BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penggunaan baja karbon rendah sangat banyak sekali ditemukan pada komponen mesin maupun komponen konstruksi. komponen mesin yang terbuat dari baja karbon rendah dapat berupa roda gigi dan poros dengan beban yang relatif kecil. Baja ini memiliki kekerasan rendah sehingga cepat aus dan umurnya relatif pendek apabila mendapat pembebanan berulang atau dinamik. Dengan memberi lapisan dengan pack carburizing, maka kekuatan fatik dan kekerasan akan mengalami kenaikan, sementara laju keausan akan mengalami penurunan. (Viktor. M, 2008). Penelitian dari (Sriyanto. N.B,
2007) telah melakukan penelitian tentang baja karbon
rendah dengan dasar baja paduan AISI 5130,dengan memanfaatkan kalsium karbonat dan arang batok kelapa sebagai unsur karbon, pengaruh pengerasan permukaan dilakukan dengan memanaskan kembali substrat pada suhu 850⁰C dan penahanan waktu proses 2, 3 dan 4 jam. dan diquenching pada media air suhu kamar. Hasil pengujiaan kekerasan menunjukkan bahwa dengan penambahan 10% CaCOз pada proses carburizing dengan waktu 4 jam, kekerasan permukaan dapat mencapai 44 VHN atau sekitar 6 kali kekerasan awalnya. Penelitian dari (Mujiyono, dkk, 2007) yang memanfaatkan arang pohon bakau untuk proses karburising padat pada baja karbon rendah menemukan bahwa batang pohon bakau bagian atas, tengah mapun bawah tidak berpengaruh terhadap hasil. Pada proses karburising 2 jam, arang pohon bakau meningkatkan kekerasan permukaan baja karbon rendah sebesar 160% yaitu dari mula-mula 152 VHN menjadi 389 VHN. Proses karburising 6 jam menghasilkan case depth 260 µm. Penelitian dari (Sugito. B, dkk, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sifat fisis dan mekanis sprocket AHM dan ASPIRA yang di carburizing. Langkahlangkah Penelitian dengan cara memasukkan spesimen dalam kotak yang diisi dengan bubukan arang tempurung kelapa, kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 900⁰C ditahan selama 1 jam dan didinginkan diudara bebas. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian kekerasan dan struktur mikro. Hasil yang didapatkan dari pengujian bahwa, uji komposisi kimia diketahui terdapat beda unsur yang tidak terlalu signifikan, namun memberikan perbedaan sifat fisis dan mekanis. Pada pengujian kekerasan pada sprocket AHM sebesar 950.8 HVN, pada sprocket ASPIRA sebesar 904.4 HVN dan 927.0 HVN untuk ASPIRA yang dicarburizing, dengan demikian terjadi penambahan unsure karbon sebesar 2.5 %. Sedangkan pada pengamatan struktur mikro untuk AHM dan ASPIRA baik yang dicarburizing maupun tidak terlihat fase martensit yang mendominasi. 1
Penelitian dari (Zainuri. A. dkk, 2007)
telah melakukan penelitian dengan serbuk
cangkang keong emas pada proses pack carburizing baja karbon rendah AISI 1018, setelah mengalami perlakuan panas 850 - 950⁰C. Dari penelitian ini nilai kekerasan tertinggi rata – rata pada penambahan 15% serbuk cangkang keong emas diperoleh sebesar 262,26kg/mm2 dan kekerasan material awal diperoleh 144,08 kg/mm2. Dari hasil pengamatan struktur mikro dan uji komposisi diketahui bahwa terjadi pengerasan permukaan karena difusi karbon kedalam baja karbon rendah. Penelitian dari (Iqbal. M, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasit temperatur terhadap perubahan sifat mekanis pada proses pengarbonan padat baja karbon rendah. Waktu tahan yang digunakan selama proses pengarbonan adalah 2 jam dengan variasi temperatur masing-masing 850⁰C, 900⁰C dan 950⁰C. Dalam proses pengarbonan, sumber karbon adalah serbuk arang tempurung kelapa dan dicampur dengan 25% Ba CO3 sebagai katalisnya. Pengerasan permukaan dilakukan dengan memanaskan kembali spesimen pada suhu 840⁰C selama 20 menit dan di quenching pada media air Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kekerasan dan pengamatann struktur mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperature 950⁰C memberikan kekerasan permukaan tertinggi (883 kg/). 2.
Jenis - Jenis Sproket Gear Penggunaan sproket bayak digunakan sebagai komponen mesin maupun komponen
konstruksi. Beberapa jenis sproket di antaranya adalah: sproket type A, sproket type B, sproket type C yang mana mempunyai kegunaan masing – masing, untuk penelitian kali ini saya mengambil spoket gear supra 125 sebagai bahan penelitian.(U.S. Tsubaki, Inc. 2003).
Gambar 2.1.Type Sproket (www.martin sprocket.com) 2.1. Aplikasi Sproket Keguanaan sproket yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, sproket type A,adalah sproket flat yang pemasangannnya tanpa poros, banyak digunakan pada kendaraanterutama sepeda motor. 2
Sproket type B adalah sproket penghobung tunggal denag poros, banyak digunakan untuk poros penggerak konveyor sproket ganda. Sproket type Cadalah sproket penghubung ganda dengan poros
banyak digunakan untuk tranfer konveyor dengan sproket tunggal (www.martin
sprocket.com) 2.2. Kerusakan Sproket Pengoperasian komponen sproket selalu bergesekan dengan rantai dari sepeda motor, gesekan dari kedua komponen tersebut mengakibatkan terjadinya getaran, dan tumbukan, yang terus menerus sehingga komponen sproket tersebut akan mengalami keausan, ditinjukkan Gambar 2.2. Dengan terjadinya keausan pada komponen sproket maka akan berpengaruh atau akan mengurangi umur pakai dari komponen sproket. Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa pentingnya sproket dalam sepeda motor maka dilakukan penelitian terhadap komponen sproket tersebut. (Abrianto,St.Mt 2007). Jenis – jenis kerusakan sproket yang sering dijumpai dilapangan :
Gambar 2.2. Gigi Sproket Mengalami Keausan (Abrianto,St.Mt 2007) 2.3.
Material Sproket Baja AISI 1008 merupakan salah satu jenis baja karbon rendah dengan unsur karbon
(0,10)% Ni, (0,068)% Cr, dan (0,095)% Baja AISI 1008, setara dengan baja JIS G3445 secara luas mudah tersedia sebagai Gear, billet bar, batang forging, lembaran, tabung, dan kawat las. Aplikasi yang umum dari baja ini adalah Besi plat Besi strip, Besi siku. Besi beton, dll. Baja AISI 1008 dengan kadar paduannya memungkinkan baja ini untuk dikeraskan dengan perlakuan panas. Salah satu perlakuan panas yang bisa digunakan pada baja ini yaitu proses hardening, dengan proses hardening baja AISI 1008 bisa mengalami perubahan sifat mekanik. Dengan variasi suhu austenisasi pada baja AISI 1008 yang di quenching dengan air garam (ASM handbook vol.1, 1993). Tabel 2.1 Beberapa Jenis Baja Karbon Berdasarkan Klasifikasi (AISI-SAE) Alloy AISISAE number
Chemical composittion (Wt)
1010
0,10C,0,40Mn
Condition
Hot-rollerd Cold-rolled
Tenslle strength (kal)
(Mpa)
Tield strength (ksl)
(Mpa)
Elonga ilon,%
Typical applications
0-60 42-58
76-414 290-400
6-45 2338
79-310 159-262
8-47 30-45
Sheet and strip for drawing: wire,rod, and nails and screws: concrete reinfarcement bar
3
1020
0,20C,0,45Mn
As rolled Annealed
65 57
448 393
48 43
331 297
36 36
Steel plate and struktural section ; shafts, gears
1040
0,40C,0,45Mn 0,60C,0,65Mn
1080
0,80C,0,80Mn
90 75 116 118 91 160 140 89 189
621 517 800 814 628 110 967 614 304
60 51 86 70 54 113 85 54 142
414 352 593 483 483 780 586 373 980
25 30 20 17 22 13 12 25 12
Shafts, studs, hightensitle lubing, gear
1060
As rolled Annealed Tempered As rolled Annealed Tempered As rolled Annealed Tempered
Spring wire, forging dies, rollood wheels Music wire, helical springs, cold chisels, forging die blocks
(ASM handbook vol.1:1993). Jenis material baja juga ditentukan oleh jumlah kandungan karbon yang terdapat didalamnya. Oleh sebab itu sebutan lainnya dikenal juga sebagai baja karbon. Klasifikasi untuk mengelompokan jenis baja menurut jumlah kandungan karbon dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Mengenai komposisi kimia baja karbon bisa dilihat pada Tabel 2.2.
Spesifikasi
penggolongan baja karbon berdasar pada sifat, kekuatan, kekerasan yang dimiliki tingkatan baja karbon serta memperhatikan komposisi kimia untuk kegunaan mekanik. Tabel 2.2 : Komposisi Kimia Baja Karbon (Ashby and jones, 1999) Metal
Typical composision (Wt %)
Typical user
Low – carbon (“Mild) stell
Fe: 0,04 – 0,3 C, 0,8 Mn
Low-
stell
user,
General
contruktionsl stell, suitable Medium – carbon stell
Fe: 0,3 – 0,7 C, 0,8 Mn
for welding Medium Strees
User,
machinery part,nut and bold, High carbon stell
Fe: 0,7 – 1,7 C, 0,8 Mn
shafts, gear High-stress
user:
springs,
Low – alloy stell
Fe: 0,2C, 0,8 Mn, 1Cr, 2Ni
cutting tool, dies High-stress user:
pressure
High –alloy (stain lest) stell
Fe: 0,1C, 0,5Mn, 18Cr, 8Ni
vissels, air craft part High- temperature or anti corrotion user chimical or steam plants
Baja AISI 1020 dengan kandungan karbon 0,20 % termasuk kedalam kelompok baja karbon rendah (Low-Carbon Steel). Kelompok baja ini masih mungkin untuk ditambah kandungan karbonnya, agar meningkat kemampuannya untuk bisa dikeraskan. Mengingat penggunaannya yang cukup luas untuk banyak komponen konstruksi mesin, termasuk kemungkinan sebagai material dasar komponen yang membutuhkan sifat keras dipermukaannya. 4
Pengukuran kekerasan permukaan baja pada umumnya menggunakan metode Brinell, Vickers dan Rockwell 3.
Struktur Mikro Baja Karbon Baja karbon rendah atau sangat rendah, banyak digunakan untuk proses pembentukan logam
lembaran, misalnya untuk badan dan rangka kendaraan serta komponen-komponen otomotif lainnya. Baja jenis ini dibuat dan diaplikasikan dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Ferrite adalah salah satu fasa penting di dalam baja yang bersifat lunak dan ulet. Baja karbon rendah umumnya memiliki kadar karbon di bawah komposisi eutectoid dan memiliki struktur mikro hampir seluruhnya ferrite. Pada lembaran baja kadar karbon sangat rendah atau ultra rendah, jumlah atom karbon-nya bahkan masih berada dalam batas kelarutannya pada larutan padat sehingga struktur mikronya adalah ferrite seluruhnya.(ASM handbook vol. 1).
Gambar 2.3 : Struktur Baja Zat Arang (a). ferrit 0,0% C, (b). ferrit + perlit 0,10%C , (c). ferrit + perlit 0,16%C, (d). ferrit + perlit 0,45%C, (e). ferrit + perlit 0,60%C, (f) perlit laminar 0,85%C, (g). perlit + sementit 1,1%C, (h). perlit + sementit 1,5%C (Schonmetz, 1985). Menurut ASM handbook vol. 1, (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Berikut merupakan klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya. 1.
Baja karbon Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang
efektif dan murah. Oleh karena itu, pada umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Perbedaan persentase kandungan karbon dalam campuran logam baja menjadi salah satu pengklasifikasian baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam yaitu : a.
Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3%. Baja
karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi diantara semua karbon, mudah dimachining dan dilas, serta keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen bodi mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar, dan lain- lain. 5
b.
Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) Baja karbon menengah adalah baja yang mengandung karbon 0,3% C-0,6%. Baja
karbon menengah memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan baja karbon rendah yaitu kekerasannya lebih tinggi daripada baja karbon rendah, kekuatan tarik dan batas regang yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin,lebih sulit dilakukan untuk pengelasan, dan dapat dikeraskan (diquenching)dengan baik. Baja karbon menengah banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi, dan lain- lain. c.
Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) Baja karbon tinggi adalah baja yang mengandung kandungan karbon 0,6% C- 1,7% C
dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung di dalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu, baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji, dan sebagainya.
4.
Diagram Fasa Fe-Fe3C Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami struktur mikro
dan sifat-sifat baja karbon, suatu jenis logam paduan besi (Fe) dan karbon (C) yang ditunjukan pada Gambar 2.4. Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound (Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase- fase penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-austenite. Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha- ferrite akan berubah menjadi gamma-austenite saat 6
dipanaskan melewati temperature 910oC. Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400oC gamma- austenite akan kembali berubah menjadi delta-ferrite (alpha dan delta). Ferrite dalam hal ini memiliki struktur kristal BCC sedangkan Austenite (Gamma) memiliki struktur kristal FCC.
Gambar 2.4 Diagram Kesetimbangan Fasa Fe-Fe3C (Callister, 2007)
Dalam Gambar 2.9 ditunjukkan struktur mikro campuran ferit – perlit, bainit kasar, bainit halus dan martensit sempurna.
7
Gambar 2.9. Struktur mikro dalam baja lunak (Wiryosumarto, 2008)
Menurut Kou (2003), struktur mikro dari sambungan las pada low carbon steel biasanya terbentuk dari beberapa struktur mikro. Gambar 2.10 menunjukkan bahwa dalam sambungan las terdapat grain boundary ferrite, polygonal ferrite, Widmanstatten ferrite, acicular ferrite, upper bainite, lower bainite.
8
Gambar 2.10.Struktur mikro sambungan las pada baja karbon rendah.( A, grain boundary ferrite; B, polygonal ferrite; C, Widmanstatten ferrite; D,acicular ferrite; E, upper bainite; F, lower bainite.) Ferrite batas butir terbentuk pertama kali pada transformasi austenite - ferrite dan biasanya terbentuk di sepanjang batas austenite pada suhu 1000 – 650 0C. Ferrite widmanstatten terbentuk pada suhu 750 – 650 0C di sepanjang batas butir austenite. Ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga akan memenuhi permukaan butirnya. Ferit widmanstatten mempunyai ukuran besar dengan orientasi arah yang hampir sama sehingga memudahkan terjadinya perambatan retak. Ferrite acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mempunyai orientasi arah yang acak, berbentuk bilah – bilah yang saling bersilangan. Jika terjadi retak hasil las dengan struktur mikro ferit acicular, maka retak tersebut tidak akan cepat merambat karena orientasi arahnya acak, maka struktur ini memiliki ketangguhan yang bagus. Biasanya ferrite acicular ini terbentuk sekitar suhu 650 0C. Bainite merupakan ferrite yang tumbuh dari batas butir austenite dan terbentuk pada suhu 400 -500 0C. Martensite terbentuk pada proses pendinginan yang sangat cepat, mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga kekuatan tarik dan ketangguhannya rendah. 2.4.1 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja Baja yang hanya mengandung unsur C tidak akan memiliki sifat seperti yang diinginkan, dengan penambahan unsur-unsur paduan seperti Si, Mn, Ni, Cr, V, W, dan lain sebagainya dapat menolong untuk mencapai sifat-sifat yang diinginkan (Amanto, 2003). Penambahan beberapa unsur paduan spesifikasi terhadap sifat baja antara lain (Amanto, 2003) : a. Unsur Silikon (Si) Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh kenaikan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis (laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100% martensite) b. Unsur Mangan (Mn)
9
Unsur Mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider (pengikat O2) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar Mn yang rendah dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis. c. Nikel (Ni) Nikel memberi pengaruh sama seperti Mn yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Ni membuat struktur butiran menjadi halus dan menambah keuletan. d. Unsur Krom (Cr) Unsur krom meningkatkan kekuatan tarik dan keplastisan, kekerasan, mungurangi korosif dan tahan suhu tinggi. e. Unsur Vanadium (V) dan Wolfram (W) Unsur Vanadium dan Wolfram membentuk karbida yang sangat keras dan meningkatkan keekrasan baja, kemampuan potong dan daya tahan panas, untuk pahat potong dengan kecepatan tinggil 5. Perlakuan Panas Perlakuan panas (heat treatment) didifinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja/logam atau paduan. Terjadinya perubahan sifat tersebut dikarenakan terjadi perubahan struktur mikro selama proses pemanasan dan pendinginan, di mana sifat baja/logam atau paduan sangat dipengaruhi oleh struktur mikronya. (Arifin, 2006). Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis (Suhardi, 2011) : 1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini diantaranya adalah untuk : melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machineability. 2. Non Equilirium (Tidak setimbang) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya : Hardening, Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening) 2.5.1 Near Equilibrium
10
Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium antara lain Process annealing Normalizing dan Homogenizing. a. Annealing : Baja dipanaskan sampai suhu austenit kemudian didinginkan dalam tungku sehingga temperaturnya turun. Annealing mempunyai sifat melunakkan, menghilangkan tegangan dalam dan membentuk butiran yang kasar dengan sifat lunak, Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid, 25 derajat hingga 50 derajat celcius diatas garis a3 sedang untuk baja hypereutectoid 25 derajat hingga 50 derajat celcius diatas garis A1. (ASM Vol 4, 1991). b. Normalising : Memanaskan baja sampai sedikit di atas suhu kritis kemudian setelah suhu merata didinginkan diudara. Normalising mempunyai tujuan menghaluskan struktur butir, menambah kekerasan dibandingkan annealing. (untuk baja hypoeutectoid , 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50 Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada udara) (ASM Vol 4, 1991) c. Homoginizing (Penyamarataan) adalah pelunakan yang dilakukan pada suhu tinggi (di atas Ac3 untuk baja hipotektoid) dengan selang waktu penahanan pada suhu tersebut yang cukup lama, kemudian diikuti oleh pendinginan yang sesuai untuk mendapatkan distribusi yang merata dari konstituen yang terlarut (BSN, 2005) 5.2.
Non Equilirium Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, adalah Hardening, Martempering,
Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening) a.
Hardening : Baja dipanaskan mencapai suhu tertentu antara 770oC – 830oC, kemudian di tahan pada suhu tersebut selama beberapa saat dan didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan ke dalam air, air garam, oli atau media pendingin lainnya. Hardening (berpendingin air garam) mempunyai fasa martensit dimana fasa ini mempunyai sifat keras dan getas juga rapuh. Hardening (berpendingin oli) mempunyai fasa martensit dan bainit dimana fasa ini mempunyai sifat yang kurang dari fasa martensit.
b.
Martempering : merupakan proses perlakuan panas dengan celup terputus yang diikuti denlgan proses agar terbentuk martensit temper. Dalam proses ini baja yang 11
telah diaustenisasi dicelup dengan cepat ke dalam lelehan garam atau minyak yang memiliki temperature sekitar 200 - 400 derajat celcius . Pendinginan cepat terjadi tanpa memotong hidung kurva transformasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya ferit dan sementit. Temperature ditahan sedikit di atas temperature Ms, temperature mulai terbentuknya fasa martensit untuk beberapa lama agar diperoleh distribusi temperature yang seragam pada seluruh bagian benda kerja. Kondisi ini memungkinkan transformasi berlangsung dengan serempak sehingga retak kerena celup cepat dapat dihindari. Selanjutnya pendinginan diteruskan dengan lebih lambat menggunakan udara dingin Samlpai temperature ruang untuk mencapai transformasi martensit. c.
Austempering adalah transformasi isotermal dari paduan besi pada suhu di bawah pembentukan perlit dan di atas bahwa pembentukan martensit (biasanya 790-915 ° C) (ASM Vol 4, 1991)
d.
Surface Hardening adalah sebuah metode yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus pada luar bagian tanpa mempengaruhi interior.
6.
Pack Carburizing Perlakuan panas kimiawi merupakan proses yang digunakan untuk memperoleh sifat yang
berbeda pada permukaan dan bagian tengah komponen (Rajan, dkk., 1997). Kondisi demikian kadang diperlukan pada komponen yang harus keras permukaannya dan tahan aus, tetapi bagian tengahnya lebih liat dan tangguh. Kombinasi sifat ini menjamin komponen memiliki ketahanan aus yang cukup untuk memberi umur pakai lebih lama di samping cukup tangguh terhadap kejutan. Metode pertama dikenal sebagai perlakuan termokimia karena komposisi kimia permukaan baja diubah dengan difusi karbon dan atau nitrogen (seperti karburising dan nitriding) dan terkadang dengan elemen lainnya. Metode kedua melibatkan transformasi fasa pemanasan dan pendinginan cepat permukaan luar. Gambar 2.5. Pemodelan terjadinya proses difusi: (a) Secara Interstisi, (b) Secara Substitusi (Budinski dan Budinski, 1999: 303). Pada suatu komponen mesin dari baja adakala nya diperlukan keras dan tahan aus pada permukaannya saja, sedangkan pada inti atau bagian dalam tetap dalam keadaan lunak dan ulet. Hal ini akan memberikan kombinasi yang serasi antara bagian luar atau permukaan benda kerja yang
12
keras dan tahan menerima beban, serta tahan aus dengan inti yang lunak dan ulet. Karburising adalah proses menambahkan karbon ke permukaan benda, dilakukan dengan memanaskan benda kerja dalam lingkungan yang banyak mengandung karbon aktif, sehingga karbonberdifusi masuk ke permukaan baja (Wahid Suherman, 1998: 147). Pada temperatur karburising, media karbon terurai menjadi CO yang selanjutnya terurai menjadi karbon aktif yang dapat berdifusi masuk ke dalam baja dan menaikkan kadar karbon pada permukaan baja. Pada proses perlakuan panas, termasuk karburising selalu mengacu pada diagram fase yang berdasarkan pada karbon dari baja. Baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon (Fe-C), besi dan karbon selain dapat membentuk larutan padat juga dapat membentuk senyawa karbid besi (sementit, Fe3C). Dalam diagram fase, baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu : a. baja eutectoid b. baja hypoeutectoid c. baja hypertectoid Berdasarkan bentuk fisik media karburisasi dikenal dengan tiga cara karburisasi yaitu: a.
Karburising Padat (Pack Carburizing)
Karburising padat adalah proses karburisasi pada permukaan benda kerja dengan menggunakan karbon yang didapat dari bubuk arang. Bahan karburisasi ini biasanya adalah arang tempurung kelapa, arang kokas, arang kayu, arang kulit atau arang tulang. Benda kerja yang akan dikarburising dimasukkan ke dalam kotak karburisasi yang sebelumnya sudah diisi media karburisasi. Selanjutnya benda kerja ditimbuni dengan bahan karburisasi dan benda kerja lain diletakkan diatasnya demikian selanjutnya (Wahid Suherman, 1998: 150). Kandungan karbon dari setiap jenis arang adalah berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan karbon dalam arang, maka penetrasi karbon ke permukaan baja akan semakin baik pula. Bahan karbonat ditambahkan pada arang untuk mempercepat proses karburisasi. Bahan tersebut adalah barium karbonat (BaCO3) dan soda abu (NaCO3) yang ditambahkan bersama-sama dalam 10 – 40 % dari berat arang (Y. Lakhtin, 1975: 255). Sebenarnya tanpa energiserpun dapat terjadi karburisasi, karena temperature yang tinggi ini mula-mula karbon teroksidir oleh oksigen dari udara yang terperangkap dalam kotak menjadi CO2 (Wahid Suherman, 1998: 149). Reaksi yang terjadi adalah CO2+ C (arang) -------------> 2CO 13
Dengan temperatur yang semakin tinggi kesetimbangan rekasi maikin cenderung ke kanan makin banyak CO. 2CO -------------> CO2+ C (larut ke dalam baja) Dimana C yang terbentuk ini merupakan atom karbon (carbon nascent) yang aktif berdifusi masuk ke dalam fase austenit dari baja ketika baja dipanaskan. Besarnya kadar karbon yang terlarut dalam baja pada saat baja dalam larutan pada gamma fase austenit selama karburisasi adalah maksimal 2 %. Kotak karburisasi yang dipanaskan harus dalam keadaan tertutup rapat, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi antara media karburisasi dengan udara luar. Cara yang biasanya ditempuh unutk menghindari hal tadi adalah dengan memberikan lapisan tanah liat (clay) antara tutup dengan kotak karburisasi. Menurut Wahid Suherman (1998: 150) bahwa “kotak karburisasi dipanaskan dalam dapur sampai temperatur 825 – 925 oC dengan segera permukaan benda kerja akan menyerap karbon sehingga dipermukaan akan terbentuk lapisan berkadar karbon tinggi sampai 1,2 %”. Dan menurut B.H Amstead (1979: 152) bahwa “proses karburisasi padat banyak diterapkan untuk memperoleh lapisan yang tebal antara 0,75 – 4 mm. b.
Karburising Cair (Liquid Carburizing)
Karburising proses cair adalah proses pengerasan baja dengan cara mencelupkan baja yang telah ditempatkan pada keranjang kawat ke dalam campuran garam cianida, kalsium cianida (KCN), atau natrium cianida (NaCN). Dengan pemanasan akan terjadi reaksi-reaksi: 2NaCN + O2 ------------->2 NaCNO 4NaCNO -------------> 2NaCN + Na2CO3+ CO + 2N 3Fe + 2CO -------------> Fe3C + CO2 Pada proses karburisasi ini selain terserapnya karbon, nitrogen juga ikut terserap. Bahwa karburisasi cair hamper sama dengan cyaniding, yang menyerap nitrogen dan karbon. Bedanya terletak pada tingkat perbandingan banyaknya karbon dan nitrogen yang terserap. Pada karburisasi cair penyerapan karbon lebih dominan. Banyaknya karbon dan nitrogen yang terserap ini tergantung pada kadar cianida dalam salt bath dan temperatur kerjanya. Salt bath untuk karburisasi cair biasanya mengandung 40 – 50 % garam cianida. Temperatur yang digunakan adalah 900° C selama 5 menit, kedalaman penetrasi karbon yang dicapai antara 0,1 – 0.25 mm dari permukaan baja. Kadar karbon yang dikarburisasi akan naik dengan semakin tingginya temperatur dan makin lamanya waktu karburisasi. Bila kadar karbon dipermukaan terlalu tinggi maka kekerasan tidak begitu tinggi, karena itu baja yang akan di quenching langsung setelah pemanasan untuk karburisasi 14
hendaknya dipakai temperatur yang tidak begitu tinggi. Selama pemakaian konsentrasi cianida dalam salt bath dapat berubah sehingga tentu saja sifat salt bath dapat berubah, karena itu kondisi salt bath harus secara rutin diperiksa. Apabila terdapat perubahan yang berarti, harus dilakukan penambahan garam baru unutk menjaga konsentrasi tetap sebagaimana semula. Semua cianida adalah senyawa yang sangat beracun, karena itu pemakaiannya harus sangat hati-hati. Demikian pula pada saat membuang sisa-sisa cairan yang akan terkena garam cianida tersebut harus benarbenar mengikuti petunjuk dari pihak berwenang. c. Karburising Media Gas (Gas Carburizing) Proses pengerasan ini dilakukan dengan cara memanaskan baja dalam dapur dengan atmosfer yang banyak mengandung gas CO dan gas hidro karbon yang mudah berdifusi pada temperatur karburisasi 900°– 950° C selama 3 jam. Gas-gas pada temperatur karburisasi itu akan bereaksi menghasilkan karbon aktif yang nantinya berdifusi ke dalam permukaan baja. Pada proses ini lapisan hypereutectoid yang menghalangi pemasukan karbon dapat dihilangkan dengan memberikan diffusion period, yaitu dengan menghentikan pengaliran gas tetapi tetap mempertahankan temperatur pemanasan. Dengan demikian karbon akan berdifusi lebih ke dalam dan kadar karbon pada permukaan akan semakin naik. Karburising dalam media gas lebih menguntungkan dibanding dengan karburising jenis lain karena permukaan benda kerja tetap bersih, hasil lebih banyak dan kandungan karbon pada lapisan permukaan dalam dikontrol lebih teliti. Menurut B.H Amstead (1979: 153) mengatakan bahwa “proses karburisasi media gas digunakan untuk memperoleh lapisan tipis antara 0,1 – 0,75 mm”. 2.7 Arang Mlanding Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda. Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Arang mlanding terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang mlanding berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. (Wikipedia, 2013). Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (berat jenis kepadatan) (500—600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini 15
jarang yang memiliki ukuran besar, batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang- cabang. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet. (Wikipedia, 2013). Kandungan karbon dari setiap jenis arang adalah berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan karbon dalam arang, maka penetrasi karbon ke permukaan baja akan semakin baik pula. Bahan karbonat ditambahkan pada arang untuk mempercepat proses karburisasi. Bahan tersebut adalah barium karbonat (BaCO3) dan soda abu (NaCO3) yang ditambahkan bersama-sama dalam 10 – 40 % dari berat arang (Y. Lakhtin, 1975: 255)
Quenching
8.
Proses pendinginan (quenching) dapat dilakukan dengan cara : Pendinginan langsung (Direct Quenching) adalah pendinginan secara langsung dari media karburasi. Sejumlah media digunakan dalam quenching untuk mendapatkan variasi pendinginan. Larutan soda akustik 5% memberikan pendinginan yang sangat dahsyat, air asin, kemudian air dingin. Air hangat, minyak mineral,
minyak
binatang,
dan
sayur-saturan
menberikan
pendingingan
yang
lambat,
(Mulyadi,2007). Pada pendinginan langsungdan cepat akan diperoleh permukaan benda kerja yang getas. Untuk proses quencing kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media Air, sehingga diharapkan pendingan dapat berlangsung dengan cepat. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin keras sifat logam itu. Karbon yang di hasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak dari pendinginan lambat, hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetagonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya meningkat. (www. Lubes Clinic.com, 2008). Untuk mendinginkan bahan dikenal berbagai macam bahan dimana untuk memperoleh pendinginan yang merata maka bahan pendinginan tersebut hampir semuanya disirkulasi, contohnya : 1.
Air 16
Air memberi pendingin yang sangat cepat. Untuk memperbesar daya pendinginan air, maka kedalam air tersebut dilarutkan garam dapur dari 5 – 10%. 2.
Minyak / oli
Minyak / oli pendingin yang cepat, oleh karena untuk keperluan minyak harus memenuhi berbagai macam persyaratan. 3.
Udara
Udara memberi pendingin yang perlahan – lahan. Udara tersebut ada yang disirkulasi dan ada pula yang tidak disirkulasi. 4.
Garam
Garam memberi pendinginan yang cepat dan merata. Garam tersebut terutama digunakan untuk proses Hardening.
9.
Holding Time Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses quenching dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan homogen. Pada proses pack carburizing holding time sangat diperlukan untuk menghasilkan kelarutan karbon pada sproket, semakin lama holding timenya maka akan semakin banyak karbon yang berdifusi dengan besi. Menurut Wahid Suherman (1998: 150) bahwa “kotak karburisasi dipanaskan dalam dapur sampai temperatur 825 – 925°C dengan segera permukaan benda kerja akan menyerap karbon sehingga dipermukaan akan terbentuk lapisan berkadar karbon tinggi sampai 1,2 %”. Dan menurut B.H Amstead (1979: 152) bahwa “proses karburisasi padat banyak diterapkan untuk memperoleh lapisan yang tebal antara 0,75 – 4 mm.Di mana kita melakukan pengujian dengan waktu selama 7 jam dengan temperatur
yang berbeda yaitu dengan temperatur 850, 900 dan 950⁰C.
17
2.10 Pengujian Kekerasan Kekerasan yaitu ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop a. Uji kekerasan Brinell Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standard secara industri, tetapi karena penekannya memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana penekanan bola baja ditunjukkan oleh Gambar 2.6 di halaman selanjutnya. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh Gambar 2.9 Sedangkan pengukuran nilai kekerasan suatu material hitung menggunakan rumus sebagai berikut: BHN = dimana
(2.1) P
: Beban (kg)
D : Diameter indentor (mm) d
: Diameter jejak (mm)
Gambar 2.6 Ilustrasi Indentasi Metode Brinell (Akhmad, 2009) Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm (Gambar 2.7 dibawah), beban 3000 kg selama waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan
18
Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.
Gambar 2.7 Hasil Indentasi Brinell Berupa Jejak Berbentuk Lingkaran Dengan Ukuran Diameter Dalam Skala Mm. (Akhmad, 2009) b. Metode Rockwell Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B dengan referensi ASTM E 18 memakai indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg dan Rockwell C memakai indentor intan dengan beban 150kg. Sedangkan untuk bahan lunak menggunakan penetrator yang digunakan adalah bola Baja (Ball) yang kemudian dikenal dengan skala B dan untuk bahan yang keras penetrator yang digunakan adalah kerucut intan (Cone) dengan sudut pncak 1200, yang bisa dilihat pada Gambar 2.8 di bawah, kemudian dikenal dengan skala C.
Gambar 2.8 Identer Kerucut Pada Ujung Diamon (ASM Vol.8, 2008)
19
Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B. Indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan Tabel 2.3 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell. Dalam pengujian kekerasan Rockwell perlu memperhatikan nilai minimum ketebalan material pengujian. nilai ketebalan minimum material pengujian mengikuti rasio 1:10 tetapi ini berdasarkan akumulasi data pengujian untuk berbagai macam ketebalan pada baja karbon rendah, tinggi dan baja temper. Tabel 2.3 Skala Pada Metode Uji Kekerasan Rockwell (ASM Vol.8, 1998) Skala A
Beban Mayor Tipe Indentor (Kg) 1/16” bola 60 kerucut
Tipe Material Uji intan
Sangat keras, tungsten, karbida
B
100
1/16” bola
C
150
Intan kerucut
D
100
1/8” bola
E
100
Intan Kerucut
F
60
1/16” bola
G
150
1/8” bola
H
60
1/8” bola
K
150
¼” bola
L
60
¼” bola
Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang, kuningan, perunggu Baja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil tempering Besi cor, paduan alumunium, magnesium yg dianealing Baja kawakan Kuningan yang dianealing dan tembaga Tembaga, berilium, fosfor, perunggu Pelat alumunium, timah Besi cor, paduan alumunium, timah Plastik, logam lunak
M
100
¼” bola
Plastik, logam lunak
R
60
¼” bola
Plastik, logam lunak
S
100
½” bola
Plastik, logam lunak
V
150
½” bola
Plastik, logam lunak
Pengujian kekerasan Rockwell memiliki tiga metode yang biasa digunakan yaitu: 1)
Metode dengan Kerucut (HRC) 20
Pada percobaan dengan metode ini menggunakan identer kerucut untuk penekanan ke material diperlihatkan pada Gambar 2.9dibawah, dengan besar nilai kekerasan HRC. Skala HRC memiliki nilai kekerasan 0 sampai 100.
Gambar 2.9. Ilustrasi Uji Kekerasan Rockwell (ASM Vol.8, 1998) Namun
pengujian
untuk
material
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan mesin khusus yang memiliki kapasitas beban 1-30 kg. Metode ini hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan yang homogen. Gambar 2.10 dibawah menunjukan bagan pengujian Rockwell Cone atau HRC:
Gambar 2.10. Bagan Pengujian HRC 2)
Metode dengan Peluru (HRB) Metode ini pada dasarnya sama dengan metode kerucut. Hanya saja metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru. Berikut ini adalah bagan pengujian Rockwell Ball atau HRB yang dilustrasikan pada Gambar 2.11 sebagai berikut.
21
Gambar 2.11. Bagan Pengujian HRB 3)
Metode Rockwell Superficial Perbedaannya dengan Rockwell biasa adalah dalam beban minor dan beban mayor. Pada Rockwell Superficial, beban minor adalah 3 kg, sedangkan beban mayor adalah 15, 30 dan 45 kg untuk mengetahui besarnya beban dan dan jenis identor bisa dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Skala Superficial Rockwell (ASM Vol.8, 1998).
Simbol
Identor
15 N 30 N 45 N 15 T 30 T 45 T 15 W 30 W 45 W
Diamond Diamond Diamond 1/16 in ball 1/16 1n ball 1/16 in ball 1/8 in ball 1/8 in ball 1/18 in ball
Besar (Kg) 15 30 45 15 30 45 15 30 45
beban
22
c. Metode Vickers Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan pada permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan kekerasan pada permukaan terkarburasi, daerah sambungan, daerah difusi dua material yang berbeda dan penentuan kekerasan pada part jam tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, mengunakan uji Vickers dan untuk prosedur pengujian menggunakan referensi ASTM E 384. Pada metode ini, digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.12. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Untuk menghitung nilai kekerasan suatu material menggunakan rumus sebagai berikut: VHN =
(2.2)
Dimana P = Besar beban (kg) d = Rata-rata diameter pijakan identer d1 dan d2 (mm)
Gambar 2.12 Indentasi Dengan Metode Vickers (Akhmad, 2009) 2.11 Pengujian Struktur Mikro Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, Gambar
23
2.13 di bawah ini adalah salah satu alat penguji struktur mikro. Adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah:
Gambar 2.13 Mikroskop Olympus BX 416 Langkah-langkah untuk melakukan pengamatan struktur mikro dapat memakai referensi ASTM E3 dari persiapan sempel dan prosedur pengujian mikroskop sebagai berikut : a. Cutting (Pemotongan)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, Sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis) yang mana ditunjukan pada gambar 2.19 dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan struktur mikro material yang mengalami kegagalan. Maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Symbol in diagram
Suggested designation 24
A B C D E F G H
Rolled Surface Direction of rolling Rolled edge Plannar edge Longitudinal section perpendicular to rolled surface Transverse section Radial longitudinal section Tangential longitudinal section
Gambar 2.14 Metode menentukan lokasi pemotongan untuk menentukan area yang dimikrografi (ASTM Handbook E18, 2002). Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining)yang bisa dilihat pada Tabel 2.5. Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda 2) Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan diamond saw.
Tabel 2.5. Macam-macam pisau pemotong material (ASTM Handbook E18, 2002)
25
Hardness HV Up to 300 Up to 400 Up to 400 Up to 500 Up to 600 Up to 700
Materials
abrasive
Bond
non-ferrous (Al, Cu) non-ferrous (Ti) soft ferrous Medium soft ferrous Medium hard ferrous hard ferrous
SiC SiC Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3
Up to 800
very hard ferrous
Al2O3
> 800
extremely hard CBN ferrous diamond more brittle ceramics diamond tougher ceramics R&R - resin and rubber M – Metal
P or R Hard P or R med hard P or R Hard P or R med hard P or R Medium P or med soft R&R P or Soft R&R P or R Hard P or R very hard M ext hard
P – phenolic R – rubber b.
Bond Hardness
Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk
ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran logam tipis, potongan yang tipis dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
1)
2) Sifat eksoterimis rendah 3) Viskositas rendah 4)
Penyusutan linier rendah
5)
Sifat adesif baik
6)
Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7)
Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
8)
Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang
akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya 26
dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (149oC) pada cetakan saat mounting. c.
Grinding (Pengamplasan) Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (2000 mesh) bisa dilihat pada tabel 2.6. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan.
Tabel 2.6. Ukuran grit amplas berdasarkan standart Eropa dan USA (ASTM Handbook E18, 2002). FEPA
ANSI/CAMI
Grit Number
Size (m)
Grit Number
P120 P150 P220 P240 P280 P320 P360 P400
125.0 100.0 68.0 58.5 52.2 46.2 40.5 35.0
120 180 220 …. 240 …. 280 320
Size (m) 116.0 78.0 66.0 …. 51.8 …. 42,3 34.3 27
P500 30.2 …. P600 25.8 360 P800 21.8 400 P1000 18.3 500 P1200 15.3 600 P1500 12.6 800 P2000 10.3 1000 P2500 8.4 1500 P4000 5.0 …. not found in the FEPA granding system ANSI - Amirican National Standart institute CAMI - Coated abrasives manucfacturers institute FEPA - european federation of abrasive producers
…. 27.3 22.1 18.2 14.5 11.5 9.5 8.0 ….
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Penggunaan air dan langkah-langkah pengamplasan bisa dilihat pada Tabel 2.7 untuk pengamplasan material lunak. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya. Tabel 2.7 Persiapan uji mikrografi material lunak dibawah 45 HRC (ASTM Handbook E18, 2002). Surface
Lubricant
Abrasive time type/size ANSI sec (FEPA) 120-320 (p120- 15400) grit 45 SiC/al2O3 6-15 µm 160diamond 300
force N Platen (lbf) RPM3
Rotat ion
2030(5-8)
200300
00O
2030(5-8)
100150
00O
compotibl e lubricant
3-6 µm diamond
120300
2030(5-8)
100150
00O
compotibl e lubricant
1 µm diamond
60120
1020(3-5)
100151
00O
planar grinding Water paper/stone free grinding heavy nylon clotch rought polishing low nap cloth final polishing med/high nap clotch
compotibl e lubricant
28
synthetic suede
Water
0.04 µm diamond 30colloidall silica 60 or 0.05 or 0.05 mm alumina
2030(5-8)
100152
Cont ra
d. Polishing (Pemolesan)
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :
1.
Pemolesan elektrolit kimia Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
2. Pemolesan kimia mekanis Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. 3. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher) Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu. e. Etching (Etsa)
29
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel, sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, struktur mikro baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. 1. Etsa kimia Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia, lihat tabel 2.16 dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. 2. Elektro etsa (Etsa Elektrolitik)
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.Tabel 2.8 di dawah ini menunjukkan jenis – jenis etsa kimia pada uji mikrografi.
Tabel 2.8 Jenis-jenis Etsa kimia pada uji mikrografi material (ASTM Handbook E18, 2002). 6H HCL plus 2 gl hexametylene tetamine 3 mL HCL 4 mL 2-Butyne-, 4 diol inhibitor 50 mL water 49 mL water 49 mL HCL 2 mL Rodine -50 Inhibitor 6 g sodium cyanide 5 g sodium sulphite 100 mL distiled water 10 g ammonium citrate 100 mL distiled water 70 mL orthophosphoric acid 32 g chromic acid
immerse specimentin solution for 1 to 15 min. good for steels.cleaning action can be enhanced by light brushing or by brief (5 s) periods in an ultrasonic cleaner use a fresh solution at room temperature. Use in an ultrasonic cleaner for about 30 s
wash speciment in alcohol for 2 min in ultrasonic cleaner before and after a 2 min ultrasonic cleaning period with the inhibeted acid bath electrolytic rust removal solution. Use under a hood with care. Use 100-mA/cm2 current density for up to 15 min
use solution heated to 30oC (86F)
recommended for removin oxides from aluminum alloy fracture ( some sources claim that only organic solvent shoild be used) 30
130 mL water 8 0z endox 214 powder 1000 mL cold water ( add small amount of photo-flo)
use electrolytically at 250-mA/cm2current density for 1 min with a Pt cathoda to remove oxidation products. Wash in ultrasonic cleaner with the solution for 1 min. repeat this cycle several times if necessary.use under a hood
f. Pengamatan Struktur Makro dan Mikro Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu : 1. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 100 kali 2. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali
Mode perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang. Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan SEM. Pada Gambar 2.15 menunjukan struktur mikro material sproket asli Supra 125.
Gambar 2.15 (Struktur mikro sproket supra 125) g. Metode perhitungan besar butir Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu : 1. Metode Perbandingan Foto struktur mikro bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan dengan grafik ASTM E11 dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan dengan rumus : N–2n-1
(2.6)
Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100X. Metode ini cocok untuk sampel dengan butir beraturan. 2. Metode intercept Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan. 3. Metode Planimetri 31
Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2. Perbesaran. Sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran.
32