BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Komunikasi Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah proses
penyesuaian. Komunikasi sendiri dapat di katakan sebagai proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran pesan/informasi antara satu sama yang lain, yang akirnya secara bergilir terjadi pengertian yang saling mendalam. Arti komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirim melalu medaia tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Bila dijabarkan proses komunikasi, Penerima menerima pesan, dan sesudah mengerti isi pesan itu kemudia menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirimkannya. Berdasarkan tanggapan itu, pengirim dapat mengetahui apakah pesannya dimengerti dan sejauh mana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirim pesan itu. Dari proses terjadinya komunikasi itu, secara teknis pelaksanaan, komunikasi
dapat
dirumuskan
sebagai
“kegiatan
di
mana
seseorang
menyampaikan pesan melalui media tertentu kepada orang lain dan sesudah menerima pesan serta memahami sejauh kemampuannya, penerima pesan menyamoaikan tanggapan melalui meda tertentu pula kepada orang yang menyampaikan pesan itu kepadanya.
11
12
Dalam ilmu komunikasi, ada beberapa macam komumikasi tergantung dari segi yang ditentukan. Dari segi cara penyampaian pesan, komunikasi secara lisan, tertulis atau dengan elektronik. Dari segi keresmian pelaku, saluran komunikasi yang digunakan, dan bentuk kemasan pesan, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Yang terakhir dari segi bentuk kemasan pesan, komunikasi Verbal dan komunikasi Nonverbal.7 2.1.1
Komunikasi Verbal Komunikasi verbal merupakan pesan-pesan lisan yang di kirimkan melalui
suara. Komunikasi lisan biasanya melibatkan simbol-simbol verbal dan nonverbal. Kita bisa menghabiskan banyak waktu untuk berpatisipasi dalam komunikasi verbal, baik secara pembicara maupaun pendengar. Sementara itu, komunikasi tertulis merupakan komunikasi melalui kata-kata yang di tulis atau dicetak. Komunikasi verbal tertulis maupun nonverbal berurusan dengan penciptaan dan pengiriman pesan, meskipun keduannya berbeda dalam prosesnya. Pesan lisan diucapkan terus-menerus dengan suara yang menghubungkan kata demi kata, peristiwa ini merupakan peroses kolektif karena jarang kita memfokuskan sebutannya pada kata demi kata. Tetapi dalam komunikasi terlulis, kata-kata tampak berbeda satu sama lain yang dicetak diproses sebagai unit individual. Komunikasi lisan bersifat individual, spontan dan fleksibel. Komunikasi tertulis lebih formal dan karena semua yang sadar akan huruf harus mengikuti aturan tata bahasa secara ketat.
7
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008
13
2.1.2
Komunikasi Nonverbal komunikasi nonverbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan
perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal tidak menunjukan kekuatan pesan maka anda dapat menerima tanda-tada nonverbal lainnya sebagai pendukung. Dibandingkan dengan studi komunikasi verbal, studi komunkasi nonverbal sebenrarnya masih relatif baru. Bila di bidang pertama mulai diajarkan pada zaman Yunani kuno, yakni studi tentang persuasi, khususnya pidato, studi paling awal bidang kedua mungkin baru dimulai pada tahun 1873 oleh Charles Darwin yang menulis tentang ekspresi wajah. Sejak itu, banyak mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi keberhasilan komunikasi, bukan hanya ahli-ahli komunikasi, tetapi juga antropologi, psikologi, dan sosiologi. Simbol-simbol nonverbal lebih sulit ditafsirkan dari pada simbol-simbol verbal. Tidak ada satu pun kamus andal yang dapat membantu penerjemahan simbol nonverbal.8 Seperti contohnya, jika ada orang tersenyum kepada kita, maka kita tidak dapat dengan cepat menangkap apa artinya, senang kaget, bingung, atau bertanya-tanya. Secara sederhana, pesan nonverbal semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencangkup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunan lingkungan oleh indvidu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencangkup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai 8
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 Hal 345
14
bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.9 Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini dengan berbagai cara. Bentuk isyarat atau komunikasi nonverbal menjadi empat bagian. Pertama, Bahasa Tubuh (Body Language). Bahasa tubuh yang berupa waut wajah, garuk kepala, gerak tangan, gerak gerik tubuh mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak, dan sikap orang. Kedua, Bahasa Tanda (Sign Language). Dalam komunikasi nonverbal tanda mengganti kata-kata, misalnya bendera, rambu-rambu lalu lintas, dan suara. Ketiga, bahasa tindakan/perbuatan (action language), tindakan atau perbuatan sebetulnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna. Misalnya. Menggebrak meja dalam pembicaraan, menutup pintu keras-keras pada waktu meninggalkan rumah, menekan gas mobil kuat-kuat, semua itu mengandung makna tersendiri. 10 Kempat, bahasa objek (object language), objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu. Misalnya, pakaian, aksesoris dandan, rumah, kendaraan.
9
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 Hal 343 10 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Yogyakarta: KANISIUS, 2003 Hal 27
15
2.1.3
Fungsi Komunikasi Nonverbal Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi
dasar. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan prilaku mata, yakni sebagai: Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedian mata dapat mengatakan, “saya tidak sungguhsungguh.” Ilustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalngkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respons tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan. Affect Display. Pembesaraan manik-manik (pupil dilation) menunjukan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut, atau senang.11
2.1.4 Komunikasi Nonverbal Penderita Autis anak autis berusaha memahami kehidupan dengan cara mereka sendiri. Jika ini tidak mungkin dilakukan melalui kata-kata dan pemahama abstrak, mereka akan melakukan melalui asosiasi-asosiasi persepsi konkret atau nyata.
11
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 Hal 343
16
Komunikasi verbal pada anak autis bersifat terlalu abstrak, mereka harus di bantu dengan menggunakan sistem komunikasi visual, dimana hubungan antara lambang dan makna menjadi jauh lebih terlihat. Keterlambatan komunikasi dan bahasa merupakan ciri yang meninjol dan selalu di miliki oleh anak autis. Perkembangan komnikasi dan bahasanya sangat berbeda dengan perkembangan anak pada umumnya. Sebagian besar dari mereka cara berkomunikasi dengan non-verbal comunication, karena sebagian besar dari mereka belum dapat berbicara. Perkembangan anak-anak pada umumnya, sejak usia dini, bayi mulai muncul kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa non verbal yang di sebut dengan pre speech yakni berupa gerak isyarat/gesture, tangisan, mimik, dan sebagainya. Pada taha ini biasanya bersifat sementara sebelum anak dapat menguasai keterampilan bahasa yang memadai untuk menggunakan kata-kata yang berarti dan dapat dipahami baik dipahami oleh dirinya sendiri dan orang lain. Umumnya anak autis berada dalam kategori passive non verbal communication, yaitu perilaku anak yang muncul sebelum perilaku uata terjadi dimana hal tersebut ditafsir oleh orang lain sebagai syarat anak menyampaikan pesan tertentu, contohnya, “pak, kalau Vira bawa-bawa botol begitu, itu artinya Vira mau minum.” Anak autis lebih bersifat presimbolik yakni sebagai contoh anak autis menarik tangan orang lain dan kemudian meletakan tangan tersebut ke pegangan pintu sebagai isyarat untuk membuka pintu. Anak autis dapat berbicara
17
atau memproduksi suara, mereka daoat mengembangkan komunikasi nonverbalnya melalu isyarat atau pun gambar. Penggunaan media gambar atau lambang inilah sebagai alat yang menjemnbatani agar dapat berkomunikasi secara verbal, dan bola kenyataan hingga dewasa individu penyandang autisme tetap tidak mampu berkomunikasi sevara verbal maka setidaknya dia dapat berkomunikasi dengan media gambar atau lambang. Kemampuan komunikasi non verbal anak-anak pada umumnya diperoleh secara alamiah, tanpa diajarkan secara kusus dan terus menerus dalam waktu yang lama. Namun tidak demikian dengan anak-anak autis. Mereka membutuhkan rancangan dan strategi serta pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal ini secara tepat. Menurut Sussman perkembangan komunikasi anak autis berkembang dalam empat tahapan.
1.
The Own Agenda Stage Pada tahap awal ini anak cinderung bermain sendiri dan tampak tidak tertarik pada orang-orang sekitar. Anak belum memahami bahwa komunikasi dapat memenaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya kita dapat memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Anak dapat berinteraksi cukup lama dengan orang yang sudah dikenalnya, namun ia akan kesulitan dan menolak berinteraksi dengan orang yang baru kenalnya. Ia akan mengangis atau berteriak bisa merasa terganggu aktifitasnya atau menolak terhadap aktifitas bermainnya.
18
2.
The Requester Stage Pada tahap ini anak autis sudah menyadari
bahwa perilaku dapat
memengaruhi orang lain. Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan dan mengarah ke benda yang diinginkan. Aktifitas yang disukainya biasanya masih bersifat fisik seperti bergulat, lari, lompat, digelitiki, dan sebagainya. Pada umumnya, anak pada tahap ini sudah dapat memproduksi suara tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk menenangkan diri. Anak dapat mengenal perintah sederhana, tetapi responnya belum konsisten. Ia juga sudah dapat melakukan kegiatan yang bersifat rutinitas. 3.
The Early Communication Stage Pada tahap ini, kemampan anak autis dalam berkomunikasi lebih baik karena melibatkan gestur, suara dan gambar. Ia dapat berinteraksi cukup lama dan dapat menggunakan suatu bentuk komunikasi meski dalam situasi khusus. Inisiatif anak untuk berkomunikasi masih terbatas seperti mau makan, minum atau benda-benda/kegiatan yang disukai saja. Pada tahap ini anak telah mulai mengulang hal-hal yang didengar, mulai memahami isyarat visual/gambar dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang diucapka.
4.
The Partner Stage Pada tahap ini merupakan fase yang paling efektif. Bila kemamouan bicaranya baik, maka ia berkemungkinan dapat melakukan percakapan sederhana. Anak telah dapat menceritakan kejadian yang telah lalu, meminta keinginan yang belum terpenuhi dan mengekspresikan perasaanya. Namun
19
demikian anak masih cenderung menghafal kalimat dan sulit menemukan topik baru dalam percakapan.12
Berdasarkan analysis oleh Autism Research Institute (ARI) di amerika yang melibatkan 30.145 kasus mengindikasikan bahwa 9% anak autistik tidak berkembang kemampuan bicaranya, 43% mulai berbicara di usia akhir tahun pertama, 35% mulai bicara antara 1-2 tahun, 22% mulai bicara di tahun ke tiga dan setelahnya. Hasil suveri Adams menunjukan bahwa 12% anak autistik benarbenar non verbal di usia 5 tahun. Hal ini menunjukan bahwa dengan intervasi yang tepat, ada alasan untuk berharap anak autis dapat berbicara.13
2.2 Definisi Film Film adalah salah satu media komunikasi yang berisikan gambar gerak dan suara. Joseph v. Mascelli dalam bukunya 5c’s of cinematography mengatakan: “A motion picture is made up of many shots. Each shot requires placing the camera in the best position dor viewing players, setting and action at that particular momnt in the narrative”14 Sederhannya adalah sebuah karya film terdiri dari integrasi jalinan cerita. Jalinan cerita berbentuk dari menyatunya peristiwa dari adegan / scene yang dibentuk oleh pengambilan gambar. Pada perkembangnnya diabad 20, film banyak dinikmati sebagai sebuah karya seni yang ddiputar di galeri-galeri, dan pati memiliki pesan yang mendalam sehingga tidak semua orang bisa 12
Joko Yuwono,Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik),Bandung: ALFABETA,2009 hal 72 13 Joko Yuwono,Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik),Bandung: ALFABETA,2009 hal 73 14 Joseph V. Mascelli, The Five C’s of Cinematography, Silman – James Press, Los Angeles, hal 11
20
menikmatinya. Film adalah hasil proses keratif para sineas yang memadukan berbagai unsur seperti gagasan. Sistem ini, pandangan hidup, keindahan norma, tingkah laku manusia dan kecanggihan teknologi. Dengan demikian film tidak bebas nilai karena di dalamnya terdapat pesan yang dikemabngkan sebagai karya kolektif, disini film menjadi alat prantara sosial. Film sebagai institusi sosial memiliki kepribadian, megasung karakter tertentu dengan visi misi yang akan menentukan kualitas. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media kimunikasi masa yang membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan15
2.2.1 Film sebagai komunikasi massa film bermula pada abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi kontent dan fungsi yang di tawarkan masih sangat jarang. Film kemudian berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan cerita, panggung, musik, drama, humor, dan trik teknis bagi konsumsi populer. Film juga hampir menjadi media massa yang sesungguhnya dalam artian bahwa film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat, bahkan di wilayah pedesaan, sebagai media massa, film merupakaan bagian respons terhadap penemuan waktu luang, waktu libur dari kerja, dan sebuah jawaban atas tuntunan
15
Teguh Trianton.Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta, Graha Ilmu.2013, x
21
untuk cara menghabiskan waktu keluarga yang sifatnya terjangkau dan (biasanya) terhormat.16 Film merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pandidikan budaya meski pada awalnya film di perlukan sebagai komodoto yang diperjual belikan sebagau media propaganda, alat penerangan bahkan pendidikan. dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Industri film adalah industri bisni. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film merupakan karya seni yang idealis, yang diperoduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasiorang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataanya adalah bentuk karya seni, industri film adalah industri yang menguntungkan, dan terkadang menjadi mesin uang bagi pembuatnya, sehingga terkadang keluar dari kaidah artisktik film tersebut. Film atau motion picture ditemukan dari hasil pengembangan prinsipprinsip fotografi dan proyektor. Film pertama yang diperkenalkan kepada publik di Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan film the Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Tetapi dalam film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap sebagai film cerita pertama dan menjadi peletak dasar teknik editing yang baik17
16
Denis McQuail.Teori Komunikasi Massa, edisi6,Jakarta,Salemba Humanika,2010,hal35 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, dan Dra. Siti Karlinah, M.Si, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2009, Hal143
17
22
2.2.2 Karakteristik Film Pada Komunikasi Massa Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis. Berikut adalah penjelasan mengenai poin-poin yang mengidentifikasi dilm sebagai media komunikasi massa. a.
Layar yang Luas/Lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layanan yang berukuran luas. Saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam pertunjukan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas telah memberikan keleluasan penontonnya untuk melihat adeganadegan yang di sajikan dalam film.
b.
Pengambilan Gambar Dalam sebuah film pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop merupakan bagian pokok dalam tercapainya pesan melalui audio visual. Maka oengambilan gambaer memungkinkan dari jarak jauh atau extrem long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik.
c.
Konsentrasi Penuh Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu sudah ditutup, lampu dimatikan, tampak didepan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
23
Semua mata tertuju pada layar dan perasaan kita tertuju pada alur cerita dimana hal itu mempengaruhi emosi bagi khalayak yang menontonnya. d.
Indentifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung biosko telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan (mengidentifikasi) pribadi kita dengan salah satu pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis18
2.2.3 Fungsi Film Film berfungsi sebagai hiburan, namun didalam film juga terkadang terselip fungsi informatif, edukatif dan persuasuf. Fungsi-fungsi ini akan berjalan baik karena film memiliki karakteristis yang berbeda jika di bandingakan dengan media pendidikan lain yang konvensional.19 Hal ini pun sejalan dnegan misi perfilman sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai alat hiburan generasi muda dalam rangka nation and character building fungsi edukasi dapat tercapai apabula film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif atau film dokumenter dan film yang di angkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.20 Fungsi film dalam masyarakat pada konteks komunikasi ada empat, pertama, film sebagai sumber pengetahuan yang menyediakan informasi tentang
18
Elvinario Ardianto, Lukiati Komala, dan Dra. Siti Karlinah, M.Si, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2009, Hal 145-148 19 Teguh Trianton, Film Sebagai Media Belajar, Yogyakarta, Graha Ilmu. 2013, 21 20 Elvinaro Ardianto et,al, Komunikasi Massa, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2012. 145
24
peristiwa dan kondisi masyarakat dari berbagai belahan dunia. Kedua, film sebagai sarana sosialisasi dan pewarisan nilai, norma dan kebudayaan, artinya selain sebagai hiburan secara laten film juga berpotensimenularkan nilai-nilai tertentu pada penontonnya. Ketiga, film sering kali berperan sebagai wahana pengembangan bentuk seni dan simbol, melainkan juga dalam pengertian pengemasan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. Dan keempat, film sebagai sarana hiburan dan pemenuhan kebutuhan estetika masyarakat. Dan menurut UU perfilman, film mempunyai 6 Fungsi atau peran yakni: (a)fungsi budaya, (b)pendidikan, (c)hiburan, (d)informasi, (e)pendorong karya kreatif, dan (f)ekonomi.21
2.2.4 Jenis-jenis Film a. Film Dokumenter Kunci utama dari film dokumnter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis, konflik, serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur bertuur film dokumenter umumnya sederhadan
21
Deis McQuail. Teori Komunikasi Massa, Jakarta. Erlangga. 1996
25
dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang di sajikan. Contohnya adalah Nanook of The North (1919) yang dianggap sebagai salah satu film dikumenter tertua. Film ini dengan sederhana menggambarkan keseharian warga suku eskimo.22 b. Film Fiksi Berbeda dengan jenis film dokumenter, film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerit, film fiksi sering menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal, struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan serta pola pengembangan cerita yang jelas. Dari sisi produksi, flm fiksirelatif lebih kompleks ketimbang dua jenis film lainnya, baik masa pra-produksi, produksi, maupun pasca-produksi. Manajemen produksinya juga lebih kompleks karena biasanya menggunakan pemain serta kru dalam jumlah besar. Produksi film fiksi juga memakan waktu relatif lebih lama. Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting di persiapkan secara matang baik di studio maupun non studio. Film fiksi biasanya juga menggunakan perlengkapan serta peralatan yang jumlahnya relatif lebih banyak, bervariasi, serta mahal.
22
Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerjan Pustaka, 2008, hal 4
26
Film fiksi yang berada di tengah-tenah dua kutub, nyata dan abstrak, sering kali memiliki tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara naratif maupun sinematik. Seperti telah kita singgung sebelumnya film fiksi sering menggunakan teknik gaya dokumenter. Teknik ini sebenarnya telah populer sejak era pasca perang dunia kedua melalui gerakan sinema neorealisme. Serta New Wave preancis yang mengusung tradisi Cinema Verite. Mereka biasanya mengangkat tema keseharian, syuting di lokasi (non-studio), menggunakan pemain non-aktor, handbeld camera, pencahayaan natural, serta jumlah kru yang sedikit. Teknik ini dalam perkembangan juga masih sering digunakan dalam film-film prduksi inependen di era 1960-an hingga kini. Film-film produksi studio besar juga sering menggunakan teknik gaya dokumenter (handheld camera) sebagai pendekatan estetiknya. Seperti halnya film dokumenter, cerita film fiksi juga sering kali diangkat dari kejadian nyata. Film-film biografi seperti Schindler’s List, Gandhi, Malcolm X, dan JFK dipaparkan berdasarkan penggalan kisah hidup para tokoh besar tersebut. Film fiksi sering pula diangkat dari peristiwa penting atau bersejarah, seperti Apollo 13 yang kisahnya diambil dari tragedi kecelakaan yang terjadi pada kru Apollo 13, serta All the President Man yang merupakan kisah perjuangan di=ua wartawan Washington Post dalam mengungkap scandal Watergatte .
27
satu contoh sempurna film transisi fiksi-dokumenter adalah United ’93 arahan Paul Greengrass.23 c. Film Eksperimental Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film lainnya. Para sineas esperimental umumnya bekerja diluar industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan. Mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi filmnya sejak awal hingga akhir. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat di pengaruhi oleh instting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Film eksperimental juga umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas, seperti yang di lakukan para sienas sueralis dan dada. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri. Para sienas eksperimental kadang mengeksplorasi berbagai kemungkinan dari nedium film. Salah satu film eksperimental yang paling awal, ballet mecanique karya Fernand Leger mencoba memadukan unsur mekanik dengan sinema. Lebih jauh Fist Fight karya Robert Bree hanya menggunakan satu Frame gambar (kurang dari sedetik) dalam filmnya. Sementara para seniman suerealis dan dada
23
Ibid
28
mulai tertarik pada medium film era 1920-an dan membawa ideologinya masing-masing ke dalam film-film mereka. Seniman surealis terkemuka, Salvador Dali dan Luis Bunuel, mengangkat popularitas aliran sinema surealis melalui Un Chien Andalou. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti-rasionalitas). Para sineas dada bahkan membawa ertentangan logika mereka ke tingka yang lebih jauh, seperti Anemic Cinema karya yang berputarputar. Para sineas eksperimental terkemuka lainnya antara lain, Kenneth Anger, Maya Deren, serta Andy Warhol.24
2.3
Autis Anak autis bukan “anak ajaib” atau “pembawa hoki” seperti kepercayan
sebagian orang tua. Akan tetapi, merreka juga bukan pembawa ain atau bencana bagi keluarga. Kehadirannya di tengah keluarga tidak anak merusak keharmonisan keluarga. Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan belajar dari pengalamannya. Biasanya anak-anak ini kurang minat untuk melakukan kontak sosial dan tidak adanya kontak mata. Selain itu, anak-anak autis memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan terlambat dalam perkembangan bicaraanya. Serta anak-anak autis melihat orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagi subjek yang dapat berinteraksi dan berkomunikasi.
24
Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerjan Pustaka, 2008, hal 7
29
Kata autis berasal dari kata “Autis” yang berarti “Aku”. Dalam pengertian non ilmiah dapat diinterprestasikan bahwa semua anak yang mengarah kepada dirinya sendiri di sebut autis. Banyak para ahli menuliskan autis dengan istilah “absorbed in the self” (keasikan dalam dirinya sendiri), “aloof atau withdrawan” diaman anak-anak dengan gangguan autis ini tidak tertarik dengan dunia disekitarnya.25 Berbagai definisi tentang autis telah dituliskan oleh berbagai ahli. Menurut Treatment and Educational of Autistik and Communication Handicapped Children Program (TEACCH) dakam Wall di tuliskan: Autism is a lifelong developmental disability that prevents individuals from properly understanding what they see, hear and otherwise sense. This results in severe problemof sosial relationships, communications and behaviour.26 Autis dipahami sebagai gangguan perkembangan neurobiologis yang berat sehingga gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, komunikasi, keberadaan anak dalam lingkungan dan hubungandengan orang lain. Defiinsi yang lebih operasional dinyatakan oleh The Individuals With Disabelities Education Act (1997). Autistik berarti gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal dan interaksi sosial, yang pada umumnya terjadi sebelum usia 3 tahun, dan dengan keadaan ini sangat mempengaruhi perfoma pendidikannya.27
25
Joko Yuwono,Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik),Bandung: ALFABETA,2009 hal 24 26 Joko Yuwono,Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik),Bandung: ALFABETA,2009 hal 25 27 Ibid hal 26
30
2.3.1 Ciri-Ciri Anak Autis Gangguan pada anak autis terdapat kelompok ciri-ciri yang disediakan sebagai kreteria untuk mendiagnosis autis. Hal in terkenal dengan istilah “Wing’s Triad of Impairment” yang dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould. Meskipun ada perbedaan dalam pemilihan kata dari tiga gangguan anak autis, Tiga gangguan ini memiliki saling keterikatan sebagaimana dalam ilustrasi gambar sebagai berikut.
PERILAKU
INTERAKSI SOSIAL
KOMUNIKA SI DAN BAHASA
Gambar 2.1 Adanya Saling KeterKaitan Tiga Gangguan pada Anak Autis
Gambar di atas menunjukan adanya saling keterkaitan antara ketiga aspek. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan komunikasi dan bahasa akan mengalai kesulitan dalam berkemban. Sebaliknya bila kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna. Demikian pula jika anak
memiliki
kesulitan
dalam
berinteraksi
sosial.
Implikasi
terhadap
31
penanganannya atas pemahaman ini adalah penangan yang bersifat integrated (keterpaduan) karena sifat masalah anak autis yang tidak dikotomis.28 Selanjutnya, di bawah ini merupakan beberapa ciri-ciri anak-anak autis yang dapat di amati pada anak penderita autis, yang Pertama, dapat diamati dari perilaku, mayoritas anak autis memiliki sikap cuek atau tidak perduli terhadap lingkungan sekitar, perilaku yang tak terarah seperti mondar-mandir, berlarian kesana-kemari, memanjat-manjat, berputar-putar dan melompat-lompat, anak penderita autis mempunyai perilaku Rigid Routine Tantrum, ObsessiveCompulsive Behavior, dan memiliki rasa kelekatan terhadap benda tertentu. Yang Kedua,di lihat saat Interaksi Sosial dengan sekitarnya, anak penderita autis jika di ajak berkomunikasi tidak mau menatap mata, di panggil pun tidak mau menoleh, di saat bermain pun anak autis tak mau bermain dengan teman sebayanya dia akan memilih asik bermain dengan dirinya sendiri, dan tidak adanya rasa empati dalam lingkungan sosial. Ciri ciri anak penderita autis yang ke Tiga, dalam konteks berkomunikasi dan berbahsa. Penderita autis memiliki keterlambataan berbicara, ciri ciri ini dapat kita perhatikan sejak kecil, hingga saat ia besar pun tak ada usaha berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan bahasa tubuh. Bahasa yang di gunakan pun biasanya meracau dengan bahasa yang tak dapat dipahami, bahkan ia akan lebih sering membeo Echolalia ciri ciri yang terakhir ia pun biasanya tidak memahamai pembicaraan orang lain.29 Hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri anak autis yang menyertainnya seperti gangguan emosional seperti tertawa dan menangis tanpa sebab yang jelas, 28
Joko Yuwono,Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik),Bandung: ALFABETA,2009 hal 27 29 Ibid hal 28
32
tidak dapat berempati, rasa takut yang berlebihan dan sebagainya. Hal lainnya adlah koordinasi motorik dan persepi sensoris misalnya kesulitan dlaam menangkap dan melempar bola, melompat, menutup telinga bila mendengar suara tertentu; car call, klakson mobil, suara tangisan bayi dan sirine, menjilak-jilat benda, mencium benda, tidak dapat merasakan sakit, tidak memahami bahaya dan sebagainya serta gangguan perkembangan kognitif anak.
2.4 2.4.1
SEMIOTIKA Pengertian Semiotika Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign) dalam kehidupan
manusia. Bila berbicara semiotik, kita tidak dapat berbicara tentang satu semiotik. Tetapi semiotik yang di perkenalkan oleh sejumlah ilmuwan. Secara garis besar, padangan mereka tentang tanda dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pandangan dikotomis dan oandangan trikotomis. Tanda dilihat sebagai model diadik dan triadik atau juga semiotil struktural (bertumpu pada strukturalisme de sausure) dan semiotik. 30 Semiotik berasal dari kata yunani yaitu semeio. Yang berarti tanda.31 Semiotik berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan portika. Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti penafsir tanda atau tanda dimana sesuatu dikenal. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, 30 31
Benny H. Hoed, Semiotik danDinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu, Hal28 Sumbo Tinarbuko, Semiotik Komunikasi Visual, Yogyakarta, Jalasutra, 2008, Hal 11
33
dapat dianggap mwakili sesuatu yang lain. Istilah semion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostic inferensial. Secara terminologis semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmuj yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.32 Semiotika sebagai discourse analysis yang paling dasar, cara dan kerjanya adalah mengamati tanda (ikon, indeks, symbol) dengan tujuan untuk menemukan makna-makna tanda (dengan bantuan teori segitiga makna). Semiotio telah digunakan sebagai salah satu pendekataan dalam menelaah sesuatu yang berhubungan dengan tanda, misalnya karya sastra, dan teks berita dalam media. Semiotik merupakan varian dari teori strukturalisme. Strukturalisme berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode, sedangkan makna adalah produk dari sistem hubungan.33 Semiotik melihat teks media sebagai sebuah struktur keseluruhan. Ia mencari makna yang laten atau konotatif. Semiotik jarang bersifat kuantitatif dan bahkan kerap menolak pendekataan kuantitatif. Semiotik menekankan pada signifikasi yang muncuk dari “pertemuan” anatara pembaca (reader) dengan tanda-tanda (sign) di dalam teks.34
32
Alex Sobur, “Analiss Teks Media,” Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Hal 95 33 Ibid Hal !22-123 34 Alex Sobur, “Analiss Teks Media,” Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Hal 145-146
34
Teori semiotik yang berkembang selama ini bersumber pada dua pandangan, yakni strukturalisme dan paragtisme. a.
Semiotik struktural Dasar-dasar semiotik struktural adalah sebagai berikut: 1. Tanda adalah sesuatu yang terstruktur dalam kognisi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan penggunaan tanda didasari oleh adanya kaidah-kaidah yang mengatur (langue) praktik berbahasa (parole) dalam kehidupa bermasyarakat atau bagaimana parole mengubah langue. 2. Apabila manusia memandang suatu gejala budaya sebagai tanda, maka ia melihatnya sebagai sebuah struktur yang terdiri atas penanda (yakni bentuknya secara abstrak) yang dikaitkan dengan petanda (yakni makna konsep). 3. Manusia, dalam kehidupannya, melihat tanda melalui dua proses, yakni sintagmatik (juktaposisi tanda) dan asosiatif (hubungan antara tanda dalam ingatan manusia yang membentuk sistem dan paradigma). 4. Teori tanda bersifat dikotomis, yakni selain melihat tanda sebagai terdiri atas dua aspek yang berkaitan satu sama lain, juga melihat relasi antara tanda sebagai relasi pembeda “makna” (maka diperoleh dari pembedaan). 5. Analisisnya didasari oleh sebagian atau seluruh kaidah-kaidah analisis strukturan, yakni imanensim pertinensi (ketepatgunaan; ketepatan; kegunaan, kamus),35 komutasI (pergantian), kompatibilitas, integrasi
35
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya: Gitamedia Press, Hal 371
35
(penyatuanm penggabungan), sinkroni sebagai dasar analisis diakronis, dan fungsional.36 b.
Semiotik pragmatis Semiotik pragmatis bersumber pada pirce (1931-1958). Bagi peirce, tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu”. Danesi dan perron menulis bahwa teori semiotik seperti itu sudah ada sejak Hippocrates (460-377 SM) yang mendefinisikan “tanda” dari bidang kedokteran sebagai gejala fisik (physical symptom) yang mewakili (stand for) suatu penyakit.37 Menurut Danesi dan Perron, penelitian semiotik mencangkup tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari lingkungannya (the world), yakni
yang
bersangkutan
dengan
“tubuh”-nya,
“pikiran”-nya,
dan
“kebudayaan”-nya. Ketiga ranah itu sejajar dengan teori Peirce tentang proses representasi dari representamen. Representasi tanda menyangkut hubungan anatara representamen dan objeknya.38
2.4.2
Semiotik Charles Sanders Peirce Salah satu tokoh semiotik terkemuka yang tidak bersentuhan dengan
strukturalisme adalah Charles Sanders Peirce. Ia adalah ilmuan Amerika yang hidup sezaman dengan de Saussure. Sekalin tidak pernah berhubungan dan mengenal de Saussere, begitu pula sebaliknya, Pierce mempunyai kemiripan dengan pemikiran de Saussure , terutama tentang arti penting kelahiran pandangan
36
Benny H. Hoed, Semiotik danDinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu, Hal 8-9 Ibid hal 19 38 Benny H. Hoed, Semiotik danDinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu, Hal 23 37
36
atau teori
yang memfokuskan perhatiannya pada upaya menganalisis dan
menafsirkan tanda. Sedikit mengenal tokoh populer yang satu ini bernama lengkap Charles Sanders Peirce lahir pada tahun 1893 dan meninggal pada tahun 1914. Ia belajar di Harvard University pada tahun 1859. Karier intelktualnya berawal sebagai ahli matematika dan fisikawan ketika bergabung dengan Coast Survey (1891). Ia pernah menjadi dosen di Universitas John Hopkins antara tahun 1879-1884. Akan tetapi, ia tidak pernah mendapat jabatan akademis karena sikapnya yang jeras dan emosional sehingga tidak banyak orang yang menyukai kepribadiannya. Karena kepribadiannya pula, tidak banyak orang yang mengenal biografi peirce.39 Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan ahli logika. Peirce mengusulkan kata Semiotik (yang sebenarnya telah digunakan oleh ahli filsafat Jerman lambert pada abad XVII sebagai sinonim kata Ilogika.40 Menurut Peirce, semua gejala (alam dan budya) harus di lihat sebagai tanda. Pandangan itu disebut “pansemiotik”. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda bersifat representatif, yaitu adalah “sesuatu yang mewakilkan sesuatu yang lain”, (something thet represent something else). Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut tanda, jika ia mewakilkan sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilkan disebut representamen (refrent). Jadi jika asebuha tanda mewakilaknnya, hak itu adalah fungsi utama 39
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika “paradigma,teori dan metode interprestasi tanda dari semiotika struktural hingga dekonstruksi praktis”, Bandung: Cv pustaka Setia, 2014 hal 106 40 Alex Sobur, “Analiss Teks Media,” Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Hal 10
37
tanda. Misalnya, anggukan kepala mewakilakn persetujuan, gelengan mewakili ketidaksetujuan. Agar berfunsi, tanda harus di tangkap, dipahami, misalnya dengan bantuan kode. Proses perwakilan itu disebut tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandai. Proses pemaknaan tanda pada Peirce memandang adanyaa relasi triadik dalam semiotik, yaitu Representamen (R) Objek (O) dan Interpretan (I). Dengan demikian, semiosis adalah proses pemaknaan tanda yang bermula dari persepsi atas dasar (ground; representament) kemudian dasar (ground; representament) itu merujuk pada objek, akhirnya terjadi proses interpretant.
interpretant.
Representament/ground
Object
Gambar 2.1 Proses Pemaknaan Triadik dalam semiotik menurut Peirce
Dengan demikian, semiotik bagi Peirce adalah tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama (interpretant)41. Bagi peirce, tanda tidak hanya representatif, tetapin juga interpretatif. Serta pemikiran Peirce yang cukup penting adalah pemilihan tanda dari sisi acuan (tipologi tanda) pada tiga jeni, yaitu ikon, indeks, dan simbol.
41
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika “paradigma,teori dan metode interprestasi tanda dari semiotika struktural hingga dekonstruksi praktis”, Bandung: Cv pustaka Setia, 2014 hal 110
38
Dalam mengkaji objek, pierce melihat segala sesuatu dari tiga jalur logika, yaitu sebagai berikut : 1. Hubungan Representament (R) dengan jenis Representament : a. Qualisign (dari quality signs): representament yang bertalian dengan kualitas warna. b. Sinsign (dari singular sign): representament yang bertalian dengan fakta real; c. Legisign (dari legitatif sign; lex = hukum): representament yang bertalian dengan aidah atau hukum. 2. Hubungan Object (O) dengan jenis Representament (R; Dasar/Ground) a.
Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan ikon bisa berupa, foto, peta geografis, penyebutan atau penempatan.
b.
Indeks, jika berhubungan dengan kedekatan eksistensi misalnya, asap hitam tebal membumbung menandai kebakaran, wajah yang muram menandai hati yang sedih, dan sebagainya.
c.
Simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi.42
3. Hubungan Interpretant (I) dengan jenis Representament (R): a. Rheme or seme: Representament yang masih memiliki berbagai kemungkinan (probabilitas) untuk diinterpretasi oleh interpreter; b. Dicent or Dicisign: Representament yang sudah dapat dijadikan fakta real dan memiliki makna tertentu. 42
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika “paradigma,teori dan metode interprestasi tanda dari semiotika struktural hingga dekonstruksi praktis”, Bandung: Cv pustaka Setia, 2014 hal 110
39
c. Argument: representament yang udah dihubungkan dengan kaidah atau preposisi tertentu.43 Menurut Peirce, seperti dikutip Eco “ something which stand to somebody for something in some respect or capacity” (tanda adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beebrapa hal atau kapasitas). Definisi Peirce tidak menuntut kualitas keadaan yang secara sengaja diadakan dan secara artifisial diupayakan. Lebih dari itu, triade Peirce bisa juga di pakai untuk yang tidak dihasilkan oleh manusia, tetapi dapat diterima oleh manusia.44
43
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika “paradigma,teori dan metode interprestasi tanda dari semiotika struktural hingga dekonstruksi praktis”, Bandung: Cv pustaka Setia, 2014 hal 112 44 Alex Sobur, “Analiss Teks Media,” Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Hal 109-110