BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis, infeksi TB dapat juga menyerang organ – organ lain dalam tubuh seperti kelenjar limfe, pleure, pericardium, ginjal, tulang dan sendi, laring, telinga bagian tengah, kulit, usus, peritoneum, mata dan paru. Pemberian nama diagnosa penyakit tergantung pada organ yang terinfeksi. Diantara organ – organ yang lain paru merupakan organ yang memiliki jumlah kasus tertinggi terinfeksi tuberculosis.18 2. Patogenesis Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1- 4 mikron dan tebal 0,3 – 0,6 mikron, terdiri dari asam lemak dan lipid. Mycobacterium tuberculosis bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol biasa disebut basil tahan asam (BTA) dan bersifat dorman dan aerob.4 Mycobacterium tuberculosis akan mati selama 5 – 10 menit pada pemanasan 100°C atau selama 30 menit pada pemanasan 60°C, dan dengan alkohol 70 – 95% selama 15 – 30 detik. Mycobacterium tuberculosis tahan selama 1 – 2 jam di udara bebas dan dapat bertahan berbulan – bulan ditempat yang lembab dan gelap. Namun mycobacterium tuberculosis sangat sensitif dengan sinar matahari atau cahaya ultraviolet dan aliran udara.3 3. Penularan TB paru ditularkan melalui udara utamanya pada udara tertutup. Sumber penularan adalah pasien TB paru dengan BTA positif, saat seorang pasien TB paru batuk, bersin atau berbicara dan percikan ludah yang mengandung mycobacterium tuberculosis terhirup orang lain saat bernafas dan terhisap ke dalam paru orang sehat dengan masa inkubasi 3 – 6 bulan.3 Daya penularan dari pasien TB paru ke orang lain dipengaruhi oleh lamanya dan jumlah paparan namun faktor utama terinfeksi TB paru adalah daya tahan tubuh seseorang.2 Cara
8
batuk dan menutup mulut dengan tissue saat batuk dapat mengurangi jumlah basil yang dikeluarkan oleh pasien TB paru.19 4. Gejala Klinik Gejala utama TB paru adalah batuk berdahak selama 2 – 3 minggu atau lebih, dengan gejala tambahan yaitu : dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.18 Gejala tersebut dapat dijumpai pada penyakit paru lainnya selain TB paru, maka perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.2 5. Diagnosa Secara teoritis diagnosis TB didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, tes tuberculin, foto rontgen paru, pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan serologik. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan
dan
menentukan
potensi
penularan.19
Untuk
mendiagnosis seseorang terinfeksi TB paru atau tidak adalah dengan dilakukankan pemeriksaan seperti yang telah disebutkan. Namun karena pemeriksaan TB paru cukup sulit, dan mahal biasaanya pemeriksaan dahak mikroskopis sebagai pemeriksaan utama dan pemeriksaan penunjang seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan sebagai gantinya.2 Metode yang sering dilakukan di unit pelayanan masyarakat adalah pemeriksaan dahak mikroskopis, biasanya pemeriksaan ini dilakukan 2 hari kunjungan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak berurutan yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS). a. S (sewaktu)
: Dahak dikumpulkan saat suspek kontak TB pertama kali berkunjung. Suspek kontak dibekali 2 pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi dan hari ke dua.
b. P (pagi)
: Dahak di kumpulkan pada hari kedua pada pagi hari, segera setelah bangun tidur sebelum makan maupun minum (untuk kontak yang susah mengelurkan dahak disarankan meminum air putih hangat).
c. S ( sewaktu)
: dahak dikumpulkan setelah makan pagi.2
9
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan akan timbul kemungkinan seperti : a. Klinis (anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) atau (-), b. Foto rontgen paru (+) atau (-) c. Sputum BTA (+) atau (-) Jika klinis saja yang (+) dapat dikatakan sebagai tersangka (suspect) TB. Sehingga tidak dibenarkan pemberian terapi spesifik. Namun jika klinis (+) dan foto (+), walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi selalu BTA (-), masih dibenarkan pemberian diagnosis TB dan melakukan pemberian terapis spesifik. Dalam kasus ini dianggap kasus yang belum menular. Apabila hanya foto saja yang (+) penderita yang bersangkutan sudah dianggap suspect TB, sehingga sputumnya harus diperiksa berulang kali hingga didapatkan hasil BTA (+), sehingga dapat segera diberikan pengobatan yang efektif. Namun jika sputum (+) tanpa memperhatikan keadaan klinis maupun foto paru penderita bersangkutan harus diobati secepatnya dan didiagnosa sebagai pasien TB paru.19 Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru Suspek TB paru Pemeriksaan dahak mikroskopis – sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
Hasil BTA +++ ++-
Hasil BTA ---
Hasil BTA +--
Antibiotik Non - OAT Tidak ada perbaikan
Ada perbaikan
Pemeriksaan dahak mikroskopis
Foto toraks & pertimbangan dokter
Hasil BTA +++ +++--
Hasil BTA ---
Foto toraks & pertimbangan dokter TB Bukan TB
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis2
10
Metode pemeriksaan dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan ± 5 mL dahak. Dengan metode Ziehl Neelsen (Zn) menggunakan pewarnaan panas atau dengan metode Kinyoun Gabbet menggunakan pewarnaan dingin, menurut Tan Thiam Hok jika dari dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif maka pasien tersebut dinyatakan positif TB paru.3 6. Klasifikasi Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB paru memerlukan definisi kasus, yaitu : a. Lokasi organ yang terserang 1) TB paru adalah tuberculosis yang menginfeksi jaringan paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus. 2) TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ lain selain paru.2 b. Hasil pemerikasaan dahak secara mikroskopis 1) BTA positif a) 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya negatif namun foto toraks dada menunjukkan tuberculosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan mycobacterium tuberculosis positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasil BTA negatif setelah pemberian antibiotik non obat anti tuberculosis (OAT). 2) BTA negatif a) Hasil 3 spesimen dahak SPS negatif. b) Foto toraks abnormal menunjukkan tuberculosis. c) Tidak ada perbaikkan setelah pemberian antibiotik non OAT. d) Ditentukkan oleh dokter untuk pemberian pengobatan.
11
c. Riwayat Pengobatan TB Sebelumnya 1) Kasus baru Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 4 minggu. Pemeriksaan BTA bias positif maupun negatif. 2) Kasus yang sebelumnya diobati a) Kasus kambuh (relaps) Pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan dinyatakan sembuh, namun didiagnosa kembali dengan BTA positif. b) Kasus setelah putus berobat (default) Pasien BTA postif yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih. c) Kasus setengah gagal (failure) Pasien yang hasil pemeriksaannya tetap positif atau kembali tetap positif selama pengobatan. 3) Kasus pindahan (transfer in) Pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan lain untuk melanjutkan pengobatannya. 4) Kasus lain Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, termasuk kasus kronis yaitu pasien dengan hasil BTA positif setelah dilakukan pengobatan ulang.2 B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi TB Paru Penularan TB paru pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya. Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi TB paru yaitu : 1. Kependudukan Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita TB kepada orang lain. Penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru :
12
a. Jenis Kelamin Hasil riset dasar tahun (RISKESDAS) 2013 mayoritas pasien yang didiagnosa TB paru adalah laki - laki, tapi juga tidak dimungkinkan perempuan terserang TB paru. Sehingga perlu dilakukan penelitian dan penyidikan lebih lanjut.10 Untuk sementara,diduga jenis kelamin laki - laki memiliki faktor risiko tertular lebih besar daripada jenis kelamin perempuan. Beberapa faktor yang mempengaruhi jenis kelamin laki – laki lebih rentan tertular TB paru disebabkan tingginya kebiasaan merokok tembakau dan minum alkohol yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.20 b. Umur Umur berperan dalam kejadian penyakit TB paru. hasil RISKESDAS 2013 kelompok umur yang rentan terserang TB paru dewasa dimulai dari kelompok umur 45 tahun – ≥ 75 tahun. Hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh manusia yang mengalami penguatan daya tahan tubuh setelah berumur 2 tahun dan terus mengalami peningkatan hingga dewasa, kemudian mengalami penurunan kembali menjelang tua.4 Namun tidak dimungkinkan usia produktif juga terserang TB paru dikarenakan transisi demografi.20 c. Status Gizi Status gizi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) < 17 atau > 23 memiliki risiko mengalami kejadian TB paru sebesar 99,92 %. Status gizi sangat berperan terhadap timbulnya penyakit TB paru, sebab salah satu cara untuk memperkuat daya tahan tubuh adalah status gizi yang baik.20 d. Kondisi Sosial Ekonomi Sebagian besar penderita TB paru adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki tingkat ekonomi rendah. Walaupun tidak berhubungan secara langsung, namun dapat menjadi penyebab tidak langsung seperti kondisi dan status gizi yang buruk, perumahan yang tidak sehat serta akses terhadap pelayanan kesehatan yang menurun kemampuannya. Perhitungan rata – rata penderita TB paru akan kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun sehingga secara total penghasilan pendapatan rumah tangga akan menurun.4
13
2. Faktor Lingkungan a. Kepadatan Penghuni Rumah Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian TB paru. Sebagai perbandingan jumlah kamar dengan penghuni dalam rumah adalah 1:2 dengan luas 5m2 per orang.22 Sehingga semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan.5 b. Lantai Rumah Lantai memiliki peran terhadap proses kejadian TB paru, terutama jenis lantai tanah. Melalui kelembapan dalam ruangan, lantai tanah cenderung menimbulkan kelembapan sehingga kemungkinan Mycobacterium Tuberkulosis untuk hidup dilingkungan juga sangat terpengaruh.5 c. Ventilasi udara Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Dengan demikian setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai dengan luas 15 % dari keseluruhan luas lantai.21 Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 15% memiliki risiko 99,92% mengalami kejadian TB paru, yang disebabkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mycobacterium tuberkulosis.20 Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
14
mengalir. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, sehingga kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.5 d. Pencahayaan Kualitas rumah yang sehat dipengaruhi oleh kualitas pencahayaan di dalam rumah khusunya cahaya matahari. Cahaya matahari minimal yang masuk ke dalam rumah 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan.4 hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tangerang rumah yang tidak dimasukin sinar matahari memiliki risiko 3,5 kali terjadinya penularan TB paru.23 Hal ini dapat terjadi dikarenakan
sinar
matahari
langsung
dapat
membunuh
mycobacterium
tuberculocis secara cepat.2 e. Kelembaban Rumah Kelembaban kamar < 70% atau > 70 % memiliki risiko 99,92 % kejadian TB paru.20 Kelembaban udara dalam rumah yang ideal adalah antara 40% – 50 % dan suhu ruangan yang ideal antara 20°C – 25°C. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara.5 C. Perilaku Kesehatan Perilaku adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri, baik yang diamati secara langsung maupun tidak langsung dan dipengaruhi oleh faktor keturunan maupun lingkungan.24 Skinner mengemukakan perilaku adalah hasil hubungan antara stimulus dan respon. Sedangkan perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan (mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan) dan peningkatan kesehatan (mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan).25 Berdasarkan teori S-O-R dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi:
15
1. Perilaku tertutup Respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus ini masih terbatas pada persepsi pengetahuan dan sikap yang terjadi dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.24 dalam perilaku ini pengetahuan dan sikap seseorang dapat diukur. misalnya seorang pasien TB paru tahu jika penyakitnya dapat disembuhkan (pengetahuan) kemudian pasien tersebut bersedia untuk melakukan pengobatan TB paru hingga sembuh (sikap).25 2. Perilaku terbuka Respon seseorang terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik dan dapat diamati oleh orang lain dari luar. Misalnya seorang pasien TB paru minum obat anti TB secara teratur, atau seorang pasien TB paru mengunakan masker dan tidak membuang dahak disembarang tempat.24 Meskipun perilaku dapat dibedakan antara perilaku terbuka dan perilaku tertutup namun perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang merupakan hasil antara faktor internal dan eksternal. Karena perilaku seseorang yang sangat kompleks dan bentangannya sangat luas maka Benyamin bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain, sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu : kognitif, afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi menjadi :25 a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.24 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal.26 Pengetahuan tentang kesehataan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara – cara memelihara kesehatan seperti : 1) Pengetahuan penyakit menular dan penyakit tidak menular 2) Pengetahuan tentang faktor yang terkait dan mempengaruhi kesehatan 3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan. Tingkat pengetahuan kesehatan dapat mempengaruhi seseorang dalam memeliharah kesehatannya dari penyakit.25 hal tersebut terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan di puskesmas bendosari menyatakan, ada hubungan yang sangat kuat antara pengetahuan dan pencegahan penularan TB paru.27
16
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.25 Pengetahuan tentang TB paru yang rendah berisiko 23,021 kali lebih besar mempengaruhi terjadinya TB paru dan kegagalan pengobatan TB paru.20 b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsir terlebih dahulu dari perilaku tertutup.25 Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan presdiposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.24 Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal – hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Pemegang peranan terbesar dalam penentuan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi. Pengetahuan akan membuat pasien TB paru untuk mencegah penularan dilingkungan keluarganya. Komponen emosi dan keyakinan ikut serta mempengaruhi pasien untuk memproteksi diri untuk mencegah penularan di keluarganya.25 c. Perilaku Dalam kamus besar bahasa Indonesia perilaku merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.26 Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus.25 Berkaitan dengan perilaku terpenting dalam penularan TB paru adalah perilaku isolasi dahak, isolasi dahak adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran kuman TB paru. Perilaku pencegahan penyebaran TB paru meliputi : 1) Membuang dahak tidak sembarangan 2) Menutup hidung dan mulut saat batuk dan bersin 3) Menjaga jarak dalam berbicara 4) Mengupayakan kondisi rumah tidak lembab dan gelap. Selain perilaku isolasi dahak tersebut, hal terpenting bagi pasien adalah kesembuhan pasien TB dengan teratur minum obat anti tuberkulosis.2
17
D. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dibuat kerangka teori sebagai berikut : Gambar 2.2 Teori faktor risiko kejadian TB paru2 Jumlah kuman TB paru BTA +.2 Faktor risiko lingkungan22 : • • • • •
Ventilasi Kepadatan hunian Lantai rumah Pencahayaan Kelembapan rumah
Faktor perilaku kesehatan24 • • •
Pengetahuan Sikap Perilaku (Tindakan atau praktik)
Terpajan2: − Konsentrasi kuman − Lama kontak Infeksi2: TB
− Malnutrisi − Penyakit DM − imminosupresan
Sembuh
Mati
Sumber : modifikasi skinner (1938)24 dan depkes 20112 Keterangan : tulisan yang bercetak tebal merupakan fokus penelitian. E. Kerangka Konsep Variabel bebas Pengetahuan pasien Pengetahuan kontak Sikap pasien
Variabel terikat Penularan TB paru dalam keluarga
Sikap kontak Perilaku (tindakan atau praktik) pasien Perilaku (tindakan atau praktik) kontak
18
F. Hipotesis Penelitian Rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Ada hubungan pengetahuan pasien tentang TB Paru dengan penularan TB paru dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo. 2. Ada hubungan pengetahuan kontak tentang tentang TB paru dengan penularan TB paru dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo. 3. Ada hubungan sikap pasien tentang TB Paru dengan penularan TB dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo. 4. Ada hubungan sikap kontak tentang TB paru dengan penularan TB dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo 5. Ada hubungan perilaku pasien tentang cara mencegah penularan TB paru dengan penularan TB dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo. 6. Ada hubungan perilaku kontak tentang cara mencegah tertular TB paru dengan penularan TB dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo.
19