BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Payudara 1. Pengertian kanker payudara Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan
mekanisme
normalnya,
sehingga
mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Peningkatan jumlah sel tak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker (Tjahjadi, 2008). Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang menyerang kelenjar air susu, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara (Arkhan, 2008). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara (Price, 2005). 2. Etiologi kanker payudara Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui, para peneliti telah mengidentifikasi sekelompok faktor resiko. Ada beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara, antara lain : a. Usia,
resiko
kanker
payudara
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya umur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nani (2009) mendapatkan bahwa kanker payudara mulai berkembang pesat saat umur 40-49 tahun sebelum wanita memasuki usia 50 tahun keatas, sedangkan risiko kanker payudara sendiri berkembang sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50 wanita. Berdasarkan program Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) yang dilakukan National Cancer Institutte (NCI) insidensi kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Diperkirakan 1 dari 8 wanita mengalami perkembangan penyakit kanker payudara sepanjang hidupnya. Kemungkinan terbesar perkembangan penyakit payudara
7
8
mulai terjadi pada wanita dengan kisaran umur 40-50 tahun (Harianto, Rina, dan Hery, 2005). b. Faktor hormon, hormon merupakan faktor yang berpengaruh, seperti menarke dini. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun, tidak menikah atau tidak pernah melahirkan anak, dan melahirkan anak pertama setelah umur 35 tahun, serta penggunaan pil KB atau terapi hormon esterogen. c. Riwayat pribadi tentang kanker payudara. Risiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% setiap tahun (Harianto, Rina, dan Hery, 2005). d. Riwayat keluarga, wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita kanker, memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. Hetty (2009) menyatakan bahwa pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. e. Faktor genetik, terdapat 2 varian gen BRCA1 dan BRCA2 yang merupakan suatu gen suseptibilitas kanker payudara.jika seorang wanita memiliki salah satu gen tersebut maka kemungkinan menderita kanker payudara sangatlah besar. Riwayat menderita kanker payudara yang diwarisi menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Adanya faktor pembawa (carrier) kanker payudara akan meningkatkan perkembangan kanker payudara pada usia muda. Terdapat hubungan terjadinya kanker ovarium dengan kanker payudara secara genetik yaitu adanya gen kanker payudara-ovarium yang
9
terletak pada kromosom 17q12- 21 (BRCA1) akan memperkuat terjadinya kanker payudara dan ovarium. BRCA2 (Breast Cancer gene two) yang terletak pada kromosom 13 juga dapat memicu terjadinya kanker payudara. BRCA1 (Breast Cancer gene one) merupakan gen supresor tumor yang berperan dalam perkembangan kanker payudara dan ovarium. Meskipun terjadinya kanker payudara dapat disebabkan oleh mutasi BRCA1 dan BRCA2, namun persentase insidensinya kecil (Harianto, Rina, dan Hery, 2005). f. Pernah menggunakan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih hormon atau hormonal replacement therapy (HRT), dan pengobatan kemandulan (infertilitas). g. Pemakaian kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik. Wanita yang menggunakan kontraseptif oral berisiko tinggi untuk mengalami kanker payudara. Bagaimanapun, risiko tinggi ini menurun dengan cepat setelah penghentian medikasi. h. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) inonisasi terutama pada bagian dada setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun berisiko hampir dua kali lipat. i. Wanita yang obesitas (kegemukan) pasca menopause, mengkonsumsi lemak, dan konsumsi alkohol berlebih (Brunner & Suddarth, 2002). 3. Klasifikasi kanker payudara Pada stadium awal tidak ada keluhan sama sekali hanya seperti fribroadenoma atau penyakit fribrokistik yang kecil saja, bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, konsistensi padat keras. Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar dimana sebagian besar jaringan payudara terdapat kanker payudara umum terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur, keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi pada saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak. Namun nyeri yang jelas pada bagian yang
10
ditunjuk dapat berhubungan dengan kanker payudara pada kasus yang lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2002). Meningkatnya penggunaan mammografi lebih banyak wanita yang mencari bantuan medis pada penyakit tahap awal. Wanita – wanita ini bisa saja tidak mempunyai gejala dengan tidak mempunyai benjolan yang dapat diraba, tetapi lesi abnormal dapat terdeteksi pada pemeriksaan mammografi. Banyak wanita dengan penyakit lanjut mencari bantuan medis setelah mengabaikan gejala yang dirasakan, sebagai contoh mereka baru mencari bantuan medis setelah tampak dimpling pada kulit payudara yaitu kondisi yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi limfotik pada dinding dada dapat juga merupakan bukti. Metastasis di kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami ulserasi dan berjamur. Tanda – tanda dan gejala klasik ini jelas mencirikan adanya kanker payudara pada tahap lanjut. Namun indek kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan pada setiap abnormalitas payudara dan evaluasi segera harus dilakukan (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun stadium dan klasifikasi kanker payudara adalah sebagai berikut : a. Stadium I (stadium dini) Besarnya tumor tidak lebih dari 2 - 2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I ini, kemungkinan penyembuhan secara sempurna adalah 70 %. Untuk memeriksa ada atau tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa di laboratorium. b. Stadium II Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk sembuh hanya 30 - 40 % tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker. Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran,
11
dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. c. Stadium III Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh, dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Pengobatan payudara sudah tidak ada artinya lagi. Biasanya pengobatan hanya dilakukan penyinaran dan kemoterapi (pemberian obat yang dapat membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi untuk mengangkat bagian payudara yang sudah parah. Usaha ini hanya untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam tubuh serta untuk meringankan penderitaan penderita semaksimal mungkin. (Smeltzer & Bare, 2002). 4. Pencegahan kanker payudara Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier (Sukardja, 2000). Menurut Union for International Cancer Control (IUCC) (1987) dalam Sukardja (2000), pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang sehat melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan dari kontak karsinogen dan berbagai faktor risiko, serta melaksanakan pola hidup sehat karena diperkirakan hampir seluruh kasus kanker disebabkan oleh karsinogen yang ada di lingkungan hidup kita, dan sebagian besar ada hubungan dengan tembakau. Menurut Nina (2002), dalam Hawari (2004), pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan population at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Diantaranya adalah dengan melakukan
12
Pemeriksaan
Payudara
Sendiri
(SADARI)
dan
skrining
melalui
mammografi. Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun. Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan
tersier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif (Hawari, 2004).
B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan
pengindraan
terhadap
suatu
objek
tertentu
((Notoatmodjo, 2007). Pengindraan terjadi setelah orang melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperolah melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya. Misalnya klien akan melakukan perilaku pencegahan kanker payudara, dengan praktek SADARI, apabila ia tahu apa tujuan dan apa akibat bila tidak melakukan perilaku pencegahan kanker payudara. Usaha untuk tahu ini terjadi setelah orang melakuakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan ini terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
13
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 2. Faktor pengetahuan Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) meliputi : a. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Suami yang berpendidikan tentu akan lebih banyak memberikan respon emosi, karena ada tanggapan bahwa hal yang baru akan memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan di masa lalu. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki. b. Paparan media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarkat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti
14
paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. c. Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal. d. Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi
media
dengan
demikian
hubungan
sosial
dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal. e. Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh. 3. Tingkatan-tingkatan pengetahuan Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
15
b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. c. Penerapan (application) Penerapan artinya suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (sebenarnya), dengan menggunakan hokum-hukum, rumus, metode, dan sebagainya dalam situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Contoh klien dapat merencanakan perilaku pencegahan kanker payudara dengan melakukan SADARI. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi yaitu suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. Contoh klien dapat membedakan perilaku SADARI yang baik dan benar (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
16
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diteliti atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
C. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) 1. Pengertian SADARI SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya. SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap cermin dan berbaring, dilakukan pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis (Dalimartha, 2007). SADARI adalah pemeriksaan atau perabaan sendiri untuk menemukan timbulnya benjolan abnormal pada payudara (Otto, S, 2005). 2. Tujuan SADARI Tujuan dilakukannya pemeriksaan kanker payudara adalah untuk deteksi dini. Wanita yang melakukan SADARI akan dapat menunjukan tumor yang kecil dan masih pada stadium awal, hal ini memberikan prognosis yang baik. Sebagian wanita berfikir untuk apa melakukan SADARI, apalagi yang masih berusia dibawah 30 tahun, kebanyakan berangapan bahwa kasus kanker payudara jarang ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Seorang perempuan yang melakukan SADARI sejak dini akan membantu deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk sembuh lebih besar (Otto,S, 2005). Berdasarkan rekomendasi dari The American Cancer Society, menginformasikan bahwa keuntungan untuk melakukan SADARI saat mencapai usia 20 tahun (Mayo Clinic, 2007). SADARI dilakukan karena dapat mendeteksi kista, tumor jinak, serta kanker payudara (Hirsch, 2007). 3. Waktu pelaksanaan SADARI SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia 20 tahun, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka
17
masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna (Otto,S, 2005). Perilaku sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika perilaku menjadi familiar terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa penemuanya adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. perempuan yang belum menopouse sebaiknya melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan hormonal meningkatkan kelembutan dan pembengkakan pada payudara sebelum menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu setelah menstruasi. Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut (Burroughs, 1997). 4. Langkah-langkah melakukan SADARI Langkah-langkah melakukan SADARI menurut Smeltzer (1996) : Langkah 1 : a. Berdiri tegak di depan cermin. b. Periksa kedua payudara dari sesuatu yang tidak normal. c. Perhatikan adanya rabas (mengeluarkan cairan) pada puting susu, keriput, kulit mengelupas. Dua tahap berikutnya dilakukan untuk memeriksa adanya kontur pada payudara. Ketika sedang melakukan SADARI, harus mampu merasakan otot – otot yang menegang. Langkah 2 : a. Perhatikan dengan baik di depan cermin ketika melipat tangan anda dibelakang kepala anda ke arah depan. b. Perhatikan setiap perubahan kontur pada payudara anda.
18
Langkah 3 : a. Selanjutnya tekan tangan ke arah pinggang dan agak membungkuk ke arah cermin sambil menarik bahu dan siku ke arah depan. b. Perhatikan setiap perubahan kontur pada payudara. Beberapa wanita melakukan pemeriksaan payudara berikut ketika sedang mandi dengan shower. Jari – jari akan dengan mudah memijat diatas kulit yang bersabun, sehingga dapat berkonsentrasi dan merasakan setiap adanya perubahan yang terjadi pada payudara. Langkah 4 : a. Tangan kiri diangkat. b. Gunakan 3 atau 4 jari anda untuk meraba payudara kiri anda dengan kuat, hati – hati dan menyeluruh. c. Dimulai dari tepi luar, tekan bagian datar dari jari tangan dalam lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat di sekitar payudara. d. Secara bertahap lakukan ke arah puting susu. e. Pastikan untuk melakukanya pada seluruh payudara. f. Beri perhatian khusus pada area diantara payudara dan bawah lengan, termasuk bagian di bawah lengan itu sendiri. g. Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim di bawah kulit. Langkah 5 : a. Dengan perlahan pijat puting susu dan perhatikan adanya rabas (mengeluarkan cairan) b. Jika menemukan adanya rabas (mengeluarkan cairan) dari puting susu dalam sebulan yang terjadi ketika sedang atau tidak melakukan SADARI, segera hubungi dokter untuk melakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. c. Ulang pemeriksaan pada payudara kanan anda.
19
Langkah 6 : a. Tahap 4 sebaiknya diulangi dalam posisi berbaring. b. Berbaringlah mendatar, terlentang dengan lengan kiri anda di bawah kepala anda dengan sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri. c. Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti yang diuraikan diatas. d. Ulangi pada payudara kanan anda. 5. Perilaku SADARI a. Pengertian perilaku Perilaku adalah merupakan konsepsi yang tidak sederhana, suatu yang komplek, yaitu suatu pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respon menurut cara tertentu terhadap suatu obyek. Sedangkan perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok yaitu, respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat aktif maupun pasif. Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri dari empat unsur pokok : sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003). b. Proses adopsi perilaku Dalam hasil penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1) Awareness (kesadaran), dimana diri orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), 2) Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus,
20
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, 4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru, 5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Berdasarkan penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan Faktor penentu atau determinan perilku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultasi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan non fisik
seperti manusia dan social ekonomi (Notoatmodjo,
2003). Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap (Notoatmodjo, 2007). Menurut teori Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2007) dalam perilaku kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non behavior cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor yaitu :
21
1) Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap
kesehatan,
tradisi,
dan
kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan SADARI diperlukan pengetahuan dan kesadaran para wanita tersebut tentang manfaat SADARI baik bagi kesehatan wanita itu sendiri atau anggota keluarga lainnya. Disamping itu, kadangkadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat para wanita untuk melakukan SADARI. Faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2) Faktor pendukung (enabling factor) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan payudara sendiri, perempuan yang mau periksa tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat periksa saja, melainkan para perempuan tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kondisinya yang dialami baik sehat ataupun sakit. Misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktek atau rumah sakit.
22
Fasilitas ini pada haikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. 3) Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor-faktor ini menjadi faktor dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), serta kemudahan memperoleh fasilitas untuk melakukan pemeriksaan tersebut, juga dibutuhkan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan perempuan melakukan SADARI. Oleh sebab itu intervensi pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya
juga diarahkan
terhadap
3
faktor
tersebut.
Pendekatan ini disebut model Precede, yaitu : predisposing, reinforcing, and enabling couse in educational diagnosis and evaluation (Notoatmodjo, 2003). Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan
ditentukan
oleh
pengetahuan,
sikap,
kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
23
D. Kerangka Teori
Pendidikan Paparan media Ekonomi Hubungan sosial
Pengetahuan remaja tentang SADARI Sikap Tradisi Kepercayaan
Pengalaman
Faktor predisposisi
Faktor Enabling : Sarana dan prasarana
Faktor Reinforcing: Tokoh masyarakat, Guru, tokoh agama dan sikap serta perilaku tenaga kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Notoatmodjo (2007)
Perilaku SADARI: