BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iklan Sebagai Suatu Aktivitas Komunikasi Komunikasi sangat penting oleh manusia karena manusia merupakan makhluk sosial. Manusia yang saling membutuhkan manusia lainnya baik kelangsungan hidup maupun demi keturunan. Manusia ialah makhluk yang harus hidup bermasyarakat. Bermasyarakat yang berarti semakin banyak pula manusia yang dicakup, akan cenderung semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan
diantara
manusia
tersebut
dalam
pemikirannya,
perasaannya, kebutuhannya, keinginannya, sifatnya, tabiatnya, pandangan hidupnya, kepercayaannya, aspirasinya, dan lain sebagainya. 11 Oleh karna itu manusia berinteraksi dengan manusia lainnya memerlukan alat atau cara untuk saling bertukar pesan atau informasi yang dibutuhkan. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung, secara lisan maupun tak langsung melalui media. Dengan proses ini menunjukkan keinginan manusia untuk saling bertukar informasi guna mengubah sikap, pendapat dan perilaku manusia. Untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang diinginkannya (positif/negatif). 12 Harold D Lasswell (1948) telah mengemukakan lima segi yang merupakan bidang analisis komunikasi, yang kemudian terkenal dengan Formula Lasswell 11 12
Onong Unchjana Effendy. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Hal 27 Ibid. Onong Uchjana Effendy. Hal 12
8
9
yaitu (1) siapa, (2) berkata apa, (3) melalui saluran apa, (4) kepada siapa, dan (5) bagaimana efeknya. (Who says what in which channel to whom with what effect). Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor”13 (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui). Adapun maksud ‘dibayar’ pada definisi tersebut menunjukan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan yang melibatkan media massa (televisi, radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu saat bersamaan tetapi tidak mendapatkan umpan balik dari penerima pesan (kecuali dalam hal direct respone advertising). Karena itu sebelum
pesan
iklan
dikirimkan,
pemasangan
iklan
harus
betul-betul
mempertimbangkan bagaimana audien akan menginterpretasikan dan memberikan respon terhadap pesan iklan yang dimaksud. 14 2.1.1 Tujuan Periklanan Menurut Renald Kasali (1996: 51) umumnya mengandung misi komunikasi. periklanan adalah komunikasi massa dan harus dibayar untuk menarik
kesadaran,
menanam
informasi,
megembangkan
sikap
atau
mengharapkan adanya suatu tindakan yang menguntungkan bagi pengiklan.
13 14
Ralph S Alexander, ed. Marketing Definition. American Marketing Association. Chicago. 1965 Morissan. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Hal 14
10
Menurut Goldsmith & Lafferty (2002), iklan adalah untuk menciptakan pemahaman, keinginan, dan pemilihan produk atau jasa. Namun sikap yang terbentuk terhadap bantuan iklan dalam mempengaruhi sikap konsumen dan persepsi terhadap merek sampai niat pembelian mereka.15 Sementara tujuan periklanan menurut Jefkins (1996: 19) adalah mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap khalayak, dalam hal ini tentunya sikap-sikap konsumen. Manfaat iklan dijelaskan oleh Renald Kasali (1995: 11) adalah membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak ramai. Tujuan periklanan diperjelas oleh Dendi Sudiana, yakni memperkenalkan suatu produk atau membangkitkan kesadaran akan merek (brand awareness), citra merek (brand image), citra perusahaan (corporate image), membujuk khalayak untuk membeli produk yang ditawarkan dan memberikan informasi.16 Secara umum, perusahaan mengiklankan produknya dalam rangka: 1. Menciptakan kesadaran pada suatu merek dibenak konsumen (create awereness). Brand awereness yang tinggi merupakan kunci pembuka untuk tercapainya brand equity yang kuat. 2.
Mengkomunikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut dan manfaat suatu brand atau merek.
3. Mengembangkan atau mengubah citra atau personalitas sebuah merek. 4. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi. 5. Menciptakan norma-norma kelompok. 6. Mengendapkan perilaku. Perilaku konsumen dapat dibentuk oleh iklan.
15
Swati Bisht. “Impact Of TV Advertisement On Youth Purchase Decision.”Jurnal Of Research in Management & Technology, vol 2, March. 2013 16 Universitas Multimedia Nusantara. “Ultimart“ Jurnal Ilmu Seni & Desain, vol 3 no 1, Maret 2011
11
7. Mengarahkan konsumen untuk membeli produknya dan mempertahankan market power perusahaan. 8. Menarik calon konsumen menjadi ‘konsumen yang loyal’ dalam jangka waktu tertentu. 9. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang. (Durian; 1999: 13) 2.1.2 Iklan Televisi Televisi merupakan salah satu media yang paling efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat. Kelebihan televisi dibandingkan media yang lainnya adalah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia baik hiburan, informasi, maupun pendidikan dengan sangat memuaskan. Penonton televisi tidak perlu susah-susah pergi ke gedung bioskop atau gedung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan ke rumahnya.17 Menurut Effendi, televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” yang berarti penglihatan. Segi “jauh”nya diperoleh dari prinsip radio sedangkan “penglihatan”nya diperoleh melalui gambar. Karena itu televisi merupakan hasil dari perpaduan antara radio (broadcast) dan film (moving picture).18 Menurut Sumartono, secara kontekstual televisi memiliki tiga kekuatan, yaitu: 19
17
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi dan Praktek Cetakan Kesembilan Belas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003 hal 60 18 Ibid. Onong Uchjana Effendy. Hal 174 19 Sumartono. Terperangkap Dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. Bandung: Alfabeta. 2002 hal 6-7
12
1. Efisiensi Biaya. Banyak periklanan yang memandang televisi sebagai media
yang
paling
efektif
untuk
menyampaikan
pesan-pesan
komersialnnya. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi selain menjangkau khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak. Jangkauan ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kendala. 2. Dampak yang Kuat. Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada sekaligus dua indera yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja-pekerja yang kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, dan humor. 3. Pengaruh
yang
Kuat.
Televisi
mempunyai
kemampuan
untuk
mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat meluangkan waktunya di depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan, dan sarana pendidikan. Kebanyakan calon pembeli lebih “percaya” pada perusahaan yang mengiklankan produknya ditelevisi dari pada yang tidak sama sekali. Inilah cerminan bonafiditas pengiklanan. 2.1.3 Strategi Kreatif Iklan Televisi Untuk menyampaikan pesan iklan yang baik dan dapat diterima khalayak diperlukan sebuah strategi kreatif sehingga pesan tersebut dapat tereksekusi dengan baik. Pengertian kreatif menurut The Creative Education Foundation adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang (sekelompok orang) yang
13
memungkinkan mereka menemukan pendekatan-pendekatan atau terobosan baru dalam menghadapi situasi atau masalah tertentu yang biasanya tercermin dalam pemecahan masalah dengan cara yang baru atau unik dan lebih baik dari sebelumnya.20 2.1.4 Penyampaian Pesan Iklan Televisi Iklan-iklan yang muncul di televisi memiliki berbagai macam gaya yang khas dan memiliki keunikan tersendiri. Iklan yang tampil di televisi dapat dianalisa dan dibagi menjadi beberapa eksekunsi pesan yang dominan:21 1. Menjual Langsung (Straight Sell) Gaya menjual langsung tertuju langsung pada informasi produk atau jasa. 2. Potongan Kehidupan (Slice of Life) 3. Umumnya didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah sehari-hari, kemudian pengiklan menunjukkan bahwa produk yang diiklankan sebagai pemecah masalah. 4. Gaya Hidup (Life Style) Gaya ini menekankan bagaimana suatu produk sesuai dengan suatu gaya hidup. 5. Fantasi (Fantasy) Gaya ini menggunakan pendekatan dan menciptakan fantasi di sekitar produk atau cara penggunaannya, dimana produk menjadi bagian dari pusat situasi yang diciptakan oleh pengiklan.
20
Agus S Madjadikara. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004 hal 55 21 M. Suyanto. Strategi Perancangan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta: Andi. 2005 hal 70
14
6. Suasana atau Citra (Mood or Image) Gaya ini menggunakan pendekatan yang membangkitkan suasana atau citra di sekitar produk tersebut, seperti kecantikan, cinta, atau ketenangan. 7. Simbol Kepribadian (Personality Symbol) Gaya ini menggunakan pendekatan dengan menciptakan suatu karakter yang menjadi personifikasi produk yang diiklankan. Karakter tersebut dapat berupa orang, binatang, atau animasi. 8. Musik (Musical) Gaya ini menggunakan latar belakang music jingle, lagu terkenal, dan aransemen klasik, atau menunjukkan satu atau beberapa orang tokoh kartun yang menyanyikan satu lagu tentang produk tersebut. 9. Keahlian Teknis (Technical Expertise) Gaya ini menggunakan pendekatan dengan menunjukkan keahlian, pengalaman, dan kebanggaan perusahaan dalam membuat produk itu. 10. Bukti Ilmiah (Science Evidence) Gaya ini menggunakan pendekatan dengan menyajikan bukti survey atau bukti ilmiah atau laboratorium bahwa merek tersebut lebih disukai atau mengungguli merek lain. 11. Bukti Kesaksian (Testimonial Evidence) Bukti kesaksian harus berdasarkan penggunaan nyata suatu produk. 12. Demonstrasi (Demonstration) Gaya demontrasi dirancang untuk mengilustrasikan keunggulan kunci dari suatu produk.
15
13. Animasi (Animation) Gaya ini menggunakan ilustrasi bergerak atau tokoh animasi dan semacamnya untuk menyampaikan pesan produk. 14. Dramatisasi (Dramatization) Dramatisasi serupa dengan potongan kehidupan, tetapi menggunakan tekanan dan sesuatu yang luar biasa dalam membawakan cerita. 15. Problem Solution Teknik ini mengajurkan solusi dari masalah konsumen dengan produk terkait. 16. Humor Menampilkan adegan lucu untuk menarik perhatian khalayak. 2.1.5 Kekuatan Iklan Televisi Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam katagori above the line. Sesuai karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara, gambar dan gerak. Oleh karna itu, pesan yang disampaikan melalui media ini sangat menarik dari perhatian dan impresif.22 2.1.6 Kelemahan Iklan Televisi Menurut Petter Collet, orang-orang melakukan apa saja selama mereka menyaksikan televisi, seperti membaca buku, berbincang-bincang dan kadangkadang sambil menekan-nekan (remote control) tombol mencari program yang diinginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang yang hanya menyerap 10% dari keseluruhan iklan yang disiarkan dan hanya sebagian kecil
22
Rendra Widyatama. Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007 hal 9
16
yang menyerap 90% dari seluruh siaran komersial yang ditayangkan televisi. Hal ini menurut Collet karena: 1. Sifat iklan itu sendiri yang mencerminkan sifat produk yang diiklankan. 2. Sifat khalayak permirsa itu sendiri, sebagian dari khalayak kurang suka disuguhi iklan. 3. Posisioning iklan tersebut dalam keseluruhan program siaran televisi, saatsaat penyiaran dan acara yang disela. 4. Perhatian pemirsa sering kali sangat ditentukan oleh kehadiran orang lain diruang menonton, sehingga semakin banyak orang yang berada di situ, semakin kecil perhatian pemirsa terhadap iklan. 5. Jika iklan disela di antara adegan-adegan yang menarik dari suatu program yang banyak disukai orang, makin banyak waktu yang dihabiskan oleh pemirsa untuk melihat iklan tersebut.23 2.2 Tanda Dan Makna 2.2.1 Tanda Dalam komunikasi sehari hari manusia tidak bisa lepas dari gejala penandaan. Gudykunts dan Kim memberikan suatu asumsi bahwa manusia dalam kehidupan komunikasinya dalam budaya tertentu tidak bisa lepas dari simbol simbol atau tanda tanda.24 Menurutnya bahwa manusia pada dasarnya hidup dalam dunia tanda yang mempengaruhi cara-caranya bertindak dan berinteraksi. Little john mengatakan
23 24
Rosmawaty H P. Mengenal Ilmu Komunikasi. Jakarta: Widya Padjajaran. 2010 hal 128-131 Gudykunts and Kim, communicating with starngers,third edition,mcgrawhill,Boston,1997 hal 6
17
bahwa tanda adalah basis dari seluruh komunikasi25. Manusia dengan perantara tanda bisa melakukan komunikasi dengan sesamanya. Tanda adalah sesuatu yang berdiri atas sesuatu yang lain. Tanda mempunyai dua dimensi, Pertama, ekspresi ini merupakan bentuk fisik tanda atau tanda itu sendiri. Contohnya symbol, kata kata, rambu lalu lintas. Kedua, Isi dimensi. Ini merupakan dimensi isi yang berarti isi dari tanda atau yang ditandai oleh suatu tanda. Lebih jauh inilah yang merupakan makna dari tanda . Tanda adalah setiap “ kesan bunyi” yang berfungsi sebagai ‘signifikasi’ sesuai yang ‘berarti’- suatu objek atau konsep dalam dunia pengalaman yang ingin kita komunikasikan 26 . Jadi tanda merupakan suatu media untuk mengemas maksud atau pesan dalam setiap peristiwa komunikasi dimana manusia saling melempar tanda tanda tertentu dan dari tanda tanda itu terstrukturlah suatu makna makna tertentu yang berhubungan dengan eksistensi masing masing individu. Dari hubungan makna tanda yang tercipta antara komunikator dan komunikan tercapailah suatu bentuk konvensi, konvensi tentang tanda yang di mengerti bersama oleh peserta komunikasi ini disebut kode.27 2.2.2 Makna Makna Menurut Shimp adalah tanggapan internal yang dimiliki atau diacu seseorang terhadap rangsangan dari luar 28 . Makna hadir akibat adanya suatu rangsang dari luar diri manusia . Pesan dalam komunikasi merupakan suatu
25
Littlejohn, Stephen w. Theories of human communication, fifthedition, wadsworth. Newyork. 1996 hal: 64 26 Dennis Mcquail, Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta. 1987. Hal 181 27 Paul cobley dan Litza Jansz, Mengenal semiotika for beginners. Mizan. Bandung. 2002. Hal 12 28 Terence. A Shimp. Advertising, Promotion, and Supplemented aspect of IMC. Dreyden press. Orlando. 1997. Hal 108
18
rangsangan luar . pesan-pesan tersebut terdiri dari seperangkat tanda-tanda dan tanda-tanda ini kemudian ditanggapi di dalam diri manusia dan menghasilkan suatu pemaknaan. Menurut
Brown
makna
merupakan
kecendrungan
total
untuk
menggunakan atau berekasi terhadap suatu bentuk bahasa.29 Hampir sama dengan Shimp, brown menganggap makna sebagai suatu bentuk kecendrungan yang ada didalam diri manusia untuk menanggapi suatu rangsangan namun Brown mempersempitnya dengan memasukkan bahasa sebagai bentuk rangsangan . Wilbur Schramm berpendapat bahwa makna selalu bersifat individual, makna dibangun berdasarkan pengalaman pribadi, kombinasi tanggapan berbeda beda di antara dua individu. 30 Karena makna dari tanda berbeda beda pada setiap individu maka tanda dikatakan bersifat arbiter (mana suka)31. Yaitu setiap tanda memiliki makna yang berbeda di setiap bingkai pengalaman dan budaya seorang individu. 2.3 Periklanan Menurut Philip Kotler, Periklanan (advertising) adalah “Segala bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi mengenai gagasan, barang atau jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu”.32 Sedangkan menurut Kleppner, istilah periklanan merupakan terjemahan dari advertising, berasal dari bahasa latin advertere yang berarti mengalihkan
29
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Rosdakarya. Bandung. 2003 hal 256 Wilbur Scharmm. Mens, messages and media a look at human communication. Harper & Rows. Newyork. 1973 hal 64 31 Cobley dan Jansz.op.cit hal 13 32 Philip Kotler and Gary Armstrong. Principle of Marketing. Prentice Hall. 2004 30
19
pikiran. Klappner juga mendefinisikan periklanan “sebagai suatu metode penyampaian pesan dari suatu sponsor melalui sebuah medium yang impersonal. 33 2.3.1 Sejarah Periklanan Televisi Televisi sebagai salah satu bentuk media massa, saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia.
Banyak orang
yang
menghabiskan waktunya lebih lama di depan televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi dapat menjadi candu. Televisi memperlihatkan bagaimana kehidupan orang lain dan memberikan ide tentang bagaimana kita menjalani hidup ini. Ringkasnya televisi mampu memasuki relung-relung kehidupan kita lebih dari yang lain.34 Sejarah periklanan televisi dimulai pada tahun 1947 berupa iklan sponsorship. Adanya iklan televisi memperbaiki keterbatasan penyiaran radio dan kebekuan karakter iklan cetak. Selain itu, iklan televisi menjadikan jangkauan penyiaran lebih luas dan membuat karakter menjadi hidup. Stasiun televisi CBS mulai menayangkan iklan televisi pada bulan Juni 1948 berupa iklan sponsorship dari Lincoln-Mercury pada acara The Ed Sullivan Show, yang menjadi salah satu acara dengan jam tayang paling panjang dan serial yang paling sukses. The Ed Sullivan Show memacu kemajuan skor karier bisnis pertunjukkan. Pada tahun
33
J. Thomas Russel, W. Ronald Lane, and Karen Whitehill King. Kleppner’s Advertising Procedur, Sixteenth Edition. Parti 34 Morisan MA. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Penerbit Ramadina Prakarsa. 2005 hal 1
20
1971, ada 933 sponsor yang mensponsori acara televisi atau meningkat 515% dibandingkan tahun 1947.35 2.4 Iklan Sebagai Komunikasi Verbal dan Nonverbal Dalam iklan biasanya mengandung lambang verbal dan lambang visual yang keduanya saling mengisi. Pengalaman dunia nyata dapat dimanipulasi oleh pengiklan melalui pengasosiasian. Manipulasi ini dimungkinkan dengan menempatkan kata-kata yang disusun dengan cerdik dan penggunaan taktik citra dalam iklan. Pengiklan mengetahui benar bahwa unsur visual dapat mengisi kekurangan yang ada pada penggunaan unsur verbal dan unsur visual ini dapat digunakan dengan cerdik untuk membangkitkan kekuatan yang efektif dan mempengaruhi pembacanya. Dari elemen-elemen tersebut dapat di contohkan seperti perasaan berbeda ketika melihat sebuah lukisan yang sama, karena assosiasi kita berhubungan dengan bentuk, warna, dan penempatan bagian-bagian dari lukisan tersebut dengan dunia nyata diluar lukisan tadi.36 Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata maupun nonverbal tanpa kata-kata komunikasi yang pesannya dikemas secara verbal disebut komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang pesannya dikemas secara nonverbal disebut
komunikasi
nonverbal. Jadi, komunikasi verbal adalah penyampaian makna dengan menggunakan kata-kata . Sedangkan komunikasi nonverbal tidak menggunakan
35
M Suyanto. Strategi Perancangan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta: Andi. 2005 hal 1-3 36 Messaris Paul. Visual Persuasion: The Role of Images in Advertising. London: Sage Publications. 1997 hal 58
21
kata-kata. Dalam komunikasi sehari-hari 35% berupa komunikasi verbal dan 65% berupa komunikasi nonverbal. 37 Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antarmanusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting.38 Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal, dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Tamu di rumah kita, meski lapar dapat berbasa-basi menolak pada waktu kita tawari makan siang. Tetapi adik kecil yang masih bayi, pada waktu lapar langsung menangis dan minta ASI.39 Meskipun lebih umum, terus-menerus dipakai dan lebih jujur, namun komunikasi nonverbal lebih sulit ditafsir karena kabur. Misalnya jika ada orang tersenyum kepada kita, maka kita dapat dengan cepat menangkap apa artinya:
37
Agus M Hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisus. 2003 hal 22 38 Ibid. Agus M Hardjana. Hal 22 39 Ibid. Agus M Hardjana. Hal 26
22
senang, kaget, bingung, atau bertanya-tanya. Kekaburan tidak jelas. Susunan sesuatu komunikasi nonverbal, misalnya berjabat tangan, mungkin masih mudah dimengerti. Tetapi jika jabat tangan itu disambung dengan raut wajah seperti cemberut, gerak mata seperti terkejut, gerak anggota tubuh seperti tangan yang kaku dan seluruh tubuh yang tegang, kita sulit mengartikannya. Karena itu, mempelajari komunikasi nonverbal lebih sulit daripada mempelajari komunikasi verbal. Sebab perbedaan kata, tata kalimat, dan tata bahasanya sulit ditunjuk.40 Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal: 1. Ekspresi Wajah Eksipresi wajah mengomunikasikan macam-macam emosi serta kualitas atau dimensi emosi. Wallace V. Friensen dan Phoebe Ellsworth menyatakan bahwa pesan wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya enam “kelompok emosi” berikut: kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan/penghinaan. Dale Leathers mengemukakan bahwa gerakan wajah mungkin juga mengkomunikasikan kebingungan dan ketetapan hati (Rakhmat, 2000) 1. Gerakan Mata Menurut observasi puitik Ben Jonson’s dan observasi ilmiah para periset kontemporer, mata merupakan sistem pesan nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi bergantung pada durasi, arah, dan kualitas dari perilaku mata.
40
Ibid. Agus M Hardjana. Hal 26-27
23
Ahli sosiologi, Erving Goffman sebagaimana dikutip Devito (1997: 193), mengatakan bahwa mata adalah “penggangu yang hebat”. Bila kita menghindari kontak mata atau mengalihkan pandangan kita, kita membantu orang lain menjaga privaci mereka. Kita sering melakukan hal ini bila ada pasangan yang bertengkar di depan umum. Kita mengalihkan pandangan dari mereka seakan-akan mengatakan, “kami tidak ingin mencampuri: kami menghomati hak anda”. Goffman menamai perilaku ini sebagai inatensi masyarakat (civil innatention). Penghindaran kontak mata dapat mengisyaratkan ketiadaan minat terhadap seseorang, pembicaraan atau rangsangan visual tertentu.41 Selain terhardap gerakan mata, banyak pula riset yang telah dilakukan menyangkut pembesaran pupil mata. Salah satunya dilakukan oleh ahli psikologi Ekhard Hess. Pupil mata juga menunjukkan minat dan tingkat kebangkitan emosi kita. Pupil mata kita membesar bila kita tertarik pada sesuatu atau bila secara emosial kita terangsang. Berikut ini adalah gerakan wajah atau mata dengan masing-masing maknanya menurut Mulyana (2001): Tabel 2.1 Makna gerakan wajah dan mata Gerakan wajah/mata Menatap
tajam
dan
Makna sesekali Inggris: memberikan apresiasi
mengedipkan mata Tidak
memandang
mata
berbicara dengan orang lain
41
ketika Amerika-Batak:
tidak
jujur,
mencurigakan, merasa bersalah
Yayu Sriwartini, Dwi Kartikawati. Komunikasi Antar Pribadi Sebuah Pemahaman. Mitra Sejati. 2009 hal 44
24
Jepang-Sunda-Jawa: sopan (mereka biasanya
memandang
leher
atau
hidung) Mulut ternganga dan alis naik
Amerika: terkejut (sementara orang Eskimo, Brazil akan menepuk pinggul bila mereka terkejut)
Senyum atau tertawa
Jepang:
media
menyembunyikan
kesedihan
2. Postur Tubuh dan Posisi Kaki Postur tubuh juga sering bersifat simbolik dan mempengaruhi citra diri. Beberapa peneltian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon menunjukkan tubuh yang gemuk (endomorph) dengan sifat malas dan tenang, tubuh yang atletik (mesomorph) bersifat asertif dan percaya diri, tubuh kurus (ectomorph) bersifat introvert dan tidak menyukai aktivitas fisik. Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap Negara. Berikut pemaknaan cara duduk dan berdiri di beberapa Negara:
25
Tabel 2.2 Makna postur tubuh dan posisi kaki Posisi
Makna
Santai dengan jongkok
Beberapa
Negara
barat:
primitive,
kekanak-
kanakan Duduk di kursi dengan Asia, Afrika, Timteng: hal biasa melipat satu atau dua kaki Negara Barat: tidak sopan mengunci Inggris-Amsel: hal biasa
Berajalan
kedua tangan di belakang Amerika: congkak punggung Wanita
yang
duduk Beberapa Negara: wanita tuna susila
merenggangkan kaki Sumber: Deddy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya 3. Isyarat Tangan Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Dalam menelpon misalnya, meski lawan bicara tidak terlihat kita suka menggerak-gerakkan tangan. “Berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem yang memiliki makna berlainan dalam budaya berbeda. Untuk memperteguh pesan verbal, orangorang Prancis, Italia, Spanyol, Meksiko dan Arab termasuk orang-orang yang sangat aktif menggunakan tangan mereka, dibandingkan Amerika dan Inggris. Bangsa yang menggunakan tangan dengan hemat ketika berbicara adalah beberapa suku Indian di Bolivia. Karena iklim yang sejuk, mereka lebih senang meletakkan tangan dibawah syal, dan mengandalkan ekspresi wajah dan mata.
26
Tabel berikut menyajikan beberapa contoh gerakan tangan dan artinya yang ditunjukkan oleh bangsa atau suku yang berbeda.42
Tabel 2.3 Makna isyarat tangan di beberapa Negara/suku bangsa Makna Isyarat Tangan
Negara/suku bangsa
Menunjuk diri sendiri
Indonesia: menunjuk dada Jepang: menunjuk hidung dengan
telunjuk
atau dengan telunjuknya
telapak tangannya Menggerakkan telunjuk
Amerika: memanggil
dianggap
Ethiopia: menghina
Menggerakkan
satu
jari Amerika: jika ditunjukkan Ethiopia:
dari sisi ke sisi di bibir
tanda
jangan
bagi orang dewasa, tidak rebut sopan
Menempelkan
telunjuk Indonesia: sinting
miring pada kening Acung jempol ke samping
Negara
lain:
sedang
berpikir Amerika: ikut numpang Italia: isyarat cabul kendaraan
Sunda: menunjuk arah
Sumber: Deddy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya. 4. Gerakan Kepala Tabel 2.4 berikut ini menunjukkan beberapa maksud dari gerakan kepala yang ditunjukkan oleh bangsa atau suku yang berbeda:
42
Ibid. Yayu Sriwartini, Dwi Kartikawati. Hal 46
27
Tabel 2.4 Makna gerakan kepala Maksud
Negara/suku bangsa
Mengatakan
Bulgaria:
Yunani:
Arab-Italia:
“tidak”
menganggukan
menyentakkan
mengangkat dagu
kepala
kepala ke belakang dan menengadah kan wajah
Mengatakan “Ya”
Bulgaria:
Beberapa
menggeleng
Ceylon:
kepala
kepala ke belakang dan
India- Maori:
mengangkat
melempar dagu
memutarkan
leher sedikit. India: geleng kepala Menunduk
dan Jepang:
memejamkan mata
menyimak
Australia: kecapekan
Sumber: Deddy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya. 2.5 Pemaknaan Visual dan Tipografi Dalam Sebuah Iklan 2.5.1 Visual Iklan biasanya mengandung lambang-lambang yang berkaitan erat dengan visual. Visual tersebut merupakan sebuah rangkaan penyampaian media dalam berkomunikasi mengenai pengungkapan ide dan penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat. Desain Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda
28
(signs), gambar (drawing), lambang dan simbol, ilmu dalam penulisan huruf (tipografi), ilustrasi dan warna yang kesemuannya berkaitan dengan indera penglihatan. 43 1. Ilustrasi Ilustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat, cepat, serta tegas, dan merupakan terjemahan dari sebuah judul. Ilustrasi tersebut diharapkan bisa membentuk suatu suasana penuh emosi, dan menjadikan gagasan seakan-akan nyata. Ilustrasi sebagai gambaran pesan yaitu bentuk grafis informasi yang memikat. Dengan ilustrasi maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih mudah mengingat gambar daripada kata-kata.44 Dalam periklanan, khususnya iklan cetak ilustrasi memegang peran yang cukup signifikan, selain berfungsi sebagai daya tarik pandang dan media penggambaran ide dari teks iklan, ilustrasi juga dapat membantu khalayak dalam mengimajinasikan isi pesan atau membangkitkan kesan tertentu terhadap produk misalnya keistimewaan atau keunikkan produk, juga sebagai media yang dapat meyakinkan khalayak sasaran produk tersebut. Tujuan penggunaan ilustrasi antara lain: 45 a. Menangkap perhatian pembaca b. Memperkenalkan subjek iklan c. Menimbulkan minat untuk membaca copy iklan d. Memperjelas pernyataan-penyataan dalam copy iklan 43
http://sikoru.wordpress.com/design/visual-communication/ Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014 44 Artini Kusmiati R, Sri Pudjiastuti, Pamudji Suptandar. Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Jakarta: Djambatan. 1999 hal 44 45 Dedi Sudiana. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remaja Karya. 1986 hal 27
29
e. Menekankan ciri-ciri dan keunikan produk f. Melengkapi kelanjutan dan kampanye iklan melalui penggunaan teknik ilustrasi yang sama. Beberapa elemen ilustrasi dalam iklan: 1. Show the Product Menampilkan produk yang diiklankan, banyak ditampilkan dalam ukuran besar sehingga mempermudah brand atau produk dikenal 2. Single Out Part Of The Product That Nedds Emphesis Menampilkan bagian-bagian produk yang perlu penekanan khusus 3. Show The Product Ready for Use Menampilkan produk yang siap digunakan 4. Show How This Product Differs From It’s Competition Memperlihatkan bagian produk tersebut berbeda dengan pesaingnya 5. Show The Product Being Tasted Menampilkan produk yang sedang diuji coba 6. Show The Product In Use Menampilkan produk yang sedang digunakan atau sedang dipakai 7. Show The Happy Result of Using The Product Memperlihatkan kegembiraan dari hasil pemakaian 8. Show What Can Happen When You Don’t Use The Product Memperlihatkan apa yang bisa terjadi jika tidak memakai produk tersebut
30
2. Warna Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan pelukisnya dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa haru, sedih, gembira, mood atau semangat, dan lain-lain. 46 Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respons secara psikologis. Menurut Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna dalam tulisannya
“Creative Color
Scheme”
membuat
daftar
mengenai
kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respons secara psikologis kepada pemirsanya sebagai berikut: 47 Tabel 2.5 Warna Memberikan Respon Psikologis Warna
Respons Psikologi
Merah
Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas, bahaya, kekayaan, gairah, gembira, ambisi, maskulin, cepat, sosialisme, sombong, perayaan.
Biru
Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, perintah, kesatuan, harmoni, damai, tenang, sejuk, kolot, setia, es, bersih, depresi, idealism, bijaksana, keajaan, bangsawan.
Hijau
Alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan, pembaruan, kecerasan tinggi, kesuburan, masa muda, murah hati, dingin, kreatif,
46 47
Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. 2007 hal 46 Ibid. Adi Kusrianto. Hal 47
31
tenang. Kuning
Optimis,
gembira,
cerdas,
harapan,
filosofi,
ketidak
jujuran/kecurangan, pengecut, pengkhianatan, cerdas, liberalism, takut, bahaya, serakah, lemah, feminine, persahabatan. Ungu
Spiritual, misteri, keagungan, kehangatan, perubahan bentuk, galak, arogan, iri, sensual, kreativitas, kaya, bangsawan, pencerahan, flamboyan, sombong, perkabungan, berlebihan, tidak senonoh, harga diri, kehalusan.
Orange
Energi,
keseimbangan,
kehangatan,
kebahagiaan,
panas,
api,
antusiasme, kesenangan, agresi, emosi berlebihan, peringatan. Coklat
Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan, bersahabat, rendah hati, tenang, berani, kedalaman, alam, makhluk hidup, kesuburan, stabil, tradisi, ketidaktepatan, tidak sopan, kasar, bosan, berat, tabah.
Abu-abu
Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak, tenang, dapat diandalkan, keamanan, elegan, rendah hati, rasa hormat, stabil, kehalusan, masa lalu, bijaksana.
Putih
Kemurnian/suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril, senang, netral, rendah hati, masa muda, penghormatan, kebenaran, damai, simpel, aman, harapan.
Hitam
Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan, keagungan, kecerdasan, pemberontakan, misteri, ketiadaan, modern, kekuatan, formal, elegan, kaya, gaya, kejahatan, serius, professional, anarki, kesatuan.
32
2.5.2 Tipografi Iklan merupakan media untuk menyampaikan pesan. Pesan tersebut dikemas dengan teks dan visual. Dalam teks tersebut kata-kata dirangkai untuk menarik minat konsumen agar produk tersebut dapat dikonsumsi sesuai kebutuhannya. Tampilan teks juga mempengaruhi minat baca dari konsumen agar bisa menarik perhatian. Tipografi dalam hal ini adalah seni memilih dan menata huruf untuk berbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk pesan sosial maupun komersil. Dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan bentuk huruf, besar huruf dan cara teknik penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial dan komersial) yang ingin disampaikan. Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna menyampaikan pesan verbal dan visual kepada seseorang, sekumpulan orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran.48 Namun dari sekian banyak jenis, dapat kita bagi menjadi 5 kelompok jenis huruf, yang masing-masing memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda. Sifat dan kegunaannya pun akan berbeda pula.49 1. Huruf Tak Berkait (Sans Serif) a. Tidak memiliki kait (hook) hanya batang dan tangkainya saja. b. Ujungnya bisa tajam atau tumpul. c. Sifatnya kurang formal, sederhana, akrab. 48
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual Metode Analisis Tanda dan Makna pada Karya Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. 2008 49 Jonathan Sarwono. Metode Untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. 2007 hal 89
33
d. Sangat mudah dibaca. e. Cocok untuk huruf desain di layar computer, e-book, CD Profile. Contohnya: Arial, Avant Garde, Swiss, VAG Rounded, Helvetica 2. Huruf Berkait (Serif) a. Memiliki kait (hook) pada ujungnya. b. Sifatnya formal, elegant, mewah, anggun, intelektual. c. Kurang mudah dibaca. d. Cocok untuk bodyteks di koran dan majalah. Contohnya: Times, Tiffany, Bookman 3. Huruf Tulis (Script) a. Setiap hurufnya saling berkait seperti tulisan tangan. b. Sifatnya anggun, tradisional, pribadi, informal. c. Kurang mudah dibaca, sehingga jarang dipakai terlalu banyak dan kecil. d. Cocok untuk desain di undangan pernikahan, ulang tahun. Contohnya: Brush Script, Commercial Script, Vivaldi 4. Huruf Dekoratif a. Setiap huruf dibuat secara detail, kompleks dan rumit. b. Sifatnya mewah, bebas, anggun. c. Sangat sulit dibaca, hanya baik tampil 1 huruf saja. d. Cocok untuk aksen, hiasan pada awal alinea, logo pernikahan, logo perusahaan. Contoh: Aughsburger Initial, English, Cantebury
34
5. Huruf Monospase a. Bentuknya sama seperti sanserif dan serif, hanya jarak dan ruang setiap hurufnya sama. b. Sifatnya formal, sederhana, futuristic, kaku. c. Mudah dibaca, namun terlihat kurang rapid dan tidak efisien, karena memakan banyak ruang. d. Cocok untuk tampilan pengetikkan kode/bahasa program, logo. Contoh: Courier50 2.6 Komunikasi Massa Dalam jurnal yang ditulis oleh Eka Puspita Sari dalam jurnal Peran Media Massa dan Fungsinya Sebagai Agen Sosialisasi Gender. Light, Keller, dan Calhoun (1989) dalam Sunarto (2004 : 26) mengemukakan bahwa media massa, yang terdiri atas media cetak (koran, majalah) mapun elektronik (radio, televisi, film, internet), merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diidentifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya. Media massa pun sering digunakan untuk mengukur, membentuk, ataupun mempengaruhi pendapat umum. 51 Komunikasi massa adalah proses di mana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyalurkan pesan-pesan ke publik dan proses yang luas di mana pesan dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh khalayak. Hal penting bagi studi komunikasi massa adalah media. Media massa merupakan organisasiorganisasi yang menyalurkan produk-produk atau pesan-pesan budaya yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya masyarakatnya. Media memberikan
50
Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset. 2007 hal 276 Eka Puspita Sari. “Peran Media Massa dan Fungsinya Sebagai Agen Sosialisasi Gender.” Jurnal Ilmu Berbagi, vol 2014 no.3 Seri Ilmu Sosial Pendidikan. Januari. 2015
51
35
informasi secara terus-menerus kepada khalayak luas yang heterogen. (BallRockeach dan Cantor (eds.), 1986:10-11).52 Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitter (Rakhmat, 2003: 188) yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang teramasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi. Keduanya dikenal sebagai media elektronik.53 Definisi komunikasi massa yang lebih terperinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Garbner. Menurut Garbner (1967), komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontiyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industry. Dari definisi Garbner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk
berupa
pesan-pesan
komunikasi.
Produk
tersebuh
disebarkan,
didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jangka waktu yang tepat, misalnya harian, mingguan, dwi mingguan, atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan melainkan harus oleh 52
Heru Puji Winarso. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2005 hal 54
53
Ibid. Morissan. Hal 3
36
lembaga dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri menunjukkan bahwa komunikan sebagai pihak penerima pesan tidak berada di satu tempat, tetapi tersebar di berbagai tempat. 54 Adapun karakteristik komunikasi massa : Pertama, berlangsung satu arah, dimana komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak yang jadi sasarannya. Kedua, komunikator pada komunikasi massa berlembaga dimana komunikatornya merupakan suatu lembaga atau institusi atau organisasi. Ketiga, pesan yang disampaikan bersifat umum, karena ditunjukkan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Media massa tidak menyiarkan pesan yang tidak menyangkut masyarakat umum. Keempat, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Media massa mampu menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Kelima, komunikan komunikasi massa bersifat anonym dan heterogen. Dalam keberadaannya, komunikan dipastikan tidak bertatap muka, karena menggunakan media atau sarana sehingga tidak diketahui nama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan tidak diketahui sifat, watak ataupun perilaku dari khalayaknya. Disebut heterogen karena komunikannya berpencar-pencar, tidak dalam satu daerah yang sama, dimana satu yang lainnya tidak saling mengenal, terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dan tidak memiliki kontak pribadi. 54
Elviaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2004 hal 3
37
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena komunikasinya menggunakan komunikasi massa heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.
2.7 Budaya Kebudayaan: cultuur (bahasa Belanda): culture (bahasa Inggris) berasal dari pemaknaan
Latin
“Colore”
yang
berarti
mengolah,
mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitet manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Dilihat dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah", yaitu bentuk jamak dari budi atau akal.55 Pendapat lain mengatakan bahwa “budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan ras, dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut. Adapun ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E. B. Taylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang ada
55
Djoko Widagdho. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 1988 hal 18
38
di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. R. Linton dalam buku “The cultural background of personality”, menyatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. C. Klukhohn dan W. H. Kelly mencoba merumuskan definisi tentang kebudayaan sebagai hasil Tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hokum, psychologi yang implisit, explisit, rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia. Melville. J. Herskovits, seorang ahli antropologi Amerika mendefinisikan kebudayaan adalah “Man made part of the environment” (bagian dari lingkungan buatan manusia). Dawson dalam buku “Age of the Gods”, mengatakan “culture is common way of life” (kebudayaan adalah cara hidup bersama). J. P. H. Dryvendak mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu. Ralph Linton (1893-1953) seorang antropolog Amerika memberikan definisi kebudayaan adalah “Man’s social here dity” (sifat sosial manusia yang temurun). Di samping definisi-definisi diatas, masih ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh pakar Indonesia seperti:
39
Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan bermasyarakat. Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir. Dr. Moh. Hatta. Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. Mangunsarkoro, kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Drs. Sidi Gazalba, kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang dan suatu waktu. Definisi-definisi di atas kelihatannya berbeda-beda namun semuanya berperinsip sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tatakelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik seni pahat, seni rupa, pengetahuan filsafat atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia. Akhirnya kesimpulan yang didapat bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang kongkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan. 56
56
Ibid. DjokoWidagdho. Hal 19-20
40
Dua kekayaan manusia yang paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim disebut pikiran dan perasaan. Di satu sisi akal dan budi atau pikiran dan perasaan tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan
hidup
manusia yang lebih daripada tuntutan hidup manusia lain. Dari sifat tuntutan itu ada yang berupa tuntutan jasmani dan ada pula tuntutan rohani. Bila diteliti jenis maupun ragam-nya sangat banyak, namun yang pasti semua itu hanya untuk mencapai kebahagiaan. 57 Kebahagiaan memang hak semua orang, untuk memperolehnya setiap orang dapat menggunakan cara, gaya, akal dan melalu berbagai upaya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya. Namun satu hal yang harus diingat, apa pun cara dan jalan mana yang ditempuh harus tidak boleh merusak atau melanggar kemanusiaan manusia pada umumnya serta melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Tuhan. Bukan hanya dalam memperoleh kebahagiaan, manusia yang mengaku dirinya sebagai makhluk berbudaya dalam “menikmati kebahagiaan yang telah dimiliki harus memenuhi ketentuan-ketentuan di atas. Jelasnya untuk mendapatkan maupun dalam menikmati kebahagiaan, manusia yang ingin disebut berbudaya, selalu berusaha tidak mengurangi, apalagi meniadakan sama sekali kebahagiaan pihak lain. Bahkan pihak lain kalau mungkin dapat ikut serta merasakan kebahagiaan itu.58
57 58
Ibid. Djoko Widagho. Hal 24 Ibid. Djoko Widagdho. Hal 24-25
41
2.7.1 Unsur-Unsur Kebudayaan Menurut Koentjarningrat, unsur-unsur kebudayaan adalah: 1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari, misalnya pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata dan sebagainya. 2. Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, msalnya pertanian, perternakan dan sistem produksinya. 3. Sistem kemasyarakatannya, misalnya kekerabatan, sistem perkawinan dan sistem warisan. 4. Bahasa sebagai media komunikasi, bahasa lisan dan tulisan. 5. Ilmu pengetahuan. 6. Kesenian misalnya seni suara, seni rupa, seni gerak dan sistem religi. 59 2.8 Budaya Populer Budaya populer (dikenal juga sebagai budaya pop) adalah totalitas ide, perspektif, perilaku dan fenomena lainnya yang dipilih oleh konsensus informal di dalam arus utama sebuah budaya, khususnya oleh budaya Barat di awal hingga pertengahan abad ke-20 dan arus utama global yang muncul pada akhir abad ke20 dan awal abad ke-21. Dengan pengaruh besar dari media massa, kumpulan ide ini menembus kehidupan sehari-hari masyarakat. 60 Kalangan remaja atau anak baru gede (ABG), boleh di kata merupakan generasi yang paling cepat menyerap dan menerapkan segala jenis produk perubahan karena mereka adalah kelompok lapisan masyarakat yang paling terpengaruh langsung oleh budaya populer.61
59
Beni Ahmad Saebeni. Pengantar Antropologi. Bandung: Pustaka Setia. 2012 hal 163 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_populer Diakses pada tanggal 8 Januari 2015 61 http://alkitab.sabda.org/resource.php?res=jpz&topic=699 Diakses pada tanggal 8 Januari 2015 60
42
Kebudayaan popular adalah keseluruhan ide, perspektif, perilaku, gaya, gambaran, dan fenomena-fenomena lain yang menjadi preferensi sebagai hasil dari consensus informal. Budaya ini cenderung bersifat mudah, umum, dan sangat dipengaruhi oleh media demi mendapat penerimaan dari masyarakat, sehingga dapat menembus hingga bagian-bagian kecil dari kehidupan.62 Item dari budaya popular biasanya menarik untuk sebagian besar masyarakat, sehingga dalam waktu singkat juga dapat menarik institusi-institusi yang ada (Storey, 2007)63
2.9 Pornografi dan Pornoaksi Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ungkapan pelacuran”. Tujuan pornografi adalah merangsang hasrat seksual atau membangkitkan nafsu birahi. Biasanya pornografi memperlihatkan orang yang sedang melakukan sanggama atau bersiap-siap ingin bersanggama dengan pasangannya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa pornografi juga mencakup gambar perempuan (atau laki-laki) tanpa busana yang tidak melakukan apa-apa selain memamerkan keindahan tubuhnya di depan kamera.64 Para ahli etika kesulitan mendefinisikan istilah pornografi secara tepat. Istilah tersebut merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu porneia (cabul) dan grapho yang berarti “aku menulis”. Dalam Cencorship the Art karangan Richard Griffits (1976). Definisi istilah pornografi adalah: “Pornografi merupakan suatu seni yang bersifat emosional yang dimaksudkan untuk dapat 62
Vidyarini dalam (http://puslit.petra.ac.id/) Eko A meinarno, Bambang Widianto, Rizka Halida. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat Pandangan Antropologi dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika. 2011 hal 102 64 Sri Esti Wuryani Djiwandono. Pendidikan Seks Untuk Keluarga. Jakarta: PT Indeeks. 2008 hal 257 63
43
merangsang perasaan erotis seseorang sehingga mengakibatkan aktivitas seksual.”65 Pengertian pornografi tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual yang (dapat, penulis) membangkitkan nafsu birahi semata. Tetapi, pengertian pornografi dan pornoaksi juga perbuatan erotis dan sensual yang menjijikkan, memuakkan dan memalukan (bagi, penulis) orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau menyentuhnya. Hal itu disebabkan oleh bangkitnya birahi seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain. Apabila ukuran perbuatan erotis adalah gerak tubuh, tulisan, karya seni berupa patung, alat ganti kelamin, suara dalam nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor dan lain-lain yang terdapat dalam media komunikasi , baik cetak maupun elektronik. Hanya diukur dengan perbuatan yang membangkitkan birahi seksual semata, maka sulit untuk memberikan batasan pornografi dan pornoaksi. Karena itu jenis pelanggaran kesusilaan pornografi dan pornoaksi seharusnya tidak hanya diukur oleh bangkitnya seseorang, tetapi juga harus diukur dengan pornografi dan pornoaksi yang menimbulkan rasa yang memuakkan, menjijikkan, dan atau memalukan bagi orang yang melihatnya dan atau menyentuhnya.66 Tayangan yang berkonotasi porno atau porno aksi (gerak) di televisi tidak bisa hanya dibatasi oleh gerakan tubuh seseorang, terutama kaum perempuan (artis). Sebenarnya, gerakan tubuh berkonotasi porno juga bisa dilakukan oleh laki-laki (aktor). Selain itu persoalan porno dalam tayangan acara televisi bukan
65
Ibid. Sri Esti Wuryani Djiwandon. Hal 258 Neng Djubaedah. Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam. Bogor: Kencana. 2003 hal 129-130
66
44
hanya porno aksi. Masih ada bentuk-bentuk lain dalam tayangan acara televisi yang juga dapat dikatagorikan sebagai tindakan atau perilaku porno. Televisi sebagai media pandang dan media dengar, jelas memiliki dimensi sangat luas menyangkut tayangan yang berkonotasi porno secara garis besar tayangan berkonotasi porno di televisi dapat dikatagorikan dalam enam bagian, yaitu: 1. Porno Aksi (Gerak) 2. Porno Kata 3. Porno Bahasa 4. Porno Suara 5. Porno Visual Statis 6. Porno Busana 1. Porno Aksi (Gerak) Porno aksi (gerak) dapat didefinisikan sebagai sebuah gerakan atau acting baik disengaja maupun tidak yang dilakukan para artis atau aktor dalam tayangan acara televisi. Contoh kasus porno aksi ini ialah para artis atau aktor yang melakukan aktivitasnya (acting atau bergaya sungguhan) memperagakan gerakan tubuh seperti goyang pinggul atau dada, memainkan lidah, mengedipkan mata serta bagian tubuh lainnya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
45
2. Porno kata Porno Kata dapat didefinisikan sebagai ungkapan satu atau dua kata yang saling berhubungan yang dilakukan oleh para artis maupun aktor dalam berbagai tayangan acara televisi, baik disengaja maupun tidak. Contoh kasus dalam porno kata adalah artis atau actor dalam film, sinetron maupun acara musik yang mengeluarkan kata-kata yang berkonotasi seks. Seperti tubuhmu seksi, pinggulmu besar, susumu montok, dan lain-lain. 3. Porno Kalimat Porno kalimat dapat didefinisikan sebagai sebuah rangkaian kalimat yang diucapkan oleh para artis maupun aktor dalam berbagai program acara televisi baik disengaja maupun tidak. Contoh kasus porno bahasa biasanya terjadi dalam film maupun sinetron televisi. Seperti artis atau actor mengungkapkan kata “Aku nafsu melihat bokongmu” “Aku memimpikan bercumbu denganmu”. “Aku tidak bisa tidur bila tidak membelai tubuhmu”. Aku bergairah setiap melihat lenggak lenggok pinggulmu” dan masih banyak kalimat lainnya. 4. Porno Suara Porno suara dapat didefinisikan sebagai alunan atau nada suara tanpa kata dari para aktis atau aktor dalam program acara televisi, baik disengaja maupun tidak. Contoh kasus untuk porno suara seperti “ah…ah…ah” “ouw…ouw…ouw…” “oh…oh…oh” “uh…uh…uh”.
46
5. Porno Visual Statis Porno visual statis dapat didefinisikan sebagai bentuk gambar tidak bisa bergerak (statis) yang memunculkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti bibir, buah dada, paha, atau lekuk tubuh lainnya dalam pakaian minim, transparan atau setengah bugil (aktris dan aktor) dalam bentuk patung, kartun, poster, foto atau slide, dan lain sebagainya, baik disengaja maupun tidak. 6. Porno Busana Porno busana dapat didefinisikan sebagai bentuk pakaian minim atau terbatas yang menutup tubuh artis atau actor dalam tayangan acara televisi baik disengaja ataupun tidak. Contoh untuk kasus ini biasanya terjadi pada busana artis atau actor bahkan penyanyi dalam tayangan televisi. Misalnya rok yang pendek, baju yang ketat atau transparan. Dari keenam kategori porno di atas, hamper semuanya bisa masuk dalam tayangan acara televisi. Namun, apakah enam kategori porno itu dapat mempengaruhi penonton, baik secara langsung atau tidak? Bisa ya, bisa juga tidak. Bagi sebagian kalangan pemirsa televisi yang status sosial ekonomi dan pendidikannya menengah ke atas mungkin keenam katagori porno itu sangat sedikit pengaruhnya. Karena mereka sudah mampu memilih dan memilih acara televisi yang selektif sesuai dengan kemampuannya. Bagi mereka media televisi hanya sebagai alat hiburan belaka. Sedangkan untuk khalangan yang berstatus sosial ekonomi dan pendidikan rendah atau miskin, keenam katagori porno tayangan acara televisi itu bisa
47
berpengaruh besar terhadap sikap dan prilaku mereka sehari-hari. Tayangan acara televisi bagi mereka bukan hanya sebagai alat hiburan saja, tetapi juga sebagai ajaran atau contoh yang perlu ditiru. Mereka berfantasi dan melakukan bentuk “pelarian diri” dari realitas yang mereka alami. 67 Atas dasar apakah kita menolak pornografi yang membahayakan kesejahteraan masyarakat? Bagaimana cara menanggulanginya? Terlebih dahulu kita harus melihat beberapa fakta yang penting: 68 1. Pornografi paling merajalela di kalangan remaja dan kaum muda. Dengan sendirinya kita harus ikut bertanggung jawab atas perkembangan mental generasi muda yang akan menjadi calon-calon pemimpin kita di kemudian hari. Kelemahan di bidang moral adalah fakta utama yang membahayakan di bidang moral adalah fakta utama yang membahayakan kemajuan masyarakat. 2. Jika pornografi menyatakan cici-ciri moral yang rusak atau merusak moral praremaja, maka tindakan preventif harus segera diambil. Tetapi, dengan kriteria apakah artikel atau lukisan dan sebagainya dapat dinilai sebagai sesuatu yang merusak moral? 3. Pornografi bertalian erat dengan estetika, yaitu kemampuan manusia untuk menikmati keindahan seni dan alam.
67
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa Analisis Interaktif Budaya Massa. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008 hal 30-32 68 Sri Esti Wuryani Djiwandono. Pendidikan Seks Untuk Keluarga. Jakarta: PT Indeeks. 2008 hal 258
48
2.9.1 Pengertian UU Penyiaran dan RUU Pornoaksi Kaum Wanita Keberadaan Kaum wanita
disinggung secara eksplisit dalam Bab V
tentang Pedoman Perilaku Penyiaran pasal Pasal 50 tentang adegan telanjang dan Pasal 44 ayat 3 yang menyatakan lembaga penyiaran program/adegan/lirik yang dapat dipandang merendahkan perempuan menjadi sekadar obyek seks. Sementara itu pasal 44 ayat 4 menyatakan lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan remaja sebagai obyek seks termasuk didalamnya adalah adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual. Ketentuan lain menyinggung tentang Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Bab IV tentang kesopanan, kepantasan dan kesusilaan khususnya pasal 32 salah satunya menyatakan program yang mengandung adegan vulgar hanya dapat disiarkan pada jam tayang di mana anak-anak pada umumnya diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan. Dalam rancangan undang-undang (RUU) tahun 2005 terhadap RUU Pornografi dan Pornoaksi logika yang menganggap nilai-nilai yang melekat pada laki-laki lebih baik daripada perempuan. Logika itu terdapat pada ayat Menimbang yang menggunakan kata-kata: “diperlukan adanya sikap, akhlak mulia, keperibadian luhur, pornografi dan pornoaksi yang mengancam kelestarian
49
tatanan kehidupan masyarakat. Dan lagi, seksualitas dan tubuh perempuan dikotomikan sebagai kotor (perempuan) dan suci (Tuhan).69 2.9.2 Pandangan Feminisme Seiring dengan pergerakannya untuk memperjuangkan emansipasi wanita, dan menghapuskan gender, feminisme bisa dikatakan sebagai sebuah ideologi yang berusaha melakukan pembongkaran sistem patriarki, mencari akar atau penyebab ketertindasan perempuan serta mencari pembebasannya. Dengan kata lain feminisme adalah teori untuk pembebasan wanita. Seperti yang pernyataan berikut ini : Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman, berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis cultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculinefeminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (shelden, 1986), jadi tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.70
69
Francisia SSE Seda. Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: PT Kompas Media. 2009 hal 113-114 70 https://relasigenderblog.wordpress.com/2014/11/29/teori-teori-feminisme// Diakses pada tanggal 8 Januari 2015
50
Feminisme memiliki beberapa aliran, antara lain: 71 1. Feminisme Liberal Aliran Feminisme Liberal ini melihat bahwa ketertindasan yang di alami perempuan karena kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka baik secara
individu
maupun
kelompok.
Hal
ini
berakibat
pada
ketidakmampuan kaum perempuan untuk “bersaing” dengan laki-laki. Asumsi dasar mereka adalah bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan berakar pada rasionalitas. Oleh karenanya, dasar perjuangan mereka adalah menuntut kesempatan dan hak yang sama bagi setiap individu termasuk perempuan, karena perempuan adalah makhluk yang juga rasional. 2. Feminisme Radikal Feminisme Radikal yang beranggapan bahwa ketertindasan perempuan adalah akibat dominasi laki-laki dianggap sebagai dasar penindasan. Dalam
menjelaskan
penyebab
penindasan
perempuan,
mereka
menggunakan pendekatan a-historis dimana patriarki merupakan penyebab universal dan mendahului segala bentuk penindasan. Unsur pokok patriarki untuk menghilangkan control perempuan terhadap tubuh dan kehidupan mereka sendiri. 3. Feminisme Marxis Feminisme Marxis yang berpandangan bahwa penindasan perempuan terjadi karena eksploitasi kelas dalam “relasi produksi”. Isi perempuan 71
Jane C Ollenburger dan Helen A moore. Sosiologi Wanita, terj. Budi Sucahyono dan Yana Sumaryana. Jakarta: Rineka Cipta. 1996 hal 20-30
51
selalu diletakkan sebagai kritik terhadap kapitalisme, penindasan perempuan misalnya akan sangat menguntungkan laki-laki karena meraka bisa bekerja lebih produktif. Dengan ini, feminism marxis beranggapan bahwa penyebab penindasan perempuan bersifat struktural, maka memutuskan hubungan dengan sistem kapitalisme adalah solusi untuk menghilangkan penindasan tersebut. Berangkat dari pertimbangan ini, mereka
menawarkan
bahwa
urusan
rumah
tangga
mensti
di
transformasikan menjadi industri sosial. 4. Feminisme Sosialis Feminisme Sosialis yang mencoba menggabungkan pandangan feminism Marxis, Feminisme Radikal dan pemikiran psikoanalisis. Bagi mereka, anggapan bahwa meningkatkan partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi, sebagaimana dikatakan feminism Marxis adalah tidak selalu tepat. Bagi mereka, ideologi patriarki adalah terpisah dan berbeda dari model produksi ekonomi. Tidak jarang, keterlibatan perempuan ini justru menjerumuskan mereka menjadi budak. Namun demikian, yang terjadi adalah keterjalinan antara patriarki dan kapitalisme. Kapitalisme menjamin kekuatan dengan patriarki untuk mendominasi buruh perempuan dan seksualitas melalui penguatan dan pengembanggan ideologi yang merasionalkan
penindasan
perempuan.
Oleh
karena
itu
mereka
beranggapan bahwa kritik terhadap kapitalisme mesti disertai dengan kritik terhadap dominasi atas perempuan. 72
72
Ibid. Jane C Ollenburger dan Helen A moore. Hal 20-30
52
Ciri-ciri Feminisme : 1.
Lebih menomorsatukan hak kaum lelaki daripada hak kaum perempuan.
2.
Hak kaum perempuan sering ditindas.
3.
Kaum perempuan tidak bisa bebas mengeluarkan pendapatnya.
4.
Kaum lelaki lebih sering berkuasa.
5.
Kaum perempuan menerima ketidakadilan tentang adanya masalah gender.
6.
Kaum perempuan berjuang untuk memperoleh kebebasan sosial dalam aspek
kehidupan. Negara yang Menggunakan Feminisme : 1.
Amerika Serikat
2.
Eropa (Inggris, Belanda)
3.
Afrika (Mesir)
4.
Indonesia
Efek Negatif dan Positif Feminisme : Positif : 1.
Mengangkat derajat wanita.
2.
Membuat perempuan lebih mandiri dalam menjalani kehidupan.
3.
Perempuan bisa lebih bebas mengekspresikan dirinya.
4.
Perempuan menjadi lebih kreatif.
Negatif : 1.
Perempuan menerima diskriminasi sosial dalam lingkungan dan tempat
kerja. 2.
Menghambat perempuan untuk bersosialisasi atau bermasyarakat.
53
3. Perempuan jarang mendapatkan kesempatan seperti yang sering didapat oleh kaum lelaki. 73 2.9.3 Pandangan Islam Pesan-pesan iklan TV sedemikian halus, sehingga para pemirsa wanita sendiri tidak menyadari bahwa mereka digiring ke dalam suatu ideologi tertentu, yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai agama mereka tentang identitas dan peran mereka. Islam mengajarkan, sebagaimana tertuang dalam banyak ayat Qur’an (misalnya, Al Araaf: 26, Al Hujuraat: 13) dan banyak hadist Nabi, bahwa wanita adalah makhluk Allah yang berkualitasnya seperti juga pria, bukan terletak pada fisiknya ataupun kemampuannya untuk memuaskan pria, melainkan pada ketakwaannya. Dalam ayat-ayat yang memerintahkan wanita sebagai manusia yang harus diperlakukan secara serius. Secara implicit kedua ayat itu mengisyaratkan pada kata-kata, gagasan-gagasan dan kebajikan-kebajikan mereka. Mereka bukan semata-mata objek seks bagi laki-laki, bukan pajangan yang harus dinikmati lakilaki, dan bukan pula budak laki-laki, yang harus selalu tunduk pada kemauan dan menyesuaikan dri dengan selera laki-laki. Dengan kata lain, menurut Islam, kecantikan batiniah jauh lebih berharga daripada kecantikan fisik.74 2.10 Representasi Representasi apabila diartikan dalam kamus bahasa indonesia ialah perbuatan yang mewakili dengan kata lain Representasi, biasanya, dipahami
73
http://myrandhazone.blogspot.com/2010/12/feminisme.html Diakses pada tanggal 8 Januari 2015 74 Deddy Mulyana. Komunikasi Massa Kontroversi, Teori, dan Aplikasi. Widya Pedjajaran. 2008 hal 85-86
54
sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau realita yang terdistori. Representasi memiliki gambaran hubungan antara teks media (termasuk iklan) dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. Ia menjadi sebuah tanda yang tidak sama dengan
realitas
yang
direpresentasikan
tapi dihubungkan
dengan,
dan
mendasarkan diri pada realitas tersebut. Dalam proses representasi, ada tiga elemen yang terlibat, antara lain : 1) Sesuatu yang di representasikan yang disebut sebagai obyek 2) Representasi itu sendiri, yang disebut sebagai tanda 3) Seperangkat aturan yang menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan atau disebut Coding (membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interprestasi tanda. Pada konsep representasi, citra-citra atau tanda-tanda dikonseptualisasikan sebagai representasi realitas yang dinilai kejujurannya, realiabilitasnya, dan juga ketepatannya. Konsep representasi sendiri ada dua, yaitu menggunakan citra-citra dan ideologi-ideologi yang tersembunyi sehingga menimbulkan distrosi-distrosi (True Representasi). Namun dalam Dissimulation, The Real yang tersembunyi dibalik topeng-topeng yang menutupinya masih bisa dikembalikan. Representasi realitas dalam iklan, sering dianggap sebagai representasi yang cenderung mendistrosikan. Apalagi, merujuk pada pendapat Marchand, iklan adalah cermin yang mendistrosikan (A Hall Of Distorting Mirrors). Di satu sisi, iklan merujuk pada realitas sosial dan dipengaruhi oleh realitas sosial. Sedangkan
55
di sisi lain, iklan juga memperkuat persepsi tentang realitas dan mempengaruhi cara menghadapi realitas.75 Stuart Hall, representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas. Bahasa medium yang menjadi perantara dalam memaknai sesuatu. Lewat bahasa (simbol dan tanda tulisan, lisan atau gambar) dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu. Makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara individu mempresentasikan. Menurut Eriyanto istilah representasi sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu dalam pemberitaan.76 Representasi adalah istilah yang merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu yang di tampilkan dalam pemberitaan. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata lain aksentasi dan bantuan foto atau dokumentasi yang menampilkan seperti apa seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak.77 2.11 Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Menurut
75
Noviani Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002 hal 61-62 Eriyanto. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara. 2001 hal 13 77 Ibid. Eriyanto hal 113-114 76
56
Alex Sobur Tanda itu sebenernya bertebaran di mana-mana; di sekujur tubuh kita: ketika kita berkata, ketika kita diam. Tanda-tanda (sign) adalah basis dari seluruh komunikasi (Little John: 1996: 64). Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Yang pertama menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan) (Jakobson, 1963. Dalam Hoed 2001: 140) yang kedua memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.78 Kata Semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme yang berarti penafsir tanda (Cobey dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan, 2011: 49). Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api.79 Menurut Barthes, yang menggunakan istilah semiologi, semiotika yang mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things)
memaknai (to signify)
78 79
Alex Subor. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004 hal 15 Ibid. Alex Sobur. Hal 16-17
57
2.11.1 Semiotika Roland Barthes Menurut Roland Barthes seorang pakar makna dari tanda-tanda melalui analisis semiotik dan penerus pemikiran Saussure. Kita tidak hanya mengetahui bagaimana isi pesan yang hendak disampaikan, melainkan juga bagaimana pesan dibuat, simbol-simbol apa yang digunakan untuk mewakili pesan-pesan melalui film ataupun iklan yang disusun pada saat disampaikan kepada khalayak. Tetapi menekankan pada makna sebenarnya sesuai kamus (denotasi) dan makna ganda yang lahir dari pengalaman kultur dan personal (konotasi). Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah (Lechte, 2001:196; lihat pula Indriani, 2000:145-149): Kode hermeneutic atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode Sematik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembaca, pembaca menyusun tema suatu teks. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau perbedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.
58
Kode
proaretik
atau
kode
tindakan/lakuan
dianggapnya
sebagai
perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechte (2001:196), bukan hanya untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsure-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukkan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik merupakan produk buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda berkerja (Cobley & Jansz, 1999): 1. signifier (penanda)
2. signified (petanda)
3. denotative sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
59
Gambar Peta Tanda Roland Barthes Berdasarkan gambar dari peta Barthes di atas, Cobley dan Jansz dalam buku Sobur berjudul Semiotika Komunikasi menjelaskan: Terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan penanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1995:51) Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. (Budiman, 2001:28). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Denotasi: Pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna yang “sesungguhnya”. Bahkan kadang kala dirancukan dengan refrensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, didalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama. Dalam hal
60
ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketutupan makna dan dengan demikian sensor atau represi politis. 80 Konotasi: Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunaannya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. 81 Mitos: Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai cara berkerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir
dari
suatu
kebudayaan
tentang
sesuatu,
cara
untuk
mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dar penanda, mitos merupakan tatanan kedua dari petanda.82 Aspek lain dari mitos yang ditekankan Barthes adalah dinamisnya. Mitos berubah dan beberapa diantarannya dapat berubah dengan cepat guna memehuni kebutuhan perubahan dan nilai-nilai cultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut.83 Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutkan sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang 80
Benny H. Hoed. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunikasi Bambu. 2011 hal 18 Alex Subor. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004 hal 70 82 John Fiske. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. Yogyakarta: Jalasutra. 2004 hal 119 83 Ibid. John Fiske. Hal 125 81
61
digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai nilai dari kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pelihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberikan uang pelican”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realtitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitive misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesksesan. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Petanda lebih miskin dari penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan konsep terjadi dalam wujud pelbagai bentuk tersebut.84 Barthes mengartikan mitos sebagai cara berpikir kebudayaan tentang sesuatu sebuah cara mengkonseptualisasi atau memahami sesuatu hal. Barthes
84
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009 hal 71
62
menyebut mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan. Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan, melainkan suatu cara singnifikasi, suatu bentuk. Lebih jauh lagi, mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun materi (bahan) pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal (kata-kata lisan ataupun tulisan) namun juga dalam berbagai bentuk lain ataupun campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Misalnya dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan dan komik. Semuanya dapat digunakan untuk menyampaikan pesan.85 Jadi disini mitos menurut Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos dalam artian umum. Yaitu mitos yang dimengerti sebagai percobaan manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesra, termasuk dirinya sendiri dalam mitologi yunani.86
85 86
Ibid. Alex Sobur. Hal 224 Ibid. Alex Sobur. Hal 222