan Amilum/Amilum Termodifikasi
1
Makanan
Pengental, pelapis makanan, film makanan
2
Bahan perekat
Pembuatan lem
3
Kertas dan papan
Kertas penjilid, pembungkus,pengepak
4
Textile
Dalam proses sizing, finishing dan printing
5
Farmasi
Kapsul obat, bahan pelarut obat
6
Pengeboran minyak
Modifikasi pengental
7
Deterjen
Surfaktan, bahan pensuspensi, bahan pemutih, aktivator pemutih
8
Kimia pertanian
Pemungkus biji, pembungkus pestisida, benang pintal
9
Plastik
Pembungkus makanan, filler
10
Kosmetik
Bedak dan talk
11
Purifikasi
Flokulan
12
Bidang medis
Scaffold, plasma eksterder, produk absorben
Universitas Sumatera Utara
untuk sanitasi
2.2 Enzim Definisi enzim ialah senyawa yang bersifat protein. Dengan demikian, senyawa yang bukan protein namun mempunyai kemampuan katalistidak termasuk ke dalam lingkup pembicaraan enzim. Dewasa ini telah terbukti adanya makromolekul lain yang bukan protein, yang juga mempunyai kemampuan katalis. Senyawa tersebut ialah asam ribonukleat (RNA) tertentu, sehingga menimbulkan istilah ribozim, hibrida dari istilah ribonukleat-enzim. Sebagai suatu protein, perilaku enzim akan sama saja dengan protein manapun juga. Meskipun demikian patut diingatkan kembali beberapa ciri protein yang langsung mempengaruhi sifat enzim (Sadikin, 2002).
Enzim hanya disintesis oleh dan didalam sel. Sebagai protein, seperti juga halnya, dengan protein manapun, enzim niscaya juga disintesis oleh dan didalam sel. Memang benar sejumlah enzim bekerja diluar sel seperti didalam plasma darah dan saluran cerna pada hewan dan dalam medium sekitarnya pada mikroorganisme. Akan tetapi, enzim-enzim ini tetap disintesis oleh dan didalam sel (Sadikin, 2002). Sebagai produk sel, enzim hanya akan disintesis jika sel mempunyai gen untuk enzim tersebut. Suatu sel mampu mensintesis suatu enzim, hanya apabila didalam genom sel tersebut terkandung informasi genetika tentang enzim yang dimaksudkan (Sadikin, 2002).
Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang terseleksi. Oleh karena itu, peningkatan sumber enzim sedang dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang sudah dikenal atau penghasil enzim-enzim baru lainnya (Smith, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Sumber Mikroba dan Penggunaan Beberapa Enzim Komersial yang Penting Enzim Alkohol dehidrogenase α-amilase Amiloglukosidase
Asparaginase
Sumber Mikroba Saccharomyces cerevisiae Aspergilus oryzae, Bacillus subtilis Aspergilus niger, A.oryzae, A.niger, Bacillus coagulanes Penicillium camemberti, A.niger, P.vitale
Katalase
Micrococcus lysodeiktikus
Selulase
Trichoderma viride
Glukosa isomerase
Pektinase
B. coagulanes, Streptomyces phacochromogens Saccharomyces cerevisiae, S. carlsbergensis A. niger, Geotrichum candidum, Rhizopus arrhizus A. niger, A. oryzae
Penisilinasilase
Escherichia coli
Penisilinase
Bacillus subtilis
Protease (dari bakteri)
B. subtilis
Protease (dari kapang) Piruvat kinase
A. oryzae Sacharomyces cerevisiae
Puluanase Rennin
Aerobacter aerogenes Mucor sp
Invertase
Lipase
Penggunaan Pengujian alkohol Digunakan luas dalam industri makanan, tenunan pabrik Produksi glukosa dari sirup jagung Pengobatan penyakit leukimia getah bening akut Pemisahan hidrogen yang digunakan dalam banyak proses Pembuatan sayur-sayuran yang didehidrasi, “drain cleaner” Produksi fruktosa dari buah-buahan dan produk lain Pembuatan cokelat lunak
Memperbaiki wangi dalam es krim, keju, cokelat Klasifikasi sari buahbuahan, fermentasi buah kopi Produksi penisilin semisintetis Pengobatan alergi penisilin Pengobatan biologis, pengempuk daging Pelunak adonan roti Menghasilkan ATP untuk sintesis protein Pembasmi rumput Produksi keju (Sumber: Smith, 1990)
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan enzim dalam bidang industri harus memperhatikan faktor penting yang sangat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas dari enzim yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan aktivitas kerja suatu enzim. Apabila faktor tersebut berada dalam kondisi yang optimum, maka kerja enzim juga akan maksimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim diantaranya:
2.2.1 Suhu Suhu berpengaruh besar terhadap aktivitas enzim. Semua enzim bekerja dalam rentang suhu tertentu pada tiap jenis organisme. Peningkatan suhu eksternal secara umum akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia enzim, tetapi kenaikan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya denaturasi enzim yaitu kerusakan struktur protein enzim, terutama kerusakan pada ikatan ion dan ikatan hidrogennya. Terjadinya penurunan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim tersebut. Denaturasi enzim di atas suhu optimum akan menyebabkan terjadinya kematian pada sel organisme, tetapi beberapa organisme mampu bertahan hidup dan tetap aktif pada suhu yang sangat tinggi, dimana organisme lain sudah tidak mampu lagi hidup seperti bakteri dan alga yang ditemukan pada sumber-sumber air panas di taman Nasional Yellow Stone Amerika, suhu optimum untuk hidupnya yaitu 70 °C (Brock, 2009).
2.2.2 pH Aktivitas enzim dipengaruhi juga oleh pH lingkungan tempat enzim bekerja. Banyak enzim yang sensitif terhadap perubahan pH dan setiap enzim memiliki pH optimum untuk aktivitasnya. Perubahan pH dapat menyebabkan berhentinya aktivitas enzim akibat proses denaturasi pada struktur tiga dimensi enzim (Stuart, 2005). Umumnya enzim bekerja optimum pada rentang pH 6- 8, tetapi beberapa jenis organisme dapat hidup pada pH yang lebih rendah yang dikenal dengan istilah asidofil ataupun pada pH yang lebih tinggi yang dikenal dengan istilah alkalifil. Secara umum, kelompok mikroba yang berbeda memiliki pH karakteristik. Kebanyakan bakteri dan protista adalah neutrofil. Meskipun sering
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme tumbuh dari kisaran pH yang luas dan jauh dari optimum, terdapat batas-batas toleransi pada pertumbuhannya (Prescott et al., 2008).
2.2.3 Konsentrasi Enzim dan Substrat Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar konsentrasi enzim makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi apabila konsentrasi enzim tetap. Kompleks enzim substrat akan terbentuk apabila ada kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada keadaan bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Wuryanti, 2004).
2.2.4 Aktivator dan Inhibitor Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya. Inhibitor akan berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor baik pada sisi aktif enzim maupun bagian lain dari sisi aktif enzim. Keberadaan inhibitor akan menurunkan kecepatan reaksi enzimatis. Terbentuknya komplek enzim inhibitor akan menurunkan aktivitas enzim terhadap substratnya (Poedjiadi, 1994 dalam Wuryanti, 2004).
Aktivitas enzim juga terdapat pada berbagai sumber mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim intraseluler dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang berfungsi di dalam sel yaitu mensintesis bahan selular dan juga menguraikan nutrien untuk
Universitas Sumatera Utara
menyediakan energi yang dibutuhkan sel. Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang dilepas dari sel ke lingkungan untuk menghidrolisis molekul polimer di lingkungan, memfasilitasi
seperti selulosa,
hemiselulosa,
pengambilan
zat
suatu
dari
lignin,
ataupun
lingkungan
bagi
juga untuk kebutuhan
metabolismenya (Maier et al., 2000 dalam Dessy, 2008). Enzim ekstraseluler dapat dipisahkan dari lingkungan dengan filtrasi ataupun sentrifugasi, sedangkan enzim intraseluler dapat diekstrak dari dalam sel lewat proses pemecahan sel (Palmer, 1985 dalam Dessy 2008).
Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut: a.Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik)dari tekanan, suhu, danpH. b.Enzim mempunyaiselektifitas tinggi terhadap substrat (substansi yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi yang dikatalisis. c.Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan katalis biasa (Page, 1989)
Jumlah enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan ini, kita perlu mengetahui: 1.
Persamaan keseluruhan reaksi yang dikatalisa
2.
Suatu prosedur analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau munculnya produk reaksi
3.
Apakah enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim
4.
Katergantungan aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu harga KM bagi substrat
5.
pH optimum
6.
Daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya enzim diuji pada pH optimum, pada suhu yang mudah dipergunakan, biasanya dalam kisaran 25oC sampai 38oC, dan dengan konsentrasi substrat yang mendekati jenuh. Pada keadaan ini, kecepatan reaksi awal biasanya sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran konsentrasi enzim tertentu. Dengan persetujuan internasional, satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan satu mikromol (µmol = 10 -6 mol) substrat permenit pada 25oC pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit enzim permiligram protein. Aktivitas spesifik adalah suatu ukuran kemurnian enzim. Nilainya meningkat selama pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum jika enzim sudah berada keadaan murni (Lehninger, 1982).
2.3 Enzim Amilase Amilase adalah kelompokenzim yang memiliki kemampuan memutuskan ikatan glikosida yang terdapatpada senyawa polimer karbohidrat. Hasil molekul amilum ini akan menjadimonomer-monomer yang lebih sederhana, seperti maltosa, dekstrin dan terutamamolekul glukosa sebagai unit terkecil. Amilase dihasilkan oleh berbagai jenisorganisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan padamikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini memiliki banyakvariasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber organismenyadan tempatnya bekerja (Dessy, 2008). Enzim amilase dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : a.
Enzim α-amilase
Enzim
α-amilase
(EC.3.2.1.1)
disebut
juga
dengan
1,4-α-D-glukan
glukanohidrolase atau glukogenase adalah enzim yang mampu memecah molekulmolekul pati dan glikogen. α-amilase akan memotong ikatan glikosidik α-1,4 pada molekul pati (karbohidrat) sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang lebih pendek (Yati, 2015). Enzim α-amilase terdapat pada bermacammacambakteri, jamur, tumbuhan, hewan dan memiliki perananyang besar dalam penggunaan polisakarida. Enzim α-Amilase sebagai sinar harapan karenaaktivitas hidrolisis patinya yang dapat menghasilkansumber energi alternatif untuk produksi biofuelsdengan patisebagai bahan baku (Yati, 2015). Beberapa dekade terakhir
spesies
dari
Bacillusseperti
Bacillus
subtilis,
Bacillus
Universitas Sumatera Utara
amyloliquefaciensdanBacillus
licheniformis
telah
dimanfaatkan
pada
skalaindustri.Bacillussubtilis, Bacillus stearothermophilus, Bacilluslicheniformis dan Bacillus amyloliquefaciens diketahui dengan baik penghasil α-amilase termostabil dan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasisecara komersial (Yati, 2015) b.
Enzim β-amilase
β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase) terdapat pada berbagai hasiltanaman, tetapi tidak terdapat pada mamalia, dan mikroba. Secara murni telahdapat diisolasi dari kecambah barley, ubi jalar, dan kacang kedelai. Enzim β-amilase memecah ikatan glukosida β-1,4 pada pati dan glikogen dengan membalikkonfigurasi karbon anomeri glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase aktif pada pH 5,0-6,0 (Winarno, 1984). c.
Enzim 𝛾𝛾-amilase
Gamma amilase mempunyai nama lain, yaitu glukan 1,4-α-glukosidase, 1,4-α-D glukan glukohidrolase, exo-1,4-α-glukosidase, glukoamilase,amiloglukosidase, lisosomal α-glukosidase. Pemutusan ikatan akhir α(1-4)glikosida pada ujung non reduksi dari amilosa dan amilopektin, untukmenghasilkan unit glukosa, γ-amilase sangat efisien pada lingkungan yangbersifat asam dan bekerja pada pH optimum 3 (Lutfi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Struktur Kimia α-amilase, β-amilase dan glukoamilase (Sumber: www.sigmaaldrich.com) 2.4 Amilase dari Mikroorganisme Enzim yang digunakan untuk keperluan industri sebagian besar diisolasi dari mikroba. Pemilihan mikroba sebagai sumber enzim mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan enzim yang diisolasi dari tumbuhan maupun hewan. Keuntungan itu antara lain sel mikroba lebih mudah untuk ditumbuhkan dan kecepatan pertumbuhannya relatif lebih cepat, skala produksi sel lebih mudah ditingkatkan apabila dikehendaki produksi yang lebih besar, biaya produksinya relatif lebih murah, kondisi selama produksi tidak tergantung oleh adanya perubahan musim dan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi lebih singkat (Poernomo, 2003).
Ada beberapa mikroba penghasil amilase. Bakteri merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim amilase. Diantara jenis bakteri tersebut ada yang bersifat termofilik (Indrajaya et al., 2003). Produksi amilase dengan menggunakan bakteri termofil mempunyai kelebihan yang salah satunya dapat menurunkan risiko kontaminasi (Santos dkk., 2003). Pada tahap awal untuk mendapatkan mikroba yang berpotensi sebagai penghasil enzim yaitu, mengisolasi dan menyeleksi mikroba tersebut dari habitat aslinya dalam kultur campuran. Mikroba yang diperoleh dari hasil isolasi harus memilki kemampuan dan kelebihan untuk melangsungkan reaksi atau menghasilkan produk yang diinginkan (Handayani et al., 2002).
Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan dapat menekan biaya produksi, mengurangi risiko terjadinya kontaminasi, meningkatkan difusi masa, meningkatkan produktivitas, dan mempengaruhi daya larut saat pencampuran senyawa organik (Igarashi, et al., 1998). Amilase pertama kali diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894 (Jusuf, 2009). Mikroorganisme penghasil amilase pertama sekali diisolasi dari isolat Bacillus amyloliquefaciens dan digunakan dalam bidang industri selama bertahun-tahun (Cordeiro et al., 2002), tetapi penemuan enzim
Universitas Sumatera Utara
amilase termostabil dari isolat Bacillus licheniformis ternyata menunjukkan adanya termostabilitas yang lebih tinggi sekitar 10℃ − 20℃ dibandingkan dari
amilase termostabil pada B. amyloliquefaciens. Selanjutnya enzim-enzim amilase termostabil juga berhasil didapatkan dari mikroorganisma seperti B. subtilis, B. stearothermophilus, B. calcalovelox, B. alcalophilus, Thermus sp.,Clostridium acetobutylicum, Pyrococcus furiosus, Sulfolobus acidocaldarius, dan lainnya (Rath dkk., 1998).
2.5 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan merupakan lokasi pembuangan sampah terbesar di kota Medan. Setiap hari TPA Sampah Terjun dengan luas 14 hektar ini kedatangan sampah sebanyak 1500 sampai 1600 ton dari seluruh sampah-sampah masyarakat kota Medan. Setiap harinya, ada 200 truk sampah yang mondar-mandir ke TPA ini. Rata-rata mereka masuk 2 – 3 kali.
Dari data yang diperoleh Tribun dari sumber Dinas Kebersihan, jenis sampah yang masuk ke TPA ini setiap harinya, yakni, sampah organik 77,3% ; kertas 2.99% ; plastik 8,85% ; kayu 2,24% ; karet 0,545% ; logam 0,09% ; bengkahan 0,335% ; sampah B3 (seperti cairan parit, endapan dari parit, pasar dsb) 0,78% ; pampers atau pembalut 2,24% ; dan sampah lainnya sebanyak 2,855%.
Grafik pemasukan sampah ini pun turun naik. Dari data terakhir di Februari 2015, jumlah sampah yang masuk ke TPA ini mencapai 39.959,01 ton. Sedangkan pada Januari 2015 mencapai 43.520,26 ton. Pada Desember 2014, jumlah sampah yang masuk mencapai 44.080,54 ton.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan berlokasi di jalan Paluh Nibung, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara